• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adsorpsi Ion Logam Cu (II) Menggunakan Bottom Ash dari Batubara Tulang”.

N/A
N/A
siti lestari

Academic year: 2023

Membagikan "Adsorpsi Ion Logam Cu (II) Menggunakan Bottom Ash dari Batubara Tulang”."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

Akibat kekurangan logam (Cu) dalam tubuh, sistem enzim tidak dapat berfungsi.Pencernaan lingkungan dan dampak buruk logam berat Cu pada manusia menjadi salah satu alasan dilakukannya penelitian ini. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar logam berat tersebut, salah satu metode yang ekonomis dan efektif adalah metode adsorpsi. Proses yang ekonomis dan efisien ini juga menjadi alasan mengapa penelitian ini fokus pada penerapan proses adsorpsi pada reduksi logam berat tembaga.

Kandungan Si-O dan Si-H pada BABT menjadikan BABT sebagai adsorben Bottom Ash untuk menyerap logam berat. Mengevaluasi pengaruh konsentrasi larutan, waktu kontak, pH dan suhu terhadap kapasitas adsorpsi ion logam Cu(II) menggunakan adsorben dari BABT. Logam berat merupakan bahan pencemar yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup karena bersifat non-biodegradable dan bersifat racun serta dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh.

Logam berat masuk ke lingkungan perairan dalam konsentrasi tertentu sebagai produk samping dari pertambangan, pengolahan logam, industri pewarna, industri penyamakan kulit dan limbah industri lainnya (Shofiyani, 2016). Berbeda dengan polutan organik yang dalam beberapa kasus dapat terurai pada konsentrasi tinggi di lingkungan, logam berat umumnya tidak terdegradasi, bersirkulasi dan terakumulasi secara normal dalam rantai makanan sehingga menimbulkan ancaman serius bagi organisme hidup (Darmayanti, dkk., 2022). Jika hal ini terjadi terus menerus maka akan mencemari sungai dan merembes ke dalam tanah sehingga mempengaruhi kualitas air karena mengandung limbah berat yang dapat menyebabkan logam berat menumpuk di dalam tubuh.

Logam Cu merupakan logam berat yang tidak dapat terurai secara alami sehingga sangat berbahaya bagi manusia (Giyatmi, 2018).

Bottom Ash

Kinetika Adsorpsi

Kapasitas Adsorpsi

Isoterm Adsorpsi

Isoterm Langmuir

Model Langmuir mengasumsikan bahwa setiap situs aktif hanya mampu menyerap satu molekul adsorben, sehingga hanya terbentuk satu lapisan (monolayer) dan sistem adsorpsi ini bersifat reversibel (Geankoplis, 1997). Pada suhu konstan, laju adsorpsi dan desorpsi akan sebanding menutupi seluruh permukaan adsorben sehingga membentuk satu lapisan. Dengan memplot nilai Ce/qe terhadap Ce, dapat ditarik garis lurus sehingga diperoleh nilai konstanta kesetimbangan Langmuir KL, dan kapasitas adsorpsi yang diberikan oleh titik potong (1/qm KL) dan kemiringan (1/qm) ditentukan seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3.

Isoterm Freundlich

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan

Variabel Percobaan .1 Variabel Tetap .1 Variabel Tetap

Variabel Tidak Tetap

Prosedur Penelitian

  • Persiapan Adsorben BABT Preparasi adsorben dari BABTPreparasi adsorben dari BABT
  • Karakterisasi Adsorben
  • Persiapan Uji Sampel Larutan logam Cu (II)Larutan logam Cu (II)
  • Prosedur Uji Pendahuluan Adsorpsi
  • Prosedur Uji Isoterm Adsorpsi
  • Prosedur Uji Kinetika Adsorpsi
  • Skema Kerja Penelitian

Larutan sampel logam yang digunakan adalah Cu(II) dari CuSO4.5H2O. Untuk membuat larutan standar logam Cu(II) 500 mg/L sebanyak 1 L, diambil 1,94 gram CuSO4.5H2O dan dilarutkan dalam 1 L akuades. . Uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kapan adsorpsi mencapai kesetimbangan, sehingga pada saat itu tidak ada lagi ion logam Cu(II) yang teradsorpsi pada adsorben. Langkah pertama dilakukan dengan menambahkan 100 ml larutan logam berat CuSO4.5H2O dengan konsentrasi 500 mg/L ke dalam gelas kimia.

Tambahkan 1 gram adsorben BABT dan aduk menggunakan pengaduk magnet dengan kecepatan 100 rpm pada waktu kontak awal dan 25 menit pada suhu kamar (27oC). Sampel diambil sebanyak 2 ml sebelum pemberian BABT (untuk waktu kontak awal) dan setelah pemberian BABT pada setiap selang waktu kontak. Langkah kedua merupakan pengulangan dari langkah pertama dimana pengulangan dilakukan dengan mengambil waktu kontak terbaik dan memvariasikan konsentrasi larutan CuSO4.5H2O dan 10 mg/L.

Sampel diambil sebanyak 2 ml sebelum pemasangan BABT (untuk waktu kontak awal) dan setelah pemasangan BABT pada setiap interval waktu kontak. Dari tahap pertama diperoleh waktu kontak terbaik dan serapan Cu(II) maksimum pada berbagai konsentrasi NaCl. Langkah kedua kemudian diulangi dengan memvariasikan konsentrasi larutan Cu(II) yang berbeda sehingga diperoleh perbandingan pengaruh variasi konsentrasi terhadap serapan Cu(II) dengan adsorben BABT.

Adsorben dengan aktivasi terbaik diambil sebanyak 1 g kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diaduk dengan pengaduk magnet dengan kecepatan 100 rpm selama waktu kontak terbaik (20 menit) pada suhu kamar (27oC).

Gambar 3.1 Diagram pembuatan adsorben dari BABTBABT ukuran 60-100 mesh
Gambar 3.1 Diagram pembuatan adsorben dari BABTBABT ukuran 60-100 mesh

Jadwal Penelitian Tabel 3.1 Jadwal penelitian

Analisa Gugus Fungsi dan Struktur Pori pada Adsorben BABT

Sedangkan gugus C=O yang teregang pada panjang gelombang 2300-2400 cm-1 menunjukkan bahwa aktivasi kimia dapat melepaskan keton secara sempurna dari permukaan adsorben. Secara umum terdapat sejumlah situs aktif dengan gugus hidroksil dan karboksilat pada permukaan adsorben untuk adsorpsi ion logam Cu(II). Seperti terlihat pada Gambar 4.2 (a), pada permukaan BABT terdapat pori-pori dengan aktivasi kimia NaCl 0,5 dimana seluruh pori-pori tersebut terisi zat.

Aktivasi fisika menguapkan zat-zat yang mudah menguap, sedangkan natrium hidroksida (NaCl) sebagai aktivator kimia zat dehidrasi melepaskan ikatan O-H dan mengurangi regangan (pemanjangan) ikatan C-H pada pori-pori dan permukaan BABT, sehingga pori-pori membesar. Hal ini menyebabkan terjadinya porositas pada permukaan dalam dan luar pori-pori, sehingga dapat disimpulkan bahwa BABT dapat digunakan sebagai adsorben ion logam Cu(II).

Uji Pendahuluan untuk Penentuan Waktu Ekuilibrium (t e )

Berdasarkan Gambar 4.3 terlihat bahwa waktu kesetimbangan yang diperoleh pada pengujian pendahuluan untuk konsentrasi 1692 mg/L adalah pada menit ke 20, dimana penurunan konsentrasi adsorbat mencapai keadaan tunak mulai menit ke 10 - of . Dengan demikian menit ke 20 ditetapkan sebagai waktu kesetimbangan dan menjadi acuan uji kapasitas adsorpsi perubahan konsentrasi adsorbat. Berdasarkan Gambar 4.3 juga terlihat bahwa konsentrasi logam Cu(II) dalam larutan semakin menurun seiring dengan bertambahnya waktu adsorpsi.

Menurut Muslim, dkk., (2022), waktu kontak antara ion logam Cu(II) dengan adsorben sangat mempengaruhi kapasitas serapan, dimana semakin lama waktu kontak maka serapan akan semakin meningkat hingga mencapai waktu maksimal sehingga konsentrasi logam Cu(II) dalam larutan berkurang. BABT mengandung Si-H dan Si-O yang merupakan bahan yang berpotensi besar untuk digunakan sebagai adsorben (Muslim et al, 2022).

Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Kapasitas Penyerapan Logam Cu (II) Untuk mengetahui pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas penyerapan ion

Dari Gambar 4.4 terlihat bahwa kapasitas adsorpsi meningkat seiring dengan bertambahnya waktu kontak antara adsorben dengan adsorbat. Semakin lama waktu kontak maka konsentrasi ion logam Cu(II) yang diserap semakin besar hingga tercapai kesetimbangan. Pada awal kontak antara adsorbat dengan adsorben, laju serapan adsorbat sangat besar yaitu pada menit ke 5 dan mengalami peningkatan yang cenderung stabil pada menit ke 10 hingga mencapai menit ke 20 (te).

Semakin lama waktu kontak akan menyebabkan semakin banyak logam yang teradsorpsi karena peluang BABT untuk bersentuhan dengan adsorbat semakin besar.

Penentuan Konsentrasi Aktivator (NaCl) Terbaik

Aktivator yang digunakan adalah NaCl, dimana setiap konsentrasi menghasilkan daya serap yang berbeda-beda yaitu pada konsentrasi 0,5 M NaCl 167,65 mg/g, NaCl 0,75 M 168,44 mg/g dan NaCl 1 M 167,65 mg/g Mr. Dapat disimpulkan bahwa karbon aktif NaCl 0,75 M mampu menyerap Cu lebih banyak yang ditandai dengan kapasitas adsorpsi yang tinggi. Semakin tinggi konsentrasi NaCl maka semakin besar penguraian bahan-bahan yang mudah menguap melalui pelarutannya, sehingga penyerapannya semakin berkurang.

Hal ini disebabkan larutan NaCl telah mencapai titik jenuh sehingga kurang optimal dalam aktivasi BABT yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya nilai kapasitas serap (Erlina, 2015).

Pengaruh SuhuTerhadap Kapasitas Penyerapan

Peningkatan kapasitas adsorpsi ini kemungkinan disebabkan oleh meningkatnya pergerakan molekul logam Cu(II) sehingga menyebabkan lebih cepat mengenai permukaan BABT (Mulyono, 2020). Selain itu juga terjadi difusi pada ion logam Cu(II) itu sendiri, dimana peningkatan suhu operasi mengakibatkan ukuran pori semakin besar, pori-pori semakin lebar dan dalam serta memberikan luas permukaan adsorpsi yang lebih besar (Moslim, 2017). .

Pengaruh pH Terhadap Kapasitas Penyerapan

Pada kondisi pH 5, kapasitas serapan adsorben per adsorbat lebih rendah, dimana daya serapnya sebesar 168,44 mg/g. Hal ini disebabkan karena pada pH 4 terdapat banyak ion H+, dimana ion H+ tersebut menghambat difusi karena mempunyai muatan positif yang sama dengan ion logam Cu(II) (Gumelar et al., 2015). Kondisi pH tertinggi yang diperoleh pada studi serapan logam Cu(II) menggunakan BABT adalah 5.

Isoterm Adsorpsi

Berdasarkan Gambar 4.8 dan 4.9 terlihat bahwa adsorpsi logam Cu(II) oleh adsorben BABT cenderung mengikuti model isotermal Freundlich. Hal ini terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) pada suhu ruangan (37˚C) sebesar 0,9044 lebih tinggi dibandingkan dengan koefisien determinasi model Langmuir isotermal yaitu pada suhu ruangan (37˚C) sebesar 0,0742 . Pada isoterm Langmuir, situs aktif pada permukaan adsorben bersifat homogen, dimana adsorben hanya dapat menyerap satu ion logam Cu(II) untuk setiap situs aktif dan tidak terjadi interaksi antar ion logam Cu(II) pada ion logam Cu(II) yang berdekatan. situs aktif. (Muslim dkk., 2015).

Berdasarkan persamaan yang diperoleh dari kedua model isotermal tersebut, maka dapat dihitung nilai kapasitas serapan maksimum (qm) dan konstanta laju serapan (KL/KF) seperti pada tabel.

Kinetika Adsorpsi

Berdasarkan Gambar 4.12 terlihat nilai R2 sebesar 0,9839 dan dari hasil perhitungan diperoleh k2 untuk kinetika adsorpsi pada konsentrasi optimum 1692 mg/L dan suhu ruangan (27oC) sebesar 0,0360g/(mg.min) ) dan nilai qe sebesar 31,62 mg/g. Persamaan kinetika adsorpsi yang sesuai untuk adsorpsi logam Cu(II) dengan adsorben BABT mengikuti persamaan orde dua, hal ini juga terlihat dari nilai R2 yang mendekati 1.

Gambar 4.10 Kinetika Reaksi Orde 2 untuk Konsentrasi Aktivator 0,75 M pada suhu ruangan (27ᴼC)
Gambar 4.10 Kinetika Reaksi Orde 2 untuk Konsentrasi Aktivator 0,75 M pada suhu ruangan (27ᴼC)

KESIMPULAN

Proses penyerapan logam Cu(II) oleh BABT teraktivasi NaCl cenderung mengikuti model isoterm Freundlich baik untuk suhu ruangan (27˚C) Nilai R2 yang diperoleh sebesar 0,9044 sedangkan nilai Langmuir yang diperoleh untuk R2 sebesar 0,0742. Kinetika adsorpsi ion logam Cu(II) oleh NaCl teraktivasi secara kimia BABT mengikuti persamaan orde kedua dengan K2 sebesar 0,036 g/.

Gambar

Gambar 2.2 Struktur grafit dari BABT (Jankowska 1991)
Gambar 2.3 Grafik Isoterm Langmuir pada Adsorpsi Cu (II) Menggunakan Larutan Adsorbent ACS dengan 1 gr Adsorbent dan 100 mL Larutan Inisial Cu (II) Konsentrasi 1, 7, 10, 14, 20 dan 25 mg/L, Pengadukan  Magnetic dengan Kecepatan 1.25 rps dan Suhu 300.15 K (
Gambar 3.1 Diagram pembuatan adsorben dari BABTBABT ukuran 60-100 mesh
Gambar 3.2 Diagram skema uji pendahuluan adsorben
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah adsorben bulu ayam dapat digunakan untuk menurunkan kadar ion logam kromium, mengetahui kapasitas adsorpsinya dan mengetahui

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah adsorben bulu ayam dapat digunakan untuk menurunkan kadar ion logam kromium, mengetahui kapasitas adsorpsinya dan mengetahui

Penentuan kapasitas adsorpsi pasir laut bertujuan untuk mengetahui kemampuan optimal adsorben pasir laut hitam dan pasir laut putih dalam menyerap ion logam

Karena situs aktif kitin - Aspergillus niger masih cukup berpeluang untuk berinteraksi dengan ion logam Cu(II), Konsentrasi optimum yang diperlukan kitin -

Beberapa penelitian telah dilakukan sebelumnya yaitu oleh Alam (2014)tentang penentuan kondisi optimum ekstraksi ion Pb(II) menggunakan teknik emulsi membran cair yang

Enkapsulasi alga coklat menggunakan aqua-gel silika yang diperoleh dari larutan sol gel yang berasal dari serbuk kaca.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kapasitas

Telah dilakukan sintesis zeolit dari abu dasar batubara melalui peleburan- hidrotermal untuk adsorpsi logam Cu(II).. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

Hasil penelitian diolah dengan menggunakan perangkat lunak Modde 5.0 untuk mengetahui kombinasi konsentrasi alginat dan glutaraldehida yang terbaik, serta melihat pengaruh