• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADAPTASI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM Rabi'ah Abstrak

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "ADAPTASI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM Rabi'ah Abstrak"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN ISLAM DI KABUPATEN TABALONG:

ADAPTASI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM Rabi’ah

Abstrak:

Current educational institutions are not only to prepare children to become adults, but education must respond to economic and moral demands on a national and local scale as well as requirements originating from the global world. The period of globalization with the era of industrial revolution 4.0 forced every component in the social system to adapt to these changes, such as technological developments, communication, and modernization.

Islamic education institutions as one of the social systems certainly face social change. On the other hand, Islamic education institutions also face the struggle for the education market, namely students.

This study aims to describe the adaptation of Islamic education institutions in the Tabalong District, the northernmost region of the Province of South Kalimantan. Adaptation of Islamic education institutions facing the era of globalization was analyzed using Niklas Luhmann’s structural functional theory. The form of adaptation of Islamic education institutions in Tabalong Regency to the demands of the community can be identified as follows:

First, Islamic boarding schools retain the characteristics of their pesantren. Secondly, the pesantren modernize with the existence of madrassas and schools in boarding schools. Third, the growth of Islamic schools with the Fullday School and Islamic School with Islamic Boarding School.

Kata Kunci:

pendidikan Islam, adaptasi lembaga pendidikan Islam, dan modernisasi.

Penulis adalah Dosen Tetap STAI RAKHA AMUNTAI.

(2)

A. Pendahuluan

Pasang surut pendidikan dalam suatu wilayah disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya faktor penguasa, faktor ekonomi, dan faktor budaya. Argumentasi ini juga didukung oleh sebuah penelitian bertajuk

Religion and Education Around The World”. Penelitian ini dilakukan melalui studi demografi oleh global PEW Research Center dengan berdasarkan data sensus dan survei dari 151 negara. Dalam penelitian ini dunia dibagi menjadi enam wilayah geografis, 35 negara di kawasan Asia-Pasifik; 36 negara di Eropa termasuk Rusia; 30 negara di Amerika Latin dan Karibia, termasuk Amerika Tengah dan Meksiko; 12 negara di kawasan Timur Tengah-Afrika Utara; Kanada dan Amerika Serikat di Amerika Utara; dan 36 negara di sub-Sahara Afrika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan besar dalam tingkat pendidikan berdasarkan agama dan luas wilayah.1 PEW mengklaim, baik agama maupun daerah penting untuk pencapaian pendidikan. Selain itu, kondisi sosial ekonomi, sumber daya pemerintah dan kebijakan migrasi, ada atau tidak adanya konflik bersenjata, kelaziman mempekerjakan anak dan pernikahan turut mempengaruhi pendidikan. Pada saat yang sama, penelitian ini menemukan bahwa bahkan di bawah kondisi regional atau nasional yang sama, sering ada perbedaan dalam pencapaian pendidikan di antara mereka yang berada dalam kelompok agama.

Fenomena yang menarik adalah di manapun muslim berada, baik di negara yang muslim sebagai mayoritas ataupun muslim sebagai minoritas pasti terbentuk pendidikan Islam. Buku yang berjudul Educational Strategies Among Muslims in the Context of Globalization:

Some National Case Studies2 secara detail mengeksplorasi dan

1Philip. K. Hitti, History of Arabs: From The Earliest Times to The Present, 10th ed, London: Macmillan, 1970, h. 625.

2Holger Daun and Geoffrey Walford, Educational Strategies Among Muslims in the Context of Globalization: Some National Case Studies (Muslim Minorities,V.3),2004,http://gen.lib.rus.ec/book/index.php?md5=7C4E4B382 B4DDF4A83BD484D94181F90

(3)

menganalisis tentang lembaga pendidikan Islam dan jenis sekolah yang tersedia untuk pendidikan Islam atau campuran di negara-negara tertentu di Afrika, Asia Tenggara, Timur Tengah dan Eropa. Masih dalam buku yang sama, di bagian pertama, Holger Daun dkk menulis:

“As a result of globalization processes, schools are now concerned not only with preparing children for adult roles, but education increasingly has to respond to national and local economic and moral requirements as well as the requirements deriving from the globalized world models.”3

Sebagai hasil dari proses globalisasi, sekolah sekarang tidak hanya peduli tentang mempersiapkan anak-anak untuk menduduki peran orang dewasa, tetapi pendidikan harus menanggapi tuntutan ekonomi dan moral dalam skala nasional dan lokal serta persyaratan yang berasal dari dunia global.

Abuddin Nata berpendapat, bahwa dalam konteks Indonesia, pendidikan Islam dinilainya sebagai pendidikan paling survive dan berhasil menghadapi tantangan globalisasi. Ia melihatnya dari modernisasi madrasah dan pesantren sehingga menurutnya madrasah dan pesantren menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia, tidak hanya dari kalangan pedesaan saja, melainkan dari kalangan perkotaan, bukan hanya dari masyarakat kebanyakan, juga dari masyarakat terdidik.4

Apabila diamati, suatu wilayah berbeda-beda apresiasinya terhadap lembaga pendidikan Islam. Dalam skala lokal, di Kalimantan Selatan, Seperti Kabupaten Hulu Sungai Utara, Amuntai, lembaga pendidikan Islam yaitu madrasah dan pesantren menjadi favorit pilihan pertama orang tua menyekolahkan anaknya. Madrasah favorit pun tidak

3Holger Daun, Reza Arjmand and Geoffrey Walford, “Muslim and Education in a Global Context” dalam Educational Strategies Among Muslims in the Context of Globalization: Some National Case Studies (Muslim Minorities, V.

3) (Brill: Boston, 2004), h. 16.

4Abuddin Nata, Sosiologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2016), h. 300.

(4)

dapat menampung siswanya dalam satu lokasi, bahkan harus menambah lokasi ke wilayah lain untuk dapat menampung siswa lebih banyak. Lain halnya dengan pendidikan Islam di wilayah lain dalam provinsi Kalimantan Selatan, Kabupaten Tabalong. Lembaga pendidikan Islam di sebagian wilayah kabupaten Tabalong ternyata kurang mampu melakukan upaya pembenahan dan pembaruan akibat kompleksnya problematika ekonomi, politik, hukum, sosial, dan budaya di masa global.

meskipun begitu, Bupati Tabalong Drs. H. Anang Syakhfiani mendapatkan penghargaan sebagai kepala daerah berprestasi dalam pendidikan Islam pada tahun 2015.5

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menggambarkan kondisi pendidikan Islam di Kabupaten Tabalong yang difokuskan pada bagaimana adaptasi lembaga pendidikan Islam di Kabupaten Tabalong menghadapi tantangan globalisasi.

B. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan adaptasi lembaga pendidikan Islam di Kabupaten Tabalong. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi lapangan, wawancara, studi kepustakaan, dan studi dokumentasi. Studi lapangan dilakukan melalui kunjungan ke pondok pesantren, yakni Ponpes Teknologi Pertanian Al Islam Kambitin, Ponpes Ar Raudah Desa Namun Kec. Jaro, dan Ponpes Al Madaniyah desa Nalui kec. Jaro. Studi lapangan juga dilakukan dengan kunjungan ke SDIT Al Risalah Kec.

Tanjung. Wawancara dengan Bapak Muhammad Nasir, S. Pd.I. sebagai ketua Yayasan ponpes Teknologi Pertanian Al Islam, Bapak KH. Murjani Alawi, M.I.Kom selaku pimpinan ponpes Al Madaniyah desa Nalui kec.

Jaro, Guru Ahmad Bajuri sebagai pengasuh ponpes Ar Raudah desa Namun kec. Jaro, Bapak H. Gusti Tamerani, BA sebagai pendiri ponpes Teknologi Pertanian Al Islam sekaligus tokoh agama dan tokoh

5https://www.antaranews.com/berita/534847/enam-kepala-daerah- raih-penghargaan-peduli-pendidikan-islam diakses 29 Agustus 2018.

(5)

masyarakat di kabupaten Tabalong, juga sebagai adipati Tanjung yang ditunjuk oleh sultan Khairul Shaleh dalam tradisi kesultanan Banjar sekarang. Wawancara dengan pendiri SDIT an Nahl dan SDIT al Risalah yaitu ustadz Rahman, S. Pd. dan ustadzah Salasiah, SP. Dokumentasi data statistik terkait dengan data geografis dan kependudukan didapatkan dari BPS6, data pesantren dan madrasah didapatkan dari website Kemenag7, data sekolah didapatkan dari website Kemendikbud.8 Subjek dalam penelitian ini adalah adaptasi lembaga pendidikan Islam.

Objek dalam penelitian ini adalah Pendidikan Islam yakni lembaga pendidikan Islam di kabupaten Tabalong. Penelitian dilakukan di Ponpes Al Islam Kambitin9, Ponpes ar-Raudah,10desa Namun kec. Jaro dan Ponpes Al Madaniyah,11desa Nalui kec. Jaro dan Sekolah Dasar Islam Terpadu Al Risalah12, kelurahan Belimbing ke. Murung Pudak.

C. Pembahasan 1. Pendidikan Islam

Globalisasi adalah salah satu topik yang paling banyak dibicarakan dewasa ini, dalam geografi dan ilmu sosial lainnya. Globalisasi mengacu pada gerakan geografis intensif lintas batas nasional komoditas, orang yang mencari pekerjaan dan pendidikan, uang dan investasi modal, pengetahuan, nilai-nilai budaya, dan pencemar lingkungan.13 Dalam

6https://tabalongkab.bps.go.id (4 September 2018)

7http://pbsb.ditpdpontren.kemenag.go.id (31 Oktober 2018)

8http://sekolah.data.kemdikbud.go.id (9 Oktober 2018)

9http://pbsb.ditpdpontren.kemenag.go.id/pdpp/profil/21673 diakses tanggal 1 Nopember 2018, dan wawancara dengan ketua yayasan Al Islam Bapak Muhammad Nasir, S. Pd. I. tanggal 29 Agustus 2018.

10Studi pendahuluan pada tanggal 30 Agustus 2018.

11Studi pendahuluan pada tanggal 30 Agustus 2018.

12Studi pendahuluan pada tanggal 23 Oktober 2018.

13(“Globalization-Geography-Oxford Bibliographies-obo,” t.t.), diakses 5 september 2018.

(6)

konteks Pendidikan Islam bisa juga dikaitkan dengan pelajar yang mencari ilmu, mendatangi tempat tertentu, begitu juga guru atau ulama yang bergerak mencari tempat untuk menyebarkan ilmu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Globalisasi berasal dari bahasa Inggris, kata global yang berarti sedunia, yang mendapatkan akhiran –sasi. Globalisasi berarti proses mendunia, atau proses menyatunya negara-negara di dunia baik secara sosial, ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya. Globalisasi berdampak dalam berbagai aspek, meliputi aspek ekonomi, politik, budaya, dan lingkungan. Penyebab dan dampak globalisasi pun diperdebatkan. Dunia global yang secara historis unik, dengan pasar global, di mana batas- batas nasional menjadi tidak berarti14, dan jarak memiliki dampak pada hubungan ekonomi dan sosial. Dengan demikian, globalisasi mempengaruhi semua orang dan semua tempat, dan tidak dapat dicegah.

Pendidikan Islam sebagai bagian dari pendidikan nasional merupakan suatu sistem yang dinamis terus-menerus ditantang oleh perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya, juga oleh perubahan- perubahan konsep pendidikan karena peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam konteks keIndonesiaan, terutama tatkala arus modernisasi pendidikan dilancarkan di Indonesia, lembaga pendidikan Islam tradisional khas Indonesia yakni pesantren tetap mengalami peningkatan jumlah dan menunjukkan eksistensinya yang kokoh, serta memungkinkan bagi pesantren untuk bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya di Indonesia.15 Pada zaman modern, seperti ditulis Karel A Steenbrink, terdapat “pesantren terbuka” di mana para santri

14Pengguna internet dapat dengan mudah melakukan transaksi dengan penjual online di luar negeri.Misalnya aplikasi JD.Id, penyedia barang berasal dari berbagai Negara, dan barang dikirim langsung dari Negara penjual tersebut tanpa ribet.

15Husnul Yaqin, Sistem Pendidikan Pesantren di Kalimantan Selatan, Cet II (Banjarmasin: Antasari Press, 2010), h. 9.

(7)

pergi ke sekolah atau madrasah di luar pesantren pada siang hari, dengan begitu pesantren tetap berfungsi sebagai tempat pendidikan, tetapi statusnya sudah terbuka dan sudah mulai mirip asrama, selain itu kombinasi pesantren tradisional dengan madrasah modern dalam satu komplek dapat terjadi dalam berbagai bentuk.16

Alangkah baiknya apabila perubahan-perubahan yang menantang kehidupan bermasyarakat Indonesia secara seksama diikuti dan dicermati agar supaya arah pendidikan nasional yang akan membawa generasi muda sebagai generasi penerus bangsa dapat dibina berdasarkan kebijakan-kebijakan pendidikan yang jelas dan konsisten atau berkesinambungan, lebih khusus lagi pendidikan Islam sebagai bagian dari pendidikan nasional.

Para ahli mengemukakan berbagai macam definisi pendidikan Islam, namun menurut Muhaimin intinya ada dua, yakni:17

a. Pendidikan Islam merupakan aktivitas pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam, yaitu:

1) Pondok pesantren atau Madrasah Diniyah, yang menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebut sebagai pendidikan keagamaan (Islam) formal, seperti Pondok Pesantren/Madrasah Diniyah (Ula, Wustha, ‘Ulya, dan Ma’had ‘Ali;

2) PAUD/RA, BA, TA, Madrasah, dan pendidikan lanjutannya seperti IAIN/STAIN atau Universitas Islam Negeri yang benaung di bawah Departemen Agama;

3) Pendidikan usia dini/RA, BA, TA, sekolah/perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh dan/atau berada di bawah naungan yayasan dan organisasi Islam;

16Karel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam Dalam Kurun Moderen (Yogyakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 1986) h. 219-221.

17(M. A, 2015), h. 3.

(8)

4) Pelajaran Agama Islam di sekolah/madrasah/perguruan tinggi sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah, dan/atau sebagai program studi; dan

5) Pelajaran Islam dalam keluarga atau di tempat-tempat ibadah, dan/atau di forum-forum kajian keislaman, majelis taklim, dan institusi-institusi lainnya yang sekarang sedang digalakkan oleh masyarakat, atau pendidikan (Islam) melalui jalur pendidikan nonformal, dan informal.

b. Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dikembangkan dari dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam. Dalam pengertian ini, pendidikan Islam bisa mencakup:

1) Pendidik/guru/dosen, kepala madrasah/sekolah atau pimpinan perguruan tinggi dan/atau tenaga kependidikan lainnya yang melakukan dan mengembangkan aktivitas kependidikannya disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam.

2) Komponen-komponen pendidikan lainnya, seperti tujuan, materi/bahan ajar, alat/media/sumber belajar, metode, evaluasi, lingkungan/konteks, manajemen, dan lain-lain yang disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam, atau yang berciri khas Islam.

Dari kedua definisi di atas, penelitian ini mengambil definisi yang pertama, yakni pendidikan Islam merupakan kelembagaan dan program pendidikan Islam.

Ibukota kabupaten Tabalong adalah kota Tanjung. Berdasarkan jumlah penduduknya kota Tanjung termasuk kategori kota kecil. Wilayah kekotaan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Urban, yaitu suatu area yang dicirikan dengan adanya penghidupan modern

2) Suburban, ialah suatu area dekat inti kota yang mencakup daerah penglaju yang penduduknya bekerja di kota pada pagi hari dan sorenya kembali ke tempat tinggalnya.

(9)

3) Suburban fringe, yaitu suatu daerah peralihan antara kota dan desa.

Dalam rencana pengembangan kota, daerah ini biasanya akan diubah menjadi kompleks perhotelan, dan jalan-jalan utama yang menghubungkan kota dengan daerah di luarnya.

4) Urban Fringe, yaitu daerah-daerah batas luar kota yang mempunyai sifat mirip kota.

5) Rural Urban Fringe, yaitu daerah yang terletak antara kota dan desa dengan ciri adanya penggunaan tanah campuran. Misalnya, penggunaan tanah ada yang diusahakan untuk pertanian, di samping itu ada pabrik.

6) Rural (daerah pedesaan), yaitu suatu daerah yang memiliki suasana kehidupan desa, yaitu kehidupan yang bersifat agraris.

Pembahasan hasil penelitian akan diperkaya dengan gambaran kelas sosial yang menjadi input sebuah lembaga pendidikan Islam. Kelas sosial adalah sekelompok orang dalam masyarakat, yangmemiliki posisi ekonomi yang sama, dan mungkin berbagi selera dan status sosial yang sama.18

2. Adaptasi Lembaga Pendidikan Islam

Adaptasi diambil dari bahasa Inggris adaptation, the action or process of adapting or being adapted19 dengan sinonimnya seperti transformation, modification, remodeling. Dalam bahasa Indonesia adaptasi berarti penyesuaian terhadap lingkungan, pekerjaan, dan pelajaran.20 Siri H. Eriksen et al berargumen bahwa adaptasi adalah proses sosial-politik yang memediasi bagaimana individu dan kolektif menghadapi berbagai perubahan lingkungan dan sosial yang bersamaan (adaptation is a socio-political process that mediates how individuals and

18Sarah mahywe, A Dictionary of Geography (Oxford University Press, 2015), h. 25.

19https://en.oxforddictionaries.com/definition/adaptation diakses tanggal 17 Februari 2019.

20https://kbbi.kedikbud.go.id/entri/adaptasi diakses tanggal 17 Februari 2019.

(10)

collectives deal with multiple and concurrent environmental and social changes).21

Mujamil Qomar berpendapat, pesantren selalu peka terhadap bentuk lembaga pendidikan yang hadir di sekitarnya, Hal tersebut bukan hanya untuk mensejajarkan pesantren dengan lembaga pendidikan lain di tanah air, tetapi juga untuk menyelaraskan dirinya dengan lembaga pendidikan Islam sejenis yang tumbuh di negeri-negeri Islam.22 Abuddin Nata berpendapat, bahwa dalam konteks Indonesia, pendidikan Islam dinilainya sebagai pendidikan paling survive dan berhasil menghadapi tantangan globalisasi. Ia melihatnya dari modernisasi madrasah dan pesantren sehingga menurutnya madrasah dan pesantren menjadi pilhan utama masyarakat Indonesia.23

Husnul Yaqin menjelaskan bahwa pada masa pasca kemerdekaan banyak pesantren yang menyesuaikan diri dengan tuntutan keadaan, misalnya dengan menyelenggarakan pendidikan formal, terutama madrasah di samping tetap meneruskan pola lama dengan sistem wetonan dan sorogan.24

Pendidikan Islam dam hal ini lembaga pendidikan Islam sebagai salah satu komponen dalam sistem sosial. Sistem sosial selalu berhadapan dengan perubahan sosial. Dampaknya, adanya perubahan pada satu bagian akan berdampak pada aspek-aspek lainnya. Dalam teori sistem, sosial masyarakat mampu bertahan hidup hanya karena mereka berada di dalam suatu kondisi yang statis atau bahkan tidak bergerak sama sekali, yang oleh Talcott Parson disebut kondisi

21Siri H Eriksen, Andrea J Nightingale, and Hallie Eakin, “Reframing Adaptation: The Political Nature of Climate Change Adaptation,” Global Environmental Change 35, (2015), 523–533.

22Mujamil Qomar, Pesantren: dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Erlangga, 2002).

23Abuddin Nata, Sosiologi Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2016), h. 300.

24Husnul Yaqin, Sistem Pendidikan, h. 3.

(11)

keseimbangan (social Balance).25 Murid Talcott Parson yakni Niklas Luhmann melahirkan warna baru dalam corak teori yang berkembang yaitu menjadi lebih bercorak biology of condition. Ia tidak berbicara sosial sebagai suatu gejala tunggal. Pendekatan Luhmann cenderung autopoietis. Autopoietis berarti penciptaan diri sendiri. Dalam biologi, jika satu sel mati, maka akan digantikan dengan sel lain dari organisme itu sendiri. Kaitannya dengan ilmu sosial, kata autopoisesis seringkali ditujukan kepada suatu sistem yang tertata rapi dan stabil dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu dalam perspektif teori sistem, istilah sistem sosial bersifat autopoietis akan didefinisikan sebagai sebuah struktur sistem yang bersifat mandiri. Dari sini maka sistem autopoietis dapat diartikan sebagai pengorganisasian mandiri sendiri (self organization). Jika mengalami gangguan dalam proses interaksi sosial, maka sebuah sistem sosial akan mampu untuk memperbaiki dirinya sendiri. Teori Niklas Luhmann disebut teori fungsional struktural. Niklas luhman juga berbicara mengenai differensiasi sosial. Luhmann menilai bahwa semakin modern suatu masyarakat maka akan semakin kompleks differensiasi pada sistem yang dihadapi. Differensiasi dibagi oleh luhmann menjadi empat:

1) Differensial segmentasi (segmentation), yakni merupakan bentuk pembagian lingkungan berdasarkan jenis kebutuhan hidup.

2) Differensiasi stratifikasi (stratification), yakni merupakan bentuk keberagaman dalam sistem sebagai dampak dari perbedaan status secara hierarkis.

3) Differensiasi pusat-pinggiran (centre-periphery), yakni differensiasi yang didasarkan pada pembagian lingkungan pusat dan pinggiran.

4) Differensiasi fungsional (functional), yakni perbedaan lingkungan karena adanya pengaruh dari perubahan pada salah satu subsistem.

25Mohammad Zaini, “Geliat Teori Sistem Dalam Membaca Fenomena Pendidikan,” EL-BANAT: Jurnal Pemikiran Dan Pendidikan Islam, No. 1 (June 30, 2017): 96–115.

(12)

Lembaga pendidikan Islam harus mampu beradaptasi dengan sumber daya dari lingkungan, merubahnya dalam proses transformasi menjadi suatu output yang berguna, serta mengirim kembali output tersebut kepada lingkungan.

D. Hasil Penelitian

Kabupaten Tabalong mempunyai wilayah geografis yang strategis.

Berada di perbatasan Kaltim dan Kalteng membuatnya berada di segitiga emas, yaitu jalur perhubungan antara propinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat.26 Jumlah penduduk kabupaten Tabalong menempati urutan ke-2 terbanyak sebanua lima setelah kabupaten Hulu Sungai Tengah.27 Agama yang dianut adalah Islam, protestan, katolik, dan hindu. Mayoritas penduduk beragama Islam, ditandai dengan jumlah masjid sebanyak 234 buah, 586 Mushola, 22 gereja protestan, 8 gereja katholik, dan 1 buah pura.28

Kabupaten Tabalong merupakan daerah yang kaya sumber daya alam dan kesadaran masyarakatnya akan kebutuhan pendidikan Islam menjadikan kabupaten Tabalong menjadi wilayah yang strategis untuk tumbuh kembang Pendidikan Islam.29 Untuk wilayah perkotaan Tanjung

26Badan Pusat Statistik Kabupaten Tabalong, Kabupaten Tabalong dalam Angka 2017, (Tanjung: BPS, 2017), h. 3.

27Badan Pusat Statistik Provinsi Kalsel, Propinsi Kalimantan Selatan dalam angka 2017, (Banjarmasin: BPS, 2017), h. 7. Luas wilayah kabupaten Tabalong menempati urutan ke-5 kabupaten dengan luas wilayah terluas di propinsi Kalimantan Selatan setelah kabupaten Kota Baru, Tanah Bumbu, Banjar, dan Tanah Laut.

28Badan Pusat Statistik Tabalong, Kabupaten Tabalong dalam Angka 2017, h. 72.

29Badan Pusat Statistik Tabalong, Kabupaten Tabalong dalam Angka 2017…, h. 238. Realisasi pendapatan daerah pada tahun anggaran 2016 mencapai Rp 1.617.988.607.430,- meningkat dari tahun 2015 yang nilainya sebesar Rp 1.244.291.477.440,-. Jumlah pendapatan yang lebih

(13)

dan daerah perbatasan dengan provinsi lain berdasarkan hasil observasi langsung ke lapangan, wawancara, dan dokumentasi dapat diketahui data-data berikut. Tahun 1993 berdiri ponpes teknologi pertanian Al Islam Kambitin di perbatasan Tanjung dan provinsi Kalimantan Tengah.

Tahun 1997 di wilayah Barat kabupaten Tabalong berdiri ponpes ar Raudah desa Namun kec. Jaro, kemudian tahun 2000 menyusul berdiri ponpes Al Madaniyah desa Nalui kec. Jaro. Kabupaten Tabalong juga dikenal sebagai daerah berkembang yang memiliki kekayaan alam melimpah. Berbagai perusahaan baik BUMN atau BUMS mendulang keuntungan di bumi “Sarabakawa” ini. Ada Program perusahaan yakni PT. Pama Persada Nusantara, dan PT. Adaro yang memperhatikan bidang pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Misalnya PT. Adaro meluncurkan program PPAS di kabupaten Tabalong dan kabupaten Balangan.30 Di kabupaten Tabalong, pesantren dan madrasah dianggap lembaga pendidikan nomor 2, sementara sekolah umum dianggap merupakan suatu kebanggaan.31

Ponpes Al Islam Kambitin ini berada tidak jauh dari lini perbatasan Kabupaten Tabalong dengan Provinsi Kalimantan Tengah. Ponpes Al Madaniyah desa Nalui Kec. Jaro juga lokasinya tidak jauh dari perbatasan dengan Propinsi Kalimantan Timur. Dua-duanya berada di daerah perbatasan. Dua-duanya juga mengklaim sebagai pondok modern. Namun, salah satunya terlihat lebih cepat maju dan cepat berkembang dibanding yang lain.32 Ponpes Teknologi Pertanian Al Islam

besar jika dibandingkan dengan kabupaten HSU yang realisasi pendapatan daerahnya pada tahun 2016 sebesar 1. 205.280.775.800,-

30https://kalsel.antaranews.com/berita/48861/adaro-gelar-program- wirausaha-santri, diakses 16 Oktober 2018.

31Badan Pusat Statistik Kabupaten Tabalong, KabupatenTabalong dalam angka 2017…,h. 76-82. Data jumlah sekolah, murid, guru, dan rasio murid-guru dari tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK.

32Hasil observasi lapangan pada studi pendahuluan ke ponpes Al Islam dan ponpes Al Madaniyah. Dari segi bangunan pondok, penataan di lingkungan pondok, fasilitas, usaha pondok, dan lain-lain.

(14)

beberapa kali mengalami pergantian pimpinan pondok sedangkan ponpes Al Madaniyah belum pernah ada pergantian pimpinan pondok dari sejak berdirinya. Ponpes Ar Raudah desa Namun Kec. Jaro menggunakan kurikulum pesantren Darussalam, dengan gratis biaya pendidikan dan pemondokan. Guru yang mengajar pun tidak digaji.

Ponpes Ar Raudah hanya berjarak 5 KM dari Ponpes Al Madaniyah Jaro. Antara ponpes Ar Raudah dan ponpes Al Madaniyah terdapat perbedaan karakteristik yang mencolok, baik dari segi bangunan pondok, pembiayaan, dan kehidupan sehari-hari santrinya. Ponpes Al Madaniyah terlihat memanfaatkan ruang yang tersedia dan kondisi geografisnya yang berada di dataran tinggi dengan membuat usaha pondok yang berupa sarang walet dan kebun santri. Ponpes Al Madaniyah merupakan ponpes modern, selain kurikulum pondok juga melaksanakan kurikulum dari Kementerian Agama.

Pesantren dan madrasah tidak lagi memonopoli pendidikan Islam di Kabupaten Tabalong. Pun juga lembaga pendidikan Islam berbasis dakwah tidak lagi dimonopoli oleh NU dan Muhammadiyah. Sejak didirikan ponpes Hidayatullah oleh perkumpulan Hidayatullah tahun 2006 di desa Maburai kec. Murung Pudak, dan diresmikannya SD Hasbunallah tahun 2007 di kel. Mabuun kec. Murung Pudak. SD Hasbunallah merupakan sekolah Islam pertama yang bukan berbasis organisasi dakwah, merupakan hasil kerjasama masyarakat dengan mitra perusahaan (waktu itu dengan PT. Pama Persada) bersistem fullday school di Kabupaten Tabalong. Kurikulumnya perpaduan antara kurikulum kemendikbud dengan kurikulum pendidikan Islam Hasbunallah.

Yayasan Ashabul Kahfi, Jaringan Sekolah Islam Terpadu di kabupaten Tabalong memulai debut dengan didirikannya TKIT Rumah Lebah pada tahun 2009 di kel. Mabuun kec. Murung Pudak, karena besarnya permintaan masyarakat untuk sekolah lanjutan setelah tamat dari TKIT didirikanlah SDIT an-Nahl pada tahun 2011 yang sekarang sudah memiliki bangunan tetap di Tanjung Selatan, kec. Murung Pudak.

SMPIT di kel. Mabuun Kec. Murung Pudak. Yang menarik adalah pada

(15)

September 2018 didirikan SDIT al Risalah bertempat di kel. Belimbing Kec. Murung Pudak, dan pendirinya adalah ustadz Rahman A, S.Pd. dan istrinya, ustadzah Salasiah, S.P. Beliau berdua adalah pendiri SDIT an- Nahl. ustadzah Salasiah, S.P. menjabat kepala sekolah SDIT an-Nahl pada tahun 2011-2015, dilanjutkan oleh ustadz Rahman A, S.Pd.

pada tahun 2015-2017. Karena banyaknya masyarakat peminat dan terbatasnya sarana belajar, maka SDIT an-Nahl tidak bisa menampung siswa lagi. Ustadz Rahman A, S.Pd. berinisiatif mendirikan yayasan baru, yakni yayasan al-Risalah dan SDIT al-Risalah di kel. Belimbing, masih dalam satu kecamatan, yakni kec. Murung Pudak. Cita-cita beliau adalah pemerataan SIT di tiap kecamatan yang termasuk wilayah perkotaan, dan segmentasi yang dipilih adalah kelas menengah.33

E. Analisis

Berdasarkan hasil penelitian studi lapangan, studi dokumentasi, dan wawancara di atas, pendidikan Islam di kabupaten Tabalong dapat dipetakan menjadi:

1. Pesantren murni, seperti pesantren ar Raudah desa Namun Kec.

Jaro, pesantren ushuluddin desa Sungai Buluh Kec. Kelua, dan pesantren Ulumul Qur’an kel. Mabuun Kec. Murung Pudak.

2. Pesantren berbasis gerakan dakwah dengan sekolah Islam seperti Pesantren Hidayatullah di Desa Maburai Kec. Murung Pudak.

3. Pesantren dengan madrasah, seperti pesantren al Islam desa Kambitin Kec. Tanjung.

4. Pesantren dengan sekolah, seperti pesantren An Nuur desa Paliat Kec. Kelua.

5. Pesantren dengan madrasah dan sekolah Islam, seperti pesantren al Madaniyah desa Nalui Kec. Jaro.

6. Madrasah negeri, seperti Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN), Madrasah Aliyah Negeri (MAN).

33Wawancara dengan ustadz Rahman A, S.Pd., tanggal 23 Oktober 2018.

(16)

7. Sekolah Islam Terpadu, seperti SIT an Nahl (yayasan Ashabul Kahfi), dan SIT al Risalah (yayasan al Risalah)

8. Sekolah Islam dengan pesantren terpadu seperti SI Hasbunallah.

Kabupaten Tabalong khususnya wilayah kota dan perbatasan merupakan wilayah yang ideal bagi pertumbuhan lembaga pendidikan Islam. Untuk wilayah kota, sekolah Islam lebih mendominasi animo masyarakat. Untuk wilayah perbatasan, pesantrenlah yang lebih mendominasi. Pesantren tradisional yang hanya mengajarkan ilmu agama tanpa membekali siswa dengan ijazah yang diakui oleh pemerintah ternyata tetap mendapatkan siswa yang lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan pesantren berbasis gerakan dakwah dengan sekolah Islam. Fenomena ini dapat dikatakan sebagai gejala sebuah lembaga pendidikan Islam yang gagal dalam adaptasi.

Penyebabnya perlu dikaji lebih lanjut, apakah karena gagal memenuhi tuntutan masyarakat (output), atau gagal karena kalah dalam kontestasi memperebutkan siswa (input).

Sekolah Islam dan sekolah Islam terpadu membidik sasaran input dari kelas menengah. Kelas menengah di Kabupaten Tabalong didominasi oleh karyawan perusahaan tambang. Sekolah Islam dengan sistem fullday School menjadi favorit mereka. Layanan fullday school dapat dinilai sebagai bentuk adaptasi sekolah Islam memenuhi tuntutan masyarakat kelas menengah, di mana orang tua bekerja 12 jam sehari dan tidak punya cukup waktu untuk secara langsung memberi pendidikan agama dan juga mengawasi anak mereka. Disini terdapat segmentasi (segmentation) yang signifikan dari segi input (siswa).

Sekolah Islam dan sekolah Islam terpadu tentunya memiliki pasar siswa yang sama yakni kelas menengah, tentunya terjadi persaingan memperebutkan siswa secara ekonomi dan memperebutkan otoritas keagamaan secara simbolik. Secara ekonomi, tentu siswa dari kelas menengah dapat membayar biaya pendidikan yang tidak murah. Secara simbolik akan saling menunjukkan otoritas keberagamaan sekolah mana yang lebih baik (output). Sekolah Islam yang peka terhadap situasi pun

(17)

membuka pesantren terpadu berbasis Tahfiz al Qur’an sebagai bentuk adaptasi (lagi) terhadap tuntutan yang lain dari masyarakat. Inilah yang dikatakan oleh Niklas Luhmann sebagai autopoietis atau pengorganisasian mandiri sendiri (self organization).

F. Kesimpulan

Bentuk adaptasi lembaga pendidikan Islam di Kabupaten Tabalong terhadap tuntutan masyarakat dapat diidentifikasi sebagai berikut:

Pertama, pesantren mempertahankan ciri khas pesantrennya, dan tidak melakukan modernisasi. Kedua, pesantren melakukan modernisasi dengan adanya madrasah dan sekolah dalam pesantren. Ketiga, tumbuhnya sekolah Islam dengan sistem fullday school dan sekolah Islam dengan pesantren.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

(“Globalization-Geography-Oxford Bibliographies-obo”, t.t.), diakses tanggal 5 eptember 2018.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tabalong, Kabupaten Tabalong dalam Angka 2017, Tanjung: BPS, 2017.

Badan Pusat Statistik Provinsi Kalsel, Propinsi Kalimantan Selatan dalam angka 2017, Banjarmasin: BPS, 2017.

Daun, Holger, and Geoffrey Walford. Educational Strategies Among Muslims in the Context of Globalization: Some National Case Studies (Muslim Minorities, V. 3), 2004.

Eriksen, Siri H, Andrea J Nightingale, and Hallie Eakin.“Reframing Adaptation: The Political Nature of Climate Change Adaptation.”

Global Environmental Change 35, (2015).

Hitti, Philip. K. History of Arabs: From The Earliest Times to The Present, 10th ed, London: Macmillan, 1970.

http://pbsb.ditpdpontren.kemenag.go.id, 31 Oktober 2018.

http://pbsb.ditpdpontren.kemenag.go.id/pdpp/profil/21673, diakses tanggal 1 Nopember 2018, dan wawancara dengan ketua yayasan Al Islam Bapak Muhammad Nasir, S. Pd. I. tanggal 29 Agustus 2018.

http://sekolah.data.kemdikbud.go.id, 9 Oktober 2018.

https://en.oxforddictionaries.com/definition/adaptation, diakses tanggal 17 Februari 2019.

(19)

https://kalsel.antaranews.com/berita/48861/adaro-gelar-program- wirausaha-santri, diakses 16 Oktober 2018.

https://kbbi.kedikbud.go.id/entri/adaptasi diakses tanggal 17 Februari 2019.

https://tabalongkab.bps.go.id, 4 September 2018.

https://www.antaranews.com/berita/534847/enam-kepala-daerah- raih-penghargaan-peduli-pendidikan-islam diakses 29 Agustus 2018.

Mohammad Zaini, “Geliat Teori Sistem Dalam Membaca Fenomena Pendidikan,” EL-BANAT: Jurnal Pemikiran Dan Pendidikan Islam, No. 1, June 30, 2017.

Mujamil Qomar, Pesantren: dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Erlangga, 2002.

Nata, Abuddin, Sosiologi Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2016.

Sarah mahywe, A Dictionary of Geography, Oxford University Press, 2015.

Steenbrink, Karel A, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 1986.

Yaqin, Husnul. Sistem Pendidikan Pesantren di Kalimantan Selatan, Cet. II, Banjarmasin: Antasari Press, 2010.

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Sistem pendidikan pondok pesantren seperti yang ada di Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam sesuai dan tepat dalam penerapan pendidikan karakter karena para santriwati mendapatkan