• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kemampuan Literasi Sains Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Syiah Kuala Berdasarkan Instrumen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Analisis Kemampuan Literasi Sains Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Syiah Kuala Berdasarkan Instrumen "

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora September 2021 eISSN 2657- 0998

1479

Analisis Kemampuan Literasi Sains Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Syiah Kuala Berdasarkan Instrumen

Scientific Literacy Assessment

Miftahul Maghfiroh Lubis, Elmi Mahzum, A.Halim Pendidikan Fisika Universitas Syiah Kuala

Email : miftamaghfira@gmail.com ABSTRAK

Literasi sains merupakan salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki mahasiswa, dalam hal ini mahasiswa calon guru fisika. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kemampuan literasi sains mahasiswa jurusan pendidikan fisika Universitas Syiah Kuala. Metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif.

Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa jurusan pendidikan fisika yang berasal dari angkatan 2018, 2019 dan 2020 sejumlah 64 orang yang ditetapkan secara proportionate stratified random sampling. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data adalah Scientific Literacy Assessment (SLA) yang dikembangkan oleh Fives. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai aspek literasi sains ranah kognitif adalah: (1) Peran sains (role of science) 52,50%, kategori rendah; (2) Berpikir dan bekerja secara ilmiah (scientific thinking and doing) 52,50%, kategori rendah; (3) Sains dan masyarakat (science and society) 61,50%, kategori sedang; (4) Matematika dalam sains (mathematics and science) 59,06%, kategori sedang. Pada nilai literasi sains untuk ranah afektif yaitu aspek motivasi dan kepercayaan terhadap sains (science motivation and biliefs) sebesar 2.471, kategori tinggi.

Keywords: Analisis, Literasi Sains, Scientific Literacy Assessment.

PENDAHULUAN

Menghadapi tantangan pembelajaran abad 21 diperlukan literasi sains yang baik, yaitu adanya pembelajaran dan keterampilan inovasi, berpikir kritis, keterampilan analitis, kreativitas, komunikasi dan kolaborasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Suciati dkk.

(2019) yang menyatakan bahwa, ―Salah satu kunci keberhasilan menghadapi tantangan abad 21 adalah ―melek‖ sains‖. Seseorang yang melek sains dianggap memiliki kemampuan untuk menggunakan konsep sains dan penerapannya dalam mengambil keputusan saat berinteraksi dengan lingkungan maupun orang sekitar. De Boer (2000) Paul de Hart Hurt dari Stamford University adalah orang pertama yang menggunakan istilah

―Scientific Literacy‖ dengan arti memahami sains dan aplikasinya dalam masyarakat sebagai pengertiannya.

Literasi sains merupakan kemampuan seseorang menggunakan konsep sains untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, menjelaskan fenomena ilmiah serta menggambarkan fenomena tersebut berdasarkan bukti-bukti ilmiah (Bybee dkk., 2009).

Dewasa ini telah dikembangkan suatu asesmen literasi sains oleh Fives et al. (2014) yang disebut dengan Scientific Literacy Assessments (SLA). Dimana Menurut Fives et al.

(2)

1480

(2014) asesmen literasi sains yang banyak digunakan merupakan asesmen yang terfokus pada materi-materi spesifik dari ilmu-ilmu sains, namun berbeda dengan PISA, SLA ini lebih memfokuskan asesmen nya pada pemahaman sains terutama metode ilmiah sebagai suatu pendekatan tidak hanya terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan sains, tapi juga masalah-masalah non-sains yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari.

Mahatoo (2012) menyebutkan bahwa dalam mengerjakan soal-soal literasi sains yang termuat dalam pokok uji PISA (dalam hal ini SLA sebagai pengembangannya), memerlukan kemampuan bernalar yang baik. Fives telah menyusun perangkat asesmen literasi sains ini sebagai hasil pengembangan dan revisi dari asesmen literasi sains yang digunakan dalam tes PISA oleh OECD, yang diberi nama scientific literacy assessment (SLA). Dengan demikian, SLA ini lebih memfokuskan penelitiaan pada kemampuan proses sains yang kontekstual dengan konten-konten umum yang termuat di dalamnya (Fives et al.,2014).

Fives, et al., (2014) merangkum aspek-aspek dari kemampuan literasi sains yaitu peran sains (role of science), berpikir dan bekerja secara ilmiah (scientific thinking and doing), sains dan masyarakat (science and society), matematika dalam sains (mathematics and science) serta aspek afektif yang dimuat dalam komponen motivasi dan kepercayaan terhadap sains (science motivation and beliefs). Fives, et al. (2014) juga telah menyusun perangkat asesmen literasi sains hasil pengembangan dan revisi dari assesmen literasi sains yang digunakan dalam tes PISA oleh OECD, yang diberi nama Scientific Literacy Assessments (SLA).

Melalui data terakhir yang dipublish oleh Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) pada tahun 2018, Indonesia hanya menduduki peringkat ke-73 dari 79 negara alias peringkat keenam dari bawah dalam bidang literasi sains.

(www.tribunnews.com,2020). Dengan demikian capaian literasi sains peserta didik di Indonesia masih tergolong dalam kategori rendah. Sejalan dengan penelitian kemampuan literasi sains sebelumnya pada mahasiswa pendidikan biologi Universitas Sulawesi Barat oleh Fausan (2017) ―Analisis Kemampuan Awal Iiterasi Sains Mahasiswa Berdasarkan Instrumen Scientific Literacy Assessment‖. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa skor per aspek literasi sains mahasiswa nya secara keseluruhan memiliki rata-rata skor per aspek sebesar 59, dengan kategori kurang.

Literasi sains yang diukur menggunakan instrumen SLA melalui penelitian tersebut adalah kemampuan literasi terhadap mahasiswa biologi dan belum pernah di ujikan kepada mahasiswa calon guru fisika, oleh karena itu penulis merasa perlu menyajikan hasil analisis kemampuan literasi sains mahasiswa pendidikan fisika sebagai calon guru yang akan mentransfer ilmu sainsnya kepada calon siswa mereka kelak dengan menggunakan instrumen Scientific Literacy Assessments (SLA).

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode deskriptif. Penelitian ini mendeskripsikan capaian kemampuan literasi sains mahasiswa jurusan pendidikan fisika Universitas Syiah Kuala secara langsung dengan mengambil informasi langsung dari sumberPopulasi penelitian adalah mahasiswa program studi pendidikan fisika angkatan

(3)

Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora September 2021 eISSN 2657- 0998

1481 2018,2019 dan 2020. Sampel penelitian ini berjumlah 64 mahasiswa yang ditetapkan secara proportionate stratified random sampling. . Instrumen yang digunakan adalah instrumen Scientific Literacy Assessments (SLA). kuesioner literasi sains. Instrument SLA ini merupakan instrumen yang dikembangkan oleh Fives et al (2014) kemudian dimodifikasi oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian ini. Instrumen SLA terdiri atas dua bagian, bagian pertama merupakan soal ranah kognitif literasi sains dalam bentuk pilihan ganda, jumlah item soal sebanyak 20 soal. Bagian kedua merupakan kuesioner ranah afektif tentang nilai sains dan self efficacy dengan jumlah item dalam kuesioner sebanyak 10 pernyataan. Instrumen lainnya adalah lembar wawancara untuk mengetahui sebab kesulitan mahasiswa dalam menjawab soal.

Instrumen SLA yang sudah siap di validasi oleh para ahli di bidangnya, dan di uji keterbacaannya oleh beberapa mahasiswa kemudian di berikan kepada mahasiswa yang menjadi sampel percobaan sebanyak 64 orang mahasiswa. Soal-soal literasi sains bagian I yaitu Scientific Literacy Assessments-Demonstrated (SLA-D) yang memuat ranah kognitif, dipartisi ke dalam beberapa bagian, yaitu peran sains (role of science), berpikir dan bekerja secara ilmiah (scientific thinking adoing), sains dan masyarakat (science and society) dan matematika dan sains (mathematics ascience). Bagian ke II yaitu Scientific Lteracy Assesments-Motivation and Beliefs (SLA-MB) mengukur ranah afektif yaitu motivasi dan kepercayaan terhadap sains (science motivation and beliefs). Selanjutnya jawaban mahasiswa dianalisis berdasarkan partisi tersebut, sehingga diperoleh hasil pengolah data berupa persentase rata-rata dari masing-masing aspek literasi sains tersebut.

Soal-soal tentang peran sains ini dibagi lagi ke dalam indikator mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab melalui investigasi sains, sesuai dengan karakter karakter aspek literasi sains yang dikembangkan oleh Fives et al. (2014). Soal-soal beraspek berpikir dan bekerja secara ilmiah dibagi ke dalam indikator menerangkan fenomena alam.

Begitu pula soal-soal dari aspek sains dan masyarakat terbagi atas indikator mengidentifikasi isu ilmiah yang melandasi keputusan kebijakan. Soal-soal beraspek matematika dan sains dikelompokkan ke dalam indikator menggunakan matematika dalam sains. Kedua, motivasi dan kepercayaan terhadap sains terbagi atas indikator nilai sains, keyakinan pada literasi sains serta sumber dan kepastian pengetahuan ilmiah.

Skor mentah dikonversi ke dalam skala 100, dan rata-ratanya dikategorikan ke dalam predikat kurang sekali sampai sangat baik mengikuti aturan Arikunto (2012) sebagai berikut.

Tabel 1. Interpretasi Skor Komponen Literasi Sains Interpretasi Persentase Skor SLA-D

Sangat Tinggi 80,01-100,00 %

Tinggi 65,01-80,00 %

Sedang 55,01-65,00 %

Rendah 40,01-55,00 %

Sangat Rendah 0,00-40,00 %

(4)

1482

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Dari Tabel 1 tampak bahwa kemampuan literasi sains mahasiswa jurusan pendidikan fisika berdasarkan isntrumen SLA ranah kognitif (SLA-D) rata-rata perolehan skornya berada pada kategori sedang yaitu 56,33%. Secara berturut-turut aspek literasi sains dari yang paling tinggi ke rendah yaitu aspek sains dan masyarakat, matematika dan sains, berfikir dan bekerja secara ilmiah, dan peran sains.

Tabel 1. Hasil Tes Literasi Sains Ranah Kognitif

Aspek Literasi Sains Indikator No. Soal Skor Per Aspek Peran Sains

(Role of science)

- Mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab melalui investigasi sains

1,2,3, 4 dan 5

52,50%

Berpikir dan bekerja secara ilmiah

(Scientific thinking and doing)

- Menerangkan fenomena alam

6, 7, 8, 9, dan 10

52,50%

Sains dan Masyarakat (Science and society)

- Mengidentifikasi isu ilmiah yang

melandasi keputusan atau kebijakan

11, 12, 13, 14, dan 15

61,50%

Matematika dan Sains (Mathematics and science)

- Memahami aplikasi matematika dalam sains

16,17,18,19, dan 20

56,33%

Tabel 2. Hasil Tes Literasi Sains Ranah Afektif

Aspek Literasi Sains Indikator No. Soal Skor Kategori Motivasi dan

kepercayaan

terhadap sains (Science motivation and biliefs)

- Nilai sains - Kepercayaan/

keyakinan pada literasi sains

1,2,3,4 dan 5

6,7,8,9 dan 10

2.471 Tinggi

Pembahasan

Berdasarkan data yang telah didapatkan dari hasil penelitian dan dikategorikan untuk setiap aspek sesuai indikator SLA, baik SLA-D pada ranah kognitif maupun SLA- MB pada ranah afektif, selanjutnya data-data tersebut disajikan dalam bentuk grafik.

Berikut disajikan grafik pada gambar 4.2 yang menunjukkan rata-rata skor perolehan hasil tes ranah kognitif yang dicapai mahasiswa untuk tiap aspek berdasarkan SLA-D yang dilakukan terhadap 64 mahasiswa pendidikan fisika FKIP USK .

(5)

Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora September 2021 eISSN 2657- 0998

1483 Gambar 1 . Grafik perolehan skor kemampuan literasi sains aspek kognitif (SLA-D)

Dari grafik 1 dan tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa secara umum rerata keempat aspek literasi sains mahasiswa pendidikan fisika FKIP USK berada pada kategori sedang. Persentase kemampuan literasi sains pada ranah kognitif berdasarkan SLA-D tertinggi yang diperoleh mahasiswa adalah kemampuan pada aspek sains dan masyarakat (science and society) yaitu sebesar 61,50% , kemudian aspek matematika dalam sains (mathematics and science) sebesar 59,06%, dan kemampuan terendah terdapat pada aspek peran sains (role of science) sebesar 52,50% serta kemampuan pada aspek berfikir dan bekerja secara ilmiah (scientific thinking and doing) sebesar 52,50%.

Aspek komponen literasi sains yang pertama yaitu peran sains (role of science) dimana mahasiswa berada pada kategori rendah, dengan skor rata-rata 52,50%. Indikator pada aspek peran sains ini yaitu mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab melalui investigasi sains, dimana rata-rata mahasiswa salah menjawab pada butir soal ini. Pada soal no.1-5 ini mahasiswa dituntut untuk dapat mengetahui mana jawaban benar dari pertanyaan mengenai percobaan sains atau investigasi sains yang diberikan. Pertanyaan pada soal no. 1 merupakan pertanyaan yang paling banyak dijawab salah. Berdasarkan wacana percobaan yang diberikan, tentang pengujian variabel pertumbuhan bibit kacang yang mempengaruhi pertambahan panjang kacang, kebanyakan mahasiswa keliru dalam menjawab pertanyaan ini. Mahasiswa tidak dapat mengidentifikasi variabel mana yang benar melalui percobaan sains yang dipaparkan pada wacana, mahasiswa terkecoh dengan pilihan jawaban yang diberikan, sementara jawaban sebenarnya adalah variabel cahaya dan suhu yang mempengaruhi panjang dari bibit kacang. Hasil ini sebanding dengan penelitian Fausan (2017) yang menunjukkan rata-rata nilai tes pada aspek peran sains ini rendah yaitu 56 dari nilai maksimum 100 yang menunjukkan kemampuan literasi sains mahasiswa juga masih kurang.

Aspek literasi sains yang kedua yaitu berpikir dan bekerja secara ilmiah (scientific thinking and doing). Pada aspek ini skor rata-ratanya hanya 52,50%, yang berarti berada pada kategori rendah. Beberapa penelitian yang mengkaji atau mengamati aspek ini rata-

(6)

1484

rata juga mendapatkan skor yang masuk dalam kategori sangat rendah, seperti penelitian Diana et al.(2015) pada mahasiswa calon guru biologi, khususnya kemampuan literasi sains aspek berpikir dan bekerja secara ilmiah. Skor rata-rata yang didapatkan oleh peneliti termasuk kategori sangat kurang meski sudah diberikan perlakuan PAL (peer assisted learning). Bahkan menurut Surpless et al. (2014) mahasiswa geologi fisika di Universitas Trinity San Antonio Texas juga masih belum memiliki literasi sains yang memadai, khususnya pada aspek berpikir dan bekerja secara ilmiah ini.

Pada aspek ini indikator yang digunakan adalah menerangkan fenomena alam terdapat pada soal no. 6-9, dimana pada soal no. 9 mahasiswa dituntut jeli dalam membaca fenomena perilaku tikus tanah di kebun binatang, dengan beberapa opini orang (bukan ahli) tentang hubungan perilaku tikus tanah dengan musim. Hal yang ditanyakan adalah pengamatan ilmiah yang tepat tentang kejadian tersebut. Mayoritas mahasiswa menganggap opini tupai dapat membaca kondisi cuaca adalah benar sehingga jawaban mereka salah, sementara jawaban yang diinginkan adalah perilaku tupai yang kembali ke sarangnya sebagai jawaban yang benar. Hal ini menunjukkan rendahnya kemampuan mahasiswa dalam berfikir secara ilmiah terkait wacana yang diberikan.

Skor aspek literasi sains yang ketiga yaitu sains dan masyarakat (science and society). Pada aspek ini skor rata-ratanya sebesar 61,50% yang termasuk pada kategori sedang. Soal yang memuat identifikasi isu ilmiah yang melandasi keputusan kebijakan ini ada pada soal no 11-15. Dalam soal ini mahasiswa dituntut untuk dapat memperkirakan dampak negatif dari suatu kebijakan bila diterapkan. Contohnya pada soal no.11, pemerintah melarang semua kucing berada diluar kandangnya, karena ingin mengurangi kucing yang mati akibat tertabrak mobil dijalan raya. Dari soal-soal ini mayoritas mahasiswa dapat menjawab nya dengan benar, sehingga perolehan literasi sainsnya masuk kategori sedang. Hasil ini sebanding dengan hasil penelitian Fausan (2017) yang menunjukkan bahwa pada aspek sains dan masyarakat ini mahasiswa UNSULBAR memperoleh skor 68% yang termasuk pada kategori cukup atau sedang.

Aspek matematika dan sains dengan indikator memahami aplikasi matematika dalam sains, menunjukkan skor rata-rata yang didapatkan mahasiswa adalah 59,06% yang masuk dalam kategori sedang. Soal yang memuat indikator ini terdapat pada no.16-20, dimana pada soal no 19 mahasiswa paling banyak menjawab salah. Pada soal ini mahasiswa dituntut mampu memahami soal, membaca tabel, lalu menghitung total berat kaleng. Namun mayoritas mahasiswa salah dalam menjawab soal, jawaban yang diinginkan adalah 22,4 gr dan kebanyakan mahasiswa menjawab 20,4 gr yang artinya mahasiswa kurang teliti dalam mengaplikasikan hitungan matematika nya pada soal ini.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Fausan (2017) dan Rachmatulloh (2015), bahkan ada kecenderungan bahwa matematika tidak ada kaitannya dengan sains. Meski demikian pada aspek ini mahasiswa memperoleh skor rata-rata dengan kategori sedang yang menunjukkan kemampuan matematika dalam sains mahasiswa berada pada kriteria cukup baik, namun hasil penelitian ini tidak diperoleh pada penelitian-penelitian sebelumnya.

Kemungkinan besar hal ini dapat terjadi karena soal pada aspek ini memuat konten matematika dasar yang tidak terlalu sulit sehingga mayoritas mahasiswa mampu menjawabnya.

(7)

Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora September 2021 eISSN 2657- 0998

1485 Dari tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa hasil angket kemampuan literasi sains mahasiswa pada ranah afektif menunjukkan perolehan kategori tinggi dengan skor total 2.471, yang artinya motivasi dan kepercayaan mahasiswa terhadap sains sudah baik. Hasil angket kemampuan literasi sains ini juga menunjukkan kesuaian dengan hasil tes, yang mana hasil keduanya menunjukkan tingkat kategori tinggi sampai sedang (cukup baik).

Contohnya pada pernyataan angket no.2 yaitu sains berguna untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari yang memperoleh skor pernyataan setuju paling tinggi sebesar 269, sejalan dengan hasil tersebut, tes literasi sains mahasiswa tentang keputusan kebijakan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari juga memperoleh skor tertinggi dibandingkan dengan aspek tes lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa percaya diri terhadap kegunaan sains dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, mahasiswa telah memiliki kesadaran yang baik terhadap nilai sains, kayakinan pada literasi sains dan kepastian pengetahuan ilmiah. Hasil ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Lin et al (2012) yang menyatakan bahwa literasi sains merupakan titik tolak bagi peserta didik untuk mengetahui kesiapannya dalam rangka menghadapi tantangan yang ada di masyarakat. Literasi sains dapat menjadi tolok ukur bagi penentuan karier peserta didik di masa depan, meskipun mereka berkecimpung di bidang sains atau tidak.

PENUTUP Simpulan

Hasil analisis kemampuan literasi sains mahasiswa pendidikan fisika dengan menggunakan instrumen SLA menunjukkan kategori sedang untuk aspek SLA-D dan tinggi untuk aspek SLA-MB. Skor per aspek literasi sains yang berada pada kategori rendah adalah aspek peran sains (role of science), aspek berpikir dan bekerja secara ilmiah (scientific thinking and doing). Sedangkan skor literasi sains yang berada pada kategori sedang adalah aspek sains dan masyarakat (science and society), aspek matematika dan sains (mathematic and science). Aspek motivasi dan kepercayaan terhadap sains (science motivation and beliefs) berada pada kategori tinggi.

Saran

Berdasarkan kesimpulan, hasil penelitian dan pembahasan, penulis menyarankan hendaknya mahasiswa melatih diri dalam pembelajaran berkonten literasi sains, agar kemampuan literasi sains yang rendah dapat ditingkatkan melalui pemahaman literasi sains yang baik. Selain itu, responden yang menjawab soal tes tidak ditempatkakan dalam satu ruangan dan tidak ada pengawasan, sehingga tidak bisa dipastikan jawaban yang dihasilkan murni dari pengetahuan pribadi responden. Sulitnya signal dan kuota responden pada saat menjawab soal melalui link yang diberikan juga mempengaruhi waktu pengerjaan soal, sehingga penulis menyarankan hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan literasi sains mahasiswa jurusan Fisika FKIP USK berdasarkan instrumen SLA.

(8)

1486

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Amri, U., Yennita & Ma’aruf, Z. (2013) Pengembangan instrumen penilaian literasi sains fisika siswa pada aspek konten, proses dan konteks. Jurusan Pendidikan Fisika:

Universitas Riau.

Arikunto Suharsimi.(2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: Bumi Aksara

Astuti, W. P., Prasetyo, A. P. B., & Rahayu, E. S. (2012). Pengembangan instrumen asesmen autentik berbasis literasi sains pada materi sistem ekskresi. Lembaran Ilmu Kependidikan, 41(1).

Britner, S. L., & Pajares, F. (2006). Sources of science self‐efficacy beliefs of middle school students. Journal of Research in Science Teaching: The Official Journal of the National Association for Research in Science Teaching, 43(5), hlm. 485-499.

Bybee, R., McCrae, B., & Laurie, R. (2009). PISA 2006: An assessment of scientific literacy. Journal of Research in Science Teaching: The Official Journal of the National Association for Research in Science Teaching, 46(8), hlm. 865-883.

Diana, S., Arif, R., Euis, S.R. (2015). Profil Kemampuan iterasi sains Siswa SMA Berdasarkan Instrumen Scientific Literacy Assesments (SLA). Seminar Basionalo XII Pendidikan Biologi FKIP UNS 2015

Driana, E. (2013, 6 Desember). Menyikapi Hasil PISA 2012. Kompas, hlm. 6.

Fausan, M. M., & Pujiastuti, I. P. (2017). Analisis Kemampuan Awal Iiterasi Sains Mahasiswa Berdasarkan Instrumen Scientific Literacy Assessment. Seminar Nasional LP2M UNM, 292–295 Jurnal Ilmu Pendidikan, (Online), diakses 01 September 2020 pada scholar.google.com

Fives, H., Huebner, W., Birnbaum, A.S. & Nicolich, M. (2014) Developing a measure of scientific literacy for middle school students. Science Education, 98(4), hlm. 549-580 Gormally, C., Brickman, P., & Lutz, M. (2012). Developing a test of scientific literacy

skills (TOSLS): Measuring undergraduates’ evaluation of scientific information and arguments. CBE—Life Sciences Education, 11(4), hlm.364-377.

Gräber, W., Nentwig, P., Becker, H. J., Sumfleth, E., Pitton, A., Wollweber, K., & Jorde, D. (2001). Scientific literacy: From theory to practice. In Research in science education-past, present, and future (pp. 61-70). Springer, Dordrecht.

Holbrook, J., and Rannikmae, Miia. (2009). The Meaning of Scienctific Literacy.

International Journal of Environment & Science education. 3 (4): hlm.

275-288.

Holbrook, J. (2011). Enhancing scientific and technological literacy (STL): a major focus for science teaching at school. Journal of Science and Technological Association. 46(1), hlm. 9-34.

Liliasari, L., & Tawil, M.(2014). Keterampilan-keterampilan sains dan implementasinya dalam pembelajaran IPA. Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makasar.

Lin, H. S., Hong, Z. R. & Huan, T.C. The Role of Emotional Tractors in Building Public Scientific Literacy And Engagement with Science. International Journal of Science Education, vol. 34, no.1, 2012, hlm.25-42.

(9)

Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora September 2021 eISSN 2657- 0998

1487 Liu, X. (2009). Beyond Science Literacy: Science and the Public. International Journal of Environmental & Science Education, 4 (4): 301-311. Tersedia di www.ijese.com/IJESE_v4n3_Special_Issue_Lui.pdf [diakses 12-10- 2020].

Mahatoo , J. (2012). Scientific Literacy and Nature of Science as it Impacts on Students’AchievementinSouthTrinidad.Retrievedfromhttp://uwispace.sta.uwi.edu.

Misbahuddin ,H. (2013) Analisis Data Penelitian dengan Statistik, Bumi Aksara, Jakarta Nazir, M. (2014). Metode Penelitian. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

New South Wales Department of Education and Communities. (2011). What is Scientific Literacy?.Retrievedfromhttp://www.curriculumsupport.education.nsw.gov.au/investi gate/sc_process.htm.

OECD.(2013). PISA (2015) Assessment and Analytical Framework: Science, Reading, Mathematic and Financial Literacy. Paris: PISA, OECD Publising [diakses 27-9- 2020].

Organization for Economic and Community Development (OECD)2013. PISA 2015. Draft Science Framework. Retrieved from https://www.oecd.org / pisa /pisa products.

Pradana, A. L. M. O., Utami, A. F., & Austin, K. (2017). How can Indonesia achieve its climate change mitigation goal? An analysis of potential emissions reductions from energy and land-use policies. World Resources Institute. World Resour Inst Work Pap, 1-36.

Pribadi, S. (1987). Mutiara-mutiara pendidikan. Jakarta: Pustaka Pena.

Purwanto. (2007). Metodologi Penelitian Kuantitatif: Untuk Psikologi dan Pendidikan.

Surakarta: Pustaka Pelajar.

Rachmatullah, A. (2015). Profil Capaian Literasi Sains Siswa SMP di Kabupaten Sumedang dengan Menggunakan Scientific Literacy Assessments (SLA) (Doctoral dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia).

Engkos dan Ridwan. 2008. A Kuncoro. Análisis jalur Path Análisis, Edisi kedua, Bandung: Penerbit Alfabeta

Rustaman, N. Y.(2006). Literasi Sains Anak Indonesia 2000 & 2003. Makalah Diklat Guru Bandung.

Sadler, T.D.(2011). Situating Socio-scientific Issues in Classrooms as a Means of Achieving Goals of Science Education, Springer Bussines Media, Heidelrberg

Soehardi, S. (2003). Perilaku organisasi. Yogyakarta: BPFE UST.

Suciati, Resty, Ita, Itang, Nanang, E., Melkha, Prima & Reni. (2011). Identifikasi kemampuan siswa dalam pembelajaran biologi ditinjau dari aspek-aspek literasi sains. Program Studi Magister Pendidikan Sains: FKIP UNS.

Sugiyono.(2012).Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Pusat Bahasa Depdiknas

Shwartz, Y., Ben-Zvi, R., & Hofstein, A. (2006). The use of scientific literacytaxonomy for assessing the development of chemical literacy among highschool students.Chem.Educ.Res.Pract.7 (4), hlm.203-225.

Taruman. (2017). Analisis Organisasi dan Pola-pola Pendidikan. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.

(10)

1488

Thier, M., & Daviss, B. (2002). The New Science Literacy: Using Language Skills to Help Students Learn Science. Portsmouth, NH: Heinemann.

Toharudin, U., Hendrawati, S. & Rustaman, A. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Humaniora: Bandung.

Triyana, E. (2018).Analisis kemampuan literasi saintifik pada aspek kompetensi dan pengetahuan calon guru fisika pada materi gelombang bunyi. Skripsi dipublikasikan.

Bandar Lampung: Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

www.tribunnews.com/nasional/2021/03/22/tingkat-literasi-indonesia-di-dunia-rendah- ranking-62-dari-70-negara [diakses 25-9-2020].

Yusrizal. (2016). Pengukuran & Evaluasi Hasil dan Proses Belajar. Yogyakarta : Pale Media Prima.

Zusho, A., Pintrich, P. R., & Coppola, B. (2003). Skill and Will: The Role of Motivation and Cognition in the Learning of College Chemistry. International Journal of Science Education, 25, 1081-1094.

Zuriyani,Elsy.(2012).LiterasiSainsdanPendidikan.Tersediadi:http://sumsel.kemenag.go.id/

file/fileiTUllSAN/wagi/343099486.pdf. [diakses 4-10-2020].

Referensi

Dokumen terkait

Conclusion Based on the results of research carried out by researchers using the cooperative script model assisted by comic media to improve the reading skills of class III students