PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN
ANALISIS DATA KUALITAS AIR DAN INDEKS STATUS MUTU AIR RAWA PENING
DISUSUN OLEH:
Syifa Nur Fadilah 21080122120023
DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. Ir. Badrus Zaman, S.T., M.T., IPM., ASEAN Eng.
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2024
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR...v BAB I PENDAHULUAN...I-1 1.1 Latar Belakang...I-1 1.2 Rumusan Masalah...I-2 1.3 Tujuan... I-2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...II-1 2.1 Rawa... II-1 2.2 Baku Mutu Air...II-1 2.3 Pencemaran Air Rawa...II-5 2.4 Kelas Air...II-5 2.5 Status Mutu Air...II-6 2.5.1 Metode STORET...II-7 2.5.2 Metode Indeks Pencemaran...II-8 BAB III DATA PENELITIAN... III-1 3.1 Lokasi Penelitian/ Pengambilan Sampel...III-1 3.2 Data Hasil Pengujian...III-1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...IV-1 4.1 Analisis Kualitas Air Rawa Pening...IV-1 4.1.1 pH...IV-3 4.1.2 Suhu...IV-3 4.1.3 Kekeruhan... IV-4 4.1.4 Salinitas...IV-5
4.1.5 TDS... IV-6 4.1.6 DO...IV-7 4.1.7 Konduktivitas...IV-8 4.1.8 Nitrat...IV-9 4.1.9 Nitrit...IV-10 4.1.10 Ammonia...IV-11 4.1.11 Phospat...IV-12 4.1.12 BOD5... IV-13 4.1.13 COD... IV-14 4.2 Status Mutu Air Rawa Pening dengan Metode Indeks Pencemaran...IV-15 4.3 Analisis Status Mutu Air Rawa Pening dengan Metode Indeks Pencemaran. IV-21 4.3.1 Baku Mutu Air Kelas I...IV-21 4.3.2 Baku Mutu Air Kelas II...IV-22 4.3.3 Baku Mutu Air Kelas III...IV-23 4.3.4 Baku Mutu Air Kelas IV...IV-24 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...V-1 5.1 Kesimpulan...V-1 5.2 Saran...V-1 DAFTAR PUSTAKA...vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Baku Mutu Air Danau dan Sejenisnya PP No. 22 Tahun 2021...II-2 Tabel 2. 2 Baku Mutu Air Sungai dan Sejenisnya PP No.22 Tahun 2021...II-4 Tabel 2. 3 formulasi/Rumus Model Sub Indeks Setiap ParameterError! Bookmark not defined.
Tabel 2. 4 Klasifikasi penilaian berdasarkan nilai ISPA.Error! Bookmark not defined.
Tabel 3. 1 Lokasi Pengambilan Sampel...III-1 Tabel 3. 2 Data Hasil Pengujian Sampel di Setiap Titik...III-1 Tabel 4. 1 Perbandingan Kualitas Air dengan Baku Mutu...IV-2 Tabel 4. 2 Nilai Suhi di Rawa Pening...IV-4 Tabel 4. 3 Status Mutu Air Rawa Pening Menggunakan Metode Indeks Pencemaran. IV- 20
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Tahapan Penetapan Status Mutu Air...II-6 Gambar 2. 2 Status Mutu Air dan Tindak Lanjutnya...II-7 Gambar 2. 3 Pernyataan Indeks Untuk Suatu Peruntukan (j)...II-9 Gambar 4. 1 Nilai pH di Rawa Pening...IV-3 Gambar 4. 2 Nilai Kekeruhan di Rawa Pening...IV-5 Gambar 4. 3 Nilai Salinitas di Rawa Pening...IV-6 Gambar 4. 4 Nilai TDS di Rawa Pening...IV-7 Gambar 4. 5 Nilai DO di Rawa Pening...IV-8 Gambar 4. 6 Nilai Konduktivitas di Rawa Pening...IV-9 Gambar 4. 7 Nilai Nitrat di Rawa Pening...IV-10 Gambar 4. 8 Nilai Nitrit di Rawa Pening...IV-11 Gambar 4. 9 Nilai Ammonia di Rawa Pening...IV-12 Gambar 4. 10 Nilai Phospat di Rawa Pening...IV-13 Gambar 4. 11 Nilai BOD di Rawa Pening...IV-14 Gambar 4. 12 Nilai COD di Rawa Pening...IV-15 Gambar 4. 13 Nilai Indeks Pencemaran Baku Mutu Air Kelas I...IV-21 Gambar 4. 14 Nilai Indeks Pencemaran Baku Mutu Air Kelas II...IV-22 Gambar 4. 15 Nilai Indeks Pencemaran Baku Mutu Air Kelas III...IV-23 Gambar 4. 16 Nilai Indeks Pencemaran Baku Mutu Air Kelas IV...IV-24
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Danau Rawa Pening adalah danau yang yang terletak di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah yang di kelilingi oleh Kecamatan Ambarawa, Bawen, Tuntang dan Banyubiru.
Danau Rawa Pening memiliki peran penting sebagai sumber air bagi banyak keperluan.
Masyarakat sekitar danau Rawa Pening memanfaatkan keberadaan danau untuk memenuhi kebutuhan pangan dan sumber penghasilan keluarga, diantaranya usaha perikanan, penambang gambut, peramu enceng gondok dan pertanian. Pemanfaatan langsung lainnya adalah untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) serta untuk Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) (Mochammad Nadjib, 2015).
Dengan berbagai peruntukannya tersebut maka Danau Rawapening ditetapkan sebagai salah satu danau prioritas nasional Indonesia karena keberadaannya memberikan nilai manfaat cukup strategis, namun mengalami permasalahan ekosistem yang sangat serius dan harus segera ditangani. Ada 3 permasalahan yang menjadi penyebab kerusakan ekosistem Danau Rawapening yaitu kerusakan daerah tangkapan air, kerusakan sempadan danau, dan pencemaran air (KLH, 2011). Pencemaran air di Rawa Pening bisa disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain masuknya limbah domestik, pertanian, dan industri, serta keberadaan vegetasi seperti eceng gondok yang berlebihan. Faktor-faktor tersebut berpotensi meningkatkan konsentrasi polutan seperti nitrogen, fosfat, dan bahan organik yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dan merugikan berbagai sektor yang bergantung pada danau ini.
Analisis kualitas dilakukan dengan mengukur beberapa parameter kualitas air seperti pH, suhu, kekeruhan, Total Dissolved Solids (TDS), Dissolved Oxygen (DO), konduktivitas, nitrat, nitrit, ammonia, phofpat, Chemical Oxygen Demand (COD), dan Biochemical Oxygen Demand (BOD). Data yang diperoleh akan dianalisis untuk menentukan status mutu air berdasarkan standar baku mutu yang berlaku dan dengan menggunakan metode indeks pencemaran, sehingga dapat diketahui sejauh mana pencemaran yang terjadi dan implikasinya bagi ekosistem Rawa Pening.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kualitas air Rawa Pening jika dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku?
2. Bagaimana status mutu air Rawa Pening dengan menggunakan metode indeks pencemaran?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui kualitas air Rawa Pening berdasarkan peraturan baku mutu yang berlaku
2. Mengetahui status mutu air Rawa Pening dengan menggunakan metode indeks pencemaran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rawa
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 rawa dan lahan basah lainnya adalah wadah Air beserta Air dan daya air yang terkandung di dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami di lahan yang relatif datar atau cekung dengan endapan mineral atau gambut, dan ditumbuhi vegetasi, yang merupakan suatu ekosistem. Rawa merupakan area dataran rendah yang selalu atau musiman tergenang air, yang memungkinkan tumbuhan air tumbuh subur. Biasanya, rawa terbentuk di daerah cekung atau dataran rendah, dengan air yang berasal dari hujan, aliran sungai, atau pasang surut laut.
Beberapa ciri utama rawa sebagai badan air meliputi:
1. Aliran Air yang Lambat atau Stagnan: Rawa memiliki sedikit atau tidak ada aliran air yang signifikan, membuatnya cocok bagi ekosistem tanaman air dan lahan basah.
2. Fungsi Ekologis: Rawa berperan penting sebagai penyerap air alami yang membantu mengendalikan banjir. Selain itu, rawa adalah habitat bagi beragam spesies burung, ikan, amfibi, dan organisme lain, menjadikannya wilayah dengan keanekaragaman hayati tinggi.
3. Kandungan Nutrien dan Zat Organik yang Tinggi: Karena proses dekomposisi tumbuhan air, rawa biasanya kaya akan bahan organik yang berkontribusi pada tingginya nutrien, seperti nitrogen dan fosfor. Hal ini mendukung pertumbuhan tanaman air, namun kadar oksigen terlarut mungkin lebih rendah dibanding badan air mengalir.
4. Perlindungan dan Pengelolaan: Sesuai dengan PP No. 22 Tahun 2021, rawa termasuk dalam klasifikasi badan air permukaan yang harus dikelola secara khusus. Pemerintah mengatur baku mutu air rawa untuk menjaga kualitas dan fungsinya bagi lingkungan serta mencegah degradasi akibat pencemaran atau aktivitas manusia
2.2 Baku Mutu Air
Untuk menentukan tingkat pencemaran pada air rawa, diperlukan baku mutu yang jelas sebagai batasan maksimum nilai bagi setiap parameter fisik, kimia, maupun biologi air rawa. Dalam hal ini baku mutu air untuk air danau dan sejenisnya yang digunakan
adalah Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tabel 2. 1 Baku Mutu Air Danau dan Sejenisnya PP No. 22 Tahun 2021
Parameter Satuan Kelas
Keterangan
I II III IV
FISIKA
Temperatur oC deviasi
3
deviasi 3
deviasi 3
deviasi 5
Perbedaan dengan suhu udara di atas permukaan air Padatan
Terlarut Total (TDS)
mg/L 1000 1000 1000 2000
Padatan tersuspensi
total (TSS) mg/L 25 50 100 400
Transparansi m 10 4 2,5 -
Warna Pt-Co
Unit 15 50 100 -
KIMIA ANORGANIK
pH 6 - 9 6 – 9 6 - 9 6 - 9
Tidak berlaku untuk air gambut (berdasarkan kondisi alamiahnya) Kebutuhan
Oksigen Biokimiawi (BOD)
mg/L 2 3 6 12
Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)
mg/L 10 25 40 80
Oksigen
Terlarut (DO) mg/L 6 4 3 1 Angka batas
minimum
Sulfat (SO42-) mg/L 300 300 300 400
Klorida (Cl-) mg/L 300 300 300 600
Total Nitrogen mg/L 0,65 0,75 1,90 -
Total Fosfat
(sebagai P) mg/L 0,01 0,03 0,1 -
Fluorida (F-) mg/L 1 1,5 1,5 -
Belerang mg/L 0,002 0,002 0,002 -
Parameter Satuan Kelas
Keterangan
I II III IV
sebagai H2S
Sianida (CN-) mg/L 0,02 0,02 0,02 -
Klorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 -
Bagi air baku air minum tidak
dipersyaratkan Barium (Ba)
terlarut mg/L 1,0 - - -
Boron (B)
terlarut mg/L 1,0 1,0 1,0 1,0
Merkuri (Hg)
Terlarut mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005
Arsen (As)
terlarut mg/L 0,05 0,05 0,05 0,1
Selenium (Se)
terlarut mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05
Besi (Fe)
terlarut mg/L 0,3 - - -
Kadmium (Cd)
terlarut mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01
Kobalt (Co)
terlarut mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2
Mangan (Mn)
terlarut mg/L 0,4 0,4 0,5 1,0
Nikel (Ni)
terlarut mg/L 0,05 0,05 0,05 0,1
Seng (Zn)
terlarut mg/L 0,05 0,05 0,05 2,0
Tembaga (Cu)
terlarut mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2
Timbal (Pb)
terlarut mg/L 0,03 0,03 0,03 0,5
Kromium heksavalen (Cr-(VI))
mg/L 0,05 0,05 0,05 1
Minyak dan
lemak mg/L 1 1 1 10
Deterjen total mg/L 0,2 0,2 0,2 -
Fenol mg/L 0,002 0,005 0,01 0,02
MIKROBIOLOGI
Fecal coliform MPN/100ml 100 1.000 2.000 2.000 Total coliform MPN/100ml 1.000 5.000 10.000 10.000
Sumber : Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021
Untuk beberapa parameter yang tidak ada ketentuannya dalam peraturan diatas, diantaranya Nitrat (sebagai NO3-), Nitrit (sebagai NO2-), dan ammonia (NH3-N) digunakan baku mutu untuk air sungai dan sejenisnya menurut PP Nomor 22 Tahun 2021 dengan menganggap air rawa/danau dan air sungai keduanya merupakan air permukaan sebagai berikut.
Tabel 2. 2 Baku Mutu Air Sungai dan Sejenisnya PP No.22 Tahun 2021
Parameter Satuan Kelas Keterangan
I II III IV
KIMIA ANORGANIK Nitrat (sebagai
NO3-) mg/L 10 10 20 20
Nitrit (sebagai
NO2-) mg/L 0,06 0,06 0,06 -
ammonia
(NH3-N) mg/L 0,1 0,2 0,5 -
Sumber : Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021
Selain itu untuk parameter salinitas (parameter kimiawi) berdasarkan PerMenKes No.32 Tahun 2017 nilai maksimum kesadahan untuk keperluan higiene dan sanitasi adalah sebesar 500 mg/L. Adapun kekeruhan (parameter fisik) berdasarkan PerMenKes No.2 Tahun 2023 nilai maksimum kekeruhan untuk keperluan air minumdan higiene dan sanitasi adalah sebesar 3 NTU. Untuk parameter konduktivitas (parameter fisika) mengacu pada PerMenKes Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, dimana nilai konduktivitas untuk air layak minum sekitar 42-500 μmhoS/cm. Nilai konduktivitas lebih dari 250 µ mhoS/cm tidak dianjurkan karena dapat mengendap dan merusak batu ginjal (Khairunnas,2018).
Tabel 2. 3 Baku Mutu Parameter Salinitas, Kekeruhan, dan Konduktivitas Parameter Satuan Standar Baku Mutu
Keterangan Kadar maksimum
KIMIA Salinitas
(kesadahan) mg/L 500 PerMenKes No.32 Tahun
2017 FISIKA
Kekeruhan NTU 3 PerMenKes No.2 Tahun
2023
Konduktivitas mhoS/cm 250 PerMenKes Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010
Sumber : PerMenKes No.32 Tahun 2017 & PerMenKes Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010
2.3 Pencemaran Air Rawa
Pencemaran air rawa terjadi akibat berbagai aktivitas manusia dan proses alami yang dapat menurunkan kualitas air serta merusak ekosistem rawa. Berikut adalah beberapa sumber utama pencemaran air di rawa:
1. Limbah Domestik dan Industri: Pembuangan limbah domestik (seperti limbah rumah tangga) dan limbah industri ke rawa dapat membawa polutan berbahaya seperti logam berat, bahan kimia, serta mikroplastik. Limbah ini meningkatkan konsentrasi bahan kimia beracun yang berbahaya bagi organisme dalam rawa.
2. Pertanian dan Penggunaan Pestisida: Rawa yang berada dekat dengan lahan pertanian sering terpapar run-off atau limpasan yang mengandung pestisida dan pupuk. Bahan kimia ini meningkatkan kandungan nitrogen dan fosfor dalam air, yang dapat memicu eutrofikasi (ledakan alga berlebihan). Hal ini mengakibatkan penurunan oksigen terlarut, yang dapat mematikan ikan dan hewan air lainnya.
3. Penambangan: Aktivitas penambangan di sekitar rawa menyebabkan pencemaran logam berat seperti merkuri dan arsenik, yang dapat berbahaya bagi kesehatan manusia dan satwa liar. Sedimentasi dari proses penambangan juga dapat mengendap di rawa, menghambat pertumbuhan tanaman air dan mengurangi habitat alami organisme.
4. Sedimentasi dan Penggundulan Hutan: Penggundulan hutan di sekitar rawa menyebabkan erosi tanah, yang membawa sedimen ke rawa. Akumulasi sedimen dapat membuat rawa menjadi dangkal, mengurangi kapasitas aliran air, dan menghambat pertukaran nutrien serta oksigen, yang mengancam keanekaragaman hayati.
5. Perubahan Iklim: Naiknya suhu dan perubahan pola curah hujan akibat perubahan iklim mempengaruhi tingkat penguapan dan curah hujan di rawa. Hal ini menyebabkan variasi drastis pada kualitas air dan menyebabkan rawa mengering, yang meningkatkan konsentrasi polutan di air rawa
2.4 Kelas Air
Penentuan kelas air dilakukan dengan membandingkan konsentrasi semua parameter kualitas air seperti yang tercantum dalam PP Nomor 22 Tahun 2021
dibandingkan dengan baku mutu air Kelas I, Kelas II, Kelas III dan Kelas IV untuk setiap parameter tersebut. Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas:
a. Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
b. Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2.5 Status Mutu Air
Status Mutu Air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan baku mutu air yang ditetapkan. Penetapan status mutu air merupakan tahapan yang penting dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, karena akan menjadi titik tolak untuk pelaksanaan suatu program/kegiatan selanjutnya. (PP 82 Tahun 2001). Tahapan penetapan status mutu air adalah sebagai berikut:
Gambar 2. 1 Tahapan Penetapan Status Mutu Air Sumber: PerMenLH No 1 Tahun 2010 Lampiran II
Status mutu air juga merupakan hak masyarakat yang harus diakomodir, sebagaimana diatur diatur dalam Pasal 30 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun Penetapan Status Mutu Air Atau Status
Tropik Air Data Kualitas Air
Baku Mutu Air atau Status Tropik Air
Pemantauan Kualitas Air
Pengkajian Kelas Air dan Kriteria Mutu Air
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran, bahwa “setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air”. Penentuan status mutu air dan rencana tindak lanjutnya disajikan pada gambar berikut :
Gambar 2. 2 Status Mutu Air dan Tindak Lanjutnya Sumber: PerMenLH Nomor 20 Tahun 2008 Lampiran I
Selanjutnya Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menyatakan bahwa jika status mutu air dalam kondisi baik atau tidak tercemar, upaya untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas air perlu dilakukan, dan jika status mutu air berada dalam kondisi cemar, dibutuhkan upaya penanggulangan dan pemulihan dengan menetapkan mutu air sasaran.
Sedangkan, berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003, status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan. Baku mutu air yang digunakan adalah Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Penentuan status mutu air bisa dilakukan dengan 2 metode yaitu metode STORET dan metode Indeks Pencemaran.
2.5.1 Metode STORET
Metode STORET merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metode STORET ini dapat diketahui parameter- parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip metode
STORET adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukkannya guna menentukan status mutu air.
Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari “US-EPA (Environmental Protection Agency)” dengan mengklasifikasikan mutu air dalam empat kelas yaitu :
(1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu (2) Kelas B : baik , skor = -1 s/d -10 cemar ringan
(3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 cemar sedang (4) Kelas A : buruk, skor ≥ -31 cemar berat 2.5.2 Metode Indeks Pencemaran
Sumitomo dan Nemerow (1970), Universitas Texas, A.S., mengusulkan suatu indeks yang berkaitan dengan senyawa pencemar yang bermakna untuk suatu peruntukan.
Indeks ini dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran (Pollution Index) yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diijinkan. Indeks ini memiliki konsep yang berlainan dengan Indeks Kualitas Air (Water Quality Index). Indeks Pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai.
Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar (KepMenLH No.115, 2003). Jika Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam Baku Peruntukan Air (j), dan Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari hasil analisis cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan cuplikan dari suatu alur sungai, maka PIj adalah Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari Ci/Lij. (KepMenLH No.115, 2003).
PIj = (C1/L1j, C2/L2j,…,Ci/Lij)
Tiap nilai Ci/Lij menunjukkan pencemaran relatif yang diakibatkan oleh parameter kualitas air. Nisbah ini tidak mempunyai satuan. Nilai Ci/Lij = 1,0 adalah nilai yang kritik, karena nilai ini diharapkan untuk dipenuhi bagi suatu Baku Mutu Peruntukan Air.
Jika Ci/Lij >1,0 untuk suatu parameter, maka konsentrasi parameter ini harus dikurangi atau disisihkan, kalau badan air digunakan untuk peruntukan (j). Pada model IP digunakan berbagai parameter kualitas air, maka pada penggunaannya dibutuhkan nilai rata-rata dari keseluruhan nilai Ci/Lij sebagai tolok-ukur pencemaran, tetapi nilai ini tidak akan bermakna jika salah satu nilai Ci/Lij bernilai lebih besar dari 1. Jadi indeks ini harus mencakup nilai Ci/Lij yang maksimum.
PIj = {(Ci/Lij)R,(Ci/Lij)M}
Dimana : (Ci/Lij)R = nilai ,Ci/Lij rata-rata (Ci/Lij)M = nilai ,Ci/Lij maksimum
Jika (Ci/Lij)R merupakan ordinat dan (Ci/Lij)M merupakan absis maka Pij merupakan titik potong dari (Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M dalam bidang yang dibatasi oleh kedua sumbu tersebut.
Gambar 2. 3 Pernyataan Indeks Untuk Suatu Peruntukan (j)
Perairan akan semakin tercemar untuk suatu peruntukan (j) jika nilai (Ci/Lij)R dan atau (Ci/Lij)M adalah lebih besar dari 1,0. Jika nilai maksimum Ci/Lij dan atau nilai rata- rata Ci/Lij makin besar, maka tingkat pencemaran suatu badan air akan makin besar pula.
PIj = m
√
(Ci/Lij)M2+(Ci/Lij)R2Dimana ; m = faktor penyeimbang
PIj = 1,0 jika nilai maksimum Ci/Lij = 1,0 dan nilai rata-rata Ci/Lij = 1,0 maka 1 = m
√
(1)2+(1)2m = 1 /
√
(2)PIj=
√
(Ci/Lij)M22+(Ci/Lij)R2Harga Pij ini dapat ditentukan dengan cara : (KepMenLH No.115, 2003)
1. Pilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas air akan membaik.
2. Pilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang.
3. Hitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan cuplikan.
4. Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat pencemaran meningkat, misal DO. Tentukan nilai teoritik atau nilai maksimum Cim (misal untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh). Dalam kasus ini nilai Ci/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij hasil perhitungan, yaitu :
(C
i/L
ij)
baru=
Cim−Ci(h asil pengukuran)Cim−Lij Jika nilai baku Lij memiliki rentang
- untuk Ci ≤ Lij rata-rata
(C
i/L
ij)
baru=
[Ci−(Lij)¿¿rata−rata]{(Lij)minimum−(Lij)rata−rata}¿ - untuk Ci > Lij rata-rata
(C
i/L
ij)
baru=
{([CiLij−() Lij)¿¿rata−rata]maksimum−(Lij)rata−rata}¿
Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0, misal C1/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar, misal C3/L3j = 5,0 dan C4/L4j = 10,0. Dalam contoh ini tingkat kerusakan badan air sulit ditentukan. Cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah :
a. Penggunaan nilai (Ci/Lij) hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil dari 1,0.
b. Penggunaan nilai (Ci/Lij) baru jika nilai (Ci/Lij) hasil pengukuran lebih besar dari 1,0
(Ci/Lij)baru = 1,0 + P.log(Ci/Lij) hasil pengukuran
P adalah konstanta dan nilainya ditentukan dengan bebas dan disesuaikan dengan hasil pengamatan lingkungan dan atau persyaratan yang dikehendaki untuk suatu peruntukan (biasanya digunakan nilai 5).
5. Tentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij, ((Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M).
6. Tentukan harga Pij
PIj =
√
(Ci/Lij)M22+(Ci/Lij)R2Evaluasi terhadap nilai IP adalah sebagai berikut : 0 ≤ PIj ≤ 1,0 = memenuhi baku mutu (kondisi baik) 1,0 < PIj ≤ 5,0 = cemar ringan
5,0 < PIj ≤ 10 = cemar sedang PIj > 10 = cemar berat
BAB III
DATA PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian/ Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pengujian kualitas air rawa pening dilakukan di 8 titik lokasi dengan perincian sebagai berikut.
Tabel 3. 1 Lokasi Pengambilan Sampel
No Sampel Lokasi Koordinat
1 S1 Tengah Rawa Pening 7°16'06.9"S 110°26'40.9"E 2 S2 Muara Rawa Pening 7°16'06.9"S 110°26'40.9"E
3 S3 Bawah Jembatan 7°15'32.8"S 110°27'19.0"E
4 S4 Depan Dam Tuntang 7°15'22.2"S 110°27'26.1"E 5 S5 Kolam Air Masuk 7°15'22.7"S 110°27'24.7"E 6 S6 Awal Masuk Terowongan 7°15'22.7"S 110°27'24.7"E 7 S7 Setelah Dam Tuntang 7°15'22.0"S 110°27'25.8"E
8 S8 PLTA Jelok: Jembatan
Outfall
7°14'36.5"S 110°28'55.6"E
3.2 Data Hasil Pengujian
Tabel 3. 2 Data Hasil Pengujian Sampel di Setiap Titik
Parameter Sampel
S1 S2 S3 S3 S5 S8 S7 S8
pH 6,77 7,12 6,91 6,89 6,73 6,76 6,96 6,6
Suhu (°C)
Suhu Udara 27 26 28 28 28 28 29 29
Suhu Air 25,9 23,8 25,8 25,9 26,6 25,9 26,8 28
Kekeruhan (NTU) 20,1 17,38 23 17,28 19,25
17,8
2 27,3 30,9
Salinitas (mg/L) 140 140 140 140 130 130 130 130
TDS (mg/L) 139 149 148 140 140 137 137 129
DO (mg/L) 6,1 5,8 5,3 5 4,2 4,2 5,6 5,9
Konduktivitas
(Us/cm) 277 298 283 280 281 273 268 257
Nitrat (mg/L) 1,25 1,99 1,5 0,96 1,57 1,05 0,85 0,94
Nitrit (mg/L) 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
Parameter Sampel
S1 S2 S3 S3 S5 S8 S7 S8
Ammonia (mg/L) 0,02 0,07 0,06 0,03 0,07 0,07 0,01 0,02
Phospat (mg/L) 0,01 0 0,02 0,31 0,99 0,79 0,48 0,55
BOD5 (mg/L) 24,12 22,44 21,72 20,52 23,16
24,3
6 22,92
21,1 2
COD (mg/L) 67,79 104,1
1 84,11 60,42 75,16 68,8
4 68,84 70,9
5
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Rawa Pening
Data hasil analisis kualitas air Rawa Pening, Kabupaten Semarang dilaksanakan di 8 titik lokasi pengambilan dengan menggunakan 13 parameter yaitu pH, suhu, kekeruhan, salinitas, TDS, DO, konduktivitas, nitrat, nitrit, ammonia, phospat, BOD5, dan COD.
Baku mutu yang digunakan mengacu kriteria mutu air sesuai kelas air pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu untuk beberapa parameter seperti kekeruhan, salinitas dan konduktivitas mengacu pada Permenkes No. 2 Tahun 2023, Permenkes No.
32 tahun 2017, dan Permenkes No. 492 Tahun 2010. Hasil analisis sampel air disajikan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4. 1 Perbandingan Kualitas Air dengan Baku Mutu
Parameter Lokasi Pengambilan Sampel Baku Mutu
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4
pH 6.77 7.12 6.91 6.89 6.73 6.76 6.96 6.6 6-9 6-9 6-9 6-9
Suhu (°C)
dev 3 dev 3 dev 3 dev 5
Suhu Udara 27 26 28 28 28 28 29 29
Suhu Air 25.9 23.8 25.8 25.9 26.6 25.9 26.8 28
Kekeruhan (NTU) 20.1 17.38 23 17.28 19.25 17.82 27.3 30.9 3 3 3 3
Salinitas (mg/L) 140 140 140 140 130 130 130 130 500 500 500 500
TDS (mg/L) 139 149 148 140 140 137 137 129 1000 1000 1000 2000
DO (mg/L) 6.1 5.8 5.3 5 4.2 4.2 5.6 5.9 6 4 3 1
Konduktivitas
(uS/cm) 277 298 283 280 281 273 268 257 250 250 250 250
Nitrat (mg/L) 1.25 1.99 1.5 0.96 1.57 1.05 0.85 0.94 10 10 20 20
Nitrit (mg/L) 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.06 0.06 0.06 0.06
Ammonia (mg/L) 0.02 0.07 0.06 0.03 0.07 0.07 0.01 0.02 0.1 0.2 0.5
Phospat (mg/L) 0.01 0 0.02 0.31 0.99 0.79 0.48 0.55 0.01 0.03 0.1
BOD5 (mg/L) 24.12 22.44 21.72 20.52 23.16 24.36 22.92 21.12 2 3 6 12
COD (mg/L) 67.79 104.11 84.11 60.42 75.16 68.84 68.84 70.95 10 25 40 80
4.1.1 pH
pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan, melalui konsentrasi (sebetulnya aktivitas) ion hidrogen H+ (G.Alaerts dan Santika,1987). Berdasarkan data pengukuran yang diperoleh dan dibandingkan dengan baku mutu sesuai dengan PP No. 22 Tahun 2021, didapatkan bahwa nilai pH di kedelapan titik lokasi pengambilan sampel masih memenuhi baku mutu yaitu pada pH rentang 6 – 9.
Gambar 4. 1 Nilai pH di Rawa Pening
Berdasarkan pada pengukuran didapat pada titik S1, S3, S4, S5, dan S6 pH berada di bawah pH netral (<7) atau dapat dikatakan dalam kondisi asam. Sedangkan pada titik 2 pH yang terukur berada di atas pH netral (>7) atau dapat dikatakan dalam kondisi basa.
Nilai pH ini dipengaruhi oleh faktor oksigen terlarut, aktivitas organisme, dan peningkatan suhu air. Nilai pH dapat mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia, semakin tinggi nilai pH maka nilai alkalinitas semakin tinggi dan kadar karbondioksida semakin rendah (Effendi, 2003). Aktifitas pertanian berupa sisa pupuk merupakan salah satu sumber bahan pencemar pH di perairan (Ekha, 2015).
4.1.2 Suhu
Suhu perairan tidak bersifat konstan, akan tetapi karakteristiknya menunjukkan perubahan yang bersifat dinamis. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan suhu di perairan adalah keberadaan naungan (misalnya pohon atau tanaman air), air buangan (limbah) yang masuk ke badan air (Chin 2006), radiasi matahari, suhu udara, cuaca, dan iklim (Boyd 2015). Suhu akan mempengaruhi berbagai proses fisika dan kimia di perairan
seperti densitas air, kelarutan gas, kelarutan senyawa, dan sifat senyawa beracun (Howerton, 2001; Boyd, 2015). Suhu perairan berpengaruh terhadap proses-proses biologi dan kimiawi (Boyd & Lichtkopler 1979).
Tabel 4. 2 Nilai Suhi di Rawa Pening
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
S1 25.9 27 24 - 30 24 - 30 24 - 30 22 - 32
S2 23.8 26 23 - 29 23 - 29 23 - 29 21 - 31
S3 25.8 28 25 - 31 25 - 31 25 - 31 23 - 33
S4 25.9 28 25 - 31 25 - 31 25 - 31 23 - 33
S5 26.6 28 25 - 31 25 - 31 25 - 31 23 - 33
S6 25.9 28 25 - 31 25 - 31 25 - 31 23 - 33
S7 26.8 29 26 - 32 26 - 32 26 - 32 24 - 34
S8 28 29 26 - 32 26 - 32 26 - 32 24 - 34
Baku mutu Parameter
Suhu Suhu Air Suhu Udara
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa suhu air di kedelapan lokasi masih berada dalam rentang baku mutu sesuai dengan PP No.22 Tahun 2021 yaitu deviasi 3 dengan suhu udara untuk kelas I, II, dan III dan deviasi 5 dengan suhu udara untuk kelas IV.
4.1.3 Kekeruhan
Kekeruhan (turbidity) adalah keadaan dimana transparansi suatu zat cair berkurang akibat kehadiran zat-zat tak-terlarut (ISO, 1999). Untuk mengetahui tingkat kekeruhan air (turbiditas) digunakan alat ukur yang disebut turbidimeter dengan tingkat kekeruhan air sebagai NTU (Nephelometrics Turbidity Units). Berdasarkan data pengukuran yang diperoleh dan dibandingkan dengan baku mutu kekeruhan sesuai dengan Permenkes No.
2 Tahun 2023, didapatkan bahwa nilai kekeruhan di kedelapan titik lokasi pengambilan sampel melebihi baku mutu yang disyaratkan yaitu >3 NTU.
Gambar 4. 2 Nilai Kekeruhan di Rawa Pening
Berdasarkan hasil pengukuran dapat dilihat nilai kekeruhan yang fluktuatif dimana kekeruhan paling rendah terdapat di titik lokasi S4 (depan Dam Tuntang) dengan nilai kekeruhan sebesar 17,28 NTU. Sedangkan nilai kekeruhan tertinggi terdapat di lokasi S8 (jembatan outfall PLTA Jelok) yaitu sebesar 30,8 NTU. Standar kekeruhan pada air yang tergenang, misalnya danau lebih banyak disebabkan oleh bahan tersupensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus (Kautsar dkk., 2015)
4.1.4 Salinitas
Salinitas merupakan salah satu parameter fisika yang dapat mempengaruhi kualitas air. Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di air. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan iodide digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi.
Nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh suplai air 9 tawar ke air laut, curah hujan, musim, topografi, pasang surut, dan evaporasi (Sumarno, 2013). Berdasarkan data pengukuran yang diperoleh dan dibandingkan dengan baku mutu sesuai dengan Permenkes No. 32 Tahun 2017, didapatkan bahwa nilai kekeruhan di kedelapan titik lokasi pengambilan sampel masih memenuhi baku mutu yang disyaratkan yaitu 500 mg/L.
Gambar 4. 3 Nilai Salinitas di Rawa Pening
Berdasarkan hasil pengukuran dapat dilihat salinitas yang cenderung sama di semua titik dimana di titik S1, S2, S3 , dan S4 nilai salinitas berada di angka 140. Sedangkan nilai di titik S5, S6, S7, dan S8 nilai salinitas berada di angka 130. Nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh suplai air tawar ke air laut, curah hujan, musim, topografi, pasang surut, dan evaporasi (Sumarno, 2013).
4.1.5 TDS
TDS adalah jumlah zat padat terlarut baik berupa ion-ion organik, senyawa, maupun koloid didalam air (WHO, 2003). Konsentrasi TDS yang terionisasi dalam suatu zat cair mempengaruhi konduktivitas listrik zat cair tersebut. Makin tinggi konsentrasi TDS yang terionisasi dalam air, makin besar konduktivitas listrik larutan tersebut.
Sementara konsentrasi TDS juga dipengaruhi oleh temperatur (Bevilacqua, 1998).
Berdasarkan data pengukuran yang diperoleh dan dibandingkan dengan baku mutu sesuai dengan PP No. 22 Tahun 2021, didapatkan bahwa nilai TDS di kedelapan titik lokasi pengambilan sampel masih memenuhi baku mutu yang disyaratkan yaitu 1000 mg/L untuk kelas I,II, dan III, dan 2000 mg/L untuk kelas IV.
Gambar 4. 4 Nilai TDS di Rawa Pening
Berdasarkan hasil pengukuran dapat dilihat nilai TDS yang sedikit fluktuatif dimana niali TDS paling rendah terdapat di titik lokasi S6 dan S7 dengan nilai TDS sebesar 137 mg/L. Sedangkan nilai tds tertinggi terdapat di lokasi S2 (muara Rawa Pening) yaitu sebesar 149 mg/L. Sumber utama untuk TDS dalam perairan adalah limpahan dari pertanian, limbah rumah tangga, dan industri. Perubahan dalam konsentrasi TDS dapat berbahaya karena akan menyebabkan perubahan salinitas, perubahan komposisi ion-ion, dan toksisitas masing-masing ion. Perubahan salinitas dapat menganggu keseimbangan biota air, biodiversitas, menimbulkan spesies yang kurang toleran, dan menyebabkan toksisitas yang tinggi pada tahapan hidup suatu organisme (Weber-Scannel and Duffy, 2007).
4.1.6 DO
Nilai DO tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi, dan tekanan atmosfer.
Semakin besar suhu dan ketinggian tempat, serta semakin kecil tekanan atmosfer maka nilai DO akan semakin kecil (Effendi, 2003). Berdasarkan data pengukuran yang diperoleh dan dibandingkan dengan baku mutu sesuai dengan PP No. 22 Tahun 2021, didapatkan bahwa nilai DO di kedelapan titik lokasi pengambilan sampel masih memenuhi baku mutu yang disyaratkan untuk kelas II, III, dan IV yaitu dengan batas minimal 4 mg/L, 3 mg/L, dan 4 mg/L. Namun, di kedelapan titik ini tidak memenuhi batas minimal baku mutu DO yang dipersyaratkan untuk kelas I yaitu sebesar 6 mg/L.
Gambar 4. 5 Nilai DO di Rawa Pening
Berdasarkan hasil pengukuran dapat dilihat nilai DO yang fluktuatif dimana nilai DO paling rendah terdapat di titik lokasi S5 dan S6 dengan nilai DO sebesar 4,2 mg/L.
Sedangkan nilai DO tertinggi terdapat di lokasi S1 (tengah Rawa Pening) yaitu sebesar 6,1 mg/L. Berbeda dengan parameter yang lain, semakin tinggi nilai DO yang terukur maka semakin baik perairan tersebut. Konsentrasi oksigen terlarut di air juga dipengaruhi oleh faktor biologis seperti kepadatan organisme perairan, karena semakin padat organisme perairan maka laju respirasi juga akan semakin meningkat. Adanya peningkatan respirasi tersebut akan menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Schramm, 1997),
4.1.7 Konduktivitas
Konduktivitas listrik (daya hantar listrik/DHL) adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Ion-ion terlarut yang tinggi di air tersebut mengakibatkan semakin tinggi pula nilai konduktivitas listrik. Parameter yang harus diukur untuk menentukan kualitas air adalah parameter fisika. Konduktivitas air murni berkisar antara 0-200 μS/cm (low conductivity), Nilai konduktivitas untuk air layak minum sekitar 42-500 μmhoS/cm. Nilai konduktivitas lebih dari 250 µ mhoS/cm tidak dianjurkan karena dapat mengendap dan merusak batu ginjal (Khairunnas,2018).
Berdasarkan data pengukuran yang diperoleh dan dibandingkan dengan baku mutu kekeruhan sesuai dengan Permenkes No. 492 Tahun 2010, didapatkan bahwa nilai konduktivitas di kedelapan titik lokasi pengambilan sampel melebihi baku mutu yang disyaratkan yaitu >250 µ mhoS/cm .
Gambar 4. 6 Nilai Konduktivitas di Rawa Pening
Berdasarkan hasil pengukuran dapat dilihat nilai kekeruhan yang cukup fluktuatif dimana nilai konduktivitas paling rendah terdapat di titik lokasi S8 (Jembatan Outfall PLTA Jelok) dengan nilai konduktivitas sebesar257 μmhoS/cm. Sedangkan nilai konduktivitas tertinggi terdapat di lokasi S2 (muara Rawa Pening) yaitu sebesar 298 μmhoS/cm.
4.1.8 Nitrat
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan dan merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil (Bahri, 2006). Kadar nitrat menunjukkan banyaknya unsur hara yang masuk ke perairan. Berdasarkan data pengukuran yang diperoleh dan dibandingkan dengan baku mutu sesuai dengan PP No. 22 Tahun 2021, didapatkan bahwa nilai kandungan Nitrat di kedelapan titik lokasi pengambilan sampel masih memenuhi baku mutu yang disyaratkan untuk kelas I, II, III, dan IV yaitu dengan batas maksimum 10 mg/L untuk kelas 1 dan II, dan 20 mg/L untuk kelas III dan IV.
Gambar 4. 7 Nilai Nitrat di Rawa Pening
Berdasarkan hasil pengukuran dapat dilihat nilai kandungan nitrat yang sedikit fluktuatif dimana nilai nitrat paling rendah terdapat di titik lokasi S7 (setelah DAM Tuntang) dengan nilai nitrat sebesar 0,85 mg/L. Sedangkan nilai nitrat tertinggi terdapat di lokasi S2 (muara Rawa Pening) yaitu sebesar 1,99 mg/L. Nitrat di dalam air ini berasal dari ammonium yang masuk ke perairan melalui limbah. Kadar nitrat dapat menurun karena aktivitas mikroorganisme dalam air. Mikroorganisme akan mengoksidasi ammonium menjadi nitrit dan oleh bakteri akan berubah menjadi nitrat. Proses oksidasi tersebut akan menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut semakin berkurang (Mustofa 2015). Kadar nitrat yang melebihi ambang batas dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi sehingga menstimulir pertumbuhan fitoplankton dengan cepat/blooming (Simanjuntak 2012)
4.1.9 Nitrit
Di perairan, nitrit (NO2) biasanya dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit daripada nitrat, karena tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan (Intermediate) antara ammonia dan nitrat (nitrifikasi). Kandungan nitrit pada air yang dikonsumsi maupun digunakan dalam kehidupan sehari – hari dapat membahayakan kesehatan. Pada manusia, konsumsi nitrit yang berlebihan dapat mengakibatkan terganggunya proses pengikatan oksigen oleh hemoglobin darah, yang selanjutnya membentuk met hemoglobin yang tidak mampu mengikat oksigen (Anonim, 2006). Berdasarkan data pengukuran yang diperoleh dan dibandingkan dengan baku mutu sesuai dengan PP No. 22 Tahun 2021, didapatkan bahwa nilai kandungan Nitrit di
kedelapan titik lokasi pengambilan sampel masih memenuhi baku mutu yang disyaratkan untuk kelas I, II, III, dan IV yaitu dengan batas maksimum 0,06 mg/L.
Gambar 4. 8 Nilai Nitrit di Rawa Pening
Berdasarkan hasil pengukuran dapat dilihat nilai kandungan nitrit yang sama di semua titik dimana nilai nitrit yang terukur adalah sebesar 0,01 mg/L. Penyebab adanya nitrit dalam air antara lain dari limbah industri dan limbah domestik. Kadar nitrit dalam perairan relatif kecil karena telah mengalami oksidasi menjadi nitrat.
4.1.10 Ammonia
Amonia dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Sumber Amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati oleh mikroba dan jamur (Effendi, 2003). Berdasarkan data pengukuran yang diperoleh dan dibandingkan dengan baku mutu sesuai dengan PP No. 22 Tahun 2021, didapatkan bahwa nilai kandungan Ammonia di kedelapan titik lokasi pengambilan sampel masih memenuhi baku mutu yang disyaratkan untuk kelas I, II, III, dan IV yaitu dengan batas maksimum 0,1 mg/L untuk kelas I, 0,2 mg/L untuk kelas II, dan 0,5 mg/L untuk kelas III. Untuk ketentuan baku mutu ammonia kelas IV tidak ada dalam PP 22 Tahun 2021.
Gambar 4. 9 Nilai Ammonia di Rawa Pening
Berdasarkan hasil pengukuran dapat dilihat nilai kandungan ammonia yang fluktuatif dimana nilai ammonia paling rendah terdapat di titik lokasi S7 (setelah DAM Tuntang) dengan nilai ammonia sebesar 0,01 mg/L. Sedangkan nilai ammonia tertinggi terdapat di lokasi S2, S5, dan S6 yaitu sebesar 0,07 mg/L. Kadar alami amonia dalam perairan relatif rendah, tetapi limbah kegiatan manusia dapat meningkatkan kadarnya, seperti industri dan domestik (Putri dkk., 2019)
4.1.11 Phospat
Keberadaan senyawa fosfat dalam air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem perairan. Bila kadar fosfat dalam air rendah, seperti pada air alam (< 0,01 mg P/L), pertumbuhan tanaman dan ganggang akan terhalang, dan keadaan ini disebut oligotrop. Sebaliknya bila kadar fosfat dalam air tinggi, pertumbuhan tanaman dan ganggang tidak terbatas lagi (keadaan eutrop), sehingga dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut air. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi kelestarian ekosistem perairan (Listantia, 2020). Berdasarkan data pengukuran yang diperoleh dan dibandingkan dengan baku mutu sesuai dengan PP No. 22 Tahun 2021, didapatkan bahwa nilai kandungan Phospat di lokasi S1 dan S2 masih memenuhi baku mutu untuk kelas I, kemudian lokasi S3 tidak memenuhi baku mutu kelas I, namun memenuhi baku mutu kelas II dan III, sedangkan untuk lokasi S4, S5, S6, S7, dan S8 tidak memenuhi baku mutu untuk kelas I, II, dan III. Untuk kelas IV tidak ada ketentuan baku mutu yang diatur menurut PP No. 22 tahun 2021 sehingga dapat dikatakan untuk titik lokasi S4, S5, S6, S7, dan S8 termasuk ke dalam kelas IV.
Gambar 4. 10 Nilai Phospat di Rawa Pening
Berdasarkan hasil pengukuran dapat dilihat nilai kandungan phospat yang fluktuatif dimana nilai phospat paling rendah terdapat di titik lokasi S2 (muara Rawa Pening) dengan nilai nitrat sebesar 0 mg/L. Sedangkan nilai nitrat tertinggi terdapat di lokasi S5 (kolam air masuk) yaitu sebesar 0,99 mg/L. Fosfat merupakan salah satu bentuk sumber cemaran kimia yang Sebagian besar berasal dari limbah cucian sabun atau deterjen. Fosfat merupakan salah satu bahan baku pembentuk sabun yang akan memberikan dampak negatif terhadap sungai jika terakumulasi banyak di perairan (Palilingan dkk., 2019)
4.1.12 BOD5
Biologycal Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam air.
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendasain sistem-sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. (G.Alaerts dan Santika, 1987). Berdasarkan data pengukuran yang diperoleh dan dibandingkan dengan baku mutu sesuai dengan PP No. 22 Tahun 2021, didapatkan bahwa nilai kandungan BOD di kedelapan titik lokasi pengambilan sampel melebihi baku mutu yang disyaratkan untuk kelas I, kelas II, kelas III, dan kelas IV.
Gambar 4. 11 Nilai BOD di Rawa Pening
Berdasarkan hasil pengukuran dapat dilihat nilai kandungan BOD yang cukup fluktuatif dimana nilai BOD paling rendah terdapat di titik lokasi S4 (depan Dam Tuntang) dengan nilai BOD sebesar 20,52 mg/L. Sedangkan nilai BOD tertinggi terdapat di lokasi S6 (awal masuk terowongan) yaitu sebesar 24,36 mg/L. Kandungan bahan organik yang tinggi dalam air sungai, seperti limbah domestik atau industri yang terurai oleh mikroorganisme, akan menghasilkan nilai BOD yang tinggi.Kandungan bahan organik yang tinggi dalam air sungai, seperti limbah domestik atau industri yang terurai oleh mikroorganisme, akan menghasilkan nilai BOD yang tinggi (Napitululu & Putra, 2024).
4.1.13 COD
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O2 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (G.Alaerts dan Santika, 1987). Berdasarkan data pengukuran yang diperoleh dan dibandingkan dengan baku mutu sesuai dengan PP No. 22 Tahun 2021, didapatkan bahwa nilai kandungan COD di kedelapan titik lokasi pengambilan sampel melebihi baku mutu yang disyaratkan untuk kelas I, kelas II, dan kelas III. Untuk baku mutu kelas IV sendiri, titik lokasi S1, S4, S5, S6, S7, dan S8 masih memenuhi persyaratan, namun untuk titik lokasi S2 dan S3 melebihi baku mutu parameter COD untuk kelas IV yaitu sebesar 80 mg/L.
Gambar 4. 12 Nilai COD di Rawa Pening
Berdasarkan hasil pengukuran dapat dilihat nilai kandungan COD yang fluktuatif dimana nilai COD paling rendah terdapat di titik lokasi S4 (depan Dam Tuntang) dengan nilai COD sebesar 60,42 mg/L. Sedangkan nilai COD tertinggi terdapat di lokasi S2 (muara Rawa Pening) yaitu sebesar 104,11 mg/L. . Limbah rumah tangga dan industri merupakan sumber utama limbah organik dan merupakan penyebab utama tingginya konsentrasi COD.
4.2 Status Mutu Air Rawa Pening dengan Metode Indeks Pencemaran
Berikut adalah contoh perhitungan mutu sungai menggunakan metode Indeks Pencemaran pada titik S1 Tengah Rawa Pening untuk baku mutu air kelas I :
1. pH
Cara perhitungan Ci/Lij untuk nilai pH berbeda dengan parameter lainnya karena baku mutu pH yang bersifat rentang nilai.
- Baku mutu pH (Lij) pada kelas I yaitu 6-9. Maka dicari terlebih dahulu rata- ratanya.
Lij rata-rata = (6+9)/2 = 7,5
- Karena, Ci ≤ Lij rata-rata, Ci = 6,77 ≤ 7,5, maka rumusnya adalah : Ci/Lij baru = (Ci−(Lij)rata−rata)
(Lij minimum−(Lij)rata−rata)
=
6,77−7,56−7,5
=
0,487Rumus ini hanya berlaku untuk parameter yang nilai bakunya (Lij) memiliki rentang seperti pH.
2. Suhu
Cara perhitungan Ci/Lij untuk nilai suhu berbeda dengan parameter lainnya karena baku mutu suhu yang bersifat rentang nilai.
- Baku mutu suhu (Lij) pada kelas I yaitu deviasi 3 (perbedaan 3oC dengan suhu udara di atas permukaan air) sehingga untuk titik lokasi S1 dengan suhu udara 27oC memiliki baku mutu dengan rentang 24 – 30 oC. Maka dicari terlebih dahulu rata-ratanya.
Lij rata-rata = (29+30)/2 = 27
- Karena, Ci ≤ Lij rata-rata, Ci = 25,9 ≤ 27, maka rumusnya adalah : Ci/Lij baru = (Ci−(Lij)rata−rata)
(Lij minimum−(Lij)rata−rata)
=
2524,9−27−27
=
0,367 3. KekeruhanCi/Lij = 20,1NTU 3NTU = 6,7
Karena hasil dari Ci/Lij > 1, maka dihitung (Ci/Lij)baru dengan rumus : (Ci/Lij)baru = 1,0 + P.log(Ci/Lij)hasil pengukuran
(Ci/Lij)baru = 1,0 + 5.log(6,7) = 5,130 4. Salinitas
Ci/Lij = 140mg/l
500mg/l = 0,28 5. TDS
Ci/Lij = 139mg/l
900mg/l = 0,154 6. DO
Cara perhitungan nilai Ci/Lij DO juga berbeda dengan parameter lain. Baku mutu untuk nilai DO mensyaratkan nilainya harus berada di atas baku mutu, ini berbeda dengan parameter lain yang nilainya harus berada di bawah baku mutu yang ada..
- Untuk parameter yang jika nilai konsentrasinya menurun menyatakan tingkat pencemaran meningkat yaitu DO ditentukan nilai teoritik atau nilai maksimum Cim. Berdasarkan laman www.hamiltoncompany.com, didapat DO jenuh (Cim) pada suhu sekitar 25,9 °C (hasil analisis parameter suhu di P1 1) yaitu 8,12 mg/l.
- Ci/Lij dihitung dengan rumus :
Ci = Cim−Ci(hasil pengukuran)
Cim−Lij = 8,12−6,1
6,1−6
= 0,95
Ci/Lij = 0,95
6
=
0,159 7. KonduktivitasCi/Lij = 277us/cm
250us/cm = 1,108
Karena hasil dari Ci/Lij > 1, maka dihitung (Ci/Lij)baru dengan rumus : (Ci/Lij)baru = 1,0 + P.log(Ci/Lij)hasil pengukuran
(Ci/Lij)baru = 1,0 + 5.log(1,108) = 1,233 8. Nitrat.
Ci/Lij = 1,25mg/l
10mg/l = 0,125 9. Nitrit
Ci/Lij = 0,01mg/l
0,06mg/l = 0,167 10. Amonia.
Ci/Lij = 0,0 2mg/l
0,1mg/l = 0,200 11. Phospat
Ci/Lij = 0,01mg/l
0,01mg/l = 1,00 12. BOD
Ci/Lij = 24,12mg/l
2mg/l = 12,060
Karena hasil dari Ci/Lij > 1, maka dihitung (Ci/Lij)baru dengan rumus : (Ci/Lij)baru = 1,0 + P.log(Ci/Lij)hasil pengukuran
(Ci/Lij)baru = 1,0 + 5.log(12,060) = 6,407
13. COD
Ci/Lij = 67,79mg/l
10mg/l = 6,78
Karena hasil dari Ci/Lij > 1, maka dihitung (Ci/Lij)baru dengan rumus : (Ci/Lij)baru = 1,0 + P.log(Ci/Lij)hasil pengukuran
(Ci/Lij)baru = 1,0 + 5.log(6,78) = 5,156
Setelah semua nilai Ci/Lij diketahui, langkah selanjutnya adalah mencari nilai Pij, yaitu sebagai berikut :
- Tentukan nilai Ci/Lij maksimum dari semua parameter yang telah dihitung. Pada titik PG 1 untuk baku mutu air kelas I, nilai Ci/Lij maksimum pada parameter BOD5 yaitu 6,407.
- Tentukan nilai Ci/Lij rata-rata dari semua parameter yang telah dihitung.
Ci/Lij rata-rata =
0,487+0,367+5,130+0,280+0,154+0,159+1,223+0,125+0,167+0,200+1+6,407+5,156 13
= 1,604
- Jika sudah ditentukan nilai Ci/Lij maksimum dan rata-rata, maka hitung nilai Indeks Pencemaran dengan rumus :
Pij =
√ (LijCi)
²maksimum+2(
LijCi)
²rata−rata
Pij =
√
6,407 ²+12 ,604 ²= 4,607- Tentukan status mutu air dengan melihat kategori nilai Indeks Pencemaran sebagai berikut :
0 ≤ PIj ≤ 1,0 = memenuhi baku mutu (kondisi baik) 1,0 < PIj ≤ 5,0 = cemar ringan
5,0 < PIj ≤ 10 = cemar sedang PIj > 10 = cemar berat
- Nilai Pij pada titik S1 untuk baku mutu air kelas I adalah 4,607. Maka status mutu air pada titik S1 yaitu cemar ringan.
- Cara yang sama juga dilakukan pada titik S1– S8 untuk semua kelas baku mutu.
Hasil dari perhitungan nilai Indeks Pencemaran dan status mutu air pada titik S1 – S8 untuk semua kelas baku mutu dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. 3 Status Mutu Air Rawa Pening Menggunakan Metode Indeks Pencemaran
Lokasi Nilai Indeks Pencemaran (Pij)
BM Kelas 1 Kategori BM Kelas II Kategori BM Kelas
III Kategori BM
Kelas IV Kategori
S1 4.670 Cemar Ringan 4.018 Cemar Ringan 3.710 Cemar Ringan 3.700 Cemar Ringan
S2 4.568 Cemar Ringan 3.920 Cemar Ringan 3.503 Cemar Ringan 3.488 Cemar Ringan
S3 4.556 Cemar Ringan 3.967 Cemar Ringan 3.925 Cemar Ringan 3.910 Cemar Ringan
S4 6.168 Cemar Sedang 4.462 Cemar Ringan 3.521 Cemar Ringan 3.466 Cemar Ringan
S5 7.952 Cemar Sedang 6.239 Cemar Sedang 4.373 Cemar Ringan 3.638 Cemar Ringan
S6 7.606 Cemar Sedang 5.893 Cemar Sedang 4.030 Cemar Ringan 3.521 Cemar Ringan
S7 6.847 Cemar Sedang 5.141 Cemar Sedang 4.231 Cemar Ringan 4.169 Cemar Ringan
S8 7.054 Cemar Sedang 5.346 Cemar Sedang 4.418 Cemar Ringan 4.355 Cemar Ringan
4.3 Analisis Status Mutu Air Rawa Pening dengan Metode Indeks Pencemaran 4.3.1 Baku Mutu Air Kelas I
Grafik yang memperlihatkan peningkatan dan penurunan nilai Indeks pencemaran pada setiap titik dapat dilihat pada gambar berikut.
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8
0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000
4.670 4.568 4.556
6.168
7.952 7.606
6.847 7.054
Status Mutu Air berdasarkan BM Kelas I BM Kelas 1
Lokasi
Nilai Indeks pENCEMARAN
Cemar Berat
Cemar Ringan Cemar Sedang
Memenuhi
Gambar 4. 13 Nilai Indeks Pencemaran Baku Mutu Air Kelas I
Dari grafik tersebut di atas dapat dilihat bahwa nilai Indeks Pencemaran tertinggi yaitu sebesar 7,952 dengan kategori cemar sedang terdapat pada Titik S5 (kolam air masuk). Nilai yang tinggi ini disebabkan karena nilai konsentrasi parameter phospat yang sangat tinggi. Tingginya phospat di titik S5 yang merupakan kolam air masuk dapat disebabkan oleh kegiatan manusia di daerah tangkapan air misalnya penggunaan pupuk yang berlebihan, aktifitas domestik dan limbah industri. Selain itu secara spesifik kandungan phospat di air dapat bersumber dari cemaran kimia yang sebagian besar berasal dari limbah cucian sabun atau deterjen yang menghasilkan cemaran phospat.
Sedangkan nilai Indeks Pencemaran terendah yaitu sebesar 4,556 dengan kategori cemar ringan terdapat pada titik S3 (bawah jembatan).
Sedangkan pada titik S1 dan S2 menunjukkan status mutu pada kategori cemar ringan serta pada titik S4, S6, S7, dan S8 menunjukkan kategori cemar sedang. Perubahan mutu air dari kategori cemar sedang ke cemar berat sangat dipengaruhi oleh kandungan parameter phospat yang terukur.
Dari nilai indeks Pencemaran tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Rawa Pening tidak dapat memenuhi kualitas air kelas I untuk semua titik sehingga untuk pemanfaatan yaitu air baku air minum diperlukan pengolahan terlebih dahulu dengan kategori mutu cemar ringan hingga cemar sedang.
4.3.2 Baku Mutu Air Kelas II
Grafik yang memperlihatkan peningkatan dan penurunan nilai Indeks pencemaran pada setiap titik dapat dilihat pada gambar berikut.
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8
0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000
4.018 3.920 3.967 4.462
6.239 5.893
5.141 5.346
Status Mutu Air berdasarkan BM Kelas II BM Kelas II
Lokasi
Nilai Indeks pENCEMARAN
Cemar Berat
Cemar Ringan Cemar Sedang
Memenuhi
Gambar 4. 14 Nilai Indeks Pencemaran Baku Mutu Air Kelas II
Dari grafik tersebut di atas dapat dilihat bahwa nilai Indeks Pencemaran tertinggi yaitu sebesar 6,239 dengan kategori cemar sedang terdapat pada Titik S5 (kolam air masuk). Nilai yang tinggi ini disebabkan karena nilai konsentrasi parameter phospat yang sangat tinggi. Tingginya phospat di titik S5 yang merupakan kolam air masuk dapat disebabkan kegiatan manusia di daerah tangkapan air misalnya penggunaan pupuk yang berlebihan, aktifitas domestik dan limbah industri. Selain itu secara spesifik kandungan phospat di air dapat bersumber dari cemaran kimia yang sebagian besar berasal dari limbah cucian sabun atau deterjen yang menghasilkan cemaran phospat. Sedangkan nilai Indeks Pencemaran terendah yaitu sebesar 3,967 dengan kategori cemar ringan terdapat pada titik S3 (bawah jembatan).
Sedangkan pada titik S1, S2, S3 dan S4 menunjukkan status mutu pada kategori cemar ringan serta pada titik S6, S7, dan S8 menunjukkan kategori cemar sedang.
Perubahan mutu air dari kategori cemar sedang ke cemar berat sangat dipengaruhi oleh kandungan parameter phospat yang terukur. Selain itu di titik S7 terdapat penurunan nilai indeks yang cukup signifikan, hal ini dikarenakan penurunan konsentrasi parameter nitrat di S7 (setelah Dam Tuntang). Penurunan kadar nitrat ini dapat disebabkan aktivitas mikroorganisme dalam air.
Dari nilai indeks Pencemaran tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Rawa Pening tidak dapat memenuhi kualitas air kelas II untuk semua titik sehingga untuk pemanfaatan yaitu prasarana/sarana rekreasi diperlukan pengolahan terlebih dahulu dengan kategori mutu antara cemar ringan sampai cemar sedang.
4.3.3 Baku Mutu Air Kelas III
Grafik yang memperlihatkan peningkatan dan penurunan nilai Indeks pencemaran pada setiap titik dapat dilihat pada gambar berikut.
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8
0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000
3.710 3.503 3.925 3.521 4.373 4.030 4.231 4.418
Status Mutu Air berdasarkan BM Kelas III BM Kelas III
Lokasi
Nilai Indeks pENCEMARAN
Cemar Berat
Cemar Ringan Cemar Sedang
Memenuhi
Gambar 4. 15 Nilai Indeks Pencemaran Baku Mutu Air Kelas III
Dari grafik tersebut di atas dapat dilihat bahwa nilai Indeks Pencemaran tertinggi yaitu sebesar 4,418 dengan kategori cemar ringan terdapat pada Titik S8 (PLTA Jelok:
jembatan outfall). Nilai yang tinggi ini disebabkan karena parameter kekeruhan yang tinggi (tertinggi daripada titik lain). Tingginya kekeruhan di titik S8 yang merupakan jembatan outfall PLTA Jelok dapat disebabkan karena operasional PLTA, terutama saat pelepasan air dari reservoir, dapat mengaduk dasar sungai atau danau, mengangkat sedimen yang sebelumnya mengendap di dasar. Sedangkan nilai Indeks Pencemaran
terendah yaitu sebesar 3,503 dengan kategori cemar ringan terdapat pada titik S2 (muara Rawa Pening). Nilai indeks terendah ini dapat disebabkan tidak adanya kandungan phospat di titik S2 (nilai yang terukur = 0). Hal ini dapat terjadi karena adanya vegetasi air yang menyerap phospat untuk pertumbuhan sehingga bisa menghilangkan kandungan phospat dalam air.
Dari nilai indeks Pencemaran tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Rawa Pening tidak dapat memenuhi kualitas air kelas III untuk semua titik sehingga untuk pemanfaatan yaitu pembudidayaan ikan air tawar atau peternakan diperlukan pengolahan terlebih dahulu dengan kategori mutu antara cemar ringan.
4.3.4 Baku Mutu Air Kelas IV
Grafik yang memperlihatkan peningkatan dan penurunan nilai Indeks pencemaran pada setiap titik dapat dilihat pada gambar berikut.
S1 S2 S3 S4 S5 S6
0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000
3.700 3.488 3.910
3.466 3.638 3.521 4.169 4.355
Status Mutu Air berdasarkan BM Kelas IV BM Kelas IV
Lokasi
Nilai Indeks pENCEMARAN
Cemar Berat
Cemar Ringan Cemar Sedang
Memenuhi
Gambar 4. 16 Nilai Indeks Pencemaran Baku Mutu Air Kelas IV
Dari grafik tersebut di atas dapat dilihat bahwa nilai Indeks Pencemaran tertinggi yaitu sebesar 4,335 dengan kategori cemar ringan terdapat pada Titik S8 (PLTA Jelok:
jembatan outfall). Nilai yang tinggi ini disebabkan karena parameter kekeruhan yang tinggi (tertinggi daripada titik lain). Tingginya kekeruhan di titik S8 yang merupakan jembatan outfall PLTA Jelok dapat disebabkan karena operasional PLTA, terutama saat
pelepasan air dari reservoir, dapat mengaduk dasar sungai atau danau, mengangkat sedimen yang sebelumnya mengendap di dasar. Sedangkan nilai Indeks Pencemaran terendah yaitu sebesar 3,466 dengan kategori cemar ringan terdapat pada titik S4 (depan Dam Tuntang). Nilai indeks terendah ini dapat disebabkan karena kandungan COD yang rendah di titik S4 (depan Dam Tuntang). Hal ini dapat terjadi karena adanya masukan air di Dam Tuntang sehingga menyebabkan konsentrasi bahan organik menjadi lebih encer dan terjadi penurunan COD.
Dari nilai indeks Pencemaran tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Rawa Pening tidak dapat memenuhi kualitas air kelas IV untuk semua titik sehingga untuk pemanfaatan yaitu pengairan pertamanan diperlukan pengolahan terlebih dahulu dengan kategori mutu antara cemar ringan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Parameter dominan yang menyebabkan pencemaran di Rawa Pening antara lain
phospat, kekeruhan, dan BOD.
2. Status Mutu Sungai Progo Hulu menggunakan Metode Indeks Pencemaran adalah sebagai berikut :
Baku mutu air kelas I : cemar ringan – cemar sedang Baku mutu air kelas II : cemar ringan– cemar sedang Baku mutu air kelas III : cemar ringan
Baku mutu air kelas IV : cemar ringan 5.2 Saran
Hasil penelitian ini menunjukkan masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki untuk mengurangi tingkat pencemaran di Sungai Progo Hulu yang diajukan yaitu :
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang penentuan daya tampung beban pencemaran terutama untuk parameter phospat pada Rawa Pening agar rekomendasi dalam pengendalian pencemaran dapat lebih spesifik dan tepat sasaran.
2. Perlu dilakukan pengambilan sampel air secara berkala di beberapa titik di Rawa Pening untuk memperoleh hasil yang representatif
DAFTAR PUSTAKA
______, 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
______, 2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Status Mutu Air.
______, 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum
______, 2010. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air.
______, 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, Dan Pemandian Umum
______, 2021. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Boyd CE, Lichtkopler F. 1979. Water Quality Mngt in Pond Fish Culture. Alabama:
Auburn University.
Boyd CE. 2015. Water Quality. Switzerland: Springer.
Chin DA. 2006. Water-Quality Engineering in Natural Systems. New Jersey: John Wiley
& Sons, Inc.
Howerton R. 2001. Best Management Practices for Hawaiian, Hawaii: Center for Tropical and Subtropical Aquaculture.
Kautsar, M., Isnanto, R. R., & Widianto, E. D. (2015). Sistem Monitoring Digital Penggunaan dan Kualitas Kekeruhan Air PDAM Berbasis Mikrokontroler ATMega328 Menggunakan Sensor Aliran Air dan Sensor Fotodiode. Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, 3(1), 79-86.
Khairunnas, K., & Gusman, M. (2018). Analisis pengaruh parameter konduktivitas, resistivitas dan TDS terhadap salinitas air tanah dangkal pada kondisi air laut pasang dan air laut surut di daerah pesisir pantai Kota Padang. Bina Tambang, 3(4), 1751-1760.
KLH (Kementerian Lingkungan Hidup). 2009. Kesepakatan Bali Pengelolaan danau berkelanjutan. Kementerian Lingkungan Hidup.
Mochammad Nadjib, A. H. (2015). Mengurai Benang Kusut Danau Rawapening.
Mustofa, Arif. 2015. “Kandungan Nitrat dan Pospat sebagai Faktor Tingkat Kesuburan Perairan Pantai.” Jurnal Disprotek 6(1): 13–19.
Napitupulu, R. T., & Putra, M. H. S. (2024). PENGARUH BOD, COD DAN DO TERHADAP LINGKUNGAN DALAM PENENTUAN KUALITAS AIR BERSIH DI SUNGAI PESANGGRAHAN. CIVeng: Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, 5(2), 79-82.
S. C. Palilingan, M. Pungus, and F. Tumimomor, “Penggunaan kombinasi adsorben sebagai media filtrasi dalam menurunkan kadar fosfat dan amonia air limbah laundry,” Fuller. J. Chem., vol. 4, no. 2, pp. 48–53, 2019.
Schramm. 1997. The Oxygen Factor (in pond). http://www.hedley.ca/oxygen2.htm.
10/04/09. 5 p.
Simanjuntak, Marojahan. 2012. “Kualitas Air Laut Ditinjau dari Aspek Zat Hara, Oksigen Terlarut dan pH di Perairan Banggai, Sulawesi Tengah.” Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 4(2): 290–303.
Sumarno, Dedi. 2013. Kadar Salinitas di Beberapa Sungai yang Bermuara di Teluk Cempi, Kabupaten Dompu-Provinsi Nusa Tenggara Barat. Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan: Jatiluhur.
Sumitomo dan Nemerow,1970 dalam Kepmen KLH 115. 2004. Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Kementrian Lingkungan Hidup
W. A. E. Putri, A. I. S. Purwiyanto, F. Agustriani, Y. Suteja, and others, “Kondisi nitrat, nitrit, amonia, fosfat dan BOD di muara Sungai Banyuasin, Sumatera Selatan,” J.
Ilmu dan Teknol. Kelaut. Trop., vol. 11, no. 1, pp. 65–74, 2019.
Weber-Scannell, P.K., L.K. Duffy. 2007. Effect of Total Dissolved Solids on Aquatic Organisms: A Review of Literature and Rrecommendation for Salmonid Species. American Journal of Environmental Sciences. 3(1).1-6.