• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA KEBUTUHAN UNTUK RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK AUTIS

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISA KEBUTUHAN UNTUK RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK AUTIS"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

Tema penelitian ini dilatarbelakangi oleh keingintahuan peneliti terhadap sikap orang tua khususnya ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus khususnya anak autis. Peneliti tertarik untuk mengungkap kebutuhan apa saja yang perlu dipenuhi oleh orang tua, terutama ibu dengan anak autis agar menjadi atau tetap tangguh. Dalam proses mencapai resiliensi, sangat penting untuk mengatasi kebutuhan khusus ibu dengan anak autis.

Oleh karena itu, penelitian ini akan mengungkap dan menganalisis kebutuhan resiliensi ibu yang memiliki anak autis. Subyek penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak autis yang telah mencapai tahap resiliensi yang dapat diidentifikasi dengan skala resiliensi sebagai screening awal. Berdasarkan hasil wawancara dan skala yang dikumpulkan peneliti dapat diketahui bahwa: kebutuhan yang paling penting dan mendasar bagi orang tua khususnya ibu yang memiliki anak autis untuk tetap resilien, atau untuk mencapai resiliensi adalah: kebutuhan akan pengaturan emosi, dan empati.

Anak autis yang terkadang sibuk dengan dunianya sendiri dan lamban dalam merespon komunikasi, membutuhkan lebih banyak kesabaran dari orang tuanya. Dalam penelitian ini, peneliti fokus untuk mengetahui dan menganalisis kebutuhan resiliensi ibu yang memiliki anak autis. Etimologis (ilmu asal usul kata): anak autis adalah anak yang mengalami kelainan perkembangan dalam dunianya.

autisme kanak-kanak; istilah ini digunakan untuk merujuk kepada kanak-kanak autisme yang keabnormalannya dapat dilihat sejak lahir.

Memahami keadaan anak apa-adanya (positif-negatif, kelebihan dan kekurangan)

Mengupayakan alternatif penanganan sesuai kebutuhan anak

Melakukan intervensi di rumah

Melakukan evaluasi secara periodik atas apapun program penanganan yang diterapkan pada anak

Bersikap positif dan percaya diri dalam menangani perkembangan anak

Santoso (2016) berpendapat bahwa resiliensi keluarga terutama bagi anak autis memberikan dukungan perkembangan dalam kehidupan anak-anaknya. Watson at.all, (2013) berpendapat bahwa resiliensi dapat diciptakan dengan cara yang baik dengan memberikan dan membimbing anak autis kesempatan dan harapan untuk masa depan yang baik, dengan tujuan untuk mengatasi, menyelesaikan dan beradaptasi untuk beradaptasi dengan keadaan masa depan. Resiliensi ibu dengan anak autis Jeffrey & Hecke (2012) menyatakan bahwa perhatian dan kasih sayang kepada anak autis akan berdampak pada peningkatan mental dan kesehatan anaknya.

Berdasarkan penelitian Edyta dan Damayanti (2016) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mendukung orang tua menjadi tangguh ketika memiliki anak penyandang disabilitas adalah faktor religiusitas. Regulasi emosi Regulasi emosi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam keadaan tenang dari tekanan yang dapat menjadi beban pikiran. Kontrol impuls adalah seseorang yang memiliki emosi yang kuat, cenderung memiliki emosi yang tinggi, individu yang memiliki kontrol emosi yang rendah yang reseptif terhadap keyakinan.

Aspek optimisme adalah seseorang optimis, percaya diri atau yakin untuk menjadi lebih baik dalam bekerja untuk mencapai hasil. Aspek Self-Efficacy menggambarkan keyakinan seseorang bahwa dirinya dapat menyelesaikan masalah yang dialaminya dan mampu mencapai kesuksesan.

METODE PENELITIAN

  • Subjek Penelitian
  • Metode Pengumpulan Data
  • Uji Keabsahan Data
  • Teknik Analisa Data

Ibu yang memiliki anak autis, yang sudah memiliki resiliensi (dapat diketahui melalui skrining dengan skala resiliensi). Hal yang sama diungkapkan oleh Marshall (dalam Sugiyono, 2010) yang menekankan bahwa observasi adalah suatu metode pengumpulan data dimana peneliti mempelajari tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi tidak terstruktur dimana objek yang diamati tidak disusun secara sistematis.

Wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur, karena dengan jenis wawancara ini proses wawancara dapat fleksibel, dan dapat menyesuaikan dengan kondisi lapangan, namun tetap terdapat pedoman wawancara awal. Skala atau angket adalah cara pengumpulan data dengan memberikan pertanyaan tertulis tentang hal-hal yang ingin diungkapkan. Skala psikologis merupakan alat ukur yang memiliki ciri khusus (a) cenderung digunakan untuk mengukur aspek afektif daripada aspek kognitif (b) stimulus berupa pernyataan atau pertanyaan yang tidak secara langsung mengungkapkan indikator perilaku dari sifat tersebut. bukan. pertanyaan, (c) jawaban lebih bersifat proyektif (d) selalu mengandung banyak item yang berhubungan dengan sifat yang diukur, (e) jawaban subjek tidak tergolong jawaban “benar” atau “salah”, semua jawaban dianggap benar sebagai selama sesuai dengan keadaan sebenarnya, jawaban yang berbeda ditafsirkan berbeda [LAMPIRAN Anw14 \l 1033.

Maka skala ini digunakan untuk menjaring responden yaitu ibu yang memiliki anak autis dan ibu yang memiliki resiliensi. Dalam menguji kebenaran data digunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pengendalian keabsahan data yang menggunakan sesuatu selain data itu untuk memeriksa atau membandingkan data. Triangulasi data, yaitu upaya peneliti untuk memperoleh akses ke sumber yang lebih bervariasi untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan masalah yang sama.

Triangulasi metode, yaitu upaya peneliti membandingkan temuan data yang diperoleh dengan menggunakan metode tertentu. Triangulasi teori mengacu pada penggunaan perspektif teoretis yang berbeda dalam menafsirkan data yang sama. Dalam penelitian ini penulis menggunakan triangulasi data Triangulasi data merupakan hal lain yang penting dan juga krusial dalam upaya mengumpulkan data dalam konteks penelitian kualitatif, metode ini mengarahkan penulis agar dalam pengumpulan data peneliti harus menggunakan berbagai data yang tersedia. sumber.

Artinya, data yang sama atau serupa akan lebih dapat dipercaya bila digali dari berbagai sumber yang berbeda. Artinya, dalam analisis data peneliti terlibat langsung dalam penjelasan dan kesimpulan dari data yang diperoleh. Selama pengumpulan data berlangsung, tahap reduksi berikutnya berlangsung (membuat ringkasan, coding, mendeteksi tema, membuat cluster, membuat partisi, membuat memo).

HASIL PENELITIAN

Reduksi data adalah proses seleksi yang berfokus pada penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data mentah yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Berdasarkan data yang dapat dikumpulkan dari Google form, hanya 9 responden yang bersedia mengisi dan mengirimkan jawabannya. Kemudian, sembilan responden juga diminta mengisi formulir yang berisi pertanyaan tentang kondisi responden terkait masalah yang dialaminya dan kebutuhannya dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus yaitu autisme.

Berdasarkan tingkat resiliensi yang diberikan kepada responden, ternyata 9 responden memiliki tingkat resiliensi yang cukup baik. Hal ini terlihat dari tanggapan responden terhadap pernyataan positif dengan lebih banyak tanggapan pada pilihan jawaban S (Tepat) dan SS (Sangat Sesuai); sedangkan untuk pernyataan negatif responden lebih banyak memilih jawaban TS (Tidak Sesuai) dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Jika dilihat dari waktu ditemukannya orang tua bahwa anaknya terdiagnosis autisme, maka dapat dilihat jarak waktunya adalah 3 tahun ke atas, dan usia minimal anak saat penelitian ini dilakukan adalah diatas 5 tahun.

Hal ini menjelaskan bahwa orang tua yang memiliki anak autis membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menerima kondisi anaknya dan berusaha mengatasi perasaan negatif yang muncul ketika mengetahui kondisi anaknya yang sebenarnya. Ketika orang tua ini mampu menerima situasi/kenyataan dan berusaha bangkit dari situasi tersebut dan mengatasi kondisi stres, inilah yang disebut resiliensi. Resiliensi merupakan bentuk karakter dalam mengembangkan keinginan dan beradaptasi dengan kondisi kehidupan yang sulit.

Regulasi emosi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam keadaan tenang dari tekanan yang dapat menjadi beban pikiran. Hal ini dikarenakan kondisi putra-putrinya dapat menimbulkan suasana bagi para orang tua khususnya para ibu yang merasa cemas, khawatir, trauma dan takut tidak dapat mengatasi perilaku putra-putrinya. Upaya yang dapat dilakukan adalah mensyukuri dan menerima apa yang telah diberikan Tuhan serta menerima kondisi anaknya apa adanya.

Selain itu, kebutuhan kedua yang ingin dicapai adalah perlunya keberanian mencari alternatif pemecahan masalah, terutama terkait dengan kondisi khusus putra-putrinya. Upaya yang dilakukan adalah mencari tahu bagaimana sebenarnya kondisi anak tersebut, apa yang dapat dilakukan untuk menjadikan anak tersebut lebih baik, atau untuk berhasil dalam suatu bidang. Misalnya: berkonsultasi dengan psikolog atau dokter atau ahli yang berkompeten, membawa putra-putrinya untuk terapi khusus bagi anak autis.

KESIMPULAN

TOTAL 5.135.000

NASKAH PUBLIKASI

ANALISA KEBUTUHAN UNTUK RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK AUTIS

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2020

PENDAHULUAN

  • Metode Pengumpulan Data

Orang tua diharapkan mampu membimbing anak autis dan memahami kondisi mentalnya, mengetahui apa yang dirasakannya, apa yang diinginkannya sehingga anak mampu tumbuh dan berkembang secara optimal. Pengawasan dan bimbingan orang tua di rumah mutlak diperlukan, agar orang tua dapat memantau dan mengetahui segala kekurangan dan permasalahan anak autis dalam proses pembelajaran. Umumnya, reaksi pertama orang tua yang anaknya dikatakan mengidap ASD adalah tidak percaya (shock).

Orang tua, khususnya ibu dari anak autis, mengalami masa duka dalam proses awal mengasuh anaknya. Tahapan ini dimulai pada tahap penolakan atau berduka dan berlanjut hingga mencapai tahap menerima bahwa mereka memiliki anak autis. Ketika seorang ibu sudah sampai pada tahap menerima bahwa dirinya memiliki anak autis, maka ibu tersebut dapat dikatakan memiliki resiliensi yang baik.

Ada baiknya orang tua terbantu untuk melihat sisi positif dari keberadaan anaknya sehingga orang tua bisa lebih santai dan rileks. Sikap orang tua yang positif biasanya membuat anak lebih terbuka terhadap bimbingan dan selanjutnya berkembang ke arah yang lebih positif pula. Sebaliknya, sikap orang tua yang menolak (secara langsung atau terselubung) biasanya menghasilkan individu autis yang “sulit” diatur, diasuh dan diasuh.

Peran dokter disini sangat penting untuk membantu memberikan keterampilan bagi orang tua untuk dapat menentukan kebutuhan anak. Satu hal penting yang harus diingat oleh setiap orang tua adalah bahwa setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda dengan anak lainnya. Orang tua (belum tentu ibu) melakukan segalanya untuk kebaikan anaknya, tanpa pamrih dan tidak mengenal kata “sia-sia”.

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mencari responden dari beberapa sekolah untuk anak berkebutuhan khusus, sekolah inklusi serta pusat terapi anak berkebutuhan khusus untuk memiliki anak autis dan menemui orang tua anak autis yang bersedia. untuk menjadi responden. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa: ada beberapa kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh orang tua khususnya ibu yang memiliki anak autis agar tetap resilien atau mencapai resiliensi. Ketika kebutuhan dasar tersebut dapat dipenuhi oleh ibu yang memiliki anak autis, mereka akan merasa tenang dalam menghadapi kondisi anaknya, menerima apa adanya kondisi anaknya, dan terus berupaya untuk mengoptimalkan kemampuan anaknya, dengan berbagai upaya agar anak dapat mandiri dan memiliki keahlian khusus.

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan penelitian ini, sebaiknya menggali lebih dalam faktor-faktor yang mendukung resiliensi pada orang tua yang memiliki anak autis atau memperluas penelitian ini pada jenis anak berkebutuhan khusus lainnya. Hubungan dukungan keluarga dengan resiliensi pada ibu yang memiliki anak autis di Surakarta.

Referensi

Dokumen terkait

1) explaining learning objectives and motivating students, 2) providing contextual problems the students familiar with (horizontal mathematization),, 3) conveying