Syirkah Mufa>wadhah, yaitu kerjasama antara dua orang atau lebih dalam suatu obyek dengan syarat masing-masing pihak menanam modal yang sama besarnya dan melakukan perbuatan (pekerjaan) yang sama sehingga masing-masing pihak dapat secara sah bertindak atas nama orang-orang yang berada dalam suatu perkumpulan. itu. Perbedaan antar ulama juga terjadi pada syirka>h, dimana pernyataan madzhab sha>fiijah mengenai syirka>h mufa>wadhah tidak sah secara hukum. Menurut Sya>fi'ijahsyirkah mufa>wadhah, dasar pembatalannya adalah akad yang tidak mempunyai dasar syara'.
Mazhab Hanafiyyah memperbolehkan syirkah mufa>wadhah dan menetapkan adanya hak milik atas pendapat tambahan atas kerjasama, terutama bagi mitra yang memperoleh manfaat. Ini merupakan permasalahan yang perlu diketahui hukumnya dan memerlukan pembahasan untuk mengetahui Istinba>t yang digunakan. Saya tertarik untuk melakukan penelitian tentang syirkah mufa>wadhah menurut pemikiran mazhab Sya>fi'iyyah dan hanafiyyah, penulis memberi judul skripsi ini: Kajian Perbandingan Syirkah Mufa>wadhah Menurut Madzhab Sya>fi'iyyah dan Madzhab Hanefyyah‛. Bagaimana pemikiran mazhab Sya>fi'iyyah dan Hanafiyyah tentang syirkah mufa>wadhah.
Bagaimana metode istinba>t syirkeh hukum mufa>vadhah menurut mazhab Sya>fi'iyyah dan Hanafiyah. Hal tersebut dapat menggambarkan pendapat Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hanafi mengenai syirka>h mufa>wadhah. Dapat menggambarkan metode yuridis istinba>t yang digunakan Madzhab Syafi'i dan Madzhab Hanafi dalam menentukan hukum syirkeh mufa>vadhah.
Penelitian ini menggunakan metode komparatif yaitu analisis data dengan menyajikan data pendapat mazhab Sya>fi'iyyah dan Hanafiyyah, diawali dengan eksplorasi perbedaan pendapat tentang mufa>wadhah syirkah. Analisis dilakukan berdasarkan pemikiran mazhab Sya>fi'iyyah dan Hanafiyyah mengenai analisis perbedaan syirk mufa>wadhah dan metode istinba>t diantara keduanya. Disebut mufa>wadhah antara lain karena harus ada kesamaan modal, keuntungan dan bentuk penyertaan lainnya.
Adapun Imam Siyafi berpendapat bahwa syirkeh mufa>wadhah tidak boleh, sebab istilah syirkeh hanya berlaku pada pencampuran harta, karena manfaatnya bermacam-macam. Kalau syirkahnya berbentuk mufa>vadhah, biarlah yang menjadi mitra ahli dalam memberikan jaminan, dan semua orang harus melakukannya. Apabila abda>n syirkah ini berbentuk mufa>vadhah, maka harus memenuhi syarat mufa>vadha di atas.
Shirkah Mufa>wadhah Menurut mazhab Syafi'i dan Hanafi, Mufa>wadhah adalah dalam pengertian bahasa al-musa>wah, yang artinya Menurut mazhab Hanafi, mufa>wadhah adalah syirik dua orang yang bergabung. dalam perniagaan yang mereka miliki, seperti emas dan mata wang, dan modal mestilah sama. Jika Shirkah Mufa>wadhah tidak dianggap batal, maka tidak ada sesuatu pun yang batal yang saya ketahui di dunia ini‛78\\.
Sya>fi'iyyah berpendapat bahwa syirkah mufa>wadhah adalah akad yang tidak mempunyai dasar syara'.
Syirkah Mufa>wadhah menurut Madzhab Hanafiiyyah diperbolehkan secara hukum, Madzhab Hanafiiyyah beralasan bahwa mencampurkan dua harta secara fisik tidak menjadi syarat dalam akad syirkah sepanjang keduanya telah menyepakati perjanjian (akad) untuk melakukan persekutuan sehingga akad syirkah tetap sah dan diperbolehkan meskipun tidak terjadi percampuran harta benda secara fisik. Jika melakukan syirkah mufa>wadhah, lakukanlah dengan baik dan lakukan syirkah mufa>wadhah, karena akad seperti ini mendatangkan keberkahan” (HR. Ibnu Majah). Berkurangnya salah satu syarat tersebut menyebabkan syirkah mufa>wadhah berubah menjadi syirkah Inan> menurut Hanafiyyah.81.
Mengenai hukum istinba>t mufa>wadah shirkah, terdapat pertentangan pendapat (ta'arud) antara mazhab Syafi'iyyah dan mazhab Hanafiyyah, tetapi pada hakikatnya ta'arud itu hanya berlaku mengikut rupa atau rupa. ungkapan cara tersembunyi bertemu mereka atau dalam erti kata menganggap sesuatu sebagai dalil yang sebenarnya bukan dalil. Sya>fi’iyyah dalam beristinba>t tentang hukum sesuatu berdasarkan sumber-sumber hukum Islam, yang kemudian beliau susun menjadi 5 (lima) jenis, di antaranya ialah: 83. Syafi’iyyah meletakkan Sunnah pada tempat kitab kerana Sunnah adalah kitab tafsir, walaupun Hadis Ahad tidaklah senilai kitab.
Sya>fi'iyyah menyamakan as-Sunnah dengan Al-Qur'an dalam mengeluarkan hukum-hukum furu', hal ini tidak berarti bahwa as-Sunnah bukan merupakan cabang dari Al-Qur'an. Keutamaan yang kedua, ijma>' dalam hal-hal yang tidak diperoleh dalam al-Kitab dan as-Sunnah. Ijma>' menurut Sya>fi'i>, adalah kesepakatan seluruh ulama masa kini terhadap suatu hukum.
Dalam hal ini kaum sya>fi'i> mengambil salah satunya, yaitu yang dianggap dekat dengan Al-Qur'an dan hadis, atau yang dikuatkan oleh qiya>s. Martabat kelima, qiya>s adalah mengqiya>skan hukum yang ditentukan oleh salah satu ketentuan di atas. Jika tidak, maka hukumnya harus dicari dengan ijtihad, dan ijtihad tidak lain hanyalah ilmu qiya> (analogis) tentang sifat yang tersembunyi selain dari Allah.
Qiyas ada dua macam, pertama, perkara yang dimaksud termasuk dalam makna dasar yang terkandung dalam ketentuan pokok. Hanafij mengatakan bahwa segala sesuatu yang dilarang oleh Al-Qur'an disebut haram, dan segala sesuatu yang dilarang oleh As-Sunnah disebut makruh takhrim. Sebab istihsa>n yang digunakan Imam Hani>fahu sama sekali tidak mengungkapkan ilat qija>s karena bertentangan dengan kemaslahatan sosial yang dinilai syara', atau sebaliknya. dengan nash-nash, atau bertentangan dengan ijma>', atau pada waktu saling bertentangan, maka kuatkan salah satunya.
د ادو ا ها ر)
Sebagaimana disebutkan dalam bab-bab sebelumnya, mengenai pendapat Syafi’iyyah dan Hanafiyyah tentang mufa>wadhah shirkah, para fuqaha berbeza pendapat tentang hukum mufa>wadhah syrkah, menurut perbedaan mereka dalam mentakrifkan mufa>wadhah dengan definisi yang tidak. mengandungi unsur gharar di dalamnya, dia berpendapat mufa>wadah itu dibolehkan dan disyariatkan. Manakala ulama yang meyakini terdapat unsur gharar dalam takrifan tersebut kemudian berpendapat ia mufa>wadhah. Jika mufa>wadah shirkah tidak dianggap tidak sah, maka tidak ada lagi kekosongan yang saya ketahui di dunia ini.‛98 Dalam mufa>wadah shirkah, ia membolehkan rakan kongsi memperoleh keuntungan, yang bukan haknya, daripada tambahan pendapatan kerjasama, yang merupakan perniagaan rakan kongsinya .
Karena akad mufa>wadhah jenis ini, masing-masing pihak dapat mengambil keputusan atau kebijakan sesuai kebutuhan tanpa harus meminta pertimbangan. Sedangkan Hanafiyyah membolehkan syirkah mufa>wadhah, maka sabda Rasulullah SAW adalah: “Jika kamu melakukan mufawadhah, lakukanlah dengan cara yang baik dan lakukanlah mufawadhah karena akad seperti ini mendatangkan keberkahan” (HR. Ibnu Majah). Berkurangnya salah satu syarat tersebut menyebabkan syirkah mufa>wadhah berubah menjadi syirkah inan menurut Hanafiyyah.
Mengenai istinba>t hukum mufa>wadhah syirik, terdapat pertentangan pendapat (ta'a>rud) antara mazhab Syafi'iyyah dan mazhab Hanafiyyah, tetapi sebenarnya ta'a>rud hanya berlaku mengikut kepada zahirnya atau dari segi cara tersembunyi bertemunya atau berhubung dengan menganggap sesuatu sebagai dalil yang sebenarnya bukan dalil. Dalam hal mufa>wadah shirkah, Syafi'iyyah berdasarkan hadis Nabi. Jika Syirkah Mufa>wadhah tidak dianggap batal, maka tidak ada kekosongan yang saya ketahui di dunia ini‛103.
Dimana dalam pembahasan mufa>wadah, hal-hal yang dimaksud tercakup dalam ketentuan-ketentuan pokok yang berbeda-beda. Keterkaitan asas ra'yun dan istihsa>n dengan perkembangan kitab hiyal (kitab yang mengajarkan dalih hukum), yaitu kitab yang menjadi fenomena tersendiri dalam pemikiran Hanafi di antara mazhab fiqh lainnya, yang dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara teori hukum dan praktek (yaitu praktek umum) sehingga ruang lingkup kesesuaian praktek perdagangan. Fikih kerjasama Imam Hanafi ini semakin menambah bukti yang dapat menegaskan adanya eratnya hubungan antara ra’yun, istihsa>n dan fleksibilitas dalam menghadapi praktik perdagangan.
Menurut Hanafiyyah, kerjasama mufa>wadhah dibolehkan atas dasar istihsa>n, kerana atas dasar qiyas kerjasama mufa>wadhah tidak dibenarkan. Istihsa>n yang digunakan oleh Hanafiyyah ialah istihsa>n berdasarkan kemaslahatan, iaitu kemaslahatan yang berlaku kepada Hanafiyyah. Namun, untuk memelihara harta orang lain daripada sikap tidak bertanggungjawab peserta kerjasama dan masalah kepercayaan sebahagian peserta, mazhab Hanafi menggunakan istihsa>n s.
PENUTUP