• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM TERHADAP PENEBANGAN KAYU ILLEGAL DI KABUPATEN BARRU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "ANALISIS HUKUM TERHADAP PENEBANGAN KAYU ILLEGAL DI KABUPATEN BARRU"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Diharapkan bermanfaat bagi penulis untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam penerapan hukum khususnya terkait dengan illegal logging.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian dan Unsur-Unsur Iilegal Logging

Ketentuan Hukum Terkait Dengan Barang Bukti

30 Ratna Nurul Afifah, Alat Bukti dalam Acara Pidana, Halaman 168 ...orang yang mempunyai keahlian khusus sehubungan dengan apa yang diperlukan untuk memperjelas suatu perkara pidana untuk keperluan pemeriksaan. KUHAP tidak secara jelas mendefinisikan apa yang dimaksud dengan alat bukti. Atau dengan kata lain barang yang dapat disita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dapat disebut sebagai barang bukti.

Menurut Andi Hamzah, alat bukti dalam perkara pidana adalah alat bukti yang menjadi dasar terjadinya tindak pidana tersebut dan benda-benda yang menjadi dasar tindak pidana itu, termasuk benda-benda akibat tindak pidana tersebut. Harus diidentikkan dengan keterangan saksi dan keterangan terdakwa.Menurut Martiman Prodjohamidjojo, alat bukti atau corpus delicti adalah alat bukti adanya suatu tindak pidana. Dalam Pasal 181 KUHAP, majelis wajib menunjukkan seluruh bukti kepada terdakwa dan menanyakan apakah ia mengakuinya.

Apabila dirasa perlu maka hakim pengadilan akan menunjukkan alat buktinya.33 Jadi dari pendapat beberapa ahli hukum di atas dapat disimpulkan apa yang disebut dengan alat bukti. Selain menyebutkan langkah-langkah yang diambil terhadap terdakwa dan biaya perkaranya, putusan hakim juga harus mencantumkan status barang sitaan yang dijadikan alat bukti dalam perkara tersebut, kecuali jika tidak ada bukti dalam perkara tersebut. Macam-macam putusan mengenai pembuktian bisa kita ketahui dari Pasal 46 ayat (2) KUHAP dan Pasal 194 ayat (1) KUHAP.

Apabila perkaranya telah selesai, maka barang yang disita itu dikembalikan kepada orang atau orang-orang yang disebut dalam putusan, kecuali barang itu telah disita untuk negara menurut keputusan hakim, untuk dimusnahkan atau dirusak sampai tidak dapat dipergunakan lagi. . atau bila barang itu rusak sampai tidak dapat dipakai lagi, atau bila barang itu masih diperlukan sebagai alat bukti dalam perkara lain.” Pada hakekatnya, jika perkara sudah selesai maka barang sitaan itu dikembalikan untuk dipakai sebagai barang bukti di persidangan. , kepada orang atau orang-orang yang berhak atasnya sebagaimana tercantum dalam putusan hakim. Barang bukti itu dikembalikan kepada siapa, dengan demikian diserahkan kepada hakim yang bersangkutan setelah mendengar keterangan para saksi dan terdakwa, baik mengenai perkara maupun mengenai perkaranya. mengenai bukti-bukti pada persidangan di pengadilan.

34 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Litigasi, Penyitaan, Pembuktian, Penyitaan, Sidang dan Penghakiman, halaman 205.. pembuktian adalah keputusan hakim yang memerintahkan agar barang bukti tersebut dikembalikan kepada ahli waris atau keluarganya. D.

Ketentuan Hukum Tentang Perlindungan Hutan

Kegiatan perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan kegiatan yang sangat penting dan besar, karena fakta menunjukkan bahwa kerusakan hutan di Indonesia sudah mencapai proporsi yang sangat memprihatinkan, sehingga sudah sepatutnya pemerintah memberikan banyak perhatian terhadap perlindungan hutan. Sehubungan dengan perlindungan hutan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan yang menggantikan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 tentang perlindungan hutan. Kegiatan perlindungan hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan hutan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.

Kegiatan perlindungan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan pada kawasan hutan yang berbentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).39. Perlindungan hutan adalah upaya untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, kekuatan alam, hama dan penyakit, serta untuk mempertahankan dan melindungi hak-hak negara, masyarakat, dan perseorangan. terhadap hutan, kawasan hutan, produk investasi kehutanan dan instrumen yang berkaitan dengan pengelolaan hutan.”40. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan mengatur manusia sebagai salah satu penyebab kerusakan hutan.

Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran hukum Dari ketentuan khusus tentang perlindungan hutan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, menjadi tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah sebagai pelaksana tugas negara untuk mengatur, melindungi dan menjadi makmur. . Perusakan hutan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup merupakan tindak pidana sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 48 UU No. Bab yang dimaksud dalam pasal ini adalah Bab IV Undang-Undang Nomor .32 Tahun 2009 yang memuat ketentuan pidana atas perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Prinsip konservasi ekologi yang berwawasan komprehensif secara tegas terdapat dalam UU No. Melihat situasi tersebut, pemerintah (Presiden bersama DPR) mengesahkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan merupakan salah satu upaya perlindungan hutan untuk menjaga kelestarian fungsi hutan.

Hal ini terlihat pada rumusan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 82-106 UU No.

Penyitaan Barang Bukti

Benda-benda atau surat-surat wesel milik tersangka atau terdakwa yang diduga diperolehnya seluruhnya atau sebagian karena tindak pidana atau akibat tindak pidana.” Tujuan utama pemberian izin oleh ketua pengadilan adalah pelaksanaan dan pengendalian, agar tidak terjadi penyitaan yang tidak diperlukan atau penyitaan yang bertentangan dengan undang-undang. Apabila ketua pengadilan menolak memberikan izin, peneliti dapat menyampaikan surat keberatan kepada ketua pengadilan.

Dan yang kemungkinan besar dilakukan penyidik ​​adalah mengambil bentuk dan cara penyitaan alternatif dalam situasi yang sangat diperlukan dan mendesak. Hal ini untuk memastikan bahwa yang bersangkutan benar-benar berurusan dengan petugas penyidik ​​(Pasal 128). 3) Tunjukkan barang yang akan disita. Penyidik ​​wajib menunjukkan benda yang akan disita kepada subjek dan boleh juga menunjukkan benda tersebut kepada keluarganya (Pasal 129).

Hal ini semata-mata untuk memberikan kejelasan mengenai barang yang disita, dan. dapat menanyakan kepada mereka keterangan tentang asal usul benda yang akan disita. Setelah berita acara dibuat, penyidik ​​membacakannya di hadapan Kepala Desa/Lurah/Kepala RW/Kepala RT dan dua orang warga setempat dengan disaksikan orang dari mana barang tersebut disita atau keluarganya, setelah itu itu ditandatangani. oleh penyidik ​​dan orang yang mempunyai akses terhadap benda yang disita (Pasal 129 ayat 2 KUHAP).45. Keadaan perlu dan mendesak berarti adanya kekhawatiran bahwa benda yang akan disita akan segera dimusnahkan atau dipindahkan, sedangkan izin penyitaan dari ketua pengadilan tidak mungkin diperoleh dalam jangka waktu yang pendek.

Penyitaan surat-surat atau tulisan-tulisan lain dari mereka yang oleh undang-undang diwajibkan merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuannya atau dengan izin khusus dari ketua pengadilan tinggi setempat, kecuali undang-undang menentukan lain " (sesuai Pasal 43 KUHAP)". Barang sitaan karena perkara perdata atau karena kelalaian disita untuk keperluan penyidikan, penuntutan, dan peradilan perkara pidana sepanjang memenuhi ketentuan ayat. Setelah terjadi penyitaan terhadap barang-barang yang dilakukan tindak pidana, maka barang-barang tersebut wajib diamankan oleh penyidik ​​dengan cara menempatkannya pada tempat khusus untuk penyimpanan barang sitaan oleh negara.

Berdasarkan pasal di atas, barang sitaan hendaknya disimpan dalam Majalah Barang Sitaan Negara.

METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Sumber Bahan dan Data

Bahan hukum dan data yang dikumpulkan secara primer dan sekunder akan diolah dan kemudian dianalisis secara kualitatif dan deskriptif yaitu dengan mendeskripsikan, menjelaskan dan menjelaskan serta menjawab permasalahan yang ada mengenai illegal logging di Kabupaten Barru. Kabupaten Barru berada di antara Kota Makassar dan Kota Pare-pare dan merupakan jalur penyeberangan Trans Sulawesi.47. Kabupaten Barru merupakan jalur penyeberangan trans Sulawesi dan merupakan wilayah lintas provinsi yang terletak antara Kota Makassar dan Kota Pare-Pare.

Apabila perbuatan tersebut dilarang oleh undang-undang, Pasal 12 Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda sebesar minimal Rp. . Jaksa dalam kasus ini mendakwa tersangka dengan menggunakan cara alternatif yaitu a) Tuntutan primer. Dimana Selle Bin Sukkuruma didakwa melakukan pembalakan liar, dalam hal ini penebangan pohon secara ilegal pada kawasan hutan dengan produksi terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Penebangan Hutan. Atas perbuatannya tersebut, jaksa menjerat Selle Bin Sukkuruma dengan Pasal 82 ayat. (1) huruf c jo dan Pasal 12 huruf (c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Penebangan Hutan. b) Dakwaan tambahan.

Selle Bin Sukkuruma didakwa jaksa dengan tindak pidana pembalakan liar dalam hal ini penebangan pohon sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (2) UU RI No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Pernyataan yang dibacakan tersebut pada hakikatnya adalah larangan terhadap perusakan hutan sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan serta Jenis Izin Pemanfaatan Hasil Hutan dan Pemanfaatannya. Oleh karena itu, terdakwa Selle Bin Sukkuruma dipidana berdasarkan Pasal 82 ayat (c) ayat (1) dan Pasal 12 huruf (c) UU Republik.

Dalam hal ini, dalam memberikan putusan, hakim menggunakan aturan hukum pasal 82 ayat (1) huruf c juncto pasal 12 huruf c UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, pasal undang-undangnya. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Peradilan. Namun dalam kasus ini Kabupaten Barru tidak memiliki RUPBASAN, kata Jaksa Muhaemin. Hal ini sesuai dengan wawancara penulis dengan hakim Pengadilan Negeri Barru dalam hal ini Dinza Diastami.

Hakim yang mengeluarkan putusan menurut ketentuan undang-undang harus segera melaksanakan putusan sesuai putusannya. Dalam hal ini telah kami jelaskan bagaimana proses penyitaan, penyimpanan dan lelang barang bukti dalam hal ini kayu berlangsung sesuai dengan aturan KUHAP. Ketentuan hukum pidana terhadap illegal logging di Kabupaten Barru merupakan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait Pasal 82 ayat (1) huruf c Juncto Pasal 12 huruf c UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Penebangan Hutan, Pasal dari Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 2009 tentang peradilan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari perumusan masalah tersebut akan dilakukan pembahasan dalam bentuk skripsi dengan judul Tindak Pidana Penebangan Kayu Jati ( Illegal logging ) Di Desa Betek (

Kendala-Kendala Yang Dihadapi Oleh Polisi Kehutanan Dalam Pengawasannya Terhadap Illegal Logging

PERLINDUNGAN HUKUM KUALITAS HUTAN TERHADAP KEGIATAN ILLEGAL LOGGING DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT KALIMANTAN TENGAH.. Diajukan

Secara garis besar pengertian Illegal Logging (penebangan liar) adalah kegiatan di bidang kehutanan atau merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup penebangan,

terhadap pelaku tindak pidana illegal logging di wilayah hukum Kabupaten Kampar berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan

yang menyebabkan hutan tersebut terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan fungsinya.” Tindak pidana illegal logging menurut Undang-undang No.. Yang menjadi

150574201022 ABSTRAK Permasalahan mengenai illegal logging sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang

"Penegakan Hukum Terhadap Kebakaran Hutan Di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan", Jurnal Selat, 2020Publication