• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PEMBIAYAAN PADA PRODUK ARRUM HAJI DI PEGADAIAN SYARIAH BERDASARKAN FATWA DSN MUI

N/A
N/A
Sandi Heryana

Academic year: 2025

Membagikan "ANALISIS PEMBIAYAAN PADA PRODUK ARRUM HAJI DI PEGADAIAN SYARIAH BERDASARKAN FATWA DSN MUI"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS AKAD PEMBIAYAAN PADA PRODUK ARRUM HAJI DI PEGADAIAN SYARIAH BERDASARKAN FATWA

DSN MUI NO. 92/DSN-MUI/IV/2014

Sandi Heryana1

,

Sofyan Al-Hakim2

1UIN Sunan Gunung Djati Bandung, e-mail: [email protected]

2Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, e-mail: [email protected]

Abstract: This research analyzes the financing of Arrum Haji products at Pegadaian Syariah based on the fatwa of the National Sharia Council of the Indonesian Ulema Council (DSN-MUI) No. 92/DSN-MUI/IV/2014 concerning Financing accompanied by Rahn. The problem that makes researchers interested in conducting research is the indication of legal hilah in the implementation of the Arrum Haji contract itself. Therefore, the researcher's temporary assumption is that the implementation of the Arrum Haji product in Pegadaian is the same as the implementation of the Hajj bailout product in Sharia Banks from one side, but on the other side there are differences. The methodology used in this research is the analysis of existing documents at the Islamic Pawnshop. The results showed that the loan contract accompanied by Rahn in the Arrum Haji Pegadaian product was in accordance with the requirements in sharia agreement law. There is a legal hilah carried out in the process of determining mu'nah, this can be seen in the engineering carried out by Islamic pawnshops which indirectly Islamic pawnshops take advantage of loans given to customers, which is 0.95% of the estimated value of marhun and is deposited along with the principal installments every month for all selected period options. In terms of benefits and harms, the implementation of Arrum Haji creates something that becomes an intermediary towards the act of takalluf and the presence of the Arrum Haji product also has the potential to cause the Hajj queue to get longer, this is not much different from the Hajj tanlangan which is no longer allowed to be implemented.

Key Words: Arrum Haji, Rahn, Sharia Pawnshop

Abstrak: Penelitian ini menganalisis pembiayaan produk Arrum Haji di Pegadaian Syariah berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 92/DSN-MUI/IV/2014 tentang Pembiayaan yang disertai Rahn. Permasalahan yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian adalah adanya indikasi hilah hukum dalam pelaksanaan akad Arrum Haji itu sendiri. Oleh karena itu, asumsi sementara peneliti ialah pelaksanaan produk Arrum Haji di Pegadaian sama dengan pelaksanaan produk dana talangan haji di Bank Syariah dilihat dari satu sisi, namun di sisi yang lain ada perbedaannya.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis dokumen yang ada di Pegadaian Syariah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akad pinjaman yang disertai Rahn pada produk Arrum Haji Pegadaian telah sesuai dengan syarat-syarat dalam hukum perjanjian syariah. Adanya hilah hukum yang dilakukan dalam proses penetapan mu'nah, hal ini terlihat pada rekayasa yang dilakukan oleh pegadaian syariah yang mana secara tidak langsung pegadaian syariah mengambil keuntungan dari pinjaman yang diberikan kepada nasabah,

(2)

yaitu sebesar 0,95% dari nilai taksiran marhun dan disetor beserta angsuran pokok setiap bulannya untuk semua pilihan jangka waktu yang dipilih. Dari sisi manfaat dan madarat, pelaksanaan Arrum Haji menciptakan sesuatu yang menjadi perantara menuju tindakan takalluf dan kehadiran produk Arrum Haji juga berpotensi menyebabkan antrian haji semakin panjang, hal ini tidak jauh berbeda dengan dan tanlangan haji yang sudah tidak boleh diberlakukan.

Kata-Kata kunci; Arrum Haji, Pegadaian Syariah, Rahn

Pendahuluan

Di Indonesia, bidang perekonomian dan bisnis syariah mengalami perkembangan semakin pesat, terlebih lagi pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) baik bank maupun non-bank. Bisnis syariah merupakan serangkaian kegiatan bisnis yang dalam berbagai bentuknya tidak dibatasi oleh jumlah atau kuantitas kepemilikan harta baik berupa barang maupun jasa dan termasuk profitnya1. Perkembangan itu turut andil menjadi pengantar dalam pembentukan sejumlah fatwa yang diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia2. Tujuan dari pembentukan produk fikih berupa fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI adalah agar produk layanan syariah yang dilakukan oleh LKS tidak bertentangan dengan dan/atau keluar dari prinsip-prinsip syariah, serta dapat terbebas dari baik unsur-unsur negatif seperti maysir, gharar, riba, maupun dari unsur-unsur yang berpotensi menimbulkan gejala-gejala tersebut.3

Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki kebutuhan yang tinggi terhadap produk-produk keuangan syariah. PT. Pegadaian (Persero) adalah salah satu lembaga keuangan non-bank yang hingga saat terus berinovasi mengembangkan produk-produk layanannya, baik yang konvensional maupun syariah.

Pada pelaksanaannya, PT. Pegadaian (Persero) memiliki cabang atau unit (UPS) yang secara khusus memberikan pelayanan untuk produk-produk syariah. Diantara produk pegadaian yang dalam pelaksanaannya berpedoman pada prinsip syariah yaitu Fatwa DSN-MUI No. 92 tahun 2014 mengenai Pembiayaan yang Disertai Rahn, juga merupakan produk yang masih terhitung baru karena produk ini diluncurkan pada tahun 2016, yaitu produk Ar- Rahn Usaha Mikro Haji Pegadaian yang disingkat dengan Arrum Haji Pegadaian4.

Pegadaian Syariah, sebagai lembaga keuangan berbasis syariah, harus mematuhi berbagai fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Fatwa DSN-MUI berfungsi

1 Mardani. Hukum Bisnis Syari’ah. Jakarta: Kencana, 2014

2 Y.S. Barlinti. Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional dalam Sistem Hukum Nasional di Indonesia. Jakarta: Badan LItbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010.

3Qurotul Aini, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Produk Ar-Rahn Usaha Mikro Haji Pegadaian”, Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman, ol. 8 No. 1 (2022) pp.51-85

4 Pegadaiansyariah.co.id. “Pegadaian Syariah, “Arrum Haji”, https://pegadaiansyariah.co.id/arrum-haji

(3)

sebagai pedoman yang memastikan bahwa produk dan layanan keuangan yang ditawarkan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam, menghindari riba, gharar, dan maisir.

Analisis pembiayaan produk Arrum Haji di Pegadaian Syariah berdasarkan fatwa DSN-MUI sangat penting untuk memahami sejauh mana produk ini telah memenuhi standar syariah. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah secara mendalam bagaimana pelaksanaan pembiayaan Arrum Haji di Pegadaian Syariah, serta menilai kesesuaiannya dengan fatwa-fatwa yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI. Melalui analisis ini, diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai keabsahan dan efektivitas produk Arrum Haji dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Muslim di Indonesia untuk menunaikan ibadah haji dengan cara yang sesuai dengan prinsip syariah.

Dalam pelaksanaan pembiayaan haji melalui produk Arrum Haji ini, ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi oleh calon nasabah, baik syarat administrasi ataupun syarat untuk marhun yang ditentukan.

Pertama, syarat administrasi yang mesti dilengkapi calon nasabah, yaitu memenuhi syarat sebagai pendaftar haji (diantaranya: memiliki mahram), fotokopi KTP, dan fotokopi Kartu Keluarga (KK). Kedua, syarat marhun yang harus terpenuhi oleh calon nasabah, ialah marhun untuk dijaminkan berupa Emas Batangan (LM) dengan berat minimal 3,5 gram atau emas perhiasan berkadar 75% minimal 7 gram atau setara dengan harga Rp 7.000.000,-5. Setelah terpenuhinya syarat-syarat tersebut, calon nasabah akan mendapatkan pinjaman senilai maksimal Rp.

25.000.000,- dalam bentuk tabungan untuk digunakan sebagai setoran awal biaya pendaftaran ibadah haji di bank syariah. Selanjutnya setelah nasabah mendaftarkan porsi ibadah haji, nasabah akan memperoleh beberapa dokumen seperti Buku Tabungan Haji dari bank syariah, surat Setoran Awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (SA BPIH), dan Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH). Selanjutnya, dokumen-dokumen itu akan dititipkan sekaligus digadaikan di pegadaian sebagai salah satu marhun6 .

Dengan diluncurkannya produk Arrum Haji Pegadaian itu, masyarakat bisa mendapatkan pinjaman untuk mendaftar ibadah haji dengan cara menggadaikan emas yang dimilikinya sesuai dengan syarat yang telah disebutkan di atas. Selain itu, keunggulan lain yang ditawarkan dan akan didapatkan oleh masyarakat sebagai nasabah yang mendaftar pembiayaan haji dengan menggunakan produk Arrum Haji yaitu: (1) nasabah dapat memperoleh tabungan haji langsung untuk dapat digunakan mendaftar haji dan memperoleh nomor porsi haji; (2) kepastian nomor porsi; (3) emas dan dokumen haji aman tersimpan di pegadaian/pegadaian syariah; (4) biaya pemeliharaan marhun

5 Pegadaiansyariah.co.id. “Pegadaian Syariah, “Arrum Haji”, https://pegadaiansyariah.co.id/arrum-haji

6Pegadaiansyariah.co.id.

(4)

terjangkau; dan (5) marhun emas dapat dipergunakan untuk pelunasan biaya haji pada saat lunas7.

Selain itu, produk Arrum Haji Pegadaian Syariah tersebut diluncurkan tepat setelah produk Dana Talangan Haji (DTH) pada bank syariah ditutup atau dilarang pengoperasionalisasiannya. Dalam pelaksanaannya, terdapat dua akad pada produk DTH, yaitu akad qard dan akad ijarah. Akad qard pada Dana Talangan Haji digunakan ketika pihak perbankan memberi pinjaman sejumlah dana kepada nasabah untuk mendaftar ibadah haji dan dana setoran awal biaya penyelenggaraan haji, juga berdasarkan akad qard ini nasabah harus mengembalikan dana yang dipinjam sesuai jangka waktu yang telah disepakati secara angsuran. Sementara akad ijarah dalam Dana Talangan Haji digunakan berkenaan dengan jasa yang telah diberikan oleh pihak bank kepada nasabah, yaitu untuk pengurusan pembiayaan haji dalam bentuk dana talangan haji dan biaya administratif yang dikeluarkan oleh pihak perbankan, dan berdasarkan akad ijarah, nasabah mesti membayar biaya jasa kepengurusan haji dan administratifnya kepada pihak perbankan dalam bentuk pembayaran imbal jasa (ujrah)8. Pengoprasian Dana Talangan Haji dilarang, karena bentuk pembayaran imbalan (ujrah) didasarkan pada jumlah besaran dan jangka waktu pinjaman. Oleh karena itu, Dana Talangan Haji dianggap menyelisihi syariat Islam, juga bertentangan dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 9/DSN-MUI/IV/20009. Alasan lain pelarangan Dana Talangan Haji antara lain: (1) Karena dianggap sebagai penyebab terjadinya antrean ibadah haji dalam waktu puluhan tahun; (2) Dana talangan haji menyalahi ketentuan syarat haji, yaitu mampu (istiṭa’ah);

(3) Dana talangan haji mendorong orang untuk berutang; (4) Bank menetapkan biaya/ujrah layanan pengurusan seat (kursi) haji yang ditetapkan berdasarkan besarnya dana talangan haji dan waktu jatuh tempo; dan (5) dana talangan haji merupakan bentuk takalluf (tindakan memaksakan diri) dan memberatkan10.

JIka Dana Talangan Haji dilarang karena sumber pendapatannya atau ujrah yang diperoleh bank syariah serta sebab-sebab lain yang telah disebutkan di atas, maka bagaimana dengan pendapatan yang diperoleh pegadaian dari transaksi pembiayaan haji yang menggunakan produk Arrum Haji. Dengan memperhatikan bahwa dalam Islam, segala bentuk kegiatan usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sesama (muamalat) diperbolehkan kecuali apabila ada dalil atau peraturan yang melarang kegiatan usaha tersebut11.

7Pegadaiansyariah.co.id.

8 Qurotul Aini, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Produk Ar-Rahn Usaha Mikro Haji Pegadaian”, Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman, ol. 8 No. 1 (2022) pp.51-85

9 Qurotul Aini, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Produk Ar-Rahn Usaha Mikro Haji Pegadaian”,.

10 R. Hajkim dan E. Suhendar, “Pro dan Kontra Fatwa Dana Talangan Haji Perspektif Maslahah Mursalah”, Jurnal Iqtishodia, 3 (1), Maret 2018

(5)

Produk Arrum Haji sebagai bentuk muamalah (antara nasabah dan pegadaian), boleh dilakukan selama tidak ada dalil yang melarang pembiayaan Arrum Haji ini. Kaidah fikih di atas juga disebutkan di dalam konsideran “mengingat” dalam Fatwa Dewan Syariah No.92/DSN-MUI/IV/2014 mengenai Pembiayaan yang Disertai Rahn.

Produk Arrum Haji merupakan alternatif pembiayaan ibadah haji, dalam implementasinya ditemukan istilah mu’nah, yaitu suatu bentuk pendapatan yang diperoleh oleh pegadaian (Murtahin) sebagai penyelenggara produk Arrum Haji. Mu’nah yang ditetapkan itu sebesar 0,95% dari taksiran marhun. Maka dalam hal ini nasabah wajib membayar cicilan dan mu’nah pada setiap bulannya. Di situlah adanya indikasi hilah hukum dalam penentuan mu’nah sebagai pendapatan murtahin12. Perlu diperhatikan juga untuk melihat dan mengetahui apakah produk Arrum Haji itu manfaatnya lebih besar daripada madaratnya, atau sebaliknya, madaratnya yang lebih besar daripada manfaatnya.

Metodologi

Dalam tulisan ini, penulis menggunakan metode kualitatif yang bersifat kepustakaan (library research). Metode penelitian kepustakaan digunakan dalam penelitian ini, dimana data diperoleh dari sumber kepustakaan seperti buku, ensiklopedia, jurnal, dan informasi lain yang membahas tentang Analisis Pembiayaan Pada Produk Arrum Haji Di Pegadaian Syariah Berdasarkan Fatwa Dsn Mui No.

92/DSN-MUI/IV/2014. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan metode untuk memperoleh data dengan mengeksplorasi maupun menggali norma dan nilai ekonomi Islam yang kaitannya sangat erat dengan masalah yang diteliti baik yang terdapat dalam jurnal, dan buku. Data dalam artikel ini disajikan dengan naratif-deskriptif. Teknik yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil Penelitian Dan Pembahasan Definisi Gadai (Rahn)

Dalam fiqih muamalah gadai disebut dengan istilah Rahn, secara etimologi, Rahn mengandung makna al-tsubut dan al-dawaam yang artinya tetap dan berkelanjutan. Rahn juga bermakna al-habs, artinya penahanan dan al-luzuum artinya tetap. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

ةٌۙ نَ يْ هِ نَ يْ نَ نَ نَ انَ هِ سٍۢ يْ نَ لُّ لُّ

“Setiap orang tergadai atas apa yang telah ia lakukan”13

11 Qurotul Aini, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Produk Ar-Rahn Usaha Mikro Haji Pegadaian”..

12 M. K. Mas’ud. Filasafat Hukum Islam: Studi Tentang Hidup dan Pemikiran Abu Ishak al-Syathibi. Bandung: Pusaka, 1996.

13 QS. Al-Muddassir/74:38

(6)

Kata rahiinah maksudnya adalah mahbuusah yang artinya tertahan.

Jikalah ditilik secara zhahir (tekstual) maka pada arti al-habsu (penahanan) itu terdapat makna berkelanjutan atau terus menerus dan tetap. Maka salah satu dari kedua makna tersebut melengkapi makna yang lain, dan secara zhahirnya bahwa makna al-habsu itulah makna yang utama. Kata rahn juga secara bahasa kadang dimutlakkan atas sesuatu yang menjadi marhuun (yang ditahan), yaitu sesuatu yang dijadikan sebagai jaminan utang.14

Sedangkan menurut terminologi Rahn adalah menahan sesuatu secara hak yang dapat diambil kembali darinya. Maksudnya adalah menjadikan benda berupa harta yang mempunyai nilai dalam pandangan syara’ sebagai jaminan atau tanggungan utang yang mungkin dijadikan sebagai pembayaran utang baik secara keseluruhan maupun sebagiannya. Arti lainnya adalah Rahn itu akad watsiqah (jaminan) dengan harta.15

Ulama Mazhab Syafi’i16 mendefinisikan bahwa rahn adalah mejadikan materi (‘ain) sebagai watsiqah (jaminan) utang yang dapat dijadikan sebagai pelunasan utangnya saat orang yang berutang tidak mampu membayar utangnya. Ulama madzhab Syafi’I ini berpendapat bahwa rahn itu ‘ja’lu ‘ain’, mereka berpendapat bahwa rahn itu boleh dilakukan pada materi barang, sementara manfaat (jasa) tidak boleh karena manfaat itu mudah hilang maka tidak bisa dijadikan sebagai jaminan.17

Mazhab Hanbali18 mendefinisikan bahwa rahn adalah harta yang dijadikan sebagai jaminan utang yang dari harganya dapat dijadikan sebagai pembayar utang apabila orang yang berutang tidak bisa membayar utangnya itu.”19

Definisi yang disampaikan ulama Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hambali tersebut menunjukkan bahwa barang yang dapat dijadikan sebagai jaminan utang adalah harta yang bersifat materi saja, sedangkan manfaat tidak termasuk, hal ini seperti yang dikemukakan ulama Mazhab Maliki, meskipun menurut mereka (ulama Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali), sebenarnya manfaat itu termasuk dalam pengertian harta.20

14 Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh a-Al-Islam Wa Adillatuhu, (Beirut : Dar al-Fikr, 2014) Jilid ke 5, hal. 77

15 Wahbah al-Zuhaili, … hal. 77

16 Mughni Al-Muhtaj : 2/121

17 Wahbah al-Zuhaili … hal. 77

18 Al-Mughni : 4/326

19 Wahbah al-Zuhaili … hal. 77

20 Agus Salim Nst, Pemanfaatan Barang Gadai Menurut Hukum Islam, Jurnal Ushuluddin Vol. XVIII No. 2, Juli 2012

(7)

Ulama Mazhab Maliki21 mendefinisikannya rahn dengan; “suatu harta yang diambil dari pemiliknya sebagai taustsiq (jaminan) pada suatu utang yang tetap atau menjadi tetap.” Maksudnya seseorang melangsungkan suatu akad atas pengambilan sesuatu dari hartanya berupa barang (‘ain) seperti tanah, binatang, dan barang dagangan (komoditas) atau manfaat, dengan dasar bahwa manfaat tersebut haruslah ditentukan dengan waktu atau pekerjaan dan haruslah dapat diperhitungkan dari utang. Dan juga utangnya mestilah tetap.22

Yang boleh dijadikan jaminan dalam pandangan mereka, bukan hanya harta yang bersifat materi, akan tetapi juga harta yang mempunyai manfaat tertentu. Harta itu tidak harus diserahkan secara aktual, namun dapat juga diserahkan secara hukum, contohnya jika sawah dijadikan sebagai jaminan, maka yang diserahkan adalah sertifikatnya.23

Menurut Ulama Mazhab Hanafi definisi rahn adalah “menjadikan sesuatu (barang) sebagai agunan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak (piutang) tersebut, baik seluruhnya atau sebagiannya.24

Imam An-Nawawi dalam al-Majmu’, kitab ar-rahn menjelaskan bahwa rahn adalah menjadikan harta sebagai jaminan kepercayaan atas utang agar utang bisa dibayar dengannya ketika orang yang wajib membayarnya tidak mampu membayarnya.25

Maka, gadai atau rahn pada dasarnya adalah transaksi utang piutang yang disertai jaminan berupa harta bergerak dari orang yang berutang (debitur) kepada orang yang memberi utang (kreditur) sebagai jaminan utangnya pada saat jatuh tempo, jika setelah tenggang waktu tertentu debitur tidak dapat melunasi utangnya, kreditur bisa menjual harta bergerak yang dijadikan agunan itu dan hasil penjualannya digunakan untuk membayar utang tersebut. Orang yang berutang akan dikenai bunga atau disebut juga sewa modal dan biaya administrasi.

Biaya administrasinya diserahkan di awal transaksi, sementara bunga atau sewa modal dibayarkan ketika penebusan barang. Jadi artinya bahwa syarat untuk menebus harta bergerak yang dijadikan jaminan debitur mesti membayar jumlah uangnya beserta bungannya. Jumlah bunga itu ditetapkan dengan porsentase tertentu dikalikan besar kredit yang diberikan.

Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) Buku II mengenai Akad Pasal 20 poin 14 diterangkan bahwa Rahn atau gadai merupakan

21 Al-Syarhu al-Shagir : 3/303

22 Wahbah Al-Zuhaili, … hal. 78

23 Agus Salim Nst,.. hal. 157

24 Agus Salim Nst .. hal. 157

25 Rokhmat Subagiyo, Tinjauan Syari’ah Tentang Pegadaian Syari’ah (Rahn), Jurnal An-Nisbah, Vol. 01, No. 01, Oktober 2014

(8)

suatu bentuk jaminan yang dilakukan dengan cara pemberian ha katas milik barang oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Selanjutnya dijelaskan pada Bab XIII Rahn Pasal 329 bahwa akad gadai terdiri dari beberapa unsur yaitu penerima gadai, pemberi gadai, harta gadai, utang, dan akad. Para pihak yang terlibat dalam akad gadai mesti menyatakan dengan lisan, tulisan, atau isyarat, serta memliki kecakapan hukum seperti yang diatur dalam Pasal 330. Selain dari itu, akad gadai dianggap sah jika harta gadai sudah dikuasai oleh penerima gadai sebagaiamana yang tertuang dalam Pasal 331. Sementara itu, Pasal 332 mengatur bahwa harta gadai yang digunakan harus bernilai dan dapat diserahkan, serta harus sudah ada ketika akad dilakukan.26

Pegadaian Syari’ah

Pegadaian adalah salah satu lembaga yang menawarkan pilihan pembiayaan melalui sistem gadai. Kementrian BUMN membawahi beberapa perusahaan, salah satunya adalah PT Pegadaian. Pada tahun 2003 lembaga keuangan syariah berkembang sangat pesat. Dengan mendirikan Unit Layanan Gadai Syariah, PT Pegadaian mendirikan pegadaian syariah yang kegiatan operasionalnya berpedoman pada prinsip syariah. Sistem administrasi yang modern dan efisien sesuai dengan nilai-nilai Islam menjadi konsep operasional pegadaian syariah.

Pegadaian syariah beroperasi sebagai unit mandiri yang secara struktural terpisah dari gadai konvesnional.27

secara teknis, pada dasarnya pelaksanaan Rahn dapat dilakukan oleh satu lembaga tersendiri, yang biasa disebut dengan Pegadaian Syari’ah. Konsep operasional lembaga keuangan Gadai Syariah ini dapat memiliki fungsi social yang sangat besar. Karena pada umumnya masyarakat yang datang ke tempat pegadaian syariah ini adalah mereka yang secara ekonomi berada di bawah rata-rata, atau berada pada garis kekurangan. Dan biasanya pinjaman yang dibutuhkan adalah pinjaman yang bersifat konsumtif dan sifatnya mendesak. Dalam implementasinya, pegadaian syari’ah merupakan kombinasi komersil-produktif, meskipun lebih berpihak dan tertuju untuk kepentingan social.28

Pegadaian syariah merupakan salah satu lembaga keuangan nonbank yang cukup berperan penting dalam menunjang pertumbuhan

26 Dewa Pratama Putra dan Asiah Wati, Analisis Perbandingan Gadai Syariah dan Gadai Konvensional Ditinjau Hukum dan Prinsip, Al-Muzdahir Jurnal Ekonomi Syariah, Vol.

05 No. 02 Juli, 2023

27 Ana Toni Roby Candra Yuda, Tiffani Ayu Wulandari dan Salwa Sabrina Latif, Pegadaian Syari’ah: Peningkatan Kesejahteraan Melalui Pinjaman Jangka Pendek Dalam Perspektif Masyarakat, Al-Masraf (Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan) Volume 8, Nomor 2, Juli-Desember 2023, hal. 228

28 Ali Murtado, Normativitas Pegadaian Syariah dan Praktiknya di Dunia Muslim,

Misykat Al-Anwar; Jurnal Kajian Islam dan Masyarakat,

http://jurnal.umj.ac.id/index.php/MaA16/index, Volume 4, No. 1, 2021

(9)

dan perkembangan perkonomian syariah. Landasan kegiatan ini diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.

25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang mengatur tentang pinjaman dengan cara menggadaikan barang sebagai jaminan utang diperbolehkan.29

Gadai Syariah dan Gadai Konvensional mempunyai persamaan yaitu jangka waktu yang sama yaitu 120 hari. Jika peminjam tidak mempu melunasi hutangnya dalam waktu 120 hari, maka barang jamminan akan dijual atau dilelang. Di waktu pelelangan berlangsung, nasabah yang hendak menebus Kembali barang jaminannya diberikan waktu selama 2 jam. Apabila nasabah tidak menebusnya, maka barang yang menjadi jaminan akan dilelang. Hasil pelelangan tersebut digunakan untuk membayar hutang rahin. apabila hasil lelang itu melebihi yang ditetapkan, maka kelebihan itu akan diserahkan kepada nasabah, tetapi apabila kelebihan itu tidak diambil dalam jangka waktu satu tahun, maka kelebihan itu akan disimpan ke dalam dana ZIS (Zakat, Infaq dan Sadaqah) Pegadaian syariah. Berbeda dengan Pegadaian konvensional, kelebihan dari hasi pelelangan atau penjualan yang tidak diambil, maka menjadi hak milik Pegadaian. Dan jika hasil lelang itu ternyata tidak cukup untuk melunasir utangnya, maka nasabah harus melunasi sisa utangnya.30

Perbedaan mendasar antara Pegadaian syariah dengan pegadaian konvensional terdapat pada biaya yang dikenakan. Gadai konvensional menetapkan biaya dalam bentuk bunga yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda. Sementara gadai syariah tidak memungut suku bunga, melainkan berupa biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran. Dengan kata lain, gadai syariah lebih kecil dan dikenakan sekali saja. Maka jelaslah bahwa Rahn itu boleh dilakukan, karena transaksi seperti ini telah dilakukan oleh Rasulullah ﷺ.31

Akad Gadai Syari’ah

Akad-akad yang digunakan dalam transaksi di Pergadaian Syariah antara lain:

Pertama: Akad Qardh al-Hasan. Akad ini digunakan untuk tujuan konsumtif, maka dari itu nasabah (rahin) dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadai (marhun) kepada Pegadaian (murtahin) dengan ketentuan barang gadai hanya bisa dimanfaatkan dengan cara menjual (contohnya emas, barang-barang elektornik, dan lain sebaginya).

29 Bambang Lesmono dan Andri Soemitra, Studi Literatur Pergadaian Syariah di Indonesia, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam (JIEI), 8(10), 2022, hal. 600

30 Bambang Lesmono dan Andri Soemitra, Studi Literatur Pergadaian Syariah di Indonesia,. hal. 601

31 Ali Murtado, Normativitas Pegadaian Syariah dan Praktiknya di Dunia Muslim,.

Hal. 124

(10)

Kedua: Akad Mudharabah. Akad ini digunakan untuk nasabah yang ingin menambah besaran modal usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif dengan syarat barang gadai bisa berupa barang bergerak maupun tidak bergerak (seperti emas, elektronik, kendaraan bermotor, tanah, rumah, dll).

Ketiga: Akad Ba’i muqayyadah. Akad ini diberikan untuk keperluan yang bersifat produktif, (seperti pembelian alat kantor, modal kerja. Pada akad ini murtahin juga bisa menggunakan akad jual beli untuk barang atau modal kerja yang dikehendaki oleh rahin.

Keempat: Akad Ijarah. Objek dari akad ini adalah pertukaran suatu manfaat tertentu. Bentuknya ialah murtahin menyewakan tempat penyimpanan barang.

Dasar Hukum Akad Gadai Syari’ah

Berdasarkan Al-Quran, Al-Hadits, dan Ijma’ menetapkan bahwa sistem utang-piutang dengan Rahn atau gadai ini diperbolehkan dan disyariatkan.

Dasar Hukum dari Al-Qur’an

Surat Al-Baqarah ayat 283, Allah Ta’ala berfirman:

نَةَۗ نَ انَ نَ لا اولُّ "لُّ#يْ$نَ ا&نَ'نَ (ةَۗ)هٗنَ نَ )نَ+لّٰلا -هِ"نَنَليْ'نَ )هٗ"نَنَ ا.نَانَ /نَهِ $لُّ0يْا ى2هِلنَا دِّ 4نَلُّ+يْ5نَ ا6ضً8يْنَ 9يْ#لُّ6لُّ8يْنَ /نَ.هِانَ :يْاهِ5نَ (ةَۗ ;نَويْلُّ <يْ.نَ/لّٰ =هِ5نَ اضً$هِانَ ا'يْ>لُّ?هِ$نَ 9يْلنَ'نَ =نَ @نَ ى+لّٰBنَ 9يْ"لُّيْ لُّ :يْاهِ'نَ

(9يْ+هِBنَ:نَويْ+لُّنَ 8يْ$نَ انَ هِ )لُّ+لّٰلا'نَ (ةَۗ)هٗلُّ +يْCنَ 9Dهِالّٰ )هٗهٗٓنَ اهِ5نَ انَ يْ "لُّ#يْFنَ /يْ.نَ'نَ

(((((((((((((

“Dan Jika kamu dalam perjalanan, sedangkan kamu tidak mendapatkan seorang pencatat, hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, apabila sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Janganlah kamu menyembunyikan kesaksian karena siapa yang menyembunyikannya, sesungguhnya hatinya berdosa. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Rahn atau gadai hukumnya boleh menurut kesepakatan para ulama baik dalam perjalanan maupun dalam keadaan mukilm. Sedangkan menurut Mujahid dan Dawud al-Zhahiri bahwa rahn hanya diperbolehkan saat safar saja, hal ini sesuai dengan teks ayatnya. Penyebutan safar dalam ayat tersebut hanya menunjukkan keadaan yang biasa membutuhkan system ini. Bolehnya rahna di waktu safar atau mukim itu ditunjukkan oleh kemutlakan pensyariatannya di dalam sunnah. Ayat tersebut menjadi petunjuk bagi manusia untuk menyerahkan jaminan kepercayaan yang mudah ketika tidak ada yang dapat menuliskan utangnya.32

Dasar Hukum Dari Hadis Nabi

32 Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, jilid ke 5, hal. 79

(11)

Dibolehkannya Rahn juga ditunjukkan dengan amalan Rosulullah ﷺ yang termaktub dalam al-hadits. Dinataranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang dikisahkan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallah ‘anha:

Sهِللا XلَZوْ\سُXرَ _نَّ Xأَ

دٍيْدِحَ نْمِ اعًرْدِ هُنَهَرْوَ لٍجَأَ ىلَإِ يٍّدِوْهُيَ نْمِ امِاعَطَ ىرَتَشْا

“Sungguh Rasulullah ﷺ pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan cara berutang, dan beliau ﷺ menggadaikan baju besi kepadanya.” )HR. Bukhari, no. 2513 dan Muslim, no. 1603(

Dari sahabat Anas bin Malik, ia berkata;

)هِ+لا Gلُّو@لُّنَ /نَ

)+هِيْ اHنَ&هِ ا=يْ8هِIنَ )يْ .هِ 2نَJنَاHنَ'نَ هِ نَ Fيْ>هِنَ ليْاهِ Kيٍّ ولُّ Fنَ >نَيْ Bهِ اBيْ

“Rosulullah ﷺ menggadaikan baju besi kepada seorang yahudi dan berutang gandum darinya untuk diberikan kepada keluarga beliau.”33

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anh, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:

.لُّ <نَنَ نَ لا Mلُّ=نَيْ Fنَ'نَ Nلُّنَ =يْFنَ Kيْ2هِلنَا ى+نَBنَ'نَ ،اضً ويْلُّ =يْ.نَ :نَانَ اPنَاQهِ )هِ"هِ<نَنَ نَهِ Mلُّ=نَيْ Fلُّ دِّ >نَلا /لُّنَلنَ'نَ ،اضً ويْلُّ =يْ.نَ :نَانَ اPنَاQهِ )هِ"هِ<نَنَ نَهِ Nلُّنَ =يْFلُّ =لُّيْ Rنَلا

“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Orang yang menggunakan kendaraan dan memerah susu tersebut wajib menanggung biaya perawatan dan pemeliharaannya.”34

Juga dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ bersabda:

)لُّ .لُّ =يْ Sلُّ )هِيْ +نَ Bنَ'نَ )لُّ لُّ يْ Sلُّ )لُّلنَ )لُّنَ نَ نَ Kيْ2هِلنَا )هِهِ Tهِا Uنَ /يْ .هِ /لُّ يْ =نَلا -+نَ VيْFلُّ انَ &

“Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung resikonya.

35

Dasar Hukum Dari Ijma’

Para ulama telah sepakat atas kebolehan akad Rahn.36 Maka berdasarkan dalil-dalil di atas, baik al-Quran, al-Hadits atau pun Ijma, dapat ditarik kesimpulan bahwa hokum taklifi untuk Rahn adalah boleh, bukan wajib menurut kesepakatan para ulama, karena rahn merupakan jaminan kepercayaan atas utang, maka hukumnya bukan wajib. Adapun firman Allah Ta’ala: ;نَويْلُّ <يْ.نَ /لّٰ =هِ5نَ (hendaklah ada barang jaminan yang dipegang), ayat ini merupakan perintah sebagai petunjuk bagi kaum muslimin, bukan perintah yang menunjukan wajib, dengan dalil firman Allah selanjutnya yaitu;

)هٗنَ نَ )نَ+لّٰلا -هِ"نَنَليْ'نَ )هٗ"نَنَ ا.نَانَ /نَهِ $لُّ0يْا ى2هِلنَا دِّ 4نَلُّ +يْ5نَ ا6ضً8يْنَ 9يْ#لُّ6لُّ8يْنَ /نَ.هِانَ :يْاهِ5نَ

33 HR. Ahmad, Bukhari, al-Nasa’I, dan Ibnu Majah

34 HR. Jama'ah, kecuali Muslim dan al-Nasa'I (Nail al-Authar: 5/234)

35 HR. al-Syafi'i, al-Daraquthni dan Ibnu Majah

36 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, jilid ke 5, hal. 79

(12)

“Tetapi, apabila sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya.”

Alasan lainnya karena Allah Ta’ala memerintahkannya ketika tidak adanya penulis utang, sebagaimana diketahui pula bahwa penulisan utang itu hukumnya tidaklah wajib.37

Selain dasar-dasar hokum rahn yang disebutkan di atas, di Indonesia terdapat Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengeluarkan fatwa tentang Rahn dan yang berkaitan dengannya.

Diantaranya adalah Fatwa No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn, fatwa DSN No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn emas, Fatwa DSN No. 68/DSN- MUI/III/2008 tentang Rahn tasjily, fatwa DSN No. 92/DSN-MUI/IV/2014 tentang Pembiayaan disertai Rahn (al-Tamwil al-Mautsuqah Bi al-Rahn).

Rukun-Rukun Rahn dan Unsur-Unsurnya

Rukun Rahn38 itu ada empat, yaitu; Rahin yaitu pihak yang menggadaikan barangnya. Murtahin, yaitu pihak yang menerima gadai.

Marhun atau Rahn, yaitu harta atau barang yang digadaikan. Dan Marhun Bih, yaitu utang.

Sedangkan menurut madzhab Hanafi menyatakan bahwa rukun Rahn itu adalah ijab dan qabul antara rahin dan murtahin, seperti akad- akad lainnya. Tetapi akad rahn itu tidak sempurna dan tidak mengikat kecuali dengan adanya penguasaan barang oleh kreditor.

Pendapat selain madzhab Hanafi mengemukakan bahwa rukun Rahn itu ada empat, yaitu; shigat (ijab dan qabul antara rahin dan murtahin), ‘aqid (yang melangsungkan akad rahn yaitu rahin dan murtahin), marhun (barang gadai) dan marhun bih (utang).

Syarat-Syarat Rahn

Ada beberapa syarat yang wajib terpenuhi dalam Rahn, antara lain:

Syarat ‘Aqidain (Rahin dan Murtahin), orang-orang yang berakad yaitu antara rahin dan murtahin disyaratkan memiliki ahliyah, maksudnya adalah kecakapan (kelayakan) untuk bertindak hokum (baligh dan berakal). Syarat ini sama dengan syarat orang yang melakukan jual beli. Ulama Hanafiah mensyaratkan cukup berakal saja.

Oleh karena itu, anak kecil yang mumayyiz hukumnya boleh melangsungkan akad rahn dengan syarat memperoleh izin persetujuan dari walinya.

Syarat Shigah (ijab dan qabul). Madzhab Hanafi berpendapat bahwa dalam shighah rahn tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau disandarkan pada waktu yang akan datang, karena akad Rahn itu

37 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh,.. hal. 80

38 Wahbah al-Zuhaili,. Hal. 80

(13)

sama dengan akad jual beli. Apabila akad itu dibarengi maka syaratnya batal sedangkan akadnya sah.

Syarat Marhun Bih, yaitu utang, antara lain: Utang itu merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin. Marhun bih itu memungkinkan dapat dilunasi dengan marhun. Marhun bih itu haruslah jelas/tetap dan tertu

Syarat Marhun (Barang), antara lain; Marhun dapat diperjual belikan dan nilainya seimbang dengan marhun bih. Marhun itu haruslah harta. Marhun itu harus bernilai dan boleh dimanfaatkan secara syar’i.

Marhun harus jelas. Marhun itu haruslah milik sah rahin. Marhun itu tidak boleh terkait dengan hak orang lain. Marhun itu berupa harta yang utuh, tidak terpisah di berbagai tempat. Marhun itu dapat diserahkan, baik materinya maupun manfaatnya.

Disebutkan dalam Fatwa DSN-MUI No.25/DSN-MUI/III/200239 bahwa boleh melangsungkan transaksi pinjam meminjam dengan menggadaikan barang sebagai jaminan atas utang dalam bentuk rahn.

Tetapi, harus sesuai dengan ketentuan, adapun ketentuan tersebut ialah sebagai berikut: (1) Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan barang jaminan hingga utang itu lunas. (2) Marhun (barang) beserta manfaatnya itu akan menjadi milik seorang rahin (peminjam).

Akan tetapi pada prinsipnya barang serta manfaatnya itu tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali sudah mendapatkan izin dari rahin.

Namun dengan syarat tidak mengurangi nilai barang serta pemanfaatannya itu hanya sekedar sebagi pengganti atas biaya pemeliharaan perawatannya. (3) Perawatan dan penyimpanan barang jaminan menjadi pijakan atas kewajiban seorang rahin, tetapi hal itu dapat dilakukan oleh seorang murtahin. Akan tetapi untuk biaya dari pemeliharaan penyimpanan tersebut tetap menjadi kewajiban seorang rahin. (4) Tidak boleh ditentukan besarnya biaya administrasi dan penyimpanan barang itu didasarkan pada jumlahnya pinjaman. (5) Penjualan barang jaminan: Murtahin mesti memberikan peringatan kepada rahin supaya segera melunasi utangnya jika telah jatuh tempo.

Barang jaminan akan dijual paksa apabila seorang rahin tetap tidak melunasi hutangnya setelah diperingatkan. Hasil penjualan paksa barang jaminan itu akan digunakan oleh murtahin untuk pelunasan hutang, biaya perawatan, biaya barang yang disimpan yang masih belum dibayarkan tadi, serta biaya penjualan. Apabila terjadi adanya kelebihan dan adanya kurang atas penjualan barang jaminan tersebut untuk melunasi hutang itu akan menjadi hak dan kewajiban seorang rahin.

Mekanisme Transaksi Rahn di Pegadaian Syariah

39 Fatwa DSN MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn

(14)

Transaksi gadai yang terjadi di pegadaian syariah melibatkan dua akad yang terdiri atas akad rahn dan akad ijarah40. Akad rahn dilakukan dengan memberikan pinjaman uang dari murtahin ke rahin dan murtahin berhak menahan harta milik rahin sebagai jaminannya. Akad ini digunakan untuk menyatakan bahwa nasabah (rahin) menyetujui atas utang (marhun bih) yang dilakukannya melalui penyerahan barang jaminan (marhun) kepada pihak pegadaian syariah (murtahin).

Sedangkan akad ijarah dilaksanakan dengan pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri41. Akad ini digunakan untuk menyatakan bahwa nasabah (rahin) sanggup dan menyetujui adanya pembayaran biaya perawatan dan penjagaan (ujrah) atas barang jaminan (marhun) dari utang (marhun bih) yang timbul atas rahin melaksanakan akad rahn.

Pegadaian syariah bisa memberikan pelayanan terhadap masyarakat dengan syarat masyarakat hanya melampirkan harta yang akan digadaikan saja, tanpa pengenal dan menyerahkan hartanya.

Kemudian, barang atau harta tersebut akan memasuki tahap penaksiran guna menentukan nilai taksiran barang sebagai patokan perhitungan biaya sewa simpanan dan nominal besaran uang pinjaman yang didapatkan. Besar taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar sebesar 90% dari nilai taksiran barang42.

Munculnya Pegadaian Syariah Digital

Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat ingin semakin dimudahkan dengan adanya teknologi. PT Pegadaian akhirnya meluncur aplikasi Pegadaian Syariah Digital pada tanggal 29 Oktober 2018.

Dengan adanya aplikasi ini diharapkan para nasabah akan merasa terbantu karena dapat bertransaksi melalui smartphone miliknya tanpa harus bertransaksi secara manual.

Pegadaian syaraiah digital ialah pegadaian syariah dalam bentuk aplikasi yang berisi berbagai layanan keuangan dengan berlandaskan prinsip syariah. Layanan tersebut mulai dari rahn (gadai) untuk seluruh kebutuhan hidup, tabungan emas, gadai kendaraan, investasi emas, gadai sertfikat, gadai pembiayaan usaha, gadai porsi haji, transaksi pembayaran, dan beragam layanan keuangan yang lain.

Terdapat produk-produk dari pegadaian syariah yang dapat diketahui melalui aplikasi ini, antara lain:

Pembiayaan

40 Ihtiar, 2016, p. 413

41 Tarantang et al., 2019, p. 69

42 Rodoni et al., 2008, p. 34

(15)

Terdapat enam macam produk pembiayaan yang tersedia di pegadaian syariah ini, yaitu:

Cicil Kendaraan. Pembiayaan ini ditujukan untuk pembelian kendaraan bermotor baik dalam kondisinya baru maupun bekas kepada pengusaha mikro/kecil, karyawan serta profesional dan pensiunan berdasarkan prisnip syariah. Pembiayaan ini dilaksanakan dengan angsuran tetap per bulan dan dapat dilunasi sewaktu-waktu. Pembelian kendaraan ini dapat dilakukan nasabah di dealer yang bebas sesuai dengan keinginan nasabah dengan barang jaminan yang aman dan diasuransikan sehingga dapat terjamin keamanannya.

Pembiayaan Porsi Haji (Pembiayaan Arrum Haji). Layanan pembiayaan ini digunakan untuk mendapatkan porsi haji secara syariah dengan barang jaminan emas atau tabungan emas. Pembiayaan ini menggunakan biaya pemeliharaan barang jaminan yang ringan dengan barang jaminan emas senilai 3,5 gr 24 karat yang akan dikembalikan saat pembiayaan ini telah lunas.

Gadai Emas Angsuran. Pembiayaan ini berupa pinjaman dana tunai dengan jaminan perhiasan baik berupa emas maupun berlian dengan nominal pinjaman mulai dari Rp 1.000.000,- hingga Rp 500.000.000,- yang dapat diangsur dengan waktu yang beragam mulai dari 12, 18, 24, hingga 36 bulan.

Pinjaman Usaha. Layanan gadai ini menggunakan barang jaminan berupa BPKB kendaraan bermotor yang diberikan kepada pengusaha kecil dan menengah guna pengembangan usaha dengan sistem fidusia dengan angsuran bulanan. Pembiayaan ini menggunakan cicilan tetap perbulan dengan nominal pinjaman mulai dari Rp 1.000.000,- hingga Rp 500.000.000,- per nasabah.

Gadai Sertifikat. Yaitu pembiayaan dengan jaminan sertifikat tanah, setingkat Sertifikat Hak Milik, dan Hak Guna Bangunan yang diberikan kepada masyarakat berpenghasilan tetap atau rutin, pengusaha mikro atau kecil, dan petani yang dapat dilunasi atau dicicil sewaktu-waktu dengan nominal pinjaman hingga Rp 200.000.000,-

Cicil Emas. Yaitu pembiayaan kepemilikan emas batangan secara cicilan. Barang jaminan yang digunakan dalam pembiayaan ini adalah emas 24 karat yang bersertifikat dengan cicilan tetap hingga lunas meskipun harga emas mengalami perubahan baik naik maupun turun.

Bentuk pembayaran ini beragam, bisa dibayarkan baik secara personal, kolektif, ataupun arisan. Gadai Rahn Gadai Emas Gadai emas berupa pemberian pinjaman dengan jaminan emas, baik emas batangan maupun perhiasan dengan sistem syariah. Barang jaminan disini akan aman dan diasuransikan dan dapat dicicil dan dilunasi sewaktu-waktu, serta dapat diperpanjang berkali-kali.

Gadai Non Emas. Yaitu berupa pemberian pinjaman dengan jaminan barang elektronik, peralatan rumah tangga, peralatan

(16)

pertanian, hingga peralatan kerja. Barang jaminan disini akan aman dan diasuransikan dan dapat dicicil dan dilunasi sewaktu-waktu, serta dapat diperpanjang berkali-kali.

Gadai Kendaraan. Gadai ini menggunakan jaminan kendaraan baik mobil maupun motor dalam bentuk pemberian pinjaman dengan akad rahn yang diberikan ke seluruh nasabah. Barang jaminan disini akan aman dan diasuransikan dan dapat dicicil dan dilunasi sewaktu- waktu, serta dapat diperpanjang berkali-kali.

Tabungan Emas. Ini adalah layanan penitipan emas yang memberikan fasilitas kepada nasabah yang ingin mempunyai berinvestasi emas secara mudah, aman, dan terpercaya. Dalam tabungan ini menggunakan jaminan emas 24 karat dengan pembelian mulai dari 0,01 gram yang dapat dicetak menjadi emas batangan atau ditukarkan dengan perhiasan.

Gadai Tabungan Emas. Layanan ini berguna sebagai pemberian pinjaman dengan jaminan emas, baik emas batangan maupun perhiasan. Jaminan saldo emas yang digadaikan akan tetap menjadi hak milik nasabah Dengan jangka waktu hingga 120 hari dan dapat diperpanjang dengan biaya mu’nah yang ringan.

Selanjutnya, terdapat beberapa layanan yang tersedia di aplikasi ini adalah tabungan emas, gadai (rahn), cicil emas, pembiayaan, pembayaran, multipayment, informasi cabang, dan informasi produk.

Sebelum menggunakan layanan tersebut, pastikan nasabah telah melengkapi isian data diri atau informasi umum nasabah sehingga transaksi dapat berjalan dengan baik.

Dalam tabungan emas, disajikan adanya grafik harga jual dan harga beli emas selama satu minggu terakhir sehingga nasabah dapat mengetahui dengan realtime berapakah harga emas saat ini. Selain itu, terdapat beberapa fitur lain yaitu top up emas, jual emas, transfer emas, dan cetak emas. Selanjutnya dalam layanan multipayment adalah layanan yang dapat digunakan nasabah untuk membayar berbagai keperluan. Terdapat fitur pembayaran pulsa, listrik, PDAM, Telkom, pascca bayar, dan BPJS.

Mu’nah dalam Gadai Syari’ah

Mu’nah (Biaya pemeliharaan) merupakan biaya yang diberlakukan di Unit Pegadaian Syariah untuk pemeliharaan setiap barang gadai.

Dasar hukum penerapan Mu’nah berdasarkan Fatwa DSN MUI 92/DSN- MUI/IV/2014 dan telah disetujui oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Biaya ini diberlakukan sejak Pegadaian Syariah didirikan dan ketika lahirnya akad saat bertransaksi.

Mu’nah (Biaya pemeliharaan) diberlakukan dengan memberi timbal balik ke Nasabah yakni pemberian kantong barang jaminan beserta segel pada Emas yang digadaikan agar barang tersebut tidak tertukar,

(17)

pemeliharaan pada kendaraan seperti motor dan mobil dilakukan dengan memerhatikan mesin agar tidak rusak dengan cara memanaskan mesin.

Terdapat beberapa kendala dan hambatan dalam penerapan Mu’nah (Biaya pemeliharaan) di Unit Pegadaian Syariah diantaranya yaitu kurangnya pengetahuan nasabah terkait Mu’nah (Biaya pemeliharaan) karena pada saat bertransaksi secara langsung, pihak Pegadaian Syariah hanya memberitahukan nominal yang harus dibayar tanpa menjelaskan biaya-biaya apa saja yang harus dibayarkan.

Berkaitan dengan hal itu pula, saat akan bertransaksi melalui Aplikasi Pegadaian Syariah Digital Service rincian biaya sangat jelas pada tampilan pembayaran sehingga membuat nasabah semakin bingung.

Selain itu, seringkali nasabah Compalin karena tidak paham mengenai waktu jatuh tempo untuk pembayaran Mu’nah (Biaya pemeliharaan) yang berkelipatan 10 hari dan terhitung sejak penandatanganan akad saat bertransaksi, sedangkan nasabah beranggapan bahwa perhitungan harinya dimulai 1 hari setelah transaksi. Hal tersebut terjadi karena pihak Pegadaian Syariah tidak konsisten memberikan edukasi terkait penjelasan dari semua biaya yang muncul pada saat setelah akad

Kebolehan penetapan Mu’nah (biaya pemeliharaan) terdapat dalam Fatwa DSN MUI No. 25/DSNMUI/III/2002 tentang Rahn, menyebutkan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai barang jaminan utang dalam bentuk Rahn diperbolehkan dengan ketentuan; Murtahin (Penerima gadai) berhak menahan Marhun bih (barang jaminan) sampai semua utang Rahin (nasabah) lunas. Marhun bih (Barang jaminan) dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin (nasabah). Pada dasarnya, perawatan dan penyimpanan barang gadai menjadi kewajiban nasabah, tetapi dapat dilakukan juga oleh penerima gadai, tetapi biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban nasabah. Jumlah besaran biaya perawatan dan penyimpanan barang yang digadaikan tidak boleh ditetapkan dengan berdasarkan pada jumlah pinjaman.

Penjualan barang gadai dilakukan apabila: (1) telah jatuh tempo, pihak pegadaian harus mengingatkan nasabahnya agar segera melunasi utangnya. (2) Jika nasabah tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka barang gadai dijual secara paksa atau dieksekusi melalui pelelangan sesuai dengan syariah. (3) Hasil penjulan barang gadai tersebut digunakan untuk melunasi hutangnya nasabah, yakni melunasi biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjulan. (4) Kelebihan hasil penjulan barag gadai tersebut menjadi milik nasabah dan kekuarangannya menjadi kewajiban nasabah.

Pembiayaan Arrum Haji di Pergadaian Syarai’ah

berdasarkan Fatwa DSN MUI No. 92/2014

(18)

Arrum Haji adalah salah satu produk yang diluncurkan oleh Pegadaian Syariah dengan tujuan untuk membantu nasabah supaya dapat memperoleh porsi haji dengan jaminan emas43. Dengan kata lain, Produk Arrum Haji adalah suatu produk pembiayaan konsumtif yang ditujukan untuk nasabah yang membutuhkan dana untuk melunasi biaya setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).

Pembiayaan Arrum Haji ini ialah layanan yang menyediakan pembiayaan dana bantuan haji kepada masyarakat. Produk pembiayaan ini tergolong produk yang sangat baru yang ada di seluruh pegadaian syariah di Indonesia dan juga beberapa pegadaian konvensional. Produk ini hadir berdasarkan Fatwa MUI No.92/DSN-MUI/IV/2014, dimana pegadaian syariah melihat sebuah peluang untuk menawarkan solusi bagai masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji pasca Dana Talangan Haji ditutup.

Analisis Akad pada Arrum Haji di Pegadaian Syari’ah

Ada dua kontruksi Akad yang dipergunakan didalam produk pembiayaan Arrum Haji yang menurut hemat penulis menjadi menari untuk dianalisis pada pembiayaan Arrum Haji di Pegadaian Syariah ini, yaitu terkait akad yang digunakan berdasarkan pada ketetapan syariah dan mekanisme pembiayaannya.

Kontruksi Akad yang digunakan pada Arrum Haji berdasarkan pada ketetapan syariah

Akad sudah menjadi istilah yang banyak kita dengar dan berkaitan erat dengan hukum islam, tetapi terdapat istilah lain yang sudah masyhur di pendengaran kita setiap hari yaitu perjanjian. Pelaksanaan pembiayaan Arrum Haji di Pegadaian Syari’ah merupakan sebuah kegiatan yang tidak terlepas dari ranah hukum perdata karena adanya perjanjian anatar pegadaian syariah dengan nasabah.

Dalam pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, perjanjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Didalam melangsungkan perjanjian (akad) pada pembiayaan Arrum Haji dilangsungkan secara tertulis, dibuat dua rangkap dimana dua rangkap tersebut dibubuhi tapak tangan nasabah pembiayaan Arrum Haji sebagai pengguna jasa dari pegadaian syariah. Dan dibubuhi tapak tangan pihak Pegadaian Syariah sebagai pihak pemberi jasa pinjaman kepada nasabah. Surat perjanjian tersebut dibuat di atas dengan bermaterai, sehingga kedua rangkapnya sama-sama mempunyai kkuatan hukum.

Satu lembar diperuntukan nasbah pembiayaan Arrum Haji dan satu lembar diperuntukkan pegadaian syariah.

43 Pegadaiansyariah.co.id

(19)

Didalam Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, perjanjian dapat menimbulkan perikatan, dimana dapat menimbulkan kewajiban pada pihak didalam perjanjiannya. Kewajiban yang diberikan kepada nasabah dalam perjanjian, yaitu melaksanakan prestasi dalam perikatan yang timbul dari perjanjian tersebut. Melaksanakannya prestasi didalam perjanjian yang sudah disetujui oleh kedua belah pihak dalam perjanjian ialah Melaksanakannya prestasi dari perikatan yang timbul dari perjanjian tersebut.

Kontruksi akad pada produk Arrum Haji di pegadaian syariah berdasarkan atas ketentuan syariah adalah kesesuaian dan terpenuhinya akad Arrum haji dengan rukun dan syarat akad seperti yang telah ditetapkan dalam hokum perjanjian syariah.

Secara Rukun akad, maka dapat diuraikan bahwa pada akad Arrum Haji di pegadaian syariah adalah sebagai berikut:

Pertama: Para pihak yang akan membuat perjanjian (akad) Pembiayaan Arrum Haji di Pegadaian Syariah terdiri dari rahin dan murtahin. Dalam hal ini Pegadaian syariah sebagai Murtahin adalah pihak pertama, dan Rahin (nasabah) sebagai pihak kedua. Unsur pertama ini dalam akad pinjaman yang diiringi dengan rahn (gadai) pada produk Arrum Haji telah termaktub dengan jelas pada komparisi akad tentang identitas para pihak.

Perjanjian (akad) melahirkan suatu hubungan hukum yang didalamnya terdapat hak serta kewajiban masing-masing pihak. Dalam pelaksanaan pembiayaan Arrum Haji di Pegadaian Syari’ah kewajiban dari nasabah yaitu; (1) Melakukan pembayaran angsuran kepada Pegadaian Syariah setipa bulannnya yang terdiri dari pinjaman pokok (marhūn bih) disertai dengan mu’nah dan ganti rugi (ta’widh) bila ada. (2) Menyerahkan jaminan berupa emas sebesar 3.5 gram kepada pegadaian syariah.

Sedangkan hak nasabah dalam pelaksanaan pembiayaan Arrum Haji di Pegadaian Syari’ah yaitu : (1) Menerima uang pembiayaan sejumlah Rp. 25.000.000,00.- diperuntukkan sebagai Setoran Awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (SABPIH). (2) Berhak atas barang jaminan apabila sudah melakukan pembayaran pelunasan kepada Pegadaian Syariah yang terdiri dari pembayaran pinjaman pokok (marhūn bih) disertai dengan mu’nah dan ganti rugi (ta’widh) bila ada.

Selain nasabah yang mempunyai hak serta kewajiban, pegadaian syariah pun mempunyai hak serta kewajiban. Dalam pelaksanaan pembiayaan Arrum Haji, Pegadaian syariah memiliki Hak diantaranya adalah: (1) Jika nasabah tidak membayar setoran padahal sudah dalam tenggang waktu dan harus segera membayar pada pihak Pegadaian syariah, maka Pegadaian syariah memiliki hak untuk melakukan pelelangan atau melakukan penjualan barang jaminan milik nasabah Arrum Haji yang sudah dalam tenggang waktu. (2) Memperoleh

(20)

penggantian biaya dari pemeliharan serta perawataan benda jaminan selama benda jaminan ada di Pegadaian syariah.

Sedangkan kewajiban Pegadaian syariah dalam pelaksanaan pembiayaan Arrum Haji di Pegadaian Syari’ah yaitu : (1) Memberikan uang pembiayaan sejumlah Rp. 25.000.000,- yang diperuntukan untuk Setoran Awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (SABPIH) dengan tujuan untuk memperoleh porsi haji. (2) Menjaga barang yang dijaminkan dengan sebaik-baiknya serta mengembalikan barang jaminan apabila nasabah sudah melakukan pembayaran pelunasan kepada Pegadaian Syariah yang terdiri dari pembayaran pinjaman pokok (marhūn bih) disertai dengan mu’nah dan ganti rugi (ta’widh) bila ada. (3) Tidak diperbolehkan memindahkan barang jaminan yang sedang digadaikan menjadi miliknya, meskipun nasabah melakukan wanprestasi (Pasal 1154 KUHPerdata).

Kedua: Objek Akad. Dalam akad pinjaman yang disertai Rahn pada produk Arrum Haji di Pegadaian Syariah terdapat beberapa akad, yang kemudian dikenal dengan multi akad atau hybrid akad. Karena dalam akad Arrum Haji ada beberapa unsur akad, yaitu akad al-Qardhu dan akad Rahn (gadai emas dan rahn tasjily berupa dokumen haji).

Dengan demikian, objek akad pada akad Arrum Haji ada 3 hal, yaitu emas, dana pinjaman, dan dokumen-dokumen haji.44

Ketiga: Tujuan Akad. Pembiayaan Arrum Haji di Pegadaian Syariah memiliki tujuan yaitu untuk keperluan pendaftaran porsi ibadah haji. Hal ini dijelaskan dalam akad pada Pasal 1 Butir (1).

Keempat: Ijab dan Qabul. Maksudnya adalah pernyataan kehendak antara kedua belah pihak yang melangsungkan akad, dan kaitannya dengan pinjaman yang disertai rahn. Dalam akad Arrum Haji, pernyataan kehendak tersebut diterangkan dalam premis akad.

pernyataan itu mencakup; Rahin (nasabah) yang mengajukan permohonan pinjaman pembiayaan Arrum Haji dan Pegadaian setuju untuk memberikan pinjaman tersebut kepada calon nasabah Arrum Haji sebagai Rahin. Maka terjadi kesepakatan diantara kedua belah pihak tersebut untuk melangsungkan transaksi pinjaman pembiayaan porsi haji dengan menggunakan layanan produk Arrum Haji.

Proses pembiayaan Arrum Haji di pegadaian syariah adalah suatu perjanjian yang harus terpenunhi syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu : (1). Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Dalam melakukan suatu perjanjian, pihak-pihak yang melakukan perjanjian harus memperoleh kata sepakat dari suatu hal dalam perjanjiannya. Kata sepakat dalam perjanjian ini ialah kata sepakat yang ada dari kemauan kedua pihak tanpa terdapat unsur

44 Qurotul Aini, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Produk Ar-Rahn Usaha Mikro Haji Pegadaian”. Wahana Islamika: Jurnal Studi Keisalaman, Vol. 8. No. 1 (2022), hlm. 57

(21)

kekeliruan, tekanan maupun pembohongan. Maksudnya bila kedua pihak memiliki kata sepakat untuk mengikuti pembiayaan Arrum Haji dimana para pihak telah melakukan kesepakatan serta turut sedia melaksanakan apa yang telah ditentukan pada pembiayaan Arrum Haji.

(2). Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Kecapakan yang diinterprestasikan ialah wewenang ke dua pihak untuk melakukan sebuah perjanjian. Kitab Undang-undang Hukum Perdata telah menjelaskan bahwa para pihak bisa disebut cakap untuk melakukan perjanjian, kecuali jika menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap seperti belum dewasa dan berada dibawah pengampuan. Namun untuk melihat kedewasaan seseorang harus dilihat dari objek perjanjian tersebut. Dalam melakukan transaksi pembiayaan Arrum Haji nasabah yang baru berumur 12 tahun boleh melangsungkan pembiayaan Arrum Haj, tetapi pada saat perjanjian dilakukan oleh orang tuanya. (3). Suatu hal tertentu; Didalam perjanjian ada sesuatu yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak dan suatu perjanjian haruslah memiliki objekyang jelas. Pada akad pembiayaan Arrum Haji, objeknya adalah emas sebagai jaminan, nasabah akan memperoleh pembiayaan sebesar Rp.

25.000.000 untuk SABPIH. Sebagai syarat memperoleh kursi haji, serta nasabah berkewajiban untuk mengangsur setiap bulan. (4). Suatu sebab yang halal; Perjanjian tersebut dilaksanakan keuda pihak tanpa ada yang melarang, perjanjian itu memang diperbolehkan. Didalam melangsungkan pembiayaan Arrum Haji merupakan atas dasar tolong menolong yang memberikan kemudahan bagi kaum muslim untuk berangkat haji.

Selain Rukun Akad, harus terpenuhi juga Syarat-syara Akad, agar pembiayaan Produk Arrum haji di Pegadaian Syariah menjadi sah.

Syarat Sah

Dalam hukum perjanjian syariah, agar suatu akad dinyatakan sah, akad tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang meliputi: syarat terbentuknya akad, syarat keabsahan akad, syarat berlakunya akibat hukum akad, dan syarat mengikatnya akad. Analisis akad pinjaman yang disertai rahn berdasarkan syarat-syarat akad adalah sebagai berikut:

Syarat terbentuknya akad

Diantara syarat terbentuknya akad ialah: (1) Tamyiz Di dalam akad tersebut dapat dilihat bahwa para pihak telah dewasa dan memiliki kecakapan hukum atau mampu bertindak hukum. Dalam kasus pelaksanaan akad pembiayaan haji dengan menggunakan arrum haji, seorang nasabah diwajibkan telah memenuhi syarat sebagai calon jamaah haji, yang artinya nasabah tersebut telah memenuhi syarat tamyiz. (2) Berbilang pihak Berbilang pihak artinya dalam pelaksanaan akad harus ada paling tidak dua pihak yang melakukan akad. Pada akad pinjaman yang disertai rahn, dapat dilihat dibagian komparisi akad, ada dua pihak di dalamnya yakni Pegadaian sebagai Pihak Pertama dan

(22)

Rahin sebagai Pihak Kedua. (3) Kesesuaian antara ijab dan kabul untuk melangsungkan akad sebagai wujud dari persesuaian antara ijab dan kabul pada akad Arrum Haji Pegadaian terwujud dalam Premis Akad Butir Pertama, “Bahwa Pegadaian Arrum Haji oleh Para Pihak sepakat disebut Arrum Haji.” (4) Kesatuan majelis akad Dalam hal ini ada dua jenis kesatuan majelis akad, yakni penutupan akad antara pihak-pihak yang saling berhadapan dan penutupan akad antara pihak-pihak yang saling berjauhan (Anwar, 2007). Pada akad Arrum Haji Pegadaian, terkait dengan syarat kesatuaan majelis akad, merupakan jenis pertama (penutupan akad antara pihak-pihak yang saling berhadapan). Hal tersebut dapat dilihat pada pembukaan akad setelah judul akad, bahwasanya akad dilaksanakan pada hari, tanggal, bulan, tahun, dan bertempat di Pegadaian. (5) Objek akad dapat diserahkan Dalam hal ini, menurut penulis berdasarkan akad yang ada, terkait objek akad ada 3 karena penggunaan akadnya yang berbeda. Objek akad dimaksud meliputi emas sebagai barang yang disyaratkan untuk diserahkan oleh nasabah pada saat pengajuan pembiayaan haji, dana pinjaman yang diserahkan oleh Pegadaian kepada Rahin untuk keperluan pendaftaran porsi haji, dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan ibadah haji (buku tabungan, SPPH, SA BPIH) yang diserahkan kembali ke pihak pegadaian untuk dititipkan sampai rahin melunasi hutangnya. (6) Objek akad tertentu dan dapat ditentukan, dalam hal ini objek akad pada akad Arrum Haji Pegadaian adalah tertentu, maksudnya adalah emas, baik emas murni atau perhiasan, dana pinjaman yang tertentu dan ditetapkan maksimal adalah Rp. 25.000.000, dan dokumen haji. Objek akad yang demikian itu ditentukan di awal pada saat akad pembiayaan haji dilaksanakan. (7) Objek akad dapat ditransaksikan Objek akad yang merupakan akibat dari dilaksanakannya akad Arrum Haji Pegadaian adalah dapat ditransaksikan. Misalnya emas yang awalnya dijadikan sebagai jaminan dapat ditransaksikan sebagai pelunasan pada saat akad akan selesai. Hal tersebut juga disebutkan di dalam akad yakni pada Pasal 3 terkait jaminan pelunasan. (8) Tujuan akad tidak bertentangan dengan syarak Tujuan dari Akad Pinjaman yang Disertai Rahn pada Pegadaian Arrum Haji adalah untuk keperluan pendaftaran porsi ibadah haji, sebagaimana telah disebutkan di dalam akad yakni pada Pasal 1 Butir (1). Pendaftaran ibadah haji dalam hal ini merupakan perbuatan yang tidak bertentangan dengan syara’ karena untuk keperluan ibadah kepada Allah.

Syarat keabsahan akad

Berkaitan dengan syarat keabsahan akad untuk akad Arrum Haji Pegadaian ini menyangkut perlu tidaknya suatu tambahan syarat sebagai penyempurna ketikan akad dinyatakan sah berdasarkan pada syarat sah terbentuknya akad. Maksudnya, rukun terkait para pihak dan

(23)

pernyataan kehendak dalam akad Arrum Haji tidak perlu lagi ada syarat tambahan sebagai penyempurna.

Sementara rukun berkenaan dengan objek akad pada akad Arrum Haji perlu adanya tambahan syarat akad agar dalam penyerahannya tidak menimbulkan kerugian (dharar), tidak mengandung unsur gharar, serta bebas dari akad fasid dan unsur riba. Di dalam akad, terlihat bahwa penyerahan jaminan dari nasabah kepada pegadaian dan penyerahan dana pinjaman dari pegadaian kepada nasabah tidak menimbulkan kerugian, sehingga dapat dikatakan tidak ada unsur gharar. Kemudian dalam penyerahan objeknya adalah tertentu yakni emas murni seberat 3,5 gram atau perhiasan yang setara dengannya, dana pinjaman yang tertentu yakni sebesar Rp. 25.000.000,- senilai dengan syarat pendaftaran porsi haji, dan penyerahan dokumen haji kepada pegadaian untuk dititipkan (dokumen akan didapat nasabah setelah proses pendaftaran haji selesai), sehingga unsur gharar tidak ditemukan dalam akad tersebut. Selanjutnya dalam akad Arrum Haji ini nasabah dapat melaksanakan pendaftaran porsi haji dan keberangkatannya pasti setelah semua hutangnya kepada pihak pegadaian lunas (keberangkatan berdasarkan antrean), itu artinya akad produk Arrum Haji tersebut merupakan jenis akad yang nafiz. Akan tetapi untuk terbebas dari unsur riba, ada suatu hilah di sini, yang semula merupakan akad pinjaman dialihkan menjadi akad gadai atau rahn.

Syarat berlakunya akibat hukum akad

Telah dipaparkan sebelumnya di atas bahwa akad Arrum Haji Pegadaian ini merupakan jenis akad yang maukuf, disebabkan syarat berlakunya akibat hukum akad belum dapat terlaksana dan salah satu syaratnya ada yang belum terpenuhi. Hal itu disebabkan juga karena objek akad pada salah satu pihak yaitu nasabah dikatakan belum sempurna. Objek akad dimaksud adalah dokumen haji yang belum didapatkan oleh nasabah, karena pada saat pembuatan dan penandatangan akad pendaftaran haji belum dilaksanakan. Akan tetapi objek akad lainnya di dalam akad yaitu emas dan dana pinjaman sudah dapat dilaksanakan akibat hukumnya karena objek tersebut merupakan kewenangan masing- masing pihak.

Syarat mengikatnya akad

Akad gadai memiliki sifat asli yaitu sifat dari akad yang tidak mengikat. Akad tidak mengikat tersebut berlaku bagi murtahin, tetapi bagi rahinnya sendiri akad tersebut tetap mengikat dan dapat dibatalkan jika ada persetujuan antara kedua belah pihak. Hal tersebut juga ditetapkan dalam akad yang merupakan hak opsi akad, yaitu pada Pasal 10 terkait dengan masa berlaku akad.

Mekanisme Pelaksanaan Pembiayaan Arrum Haji Di

Pegadaian Syariah

(24)

Proses pelaksanaan Program Pembiayaan Arrum Haji di Pegadaian Syariah dimulai dengan nasabah Arrum Haji harus memenuhi persyaratan dan prosedur yang telah ditetapkan Pegadaian Syariah.

Sebagai tujuan agar meringankan dan dijadikan sebagai ukuran dalam Pembiayaan Arrum Haji sebelum menimbulkan perjanjian pembiayaan Arrum Haji. Untuk memperoleh pembiayaan Arrum Haji, maka nasabah Arrum Haji harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (1).

Membawa fotocopy KTP, (2). Fotocopy Kartu Keluarga (KK), (3). Akta Kelahiran, (4). Jaminan emas senilai 3,5 gram dan nilai taksiran minimal Rp. 1.900.000,- , (5). Biaya Administrasinya Rp 270.000,- (6). Pembukaan Buku Tabungan Haji Rp 500.000,-

Setelah nasabah Arrum Haji memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, berikut alur atau proses yang harus dilakukan oleh nasabah untuk mendapatkan pembiayaan Arrum Haji pada pegadaian syari’ah:

Pertama, Nasabah mendatangi kantor Pegadaian Syari’ah membawa persyaratan yang sudah ditentukan. Emas senilai 3,5 gram yang telah diserahkan, kemudian ditaksir oleh penaksir di Pegadaian Syari’ah. Kemudian setelah lengkap semua syarat-syaratnya, selanjutnya nasabah menuju bank syariah yang akan menerima setoran biaya penyelenggaran ibadah haji yang ditunjuk oleh Pegadaian Syari’ah untuk melangsungkan pembukaan tabungan haji yang ditunjuk oleh Pegadaian Syari’ah. Nasabah membayar setoran awal tabungan sebesar Rp. 500.000,-. Lalu Bank syari’ah itu menginput data nasabah dan menerbitkan tabungan haji. Kemudian Pegadaian Syari’ah mengirimkan uang Rp. 25.000.000,- tersebut pada rekening nasabah Arrum Haji yang telah dibuka.

Selanjutnya, Nasabah Arrum Haji membubuhi tapak tangan surat pernyataan terpenuhinya persyarataan untuk mendaftar haji yang diteritkan oleh Kementerian Agama RI dan melaksanakan transfer ke rekening Kementerian Agama sesuai dengan SABPIH pada domisili nasabah Arrum Haji. Lalu Bank Syari’ah menerbitkan bukti SABPIH.

Nasabah Arrum Haji menyambangi kantor Kementerian Agama RI untuk melakukan pendaftaran haji disertai membawa persyaratan pendaftaran haji bersama pihak Pegadaian Syari’ah dan menyerahkan bukti SABPIH.

Selanjutnya, Nasabah mengisi formulir berupa Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH) dan menyerakannya pada petugas Kementerian Agama. Selanjutnya Kementerian Agama RI menerbitkan SPPH yang dibubuhi tapak tangan dan dibubuhi setempel dinas oleh petugas kantor Kementerian Agama RI. Kemudian Nasabah menyerahkan bukti SABPIH dan SPPH serta buku tabungan haji ke pegadaian syariah sebagai jaminan tambahan pada pembiayaan Arrum Haji.

Ketika semua proses tersebut telah terlaksana, maka bulan berikutnya nasabah Arrum Haji sudah memiliki kewajiban untuk mulai membayar angsuran.

Referensi

Dokumen terkait

Pembayaran angsuran untuk produk Arrum Emas yakni flat setiap bulannya, akan tetapi apabila nilai taksiran pada saat itu waktu Melakukan angusran mengalami penurunan harga maka

Pembiayaan pengadaan barang untuk pelaku usaha yang berjualan secara online ( online seller ), yaitu pembiayaan yang diberikan kepada pelaku usaha yang melakukan

Saran yang dapat penulis berikan pada Pegadaian Syariah Cabang Kedungdoro Surabaya yakni, agar diskon ujrah tetap dapat diberikan untuk para nasabahnya namun tetap sesuai

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perlakuan akuntansi dalam produk pembiayaan rahn di PT Pegadaian Syariah Cikijing mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian, dan

Faktor pendukung atau kekuatan ( streght ) a) Penduduk semarang yang mayoritas muslim. Penduduk semarang yang mayoritas muslim merupakan salah satu faktor pendukung

Namun, untuk menghindari keraguan atas ke-ṣaḥīḥ-an hadis-hadis yang dijadikan sebagai landasan hukum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

92 Tahun 2014 juga menyatakan bahwa dalam akad amanah, yakni akad-akad yang tidak melahirkan kewajiban untuk tidak bertanggungjawab terhadapharta pihak lain ketika harta

Nasabah menyiapkan persyaratan dan ketentuan yang diperlukan, nasabah menyerahkan barang jaminan emas logam mulia 3,5 gram untuk diperoses penaksiran oleh bagian penaksir, nasabah haji