TUGAS 2
TUTORIAL ONLINE SESI 5
MATA KULIAH FILSAFAT HUKUM DAN ETIKA PROFESI HKUM4103
TUTOR : EKO SETIYO ARY WIBOWO, S.H.I., M.H.I.
Dikerjakan Oleh :
NAMA : TRISNANDA
NIM : 051418616
KODE ELAS : 114
PRODI : S1-ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL, DAN ILMU POLITIK (FHISIP) UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ JAKARTA 2025
2
Tugas 2. Tuton Sesi 5. Filsafat Hukum dan Etika Profesi
A. PERTANYAAN Kasus
Seorang buruh pabrik Krisbayudi dijebloskan dalam tahanan Polda Metro Jaya karena tuduhan terlibat kasus pembunuhan. Usai digelandang ke Polda Metro Jaya, Krisbayudi disiksa untuk mau mengakui skenario cerita pembunuhan versi polisi. Tidak hanya itu Kris juga disiksa oleh sesama tahanan. Akhirnya, Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) membebaskan Krisbayudi pada awal 2012, setelah ditahan 8 bulan lamanya. Sebab pembunuh sebenarnya adalah teman Krisbayudi, Rahmat Awafi. Kepada majelis, Rahmat tiba-tiba mengaku kepada majelis hakim bahwa dia melakukannya seorang diri. Majelis hakim PN Jakut menyatakan BAP tersebut batal demi hukum. Krisbayudi pun bebas sedangkan Rahmat divonis mati di tingkat kasasi.
(Sumber : https://news.detik.com)
1. Menurut analisis anda, bagaimanakah tuduhan dan perlakuan yang diberikan Polisi kepada Krisbayudi berdasarkan konsep keadilan sebagai salah satu cita hukum (Recht Idee) dalam kajian filsafat hukum? Jelaskan!
2. Uraikanlah bagaimana konsep pemaknaan terhadap pemenuhan HAM yang seharusnya berdasarkan kasus diatas?
3. Bagaimanakah hubungan hukum dengan kekuasaan? berikan analisis anda sesuai dengan kasus diatas!
3 B. JAWABAN
1. Analisis Tuduhan dan Perlakuan Polisi kepada Krisbayudi Berdasarkan Konsep Keadilan (Recht Idee)
Dalam kajian filsafat hukum, keadilan merupakan salah satu cita hukum (Recht Idee) yang menjadi dasar dari terbentuknya hukum itu sendiri. Menurut Gustav Radbruch, terdapat tiga nilai dasar hukum, yakni kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan, dengan keadilan sebagai elemen utama dari cita hukum tersebut (Radbruch dalam Satjipto Rahardjo, 2006: 21).
Dalam kasus Krisbayudi, terlihat bahwa keadilan tidak ditegakkan sejak awal proses hukum.
Tuduhan yang dilayangkan tanpa dasar bukti yang kuat, penyiksaan oleh polisi untuk memaksakan pengakuan, serta kekerasan dalam tahanan, semuanya bertentangan dengan prinsip keadilan sebagai hak mendasar setiap manusia.
Perlakuan semacam ini menunjukkan bahwa hukum tidak digunakan sebagai alat untuk mencapai kebenaran substantif, melainkan sebagai alat kekuasaan. Padahal, keadilan menurut Aristoteles harus memperlakukan setiap individu sesuai haknya dan dengan tidak memihak.
Penahanan selama 8 bulan tanpa kesalahan yang terbukti merupakan pelanggaran terhadap prinsip "presumption of innocence" atau asas praduga tak bersalah.
"Hukum yang tidak adil bukanlah hukum" (Lex iniusta non est lex) — Santo Agustinus.
Maka dari itu, tindakan aparat dalam kasus ini merupakan kegagalan serius dalam merealisasikan cita hukum berupa keadilan.
2. Konsep Pemenuhan HAM yang Seharusnya Berdasarkan Kasus di Atas
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak fundamental yang melekat pada setiap manusia sejak lahir. Dalam kasus Krisbayudi, terdapat beberapa pelanggaran HAM berat, antara lain:
a. Hak untuk tidak disiksa (Freedom from torture), sebagaimana tercantum dalam Pasal 28G ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 5 Deklarasi Universal HAM (UDHR).
b. Hak atas peradilan yang adil (Right to fair trial), termasuk hak untuk tidak dipaksa memberikan pengakuan secara tidak sah.
c. Hak atas kebebasan pribadi (Right to liberty and security of person) yang dilanggar melalui penahanan tidak sah.
Pemenuhan HAM seharusnya dilakukan melalui penegakan hukum yang menghargai martabat manusia. Dalam hal ini, aparat penegak hukum berkewajiban mengedepankan prinsip due process of law, bukan sebaliknya melakukan tindakan represif dan penyiksaan yang justru mencoreng prinsip HAM.
Menurut Komnas HAM, penyiksaan untuk memperoleh pengakuan merupakan bentuk pelanggaran HAM berat dan dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan bila dilakukan secara sistematis.
4
3. Hubungan Hukum dengan Kekuasaan: Analisis Berdasarkan Kasus
Hubungan antara hukum dan kekuasaan menjadi salah satu perdebatan klasik dalam filsafat hukum. Hukum idealnya menjadi pembatas kekuasaan agar tidak sewenang-wenang. Namun, dalam praktiknya, kekuasaan kerap kali memanipulasi hukum untuk kepentingannya sendiri, seperti terlihat dalam kasus Krisbayudi.
Dalam pandangan Michel Foucault, kekuasaan tidak hanya bekerja melalui represif, tetapi juga melalui praktik-praktik hukum yang tampaknya sah. Penyiksaan, rekayasa pengakuan, dan kriminalisasi individu tanpa bukti kuat adalah wujud "power over truth" yang mengacaukan relasi ideal antara hukum dan kekuasaan.
Sementara menurut Satjipto Rahardjo, hukum bukan semata teks normatif, tetapi juga praksis sosial yang sarat dengan kekuasaan. Ketika kekuasaan memanfaatkan hukum untuk menutupi kesalahan atau mempercepat penyelesaian perkara dengan cara yang tidak sah, maka hukum telah kehilangan fungsinya sebagai penjaga keadilan.
Oleh karena itu, kasus ini menunjukkan bahwa hukum telah digunakan sebagai alat kekuasaan (instrumentalistik), bukan sebagai pelindung rakyat dari penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini bertolak belakang dengan semangat negara hukum (rechtsstaat), yang seharusnya menjamin perlindungan hukum bagi setiap warga negara.
5
SUMBER REFERENSI
Umam, Khotibul, dkk. (2022). Filsafat Hukum dan Etika Profesi. Tangerang: Universitas Terbuka
Foucault, Michel. Discipline and Punish: The Birth of the Prison. New York: Vintage Books, 1977.
Radbruch, Gustav. “Gesetzliches Unrecht und übergesetzliches Recht.” Süddeutsche Juristen- Zeitung, 1946.
Rahardjo, Satjipto. Hukum dan Masyarakat. Bandung: Angkasa, 2006.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
United Nations. Universal Declaration of Human Rights, 1948.
Komnas HAM. Panduan Pemantauan Kasus Penyiksaan dan Perlakuan Tidak Manusiawi.
Jakarta: Komnas HAM, 2018.
Detik News. “Kisah Krisbayudi, Buruh yang Pernah Disiksa Polisi karena Tuduhan Pembunuhan.” https://news.detik.com, diakses 12 Mei 2025.