KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM MENGADILI TUNTUTAN PEKERJA/BURUH ATAS UPAH ATAU UANG PESANGON YANG TIDAK DIBAYAR OLEH PERUSAHAAN (ANALISA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NO.
49/PAILIT/2004/PN.NIAGA/JKT. PST DAN PUTUSAN
PENGADILAN NIAGA NO. 41/PAILIT/2007/PN.NIAGA/JKT.PST)
TESIS
Oleh
ADE SUMITRA HADISURYA 077005094/HK
S
E K O L A H
PA SC
A S A R JANA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2009
Ade Sumitra Hadisurya : Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak Dibayar Oleh Perusahaan (Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No.
49/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt. Pst Dan Putusan Pengadilan Niaga No. 41/Pailit/2007/PN.Niaga/Jkt.Pst), 2009
KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM MENGADILI TUNTUTAN PEKERJA/BURUH ATAS UPAH ATAU UANG PESANGON YANG TIDAK DIBAYAR OLEH PERUSAHAAN
(ANALISA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NO.
49/PAILIT/2004/PN.NIAGA/JKT. PST DAN PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NO. 41/PAILIT/2007/PN.NIAGA/JKT.PST)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora
dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ADE SUMITRA HADISURYA 077005094/HK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2009
Ade Sumitra Hadisurya : Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak Dibayar Oleh Perusahaan (Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No.
49/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt. Pst Dan Putusan Pengadilan Niaga No. 41/Pailit/2007/PN.Niaga/Jkt.Pst), 2009
Judul Tesis : KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM MENGADILI TUNTUTAN PEKERJA/BURUH ATAS UPAH ATAU UANG PESANGON YANG TIDAK DIBAYAR OLEH PERUSAHAAN (ANALISA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NO.
/PAILIT/2004/PN.NIAGA/JKT. PST DAN PUTUSAN
PENGADILAN NIAGA NO.
41/PAILIT/2007/PN.NIAGA/JKT.PST) Nama Mahasiswa : Ade Sumitra Hadisurya
Nomor Pokok : 077005094 Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) Ketua
(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum) (Dr.T.Keizerina Devi A.,SH,CN,M.Hum) Anggota Anggota
Ketua Program Studi D i r e k t u r
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Tanggal lulus : 18 Agustus 2009
Ade Sumitra Hadisurya : Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak Dibayar Oleh Perusahaan (Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No.
49/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt. Pst Dan Putusan Pengadilan Niaga No. 41/Pailit/2007/PN.Niaga/Jkt.Pst), 2009
Telah diuji pada
Tanggal 18 Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH
Anggota : 1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum
2. Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum 3. Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS
4. Dr. Agusmidah, SH, M.Hum
Ade Sumitra Hadisurya : Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak Dibayar Oleh Perusahaan (Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No.
49/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt. Pst Dan Putusan Pengadilan Niaga No. 41/Pailit/2007/PN.Niaga/Jkt.Pst), 2009
ABSTRAK
Pekerja/buruh memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku (actor) dalam mencapai tujuan pembangunan. Oleh karena itu, pembangunan ketenagakerjaan diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan kontribusinya dalam pembangunan serta melindungi hak dan kepentingannya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Salah satu hak pekerja/buruh yang secara normatif diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah hak pekerja/buruh untuk memperoleh upah atau uang pesangon. Tetapi dalam kenyataannya hak pekerja/buruh atas upah atau uang pesangon tersebut terkadang tidak dipenuhi oleh perusahaan tempatnya bekerja baik karena perusahaannya telah mengalami pailit sehingga tidak mampu lagi membayar, atau karena perusahaan memang tidak mau membayarnya sekali pun telah ada putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) yang mewajibkan pengusaha (perusahaan) untuk membayar upah atau uang pesangon tersebut. Sebagai kreditor preferen, maka menurut UUK dan PKPU, pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pailit perusahaannya kepada Pengadilan Niaga, sedangkan tidak dibayarnya upah atau uang pesangon menurut UU Nomor 2 Tahun 2004 merupakan perselisihan hak sehingga pengadilan yang berwenang untuk mengadili perselisihan tersebut adalah Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Akan tetapi apabila ditinjau dari lembaganya, maka antara PHI dan Pengadilan Niaga merupakan suatu lembaga yang mempunyai kewenangan mengadili (kompetensi) yang berbeda satu sama lain walau sama-sama merupakan peradilan khusus yang berada dalam satu lembaga peradilan umum, sehingga besar sekali kemungkinan terjadi sengketa mengenai kewenangan mengadili bahkan sering terjadi kekaburan dalam menentukan titik singgung serta batas yang jelas dan terang mengenai kewenangan mengadili dari masing-masing pengadilan serta merupakan problematika tersendiri yang perlu dipecahkan terlebih dahulu sebelum hakim memeriksa perkara. Untuk itulah tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kewenangan Pengadilan Niaga dalam mengadili tuntutan pekerja/buruh atas upah atau uang pesangon yang tidak dibayar oleh perusahaan, untuk mengetahui penyelesaian perselisihan pembayaran upah atau uang pesangon menurut UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dan untuk mengetahui pengadilan yang berwenang untuk mengadili tuntutan pekerja/buruh atas upah atau uang pesangon yang tidak dibayar oleh perusahaan.
Penelitian tesis ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analisis yaitu dengan mengkaji dan menganalisis kewenangan Pengadilan Niaga dalam mengadili tuntutan pekerja/buruh atas upah atau uang pesangon yang tidak dibayar oleh perusahaan berdasarkan norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta hanya menggambarkan tentang situasi atau keadaan yang terjadi terhadap permasalahan. Data utama penelitian ini adalah data sekunder yang digali aneka bahan hukum, baik bahan hukum primer atau sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode deduktif
Ade Sumitra Hadisurya : Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak Dibayar Oleh Perusahaan (Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No.
49/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt. Pst Dan Putusan Pengadilan Niaga No. 41/Pailit/2007/PN.Niaga/Jkt.Pst), 2009
dan induktif untuk kemudian dilakukan pembahasan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa masih terdapat perbedaan mengenai kejelasan seberapa didahulukannya pembayaran upah atau uang pesangon bagi pekerja/buruh dalam suatu perusahaan yang dinyatakan pailit serta luasnya penafsiran mengenai syarat-syarat agar perusahaan dapat dinyatakan pailit. Selain itu juga masih terdapat perbedaan pendapat dari Mahkamah Agung maupun para ahli hukum kepailitan dan ketenagakerjaan mengenai pengadilan yang berwenang dalam mengadili tuntutan pekerja/buruh atas upah atau uang pesangon yang tidak dibayar oleh perusahaan. Hal ini disebabkan karena aturan yang mengatur mengenai kewenangan dari suatu badan peradilan khususnya antara Pengadilan Niaga dengan PHI masih dapat ditafsirkan secara luas mengenai ruang lingkup kewenangannya oleh hakim dari masing-masing badan peradilan tersebut. Untuk itu diharapkan di masa yang akan datang hakim yang mengadili tuntutan pekerja atau buruh atas upah atau uang pesangon baik melalui PHI maupun Pengadilan Niaga konsisten dengan putusan-putusan yang telah dikeluarkannya serta lebih memperhatikan lagi kepentingan maupun nasib para pekerja/buruh yang pada dasarnya mempunyai kedudukan maupun financial yang rendah. Begitu juga diharapkan kepada pembuat undang-undang untuk tidak menerbitkan suatu aturan yang saling bertentangan dan menimbulkan banyak penafsiran.
Kata kunci : Kewenangan, Pengadilan Niaga, Mengadili, Pekerja/Buruh, Upah, Uang Pesangon, Perusahaan
Ade Sumitra Hadisurya : Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak Dibayar Oleh Perusahaan (Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No.
49/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt. Pst Dan Putusan Pengadilan Niaga No. 41/Pailit/2007/PN.Niaga/Jkt.Pst), 2009
Ade Sumitra Hadisurya : Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak Dibayar Oleh Perusahaan (Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No.
49/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt. Pst Dan Putusan Pengadilan Niaga No. 41/Pailit/2007/PN.Niaga/Jkt.Pst), 2009
ABSTRACT
Workers have a very important role and position as the actors in achieving the objectives of development. Hence, the development of manpower is intended to improve their quality and contribution in the development and to protect their rights and interests in line with the dignity and values of humanity. One of the rights of the workers normatively regulated in Law No.] 3/2003 on Manpower is that the workers have a right to receive wages/salary or severance payment. In fact, the right of workers to receive wages/salary or severance pay is sometimes not met by the company where they work because either the company is bankrupt that it cannot pay the workers' salary any more or the company just does not want to pay the workers salary although the Central Labor Dispute Settlement Committee (P4P) has made a decision hat the company must pay the workers' salary or severance pay. As preference creditor, according to UUK and PKPU, the workers can file an application of their company's bankruptcy to the court of commerce while, according to Law No.2/2004, the salary or severance pay which are not paid is a dispute of right that the court of law which has an authority to try the dispute is the Industrial Relation Court (PHI). In terms of their institutions, Industrial Relation Court (PHI) and Court of Commerce (Pengadilan Niaga) are the two institutions with different authority to try (competence) even though they are special courts under a general judicature institution that the dispute on the authority to try a case probably happens because there is no clear limit of their authority to try a case and it is a specific problem which needs to be solved before the judges try a case in court. Hence, the purpose of this descriptive normative legal study is to look at to what extent the authority of Court of Commerce (Pengadilan Niaga) in trying a case of workers'claim on their salary or severance pay which are not paid by the company where they work, to find out how the dispute ofsalary and severance payment is seated according to Law No.2/2004 on Industrial Relation Dispute Settlement, and to analyze which court has the authority to try the case of workers'claim on their salary or severance pay which are not paid by the company where they work.
The main data for this study were the secondary data in the forms of primary and secondary legal material obtained through library research. The data obtained were qualitatively analyzed through deductive and inductive methods to describe the existing situation and condition on which the problem is based and to find out the authority of Court of Commerce (Pengadilan Niaga) in trying a case of workers'claim on their salary or severance pay which are not paid by the company where they work based on the legal norms stated in the existing regulation of legislation and court decision.
The result of this study shows that there is still a difference in prioritizing which to be paid first, salary or severance pay of the workers working for a company which is declared to be bankrupt and various interpretation on the criteria used to declare that a company is bankrupt. In addition, the Supreme Court and the experts on the laws on bankruptcy and manpower still have different opinion about the court which has the authority ) in trying a case of workers'claim on their salary or
severance pay which are not paid by the company where they work. This different opinion occurs because the regulation regulating the scope of authority of a judicature body especially between the Industrial Relation Court (PHI) and the Court of Commerce (Pengadilan Niaga) can still be broadly interpreted by the judges of respective court. In the future, it is expected that the judges who tried the claim of the workers on their salary or severance pay either through the Industrial Relation Court (PHI) or the Court of Commerce (Pengadilan Niaga) must be consistent with the decisions they have made and must be paid more attention to the interest or destiny of the workers who financially have a low position. The law makers or the legislative members are expected not to issue opposing and multi-interpretation regulations.
Key words: Authority, Court of Commerce, Try, Workers, Wage/Salary, Severance Pay, Company
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah serta segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan kasih sayang-NYA tesis ini dapat diselesaikan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Magister dalam bidang hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Adapun judul tesis penulis adalah “Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan Pekerja/Buruh Atas Upah atau Uang Pesangon Yang Belum/Tidak dibayar Oleh Perusahaan Pailit (Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No.49/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt.Pst dan Putusan Pengadilan Niaga No.
41/Pailit/2007/PN.Niaga/Jkt.Pst)”.
Dalam menyelesaikan tesis ini bukanlah hal yang mudah bagi penulis di mana dalam proses penyelesaiannya penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa pengajaran, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini izinkanlah dengan kerendahan hati, penulis menyampaikan penghargaan serta ucapan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah turut memberikan bantuan kepada penulis sejak awal penulis menjalankan perkuliahan hingga penyusunan tesis ini sampai pada penyelesaiannya. Tidak ada kata-kata yang lebih berarti untuk dapat mengungkapkan rasa terima kasih penulis, hanya Allah SWT yang dapat membalasnya, Amin.
Ucapan terima kasih yang sebasar-besarnya penulis sampaikan kepada yang terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis DTM&H, SpA(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan.
2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ir. T.
Chairun Nisa B. M.Sc., atas kesempatan yang diberikan kepada penulis menjadi mahasiswa pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH., selaku Ketua Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH., selaku Pembimbing Utama yang dengan sepenuh hati telah memberikan arahan dan bimbingan, saran dan dorongan kepada penulis.
5. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
6. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M. Hum, selaku Pembimbing III yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran.
7. Bapak Prof. Dr. Tan Kamelo, SH, MS dan Ibu Dr. Agusmidah, SH, M.Hum selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis 8. Para Guru Besar dan Staf Pengajar pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara Program studi Ilmu Hukum.
9. Bapak Agus Subroto yang sekarang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Semarang yang telah banyak memberikan segala masukan, bimbingan dan saran.
10. Ketua Pengadilan Negeri Stabat yang telah memberikan banyak waktu kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.
11. Rekan-rekan sekantor dan rekan-rekan seperjuangan pada kelas paralel Hukum Bisnis Program studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan studi S2 ini.
12. Para Staf pengajar dan Staf Administrasi para Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Untuk yang tercinta kedua orang tua penulis Bapak H. Sutisna Effendi dan Ibu Hj. Subiatun, kedua mertua Bapak H. Arwan Byirin SH, MH dan Ibu Hj.
Nurhasanah, isteri tercinta Eka Nuritasari, SH dan kedua anak-anakku Latifah Maharani dan Nuraufan Ashira serta saudara-saudara dan adik-adik iparku yang sangat penulis sayangi dan banggakan yang selalu membantu penulis dalam menyelesaikan studi ini baik dengan pikiran, dorongan, doa serta motivasi.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kasih sayang serta pahala yang setimpal atas bantuan dan budi baik yang telah diberikan oleh Bapak, Ibu, rekan- rekan dan seluruh keluarga yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan pembuatan tesis ini, Amin.
Akhirnya, penulis berharap semoga penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnys ilmu hukum bagi insan-insan hukum di tanah air tercinta Indonesia. Terima kasih.
Medan, Agustus 2009
Penulis,
Ade Sumitra Hadisurya
RIWAYAT HIDUP
Nama : Ade Sumitra Hadisurya
Tempat/Tanggal Lahir : Palembang, 07 Juni 1974 Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : KEJATISU
Alamat : Jalan Sei Galang No. 123 Medan
Pendidikan : SD Yayasan Pendidikan Pusri Palembang Tamat Tahun 1986
SMP Yayasan Pendidikan Pusri Palembang Tamat Tahun 1989
SMA Negeri 5 Palembang Tamat Tahun 1992 Strata Satu (S1) Universitas Sriwijaya Palembang Tamat Tahun 1998
Strata Dua (S2) Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Tamat Tahun 2009
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK………... i
ABSTRACT……….. .. iii
KATA PENGANTAR……….... v
RIWAYAT HIDUP ... viii
DAFTAR ISI………..…. ix
BAB I PENDAHULUAN……….………... 1
A. Latar Belakang………... 1
B. Rumusan Masalah……… 21
C. Tujuan Penelitian………. 22
D. Manfaat Penelitian……….. 23
E. Keaslian Penulisan……….. 23
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional………... 24
1. Kerangka Teori………. 24
2. Landasan Konsepsional………. 37
G. Metode Penelitian……….. 40
1. Jenis dan Sifat Penelitian……… 40
2. Sumber Data………... 41
3. Teknik Pengumpulan Data……….. 42
4. Analisis Data……… 42
BAB II KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM MENGADILI TUNTUTAN PEKERJA/BURUH ATAS UPAH ATAU UANG PESANGON YANG TIDAK DIBAYAR OLEH PERUSAHAAN……… 43 A. Kewenangan Absolut dan Kewenangan Relatif
Pengadilan Niaga……… 43 B. Tata Cara Permohonan Pernyataan Pailit………... 49 1. Subjek Pemohon………... 49 2. Permohonan Pailit Harus Diwakili Oleh Seorang
Advokat………. .. 53 3. Permohonan Pailit Diajukan Kepada Ketua Pengadilan
Melalui Panitera……….... 54 C. Proses Pemeriksaan Permohonan Pernyataan Pailit…………... 54 D. Pelaksanaan Putusan Pailit………. 57 E. Syarat-Syarat Agar Debitor Dapat Dinyatakan Pailit……….... 62 1. Pengertian Debitor dan Kreditor……….. 62 2. Pengertian Utang……….. 64 3. Pengertian Berhenti Membayar……… 67 4. Pengertian Utang yang Jatuh Tempo dan Dapat Ditagih…. 70 5. Pembuktian Sederhana………. 72 F. Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan
Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak
Dibayar Oleh Perusahaan………... 73 1. Dalam Perusahaan Yang Telah Dinyatakan Pailit………... 73
2. Dalam Permohonan Pernyataan Pailit Yang Diajukan Oleh Pekerja/Buruh Terhadap Perusahaan Dengan Dalil Perusahaan Tidak Melaksanakan Putusan Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P)………... 85
2.1. Dalam Putusan Pengadilan Jakarta Pusat Nomor 49/Pailit/ 2004/PN. Niaga. Jkt.Pst Antara Wiwin C dkk Lawan PT. Roxindo Mangun Apparel Industry……….. 85
2.2. Dalam Putusan Pengadilan Jakarta Pusat Nomor 41/Pailit/ 2007/PN. Niaga/Jkt.Pst Antara Heryono dkk Lawan PT. Dirgantara Indonesia (Persero) ………... 87
2.3. Analisa Terhadap Putusan Nomor 49/Pailit/2004/ PN. Niaga/Jkt.Pst dan Putusan Nomor 41/Pailit/2007/ PN.Niaga/Jkt.Pst .……….... 91
BAB III PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMBAYARAN UPAH ATAU UANG PESANGON MENURUT UU NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL………... 98
A. Penyelesaian Perselisihan Pembayaran Upah atau Uang Pesangon di Luar Pengadilan (Non Litigasi)...………... 98
1. Penyelesaian Perselisihan Melalui Bipartit……….. 101
2. Penyelesaian Perselisihan Melalui Mediasi………. 103
B. Penyelesaian Perselisihan Pembayaran Upah atau Uang Pesangon Melalui Pengadilan Hubungan Industrial (Litigasi)………... 105
1. Pengajuan Gugatan……… 109
2. Tenggang Waktu dan Kadaluarsa……….. 109
3. Pengembalian dan Penyempurnaan Gugatan……….. 110
4. Pemeriksaan Di Persidangan……….. 112
5. Upaya Hukum………. 113
BAB IV PENGADILAN YANG BERWENANG UNTUK MENGADILI TUNTUTAN PEKERJA/BURUH ATAS UPAH ATAU UANG PESANGON YANG TIDAK DIBAYAR OLEH
PERUSAHAAN……… 115
A. Kepailitan dan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Sebagai Aturan Khusus (Lex Specialis)... 115
B. Pengadilan Yang Berwenang Dalam Mengadili Tuntutan Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon……… 126
C. Kelebihan/Keuntungan Menggunakan Pengadilan Hubungan Industrial Sebagai Sarana Penuntutan Hak Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak Dibayar Oleh Perusahaan………. … 134
1. Secara Teoritis………... 135
2. Secara Praktis……….... 137
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 139
A. Kesimpulan……… 139
B. Saran……….. 143
DAFTAR PUSTAKA……….. 144
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam suatu pola hidup tertentu, manusia mengharapkan bahwa kebutuhan- kebutuhan dasarnya akan dapat terpenuhi. Kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut mencakup kebutuhan-kebutuhan akan :1
“1. Food, shelter, clothing, 2. Safety of self and property, 3. Self-esteem,
4. Self-actualization, 5. Love”.
Dalam usaha untuk memenuhi berbagai keperluan hidupnya itulah setiap orang pasti akan memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu-membantu atau saling tukar bantu dalam memberikan segala sesuatu yang telah dimiliki dan saling memberikan segala sesuatu yang masih diperlukan dari orang lain.2 Dimana hal ini tidak terlepas dari hakekat manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon), yakni makhluk yang tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan
1 A.H. Maslow, Motivastion and personality, (New York: Harpers, 1954) dalam Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 7.
2 A. Ridwan Halim dan Sri Subiandini Gultom, Sari Hukum Perburuhan Aktual, (Jakarta: PT.
Pradnya Paramita, 1987), hal. 1.
satu sama lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya baik yang bersifat jasmani maupun rohani.3
Bagi seseorang yang tidak (kurang) memiliki modal, maka untuk memenuhi kebutuhan dasarnya tersebut, ia memerlukan pekerjaan yang dapat memberikan penghasilan kepadanya. Sedangkan bagi orang yang memiliki modal maka ia dapat mendirikan suatu usaha (perusahaan) untuk lebih meningkatkan lagi akan kebutuhannya tersebut. Walaupun begitu, walau seseorang tergolong orang yang mampu dan dapat dikatakan telah memiliki segala sesuatu yang diinginkannya, namun yang pasti ia tidak akan mampu untuk merawat, memelihara atau mempertahankannya seorang diri, dan untuk itu ia memerlukan orang lain sebagai tenaga kerjanya.
Agar usaha (perusahaan) yang dimilikinya dapat berjalan dengan baik dan sukses, selain dari tingkat keterampilan pekerja/buruh dan teknologi yang digunakan, sikap manajemen, cara memperlakukan pekerja, lingkungan fisik dan psikologis serta aspek-aspek lain dari budaya perusahaan sebagai faktor yang mempengaruhi produktivitas pekerja,4 maka salah satu faktor yang juga penting dilakukan oleh pengusaha (perusahaan) adalah dengan membina hubungan kerjasama yang baik antara pengusaha selaku pimpinan dan para pekerja/buruh.5
3 Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 1.
4 F. Winarni dan G. Sugiyarso, Administrasi Gaji Dan Upah, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006), hal. 7.
5 Soedarjadi, Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Panduan Bagi Pengusaha, Pekerja, Dan Calon Pekerja, (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2008), hal. 106.
Akan tetapi dalam hubungan saling bantu-membantu atau saling tukar bantu tersebut akan selalu menimbulkan adanya perselisihan, walaupun kecil kuantitas maupun kualitasnya. Begitu juga halnya dalam hubungan antara pengusaha (perusahaan) dengan pekerja/buruhnya.
Betapapun harmonisnya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan, namun terjadinya perselisihan perburuhan tidak mudah untuk dihindari.6 Konflik atau perselisihan antara pekerja/buruh dengan pengusaha merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari adanya hubungan perburuhan atau hubungan industrial yang ada dimanapun dan kapanpun.7
Setiap perselisihan yang menyangkut hubungan antar manusia tersebut selalu diupayakan penyelesaiannya.8 Demikian juga halnya dengan perselisihan yang terjadi antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat buruh/pekerja.
Perselisihan menurut bahasa Indonesia berasal dari kata selisih yang berarti beda kelainan. Perselisihan berarti perbedaan (pendapat), atau pertikaian, sengketa, percekcokan.9
6 A. Uwiyono, “Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Dikaitkan dengan Pola Hubungan Perburuhan (Studi Perbandingan antara Indonesia – Belanda)”, Hukum dan Pembangunan, Jakarta, Nomor 5 Tahun XXII Oktober 1992, dalam Farid Muázd, Pengadilan Hubungan Industrial dan Alternatif Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Luar Pengadilan, (Jakarta: Ind Hill Co, 2006)hal. 476.
7 Ibid, hal. 2.
8 Ibid, hal. 1.
9 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1982), hal. 898 – 899.