• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya untuk Pengembangan Ekonomi Produktif di Pulau Terluar

N/A
N/A
Arfie Firmansyah

Academic year: 2024

Membagikan " Analisis Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya untuk Pengembangan Ekonomi Produktif di Pulau Terluar"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Diterima : 18 Januari 2018, direvisi : 17 April 2018, disetujui terbit : 26 Desember 2018 35

ANALISIS PEMBANGKITAN LISTRIK UNTUK EKONOMI PRODUKTIF DI PULAU TERLUAR

(Studi Kasus Sentra Pengolahan Ikan di Pulau Morotai)

Guntur Tri Setiadanu, Arfie Ikhsan Firmansyah, Adjar Hadiyono

Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, KESDM Jl. Ciledug Raya Kav. 109 Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Indonesia

[email protected]

Abstrak

Kendala pengembangan daerah kepulauan salah satunya adalah tidak tersedianya infrastruktur penyediaan energi listrik. Pemanfaatan potensi energi setempat berupa sinar matahari diharapkan dapat diubah menjadi listrik untuk meningkatkan pemanfaatan potensi ekonomi produktif daerah kepulauan yang sebagian besar berupa perikanan tangkap. Tulisan ini membahas kelayakan ekonomis pemanfaatan energi baru terbarukan khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk mensuplai kegiatan ekonomi produktif berupa pengolahan hasil perikanan tangkap menjadi ikan beku dan fillet ikan. Diskenariokan penyediaan energi listrik berasal dari PLTS dengan murni baterai, pembangkit hybrid PLTS-PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) dengan kapasitas PLTS 20, 40 dan 60% dari kapasitas PLTD, dan PLTD murni sebagai pembanding.

Hasil pembahasan untuk sentral pengolahan perikanan kapasitas 5 ton ikan bahan baku per hari dibutuhkan daya sebesar 77 kW dan kebutuhan energi sebesar 1.292 kWh/hari. Dari analisis harga energi didapatkan bahwa pembangkit hybrid PLTS-PLTD dengan skenario 60% PV-40% PLTD mempunyai harga energi terendah yaitu Rp2.715,67/kWh. Analisis kelayakan investasi menunjukan bahwa sentral pengolahan perikanan dengan pembangkit hybrid PLTS-PLTD dengan skenario 60% PV - 40% PLTD layak untuk dilakukan dengan nilai IRR sebesar 33,57%, NPV sebesar 11,731 miliar rupiah dan payback period selama 2 tahun 1 bulan.

Kata kunci: PLTS hybrid; COE; pengolahan ikan; studi kelayakan ekonomi

POWER SUPPLY ANALYSIS FOR OUTER ISLAND ECONOMIC PRODUCTION (Case Study: Morotai Island Fish Processing Center)

Abstract

Unsufficient supply of power is main barrier in the development of outer islands. Utilization of local energy potential like solar power will improved the utilization of the economic potential of the island, which is mostly fisheries activity. This paper discusses the economic feasibility of utilizing photovoltaic (PV) renewable energy to supply productive economic activity in the form of processing sea fishery products into frozen fish and fillets. Supply of electrical energy variated comes from Solar PV with batteries, hybrid Solar PV-Diesel Generator with capacity Solar PV 20, 40 and 60% of peak load and pure diesel generator as a comparison.

The results for 5 tons/day raw fish capacity of fish processing center required power of 77 kW and energy requirement of 1,292 kWh / day. Fish processing center with power supply from solar PV-generator hybrid 60% is feasible to apply with 33.57% IRR, 11.731 billion rupiahs NPV and 2 years 1 month payback period.

Keywords: Solar PV hybrid; COE; fish processing; economic feasibility

PENDAHULUAN

Salah satu isu utama dalam pembangunan pulau-pulau kecil saat ini adalah keterbatasan infrastruktur penyediaan prasarana dan sarana dasar masyarakat seperti energi listrik, air bersih,

dan bahan bakar minyak (BBM). Keterbatasan energi listrik membuat pengembangan perekonomian masyarakat menjadi terhambat.

Potensi-potensi ekonomi seperti perikanan tangkap tidak bisa ditingkatkan karena

(2)

keterbatasan unit-unit pengolahan dan sistem rantai dingin yang membutuhkan energi listrik yang cukup besar.

Kabupaten Pulau Morotai adalah salah satu kabupaten terluar di Provinsi Maluku Utara yang berbatasan langsung dengan Negara Filipina.

Potensi perikanan tangkap di Wilayah Penangkapan Perikanan (WPP) 716 yang meliputi perairan Pulau Morotai sangat besar terutama ikan demersal (27.917 ton/tahun), pelagis kecil (323.400 ton/tahun) dan pelagis besar (1062 ton/tahun) [1]. Keterbatasan unit pengolahan terutama untuk ikan pelagis besar seperti tuna dan cakalang, membuat potensi yang ada kurang termanfaatkan, bahkan tidak jarang terjadi kasus alih muatan ikan tuna di tengah lautan meskipun praktik ini sudah dilarang [2]. Data statistik Kabupaten Morotai pada tahun 2016 menunjukan hasil tangkapan ikan mencapai 1.646 ton [3].

Gambar 1. Kondisi ketenagalistrikan di Pulau Morotai

Energi listrik di Pulau Morotai dikelola oleh PT PLN dengan menggunakan Pembangkit Diesel (PLTD) sebagai sumbernya. Dengan kapasitas daya terpasang 4.530 kW dan kapasitas daya mampu terbesar 2.540 kW, belum mencukupi beban puncak kebutuhan masyarakat yang mencapai 2.550 kW [3], seperti tersaji pada Gambar 1. Penyediaan energi listrik dari PLTD juga sering terkendala oleh pasokan BBM solar

terhenti saat cuaca buruk. Dengan kondisi ini, untuk membangun suatu sentra pengolahan perikanan maka perlu dilakukan kajian untuk memanfaatkan potensi energi setempat, dalam hal ini energi surya sebagai sumber alternatif pasokan.

Pada tulisan ini dihitung kajian kelayakan pemanfaatan energi baru terbarukan khususnya Pembangkit Listrik Tenga Surya (PLTS) sebagai sumber listrik sentra pengolahan perikanan tangkap menjadi ikan beku dan fillet tuna/cakalang. Pemilihan ikan beku dan fillet tuna/cakalang didasarkan pada potensi bahan baku yang ada dan harga jual yang cukup tinggi, sehingga diharapkan cukup layak untuk diterapkan [4].

METODOLOGI

Metodologi yang digunakan pada tulisan ini bisa dilihat pada diagram alir pada Gambar 2.

Gambar 2. Metodologi penelitian

(3)

37

Kapasitas produksi pengolahan dihitung

dari hasil tangkapan ikan pertahun di Pulau Morotai dengan asumsi dalam 1 tahun terdapat 8 bulan masa penangkapan ikan.

Untuk menentukan beban listrik dari sentra pengolahan ikan maka perlu mengetahui skema produksi dan semua peralatan yang membutuhkan listrik pada sentra pengolahan ikan yang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Alur produksi pengolahan ikan Filleting adalah memisahkan daging ikan dari isi perut, tulang dan kepalanya. Rendemen proses filleting adalah 50% [4]. Untuk menghasilkan fillet tuna beku maka pembekuan cepat dilakukan dengan cara meniupkan udara dingin secara tepat pada fillet ikan yang akan dibekukan secara kontinyu. Alat yang digunakan dalam proses ini biasanya Air Blast Freezer (ABF) dengan suhu -30˚C atau lebih rendah dengan waktu sekitar 8-12 jam. Kemudian produk dikemas dan disimpan dalam cold storage selama menunggu pengiriman.

Perancangan dan perhitungan pembangkit PLTS off grid mengikuti referensi dari pedoman desain dari asosiasi industri (Sustainable Energy

Industry Association of the Pacific Islands) [5]

dan pedoman dari manufaktur peralatan PLTS, SMA Solar Technology AG [6].

Skenario Pembangkitan Listrik

PLTS direncanakan menjadi 2 skenario yaitu PLTS dengan murni baterai, dan PLTS tanpa baterai hybrid dengan PLTD dengan kapasitas PV 20%, 40% dan 60% dari kapasitas PLTD.

Direncanakan juga pembangkitan listrik PLTD murni sebagai pembanding.

Biaya Energi Pembangkitan

Pada analisis ekonomi kegiatan pengolahan hasil perikanan menjadi fillet ikan/ikan beku dilakukan dengan menghitung kebutuhan energi, menghitung biaya energi dari pembangkit yang direncanakan kemudian melakukan analisis kelayakan finansial untuk kegiatan ekonomi produktif tersebut.

Biaya energi (cost of energy) dapat diartikan sebagai perbandingan total biaya yang diperlukan untuk menghasilkan energi dengan energi yang dihasilkan pada periode waktu yang sama. Persamaan (1) memperlihatkan formula biaya energi [7]:

𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶=𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶

𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴ℎ =𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐿𝐿𝐶𝐶𝐶𝐶

𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴ℎ (1)

didalam persamaan ini COE adalah Biaya Energi (Rp/kWh), Annum LCC adalah Life Cycle Cost tahunan (Rp) dan AkWh adalah Total Energi dihasilkan per tahun (kWh/tahun)

𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐿𝐿𝐶𝐶𝐶𝐶 =𝐿𝐿𝐶𝐶𝐶𝐶(1+𝐴𝐴)𝐴𝐴(1+𝐴𝐴)𝑛𝑛−1𝑛𝑛 (2) dengan n adalah umur proyek diasumsikan 25 tahun dan i adalah bunga bank, mengikuti BI rate 4,75%.

LCC = C+ Mpw+ Epw+ Rpw− Spw (3)

(4)

LCC adalah semua biaya yang dibayarkan selama umur proyek, biaya ini dihitung berdasarkan nilai sekarang, dengan C adalah biaya awal investasi adalah Mpw adalah jumlah biaya O&M tahunan, Epw adalah biaya BBM tahunan, Rpw adalah biaya penggantian peralatan dan Spw adalah sisa nilai proyek yang diabaikan.

Kelayakan finansial di analisis dengan menghitung nilai Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR). Net Present Value (NPV) menyatakan bahwa seluruh aliran kas bersih dinilai sekarangkan atas dasar faktor diskonto (discount factor). Teknik ini menghitung selisih antara seluruh kas bersih nilai sekarang dengan investasi awal yang ditanamkan. Untuk menghitung Net Present Value (NPV) digunakan persamaan berikut [7]:

𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 = ∑

𝐴𝐴𝐶𝐶=1(1+𝐴𝐴)𝑁𝑁𝐶𝐶𝑁𝑁𝐶𝐶𝑡𝑡

− Π

(4) didalam persamaan ini NCFt adalah arus kas bersih (Net Cash Flow) periode tahun ke-1 sampai tahun ke-n, arus kas dihitung dari nilai bersih pendapatan dikurangi biaya yang keluar dan Π adalah investasi awal (Initial Investment).

Kriteria penilaian kelayakan usaha berdasarkan nilai NPV, jika NPV > 0, maka usaha layak untuk dilaksanakan (feasible), jika NPV < 0, maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan. Sedangkan Internal Rate of Return (IRR) adalah discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan nol [7].

𝐴𝐴𝐶𝐶=0(1+𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼)𝐶𝐶𝑁𝑁𝑡𝑡 𝑡𝑡

= 0

(5) Persamaan 5 ini digunakan untuk menguji kelayakan investasi apakah nilai keuntungan (cash flow) lebih besar dari nilai minimal yang diharapkan dalam bentuk required rate of return.

Nilai CFt harus positif dan nilainya harus lebih

besar dari nilai pada IRR yang dikehendaki untuk menyatakan layak. Jika IRR > required rate of return, usulan proyek layak untuk dilaksanakan.

Jika IRR < required rate of return, usulan proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan dari jumlah tangkapan ikan di Pulau Morotai tahun 2016 sebanyak 325 ton ikan tuna dan 353 ton untuk cakalang. Dengan asumsi dalam 1 tahun terdapat 8 bulan masa penangkapan maka hasil tangkapan ikan perbulan adalah 678 ton. Jika pengolahan bekerja 20 hari dalam sebulan maka kapasitas per hari mencapai 4,23 ton, untuk mengantisipasi peningkatan tangkapan ikan maka produksi per hari adalah 5 ton.

Perhitungan Beban Listrik pada Sentra Pengolahan Perikanan

Peralatan sentral pengolahan ikan dengan kapasitas produksi sebesar 5 ton bahan baku ikan per hari membutuhkan peralatan sebagai berikut:

1) Pabrik es kapasitas 5 ton/hari yang dilengkapi mesin ice crusher,

2) 1 unit pengolahan (sorting, cleaning, filleting) kapasitas 3 ton,

3) 2 unit ABF kapasitas 2,5 ton dan 1,2 ton (rendemen fillet 50-60%),

4) Cold storage room kapasitas 14 kali ABF (diasumsikan setiap 2 minggu dilakukan pengiriman ke konsumen sebanyak 50 ton).

Kapasitas, jumlah unit peralatan, waktu kerja, kebutuhan daya dan energi listrik pada sentral pengolahan ikan, untuk kapasitas pengolahan bahan baku ikan 5 ton/hari, dijelaskan pada Tabel 1 dan profil beban harian bisa dilihat pada Gambar 4.

(5)

39 Tabel 1. Kebutuhan daya dan energi listrik sentra pengolahan perikanan

Gambar 4. Profil beban harian Sentra Pengolahan Ikan di Pulau Morotai

Dari Tabel 1 dan Gambar 4 tersebut, dapat dilihat kebutuhan daya maksimum sebesar 77 kW dan kebutuhan energi harian sebesar 1.292 kWh/hari. Nilai kebutuhan daya maksimum dan kebutuhan energi harian merupakan parameter perancangan pada tulisan ini.

Perencanaan Pembangkit PLTS

PLTS direncanakan menjadi 2 skenario yaitu PLTS dengan baterai dan PLTS tanpa baterai

hybrid

dengan PLTD dengan kapasitas PV 20%, 40% dan 60% dari kapasitas PLTD.

Pembagian persentase tersebut berdasarkan

kemampuan peralatan PLTD menampung beban PLTS yang fluktuatif dan saat ini baru mencapai 60% kapasitas PLTD [6].

Perencanaan PLTS dengan baterai maupun

hybrid

yang dikembangkan pada sentral pengolahan ikan direncanakan harus mampu mensuplai beban maksimum sebesar 77 kW dan energi listrik sebanyak 1.292 kWh/hari. Pada Gambar 5, tampak contoh sistem PLTS off grid menggunakan sistem klaster. PLTS dirancang menggunakan baterai tanpa PLTD atau sistem PLTS

hybrid

PLTD tanpa baterai.

Panel surya yang digunakan sebagai bahan analisis ini adalah panel surya dengan spesifikasi daya 300 Wp dan tegangan 36,5 Vdc.

Berdasarkan data spesifikasi peralatan yang digunakan efesiensi PV inverter sebesar 98,8%, efesiensi baterai inverter 95%, dan derating daya panel PV 90%. Untuk mengatasi efisiensi peralatan sistem PLTS maka produksi energi

(6)

listrik PV per hari harus mampu membangkitkan energi listrik sebesar 1.529,46 kWh/hari.

Gambar.5 Sistem PLTS off grid menggunakan Multicluster Box [6]

Potensi energi matahari rata-rata harian (average daily solar insolation) di Pulau Morotai sebesar 4,6 kWh/m2/hari [8]. Nilai insolasi harian matahari rata-rata dalam perhitungan pembangkit PLTS setara dengan Peak Sun Hours (PSH).

Istilah PSH mengacu pada insolasi atau radiasi matahari pada lokasi tertentu yang akan diterima jika matahari bersinar dengan nilai maksimum (1 kW/m2), yang dinyatakan dengan jam. PSH sangat berguna dalam desain karena modul PV sering dinyatakan dengan input rating 1 kW/m2 [9]. Sehingga nilai PSH di Pulau Morotai adalah setara dengan nilai insolasi matahari harian yaitu 4,6 jam. Dengan demikian, kapasitas minimum PV terpasang (dalam kWp) dihitung berdasarkan nilai beban (kWh) / PSH (jam), yaitu sebesar 1.529,46 kWh / 4,6 jam ≈ 333 kWp.

Kapasitas PV Inverter yang digunakan 60 kW dengan rate tegangan input sebesar 600 V dan tegangan range MPP antara 450 – 820 Vdc, sehingga jumlah PV Inverter yang digunakan

sebanyak 333kWp/60kW ≈ 6 buah inverter dengan 185 panel PV/inverter.

Konfigurasi panel PV untuk mensuplai tiap inverter didapat dengan membagi kebutuhan tegangan inverter PV dengan tegangan panel PV

= 600/36,5 ≈ 17 panel hubungan seri, dan jumlah string/paralel PV didapat dengan membagi jumlah panel tiap inverter dibagi jumlah seri panel PV = 185/17 = 11 string/paralel panel PV.

Sehingga total panel PV untuk mensuplai tiap inverter menjadi 17×11 = 187 panel dan total keseluruhan panel PV yang digunakan menjadi 187×6 = 1.122 panel dengan daya total sebesar 1.122×300 = 336,6 kWp dan produksi 1.548,36 kWh/hari.

Baterai yang digunakan dipilih jenis valve regulated lead acid (VRLA) dengan kapasitas 520 Ah, 2 Vdc, efesiensi koneksi baterai diasumsikan 97% dan asumsi pengunaan kapasitas baterai / deep of discharge (DoD) sebesar 70% dan autonomous days selama 1 hari. Untuk mensuplai beban 1.529,4 kWh/hari maka kapasitas baterai yang dibutuhkan [5,6]:

Kapasitas baterai = kebutuhan energy beban × efesiensi sistem baterai × autonomous days

= 1.529,4 kWh/hari × 67,9% × 1 = 1.609,72 kWh Jumlah baterai yang dibutuhkan dihitung dengan terlebih dahulu mengetahui total kebutuhan arus (Ah) dengan persamaan [5,6]:

𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝑡𝑡𝐾𝐾𝐾𝐾 𝐵𝐵𝐾𝐾𝑡𝑡𝐵𝐵𝐵𝐵𝐾𝐾𝐾𝐾(𝐴𝐴ℎ) =𝐾𝐾𝐴𝐴𝐾𝐾𝐴𝐴𝐶𝐶𝐴𝐴𝐶𝐶𝐴𝐴𝐶𝐶𝐾𝐾𝐴𝐴𝐶𝐶𝐴𝐴𝐾𝐾𝐴𝐴𝐴𝐴 (𝐴𝐴𝐴𝐴ℎ)

𝑇𝑇𝐴𝐴𝑇𝑇𝐴𝐴𝐴𝐴𝑇𝑇𝐴𝐴𝐴𝐴𝐾𝐾𝐴𝐴𝐶𝐶𝐴𝐴𝐾𝐾𝐴𝐴𝐴𝐴 (𝑉𝑉𝐴𝐴𝑉𝑉) (6) sehingga didapat total kapasitas baterai sebesar 804,68 kAh. Dengan kapasitas per baterai 520 Ah maka diperlukan baterai sebanyak ≈ 1.560 buah.

Selain baterai daya, juga diperlukan inverter untuk baterai yang dipilih dengan kapasitas 8 kW dengan rate tegangan input sebesar 48 V,

(7)

41 sehingga kebutuhan baterai inverter adalah

333kWp/8kW ≈ 42 buah baterai inverter.

Dikarenakan banyaknya baterai inverter, maka baterai inverter tersebut perlu dihubungkan dalam multi cluster box supaya kerja sistem baterai inverter dapat berjalan sinkron. Multi cluster (MC) box yang diperlukan harus mampu mengkomunikasikan seluruh baterai inverter.

Pada sistem ini digunakan MC Box 36 [6].

Perhitungan Biaya Energi

Biaya energi PLTS dihitung menggunakan metoda Life Cycle Cost. Biaya investasi awal PLTS-Baterai kapasitas 333 kWp ditunjukan seperti Tabel 2. Balance of Systems (BOS) adalah biaya yang diperlukan untuk instalasi dan pembelian peralatan pendukung lainnya. BOS diasumsikan sebesar 35% dari total peralatan sistem. Harga-harga yang tercantum merupakan harga peralatan sampai di Indonesia yang diambil dari distributor resmi dengan nilai tukar rupiah Rp.13.5000/$US.

Biaya pemeliharaan dan operasional setiap tahunnya berdasarkan acuan dari National Renewable Energy Laboratory (NREL) yaitu sebesar 1-2% dari investasi awal [10-11], maka biaya pemeliharaan dan operasional (O&M) per tahun jika kita ambil 2% untuk sistem kecil adalah sebesar Rp572.363.557 /tahun. Lifetime dari inverter selama 10 tahun dan baterai selama 5

tahun sesuai dengan data teknis dan garansi dari pabrikan. Untuk itu baterai dan inverter diasumsikan diganti setiap umur manfaatnya.

Harga sekarang (P) penggantian baterai dan inverter pada tahun ke 5, 10, 15 dan ke 20 diasumsikan sama dengan harga saat ini.

Perhitungan nilai sekarang dari biaya yang akan dikeluarkan di tahun ke n dapat dicari dengan persamaan (7) berikut [10]:

𝑁𝑁=𝐹𝐹(1 +𝐾𝐾)−𝐴𝐴 (7) sehingga didapatkan biaya penggantian baterai dan inverter seperti pada Tabel 3, dengan total nilai sekarang (Rpw) Rp28.831.240.178,00.

Tabel 3. Biaya penggantian baterai dan inverter

Biaya Life Cycle Cost (LCC) dihitung menggunakan persamaan (3) dengan umur manfaat PLTS diasumsikan selama 25 tahun sesuai dengan garansi yang diberikan oleh produsen panel surya. Tingkat suku bunga yang digunakan mengacu pada tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI) yaitu sebesar 4,75%. Besar nilai sekarang (present value) untuk biaya pemeliharaan dan operasional (Mpw) selama umur manfaat dihitung menggunakan persamaan [11]:

Tabel 2. Biaya investasi awal sistem PLTS dengan baterai

(8)

𝑁𝑁=𝐴𝐴 �(1=𝐴𝐴)𝐴𝐴(1+𝐴𝐴)𝑛𝑛−1𝑛𝑛 � (8) Dengan menggunakan persamaan (7-8), diperoleh biaya pemeliharaan dan operasional PLTS-Baterai selama umur manfaat sebesar Rp8.272.927.914,00. Dari biaya investasi awal (C), biaya Ppw, dan biaya penggantian (Rpw) tersebut, maka biaya siklus hidup (LCC) PLTS- Baterai adalah Rp65.722.345.955,00. Annual LCC sesuai dengan persamaan (2) adalah Rp4.547.008.764,00. Sehingga cost of energy (COE) dapat dihitung dengan persamaan (1) untuk produksi listrik tahunan 471.580 kWh adalah Rp9.642,00/kWh.

Perencanaan Pembangkit Hybrid PLTS- PLTD

Dari hasil tersebut, terlihat bahwa harga energi untuk pembangkit PLTS baterai masih sangat tinggi, hal ini disebabkan oleh harga dan pergantian baterai yang sangat mahal. PLTS hybrid PLTD yang dirancang tanpa baterai

diharapkan bisa mengurangi nilai investasi.

Kapasitas PLTS hybrid PLTD di-set sebesar 20%, 40% dan 60% dari kapasitas PLTD, sedangkan kapasitas PLTD dihitung dari beban puncak saat siang hari. Dengan sistem ini energi listrik yang dihasilkan PLTS langsung disuplai ke beban sehingga PLTS hanya berfungsi mengurangi suplai PLTD saat matahari ada, atau dengan kata lain mengurangi pemakaian BBM PLTD. Sebagai pembanding juga dilakukan perhitungan biaya energi dari PLTD murni. PLTD harus mampu memikul seluruh beban disaat energi matahari tidak tersedia. Kapasitas PLTD minimum sebesar 80 kW. PLTD yang dipilih dalam perencanaan ini memiliki kapasitas 100 kVA, dengan power factor 0,85 dan specific fuel consumption (SFC) sebesar 0,285 liter/kWh. Dengan menggunakan metode perhitungan yang sama dengan PLTS di atas (dikurangi baterai ditambah PLTD) didapat spesifikasi peralatan dan kapasitas seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Spesifikasi dan Kapasitas Peralatan PLTS Hybrid PLTD

20% 40% 60% Genset

1 PLTS Kapasitas PLTS (kWp) 19,20 38,40 57,60 Kapasitas Panel PV (Wp) 300 300 300

Tegangan Panel PV (Vdc) 36,5 36,5 36,5

Jumlah Panel (unit) 64 128 192

Hubungan PV seri (unit) 16 16 16

Hubungan PV Paralel (unit) 4 4 4

Produksi PLTS Perharil (kWh) 81,95 163,90 245,85

2 Kapasitas (kW) 20 20 20

Tegangan Input (Vdc) 580 580 580

Jumlah Inverter PV (unit) 1 2 3

Jumlah PV per Inverter (unit) 64 64 64

3 Genset Kapasitas Genset (kVA) 100 100 100 100

SFC 0,285 0,285 0,285 0,285

Energi PLTD per hari (kWh) 1.210,05 1.128,10 1.046,15 1.292 Kebutuhan BBM/hari (liter) 344,86 321,51 298,15 368,22 Kebutuhan BBM/tahun (liter) 125.875,59 117.350,88 108.826,17 134.400,30 Harga BBM (Rp) 8.800,00 8.800,00 8.800,00 8.800,00

No Skenario Kapasitas PLTS Hibrid Genset terhadap

Beban Puncak Peralatan PLTS Hibrid Genset

Inverter PV

(9)

43 Tabel 5. Analisis Biaya Energi PLTS Hybrid PLTD dan PLTD murni

Dari hasil analisis didapatkan biaya dan nilai harga energi (COE) seperti ditunjukan pada Tabel 5. Terlihat bahwa skenario terbaik untuk pembangkitan listrik pada sentra perikanan di Pulau Morotai adalah PLTS hybrid 60% dengan PLTD 100 kVA dengan harga energi Rp2.715,00 /kWh. Hasil ini sejalan dengan penelitian Subhan Nafis dkk. 2015, yang menyimpulkan PLTS hybrid PLTD memberikan harga energi yang lebih rendah dibandingkan dengan PLTD di daerah kepulauan berbasis listrik PLTD [12].

Analisis Finansial Pengolahan Perikanan Kapasitas 5 ton/hari Dengan Beberapa Skenario Sistem Pembangkit.

Asumsi yang digunakan dalam analisis finansial ini adalah sebagai berikut:

• Umur manfaat proyek ditetapkan 25 tahun.

Discount rate sebesar 4,75 % atau sama dengan tingkat suku bunga rata-rata BI 2017

• Kapasitas produksi berdasarkan bahan baku ikan 5 ton per hari

• Harga beli bahan baku ikan rata-rata Rp21.500,00/kg (biaya), dan harga jual ikan tuna/cakalang beku/fillet ikan Rp48.500,00/kg dan Rp2.000,00/kg (pendapatan) produk ikutan (kepala, tulang dan lainnya)

• Rendemen ikan ditetapkan 55% [4] dari bahan baku ikan utuh.

• Perhitungan penyusutan peralatan dilakukan dengan metode garis lurus.

• Biaya perawatan peralatan adalah 2,5% dari depresiasi yang dilakukan per tahun.

Tabel 6. Perhitungan biaya investasi sentral pengolahan ikan + skenario pembangkit

(10)

Tabel 7. Biaya modal bahan baku dan O&M

• Modal investasi berasal dari pemilik sebesar 30% dan 70% dari pinjaman bank. Lama pinjaman selama 5 tahun dengan bunga kredit konstan yaitu 14% pertahun.

• Pajak penghasilan usaha sebesar 30%.

• Satuan waktu operasi pengolahan ikan adalah 300 hari dalam satu tahun, satu tahun sama dengan 12 bulan, satu bulan 25 hari.

• Sentral pengolahan ikan dimodelkan dengan suplai dari PLTS, PLTS hybrid PLTD (PV 20%, 40% dan 60% dari beban puncak), dan PLTD.

Sentral pengolahan perikanan dilengkapi dengan sarana prasarana pendukung lainnya.

Biaya investasi sentra pengolahan perikanan ditampilkan pada Tabel 6. Biaya operasional sentral pengolahan perikanan terdiri dari biaya bahan baku ikan, dan biaya operasional dan pemeliharaan (O&M), baik untuk unit pengolahan ikan maupun unit pembangkitan. Rincian biaya O&M terdapat dalam Tabel 7. Pendapatan berasal dari penjualan produk olahan ikan beku/fillet ikan,

penjualan es batu, dan penjualan hasil produk ikutan. Total pendapatan pertahun sebesar Rp42.112.500.000,00. Rincian pendapatan sentral pengolahan perikanan ditunjukan pada Tabel 8.

Tabel 8. Pendapatan sentral pengolahan ikan

Bisnis pengolahan perikanan secara teoritis memang sangat penguntungkan berdasarkan informasi dari beberapa narasumber pelaku bisnis pengolahan perikanan. Namun faktor resikonya juga sangat tinggi seperti faktor ketersediaan bahan baku ikan karena cuaca, musim ikan, dan kebiasaan nelayan dalam mencari ikan yang tidak

(11)

45 bisa dipastikan kontinuitasnya. Faktor-faktor

resiko usaha tersebut tidak dimasukan dalam tulisan ini karena memerlukan kajian lebih lanjut.

Analisis Kelayakan Investasi

Analisis kelayakan investasi dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan proyek ditinjau dari berbagai indikator investasi seperti: IRR, NPV, dan payback period (PBP). Berdasarkan analisis finansial yang dilakukan, dengan menerapkan persamaan (4), (5), (7), dan (8) pada arus kas (cash flow) sentral pengolahan perikanan, bisa terlihat berapa nilai bersih pendapatan dikurangi biaya per bulan. Dari arus kas ini bisa dihitung nilai IRR, NPV, dan PBP yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 9.

Arus kas selama masa operasi 25 tahun dan perhitungan yang dilakukan, diselesaikan menggunakan program Microsoft Excell, namun hanya ditampilkan hasil akhirnya saja. Hasil analisis kelayakan investasi tersebut menunjukan bahwa sentral pengolahan perikanan dengan pembangkit dari PLTS dengan baterai belum layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan oleh nilai investasi pembangkit dan nilai pengantian peralatan sangat tinggi sehingga biaya energi menjadi tinggi seperti dijelaskan pada analisis Tabel 5. Sentral pengolahan perikanan dengan suplai listrik mengunakan sistem pembangkitan

PLTS hybrid PLTD, PLTD dan dari PLN layak untuk dijalankan, dengan IRR dari 37,81% hingga 42,54%, NPV dari 12,447 miliar rupiah hingga 13,8 miliar rupiah serta payback period selama 1 tahun 3 bulan hingga 2 tahun 2 bulan. Untuk PLTS dengan baterai, kriterianya tidak layak karena faktor kapasitas PLTS yang masih sangat rendah, di bawah 20%. Sehingga untuk mensuplai beban listrik, kapasitas PLTS yang harus disiapkan membutuhkan 5 kali kapasitas bebannya. Hal inilah yang menyebabkan PLTS baterai masih mahal dan menjadi tidak layak.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis tentang perbandingan biaya energi PLTS baterai, PLTS hybrid PLTD dan PLTD murni, dapat diambil kesimpulan bahwa, PLTS hybrid PLTD dengan PV 60% dari kapasitas PLTD yang direncanakan untuk memenuhi beban listrik sentra perikanan di Pulau Morotai mempunyai harga energi paling murah yaitu Rp2.715,67/kWh, lebih murah dari PLTD murni senilai Rp2.927,71/kWh. Penerapan PLTS hybrid dengan PLTD sebagai sumber energi listrik pada sentra pengolahan ikan di Pulau Morotai layak dilaksanakan dengan IRR 33,57%, NPV 11,371 miliar rupiah, dan payback period selama 2 tahun 1 bulan.

Tabel 9. Analisis kelayakan investasi sentra pengolahan perikanan dengan beberapa skenario pembangkit.

IRR NPV PBP Keterangan

0,03% (27.426.869.054) 14 thn 2 Bln Tidak Layak PLTS 20% / 64,00 kWp 37,81% 12.447.137.494 2 thn 2 bln Layak PLTS 40% / 128,00 kWp 35,55% 12.447.137.494 2 thn 2 bln Layak PLTS 60% / 192,00 kWp 33,57% 11.731.192.558 2 thn 1 bln Layak 42,54% 13.800.972.114 1 thn 6 bln Layak PLTD 100 kVA

Kelayakan Investasi PLTS dengan Baterai

PLTS Hybrid Genset 100 kVA

Penyediaan Energi

(12)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Puslitbangtek KEBTKE yang telah memberikan dana dan fasilitas untuk melakukan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Suman, Ali dkk., 2014. Potensi Dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI), p:149, Ref. Grafika & Balai Penelitian Perikanan Laut, Balitbang Kelautan dan Perikanan, KKP.

[2] Agustinus Anung Widodo dan Suryanto, 2015. Analisis Dampak Pelarangan Alih Muatan (Transhiment) Ikan Hasil Tangkapan Pada Armada Pukat Cincin Pelagis Besar (Studi kasus pada perikanan pukat cincin pelagis besar di WPP NRI 716-717 berbasis di Bitung), J. Kebijakan Perikanan Indonesia.

Vol.7 No.2 November 2015, p: 93-102.

[3] Badan Pusat Statistik Kabupaten Pulau Morotai, Kabupaten Pulau Morotai Dalam Angka 2017, p:160.

[4] Bank Indonesia, 2009. Usaha Pengolahan Tuna Loin, Bank Indonesia.

[5] SEIAPI-PPA, 2012. Off Grid PV Power Systems, System Design Guidelines. Version 2.3.

[6] SMA, 2016. Design of Off-Grid Systems with Sunny Island – Planning Guidline. SMA Solar Technology AG, version 2.3 2016.

Tersedia di http://files.sma.de/dl/1353/

Designing-OffGridSystem-PL-en-23.pdf.

diakses pada 5 Desember 2017.

[7] Nelson, Vaughn. 2009. Economics in Foster, R. et al.(ed) 2009. Solar Energy: Renewable

Energy and The Environment, p: 231-248, Boca Raton, FL., CRC Press. Taylor and Francis Group.

[8] P3TKEBTKE, 2016. Peta Potensi Energi Surya Indonesia Skala 5 km. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (P3TKEBTKE), Badan Litbang Kementerian ESDM.

[9] Foster, R., Ghassemi, M. Cota, A. 2009.

Solar Energy: Renewable Energy and The Environment., p: 231-248, Boca Raton, FL., CRC Press. Taylor and Francis Group.

[10] Short, Walter., Packey, Daniel J. and Holt, Thomas. 1995. A Manual for the Economic Evaluation of Energy Efficiency and Renewable Energy Technologies., NREL/TP-462-5173

[11] Cass Whaley et al. 2016. Best Practices in Photovoltaic System Operations and Maintenance 2nd Edition. NREL/Sandia/

Sunspec Alliance SuNLaMP PV O&M Working Group. Technical Report NREL/TP-7A40-67553 December 2016.

[12] Subhan Nafis dkk., 2015. Analisis Keekonomian Penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Pada Sistem Ketenagalistrikan Nias. Jurnal Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan, Vol. 14, No. 2 (2015), p: 83-94.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu cara untuk melistriki daerah perdesaan terpencil adalah dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), karena pembangkit listrik ini mempunyai

Salah satu cara untuk melistriki daerah perdesaan terpencil adalah dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), karena pembangkit listrik ini mempunyai

Melalui kegiatan seminar dan pelatihan “Penerapan Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Untuk Mendukung Terwujudnya Kemandirian Energi Listrik di

Pembangkit listrik yang memanfaatkan energi surya atau lebih umum dikenal dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) mempunyai beberapa keuntungan yaitu: Sumber energi

Foto bersama dengan pengelola panel surya dan anggota pengabdian SIMPULAN Penelitian ini fokus pada sosialisasi pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS sebagai sumber energi

Selain itu juga mendukung Kebijakan Energi Nasional yaitu untuk mencapai bauran energi baru terbarukan EBT pada tahun 2025 sebesar 23%.24 Penerapan PLTS di Bandar Udara Internasional

Standard Operasional Prosedur Instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya Pada Aplikasi Roof atau Atap Zyncalume dan atau Genteng. Dari SOP tersebut dijabarkan ke Metode Kerja Instalasi PLTS jadi berkesinambungan antara 1 dokumen dengan dokumen

Dokumen tersebut membahas tentang minat masyarakat terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan pelatihan yang diberikan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang