• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Analisis Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

(Analisis Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Mishbah) Skripsi ini Diajukan

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:

Enik Muniroh NIM: 13210512

PROGRAM STUDI ILMU QUR`AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

1438 H/2017 M

(2)

(Analisis Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Mishbah) Skripsi ini Diajukan

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:

Enik Muniroh NIM: 13210512

Pembimbing:

Ali Mursyid M. Ag

PROGRAM STUDI ILMU QUR`AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

1438 H/2017 M

(3)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Paham Wahhabi masuk ke Indonesia belasan tahun setelah wafatnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, tokoh pendiri gerakan Wahhabi.

Berawal dari ibadah haji Pada tahun 1803, tiga jamaah haji Indonesia dari Minangkabau pulang membawa oleh-oleh ajaran salafy.1 Ketiganya adalah Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piobang. Mereka membentuk kelompok kaum Padri dan menyebarkan ajaran ini di Tanah Minang. Kelompok ini melakukan pertentangan terhadap cara hidup masyarakat yang dianggap lalim dan penuh bid’ah serta kemusyrikan. Kaum Padri juga melarang minuman keras, candu, tembakau, sirih, judi dan sabung ayam.2

Untuk memerangi bid’ahdan kemusyrikan kelompok ini menerapkan syari’at Islam versi mereka di desa-desa. Mereka mengharamkan pengkramatan kuburan-kuburan orang-orang shaleh (atau para wali).

Melarang memakai perhiasan emas dan kain sutera, setiap orang diwajibkan sholat lima waktu, bagi yang melanggar dikenai denda, para wanita diharuskan menutup wajah, sementar kaum laki-laki harus memakai pakaian berwarna putih, bercelana di atas mata kaki dan membiarkan janggutnya tumbuh. Jalan kekerasan pun mereka pilih. Kaum padri mewartakan jihad melawan kaum muslimin yang tak mau mengikuti ajaran mereka. Orang yang tidak mau tunduk dibunuh, surau-surau yang dianggap milik kelompok bid’ah, seperti milik kelompok tarekat, diserang dan dibakar hingga rata dengan tanah. Akibatnya, perang saudara meletus di tengah masyarakat Minangkabau. Musuh utama Kaum Padri adalah kaum bangsawan dan kaum adat. Kedua kelompok ini meminta bantuan Belanda untuk menumpas kelompok salafy ini dengan iming-iming penyerahan Kerajaan Minangkabau.

Belanda pun turun tangan. Setelah perang bertahun-tahun tentara Kolonial berhasil menaklukkan kaum Padri pada 1830-an.3

Gerakan salafy ini muncul lagi di awal abad 20. Secara berturut-turut di Indonesia lahir organisasi-organisasi berpaham salafy. Di Yogyakarta

1 Salafy Wahhabi, sebuah kelompok yang mengusung gerakan pemurnian agama Islam dengan mengedepankan kampanye pembasmian terhadap segala sesuatu yang dianggap bid’ah, yang berakar pada semangat memahami Al-Qur`an dan hadis secara tekstualitas. Karena itu ketika mendapatkan fenomena yang berlawanan dengan teks tersebut mereka akan menentangnya dan tidak akan berkompromi. Dikutip dari www.nu.or.id/post/read/32714/salafi. Pada tanggal 14 Agustus 2017 pukul, 07 : 02

2 Solahudin, NII sampai JI Salafy Jihadisme Indonesia, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2011), h. 54

3Solahudin, NII sampai JI Salafy Jihadisme Indonesia, h. 54

(4)

berdiri Muhammadiyah pada 1912 yang kemudian menyebarkan syiar Islam di perkotaan, sementara itu di Jakarta lahir Al-Irsyad pada 1914 yang aktif berdakwah di kalangan orang Indonesia keturunan Arab dan di Bandung berdiri Persatuan Islam (Persis) pada 1923 yang aktif menyebarkan paham salafy di Jawa Barat. Kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, menolak taklid kepada empat madzhab, serta pemberantasan bid’ah dan syirik kemudian menjadi semacam isu dasar yang diusung oleh gerakan-gerakan ini. Paham keagamaannya sangat dipengaruhi pemikiran Wahhabi dan dan pemikiran salafy Muhammad Abduh dari Mesir. Kelompok ini juga sering disebut kelompok Islam modernis. Penyebutan ini sebagai pembeda kelompok berpaham salafy ini dengan kelompok-kelompok Islam tradisioalis yang mempunyai paham keagamaan berbeda.4

Adapun beberapa kontroversi dari ke dua kaum ini, yakni Wahhabi dan Islam modernis terhadap praktik-praktik keagamaan kaum Islam tradisionalis diantaranya adalah seperti pembacaan talqîn, saat pengkuburan jenazah, pembacaan niat saat sholat, tawassul, ziarah ke makam wali untuk mendapat berkah dan sebagainya. Untuk melindungi diri dari ancaman kaum modernis ini, kaum tradisionalis kemudian mengorganisasikan diri dalam wadah Nahdlatul Ulama yang didirikan pada 1926 di Surabaya. Organisasi baru ini menekankan keterikatan pada madzhab fikih Imam Syafi’i, dan memutuskan untuk berusaha dan bersungguh-sungguh menjaga kebiasaan bermadzhab di Indonesia.5

Sejak awal kaum modernis mempunyai pandangan politik Islamis yakni mereka mencita-citakan mendirikan Negara Islam di Indonesia. Dalam artian Islam dijadikan sebagai dasar Negara. Namun gagasan-gagasan ini mendapat tentangan dari kelompok Nasionalis-Sekuler yang mempercayai bahwa untuk mencapai kemerdekaan dan membangun Negara Indonesia yang kuat adalah dengan mengikuti tren Sekuler Barat yang memisahkan antara agama dan negara serta membatasi peran agama hanya di wilayah kepercayaan dan ibadah individual. Sejak akhir 1920-han hingga menjelang kemerdekaan Indonesia pada 1945 perdebatan soal negara Islam versus negara sekuler menjadi polemik sengit kedua kelompok. Bagi kelompok nasionalis-sekuler, Islam berbahaya bila dijadikan sebagai Ideologi negara karena bisa menimbulkan perpecahan. Orang-orang non-muslim tak akan mendukung sebuah negara yang hanya menguntungkan umat Islam dan membuat mereka hanya menjadi warga kelas dua. Karenanya sekularisme akan menjadi kompromi logis, karena ia tidak mendukung kelompok agama manapun. Sedangkan kaum modernis menganggap bahwa sebagian besar

4Solahudin, NII sampai JI Salafy Jihadisme Indonesia, h. 54

5Solahudin, NII sampai JI Salafy Jihadisme Indonesia, h. 55

(5)

masyarakat Indonesia adalah muslim dan sangat logis serta adil bila negara Indonesia yang akan berdiri nanti adalah negara berdasarkan Islam. Justru menurut mereka yang tidak adil, ketika penduduk yang minoritas menjadi penentu bentuk negara yang justru akan merugikan umat mayoritas.6

Puncak perdebatan itu terjadi dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tahun 1954. Dalam sidang ini kelompok modernis pendukung gagasan negara Islam diwakili oleh tokoh-tokoh politik Muhammadiyah seperti H. Agus Salim, Ki Bagus Hadikusumo, dan Abdul Kahar Muzakir. Sementara kaum tradisionalis diwakili KH. Wahid Hasyim. Mereka mendesak gagasan Islam sebagai dasar negara di sidang-sidang BPUPKI. Upaya para tokoh Muhammadiyah bersama wakil umat Islam sempat berhasil. Dalam sidang BPUPKI Juni 1945 mereka berhasil mendesak Piagam Jakarta yang menyebutkan, negara akan didasarkan atas “ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Soekarno sebagai ketua panitia meminta agar semua pihak, khususnya wakil-wakil Kristen dan Katholik menerima hasil kompromi ini. Namun usia Piagam Jakarta ini ternyata berumur pendek. Satu hari setelah kemerdekaan, kelompok Kristen dan Katholik tak puas dengan keputusan tersebut dan mengancam akan mendirikan negara sendiri di Indonesia bagian Timur.7

Dalam sebuah pertemuan mendadak pada 18 Agustus 1945, Muhammad Hatta membujuk para tokoh Islam untuk mengganti ketujuh kata.

Peluang memperjuangkan kembali gagasan Islam sebagai dasar negara ini terbuka pada Oktober 1945 pemerintah Indonesia menghimbau rakyat Indonesia untuk mendirikan partai politik. Untuk menyalurkan aspirasi politiknya, kaum modernis kemudian bergabung dengan Partai Masyumi yang berdiri pada 7 atau 8 November 1945. Selalu ada ketidakpuasan dengan proses demokrasi yang seringkali terkesan lambat dan bertele-tele. Pengurus besar partai Masyumi yakni Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo memilih keluar dari partai dan memperjuangkan sendiri Negara Islam dengan memproklamirkan Darul Islam (DI) atau Negara Islam Indonesia (NII) pada tahun 1949.8

DI menghukumi orang yang menolak syari’at Islam sebagai orang murtad. Mereka juga menetapkan jihad melawan pemerintah Indonesia hukumya fardhu ‘ain. Orang-orang DI juga berjihad dengan cara merampas nyawa serta harta warga sipil yang tak mau bergabung dengan mereka.

Menariknya kelompok ini bukan lahir dari tradisi pemahaman salafy.

Mayoritas pendiri dan pengikutnya justru orang-orang Islam dari kalangan

6Solahudin, NII sampai JI Salafy Jihadisme Indonesia, h. 55-56

7Solahudin, NII sampai JI Salafy Jihadisme Indonesia, h. 56

8Solahudin, NII sampai JI Salafy Jihadisme Indonesia, h. 56-57

(6)

tradisionalis penganut madzhab syafi’i. Bahkan, Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo, pimpinan kelompok ini adalah seorang pengikut paham sufisme yang di mata kelompok salafy dianggap menyimpang.9

Terbentuknya Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) pada tanggal 7 Agustus 2000 di Yogyakarta. Majelis Mujahidin ini merupakan wadah yang terdiri dari sejumlah tokoh Islam Indonesia yang disebut sebagai Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA) yang mengemban amanat untuk meneruskan misi pergerakan syari’at Islam; yakni segala aturan hidup yang diajarkan oleh agama Islam yang bersumber dari Al-Qur`an dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Dasar pemikiran pendirian MMI ini erat kaitannya dengan keinginan sebagai umat Islam (Daulah Islamiyah atau Islamic State) kelompok MMI berpendapat bahwa karena Islam itu sesungguhnya adalah dîn wa daulah (Agama dan Negara), pendirian negara Islam adalah suatu keniscayaan.

Dikatakan juga bahwa sebagian besar faksi yang bergabung dalam MMI ini berasal dari kaum pergerakan Darul Islam (DI) dari beberapa daerah, yang ingin kembali mencoba membangun kekuatan Islam yang menurut mereka telai bercerai-berai sekian lama. Maka, merekapun sebuah kelanjutan dari perjuangan pergerakan DI.10

Selanjutnya munculnya Laskar Jihad. Yang didirikan di Solo pada 14 Februari 1999, bersamaan dengan tabligh akbar di Stadion Manahan Solo.

Gerakan ini pada dasarnya adalah bagian dari organisasi lebih besar, Forum Komunikasi Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah (FKAWJ) hanya saja, karena kegiatannya yang langsung terlibat dalam upaya penanganan konflik keagamaan. Ja’far Umar Thalib, pendiri sekaligus deklarator FKAWJ, pada prinsipnya telah berusaha meminta pemerintah Indonesia untuk segera menyelesaikan konflik di Ambon, karen setahun tidak juga muncul reaksi dari pemerintah FKAWJ mengadakan tabligh akbar lagi pada 30 Januari 2000 sekaligus mendeklarasikan terbentuknya Laskar Jihad oleh Ustadz Ja’far Umar Thalib. 11 Sebuah peristiwa kerusuhan di Ambon, Maluku, yang kerap dipahami sebagai konflik sosial keagamaan antara Muslim dan Kristen tepat pada hari Idul Fitri 1999, satu hari yang sangat istimewa bagi kaum Muslim, masyarakat Ambon menyaksikan suatu peristiwa kekerasan yang kemudian berpengaruh sangat besar dalam hubungan kedua komunitas pemeluk agama tersebut. Lepas dari berbagai interpretasi yang berkembang di seputar peristiwa tersebut, hal penting yang perlu ditekankan adalah bahwa sebagian kaum Muslim memandangnya sebagai awal dari sebuah rencana besar untuk membantai kaum Muslim Ambon, dan Maluku pada umumnya.

Keprihatinan dan terutama pemahaman terhadap konflik tersebut sebagai

9Solahudin, NII sampai JI Salafy Jihadisme Indonesia, h. 53

10Jamhari-Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal Di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 48-49

11Jamhari-Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal Di Indonesia, h. 87-88

(7)

salah satu bentuk pembantaian terhadap umat Islam kemudian mengundang perhatian dan sekaligus reaksi Muslim Indonesia terhadap nasib saudara mereka di Ambon.12

Kemudian berdirianya Front Pembela Islam Islam (FPI) merupakan salah satu oraganisasi Islam yang cukup penting pasca reformasi Indonesia.

Gerakannya yang kerap diwujudkan dalam tindakan-tindakan dan aksi-aksi yang radikal telah menimbulkan ketakutan dan bahkan menjadi momok bagi sebagian anggota masyarakat. FPI termasuk salah satu kelompok Islam yang kerap dikategorikan sebagai Islam fundamentalis. Jargon-jargon yang mereka pakai memang tidak jauh dari doktrin pembelaan kalimat Allah, lebih khusus lagi pemberlakuan syariat Islam, dan penolakan mereka yang tegas terhadap Barat. Organisasi ini dengan cepat dikenal masyarakat sejak beberapa tahun belakangan. Hal ini berhubungan dengan kegiatan utama mereka, yaitu merazia tempat-tempat hiburan yang mereka percaya sebagai sarang maksiat seperti klub malam, diskotik, kafe, dan kasino.13

Sampai saat ini, perbincangan tentang model Negara Islam masih terus menjadi isu menarik, Masyarakat dunia khususnya dunia Islam dikejutkan dengan oleh munculnya sekelompok orang yang bersenjata dengan menamakan diri dengan ISIS (Islamic State of Iraq and Syam), atau dengan istilah Arabnya dikenal dengan DAISY (Daulah Islamiyyah Iraq dan Syam). Media-media Nasional dan Internasional secara gencar mengabarkan bahwa kelompok ini sangat berbahaya. Karena, mereka ini mengusung Isu Khilâfah Islâmiyyah yang dikhawatirkan akan mengancam penguasa- penguasa di seluruh dunia. Belum lagi cara-cara yang mereka gunakan untuk mencapai tujuan. Pro dan kontra di kalangan pemimpin dunia dan tokoh- tokoh Islam tidak terelakkan lagi. Masyarakat awam pun dibuat kebingungan bagaimana mesti menentukan sikap. Diantara yang pro terhadap ISIS, tidak sedikit yang akhirnya bergabung dengan mereka, dan ada sedikit warga Indonesia. Melihat gelagat seperti itu pemerintah Indonesia pun tidak mau kecolongan. Dengan menggunakan tangan kanannya, yaitu BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), pemerintah Indonesia mewanti wanti masyarakat agar tidak tergoda dan bergabung dengan ISIS adalah organisasi teroris dan radikal yang harus diperangi.14

Isu dan kampanye sistem khilâfah yang menjadi ancaman terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mencuat kembali ke permukaan. Isu khilâfah ini ditengarai terdapat pada Mu’tamar Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jember pada tahun 2016 di New Sari Convention Hall

12Jamhari-Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal Di Indonesia, h. 85-86

13Jamhari-Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal Di Indonesia, h. 129

14Syaikh Ali Hasan al-Halabi, Daisy al-Irâq wa asy-Syâm Fi Mîzân as-Sunnah wa al-Islâm, terj. Umar Mujtahid, ISIS khilâfah Islamiyyah atau Khawârij?, (tt.p: PT. Pustaka Imam Syafi’i, 2015), mukaddimah h. v-vi

(8)

yang bertemakan: “Syariah dan Khilafah, mewujudkan Islam Rahmatan lil âlamîn, bukan ancaman”. Kegiatan ini pun menuai respon keras dari GP Anshor Jember yang kemudian berujung pada pembubaran muktamar tersebut. Mencuatnya isu ini sungguh sangat disayangkan, karena pertama, isu sistem Khilafah dan penerapan syariat Islam dalam konstitusi negara merupakan anti tesis dari falasafah bangsa yakni pancasila. Kedua, masyarakat indonesia secara umum tidak mempertentangkan antara Islam dan demokrasi kerap digoyahkan ini oleh kelompok HTI agar menolak keberadaan sistem demokrasi yang dianggap sebagai ciptaan “orang kafir”.15

Penelitian LIPI mutakhir yang dirilis pada 18 Februari 2016 membuktikan bahwa mahasiswa-mahasiswa di kampus umum cenderung menolak Pancasila. Penelitian LIPI menunjukkan bahwa benih-benih penolakan yang dipengaruhi oleh paham dari HTI ini nampak pada mahasiswa di kampus-kampus umum seperti Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Tekhnologi Sepuluh November (ITS), Universitas Brawijaya (UB), Univesitas Airlangga (UNAIR), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Diponegoro (UNDIP). Tidak hanya itu, pengaruh ideologi HTI juga menyebar ke kampus-kampus berbasis Islam seperti IAIN, STAIN dan UIN. Mereka sangat gencar mensosialisasikan paham ideologinya secara masif, baik di media sosial maupun di masjid-masjid secara ekslusif.

Sasarannya terutama mengarah kepada mahasiswa yang terdapat di fakultas- fakultas umum. Mereka menjadi target yang empuk dan efisien untuk menanamkan dan menginfiltrasi doktrin-doktrin khilafah, seperti menolak sistem demokrasi, pancasila tidak sesuai dengan syari’at Islam, pemerintah Indonesia dianggap Thâghût (zalim) dan mesti diperangi.16

Sebagai bangsa yang sederajat dengan bangsa lain kita wajar memiliki (selfconfident, self relation), bahkan memilki kesadaran kebangsaan. Karena itu pendahulu-pendahulu kita (pendiri Republik ini) merumuskan secara jelas apa sesungguhnya pandangan hidup bangsa kita, yang kemudian dinamakan Pancasila. Seperti yang ditujukan oleh ketetapan MPR no. II/MPR/1978, maka Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar Negara kita.17

Pancasila merupakan nilai-nilai luhur yang lahir dan tumbuh dari sejarah dan kebudayaan kita yang telah berabad-abad lamanya. Suatu kebudayaan yang menampakkan keselarasan sebagai kunci kebahagiaan

15www.qureta.com diakses pada hari Rabu, 17 Mei 2017 pukul, 11 : 55

16www.qureta.com diakses pada hari Rabu, 17 Mei 2017 pukul, 11 : 55

17M. Aziz Tayibin dan A. Kosasisih Djahiri, Pendidikan Pancasila, (Jakarta: PT Renika Cipta, 1997), hal. 21

(9)

manusia, yaitu suatu kebudayaan yang didasarkan pada suatu kesadaran bahwa pada akhirnya kebahagiaan manusia tergantung pada kemauan dan kemampuan manusia Indonesia dalam menempatkan diri dalam konteks, keselarasan, keserasian, keseimbangan dalam menjalin hubungan baik antara manusia dengan manusia lainnya, antara manusia dengan masyarakatnya, antara manusia dengan alamnya dan hubungan manusia dengan Tuhannya, serta dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kehidupan rohaniah.18

Keragaman sifat Al-Qur`an menunjukkan bahwa kandungannya mencakup berbagai aspek pengetahuan dan informasi, seperti tauhid, akhlaq, moral, ibadah, dasar-dasar kehidupan kemasyarakatan, dan iktibar. Dasar- dasar kehidupan seperti asas amanah dan keadilan, persamaan, persatuan dan persaudaraan, ketaatan (disiplin), dan musyawarah sangat menonjol dalam Al-Qur`an meskipun hanya secara global yang untuk penjabarannya diperlukan penafsiran dan ijtihad. 19

Sejalan dengan hal tersebut nilai-nilai Pancasila dalam Al-Qur`an di pilih dan dijadikan fokus dalam penelitian ini. Didasarkan pada fenomena mencuatnya ideologi anti Pancasila ke berbagai kalangan khususnya para pemuda Indonesia yang sungguh sangat memprihatinkan. Lembaga pendidikan dan perguruan tinggi yang sejatinya bisa mencetak generasi intelektual, pengembangan keilmuan serta pembangunan bangsa, kini justru terjangkit pengembangan doktrin-doktrin yang membahayakan keutuhan negara. Melihat keragaman sifat Al-Qur`an, memberikan indikasi bahwa terdapat adanya relevansi nilai-nilai Pancasila dengan ayat-ayat yang ada di dalam Al-Qur`an. Disamping itu, mengingat Pancasila merupakan ideolagi bangsa Indonesia juga merupakan sumber pemersatu bangsa, yang mampu menampung keragaman yang ada pada masyarakat di seluruh Indonesia.

Dalam hal ini, penulis terdorong untuk melakukan penelitian pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan keterkaitannya dengan ayat- ayat Al-Qur’an melalui pendekatan tafsir Al- Mishbah. Tafsir ini dipilih sebagai sumber penafsiran dari penelitian ini adalah karena penulis tafsir ini merupakan salah satu tokoh Islam yang moderat di Indonesia. Selain menjadi tokoh moderat ia juga dikenal sebagai tokoh yang toleran dan tentu saja dengan Pancasila. Di antara indikatornya adalah ia telah menyampaikan pandangannya pada khutbah Idul Fitri di Masjid Istiqlal Jakarta pada tanggal

18M. Aziz Tayibin dan A. Kosasisih Djahiri, Pendidikan Pancasila, hal. 21

19 Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau Dari Pandangan Al-Qur`ân, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), h. 16

(10)

25 Juni 201720dimana dalam khutbahnya, ia menyampaikan pesan mengenai pentingnya memperkokoh persatuan dan kesatuan Indonesia.

“Saudara nilai yang telah disepakati oleh bangsa kita adalah nilai- nilai yang bersumber dari agama dan budaya bangsa yang tersimpul dalam Pancasila. Itulah pakaian kita sebagai bangsa. Itulah yang membedakan kita dari bangsa lain. Itulah hiasan kita dan itu pula yang dengan menghayatinya kita dapat terlindungi atas bantuan Allah dari sengatan panas dan dingin, dari aneka bahaya yang mengganggu eksistensi kita sebagai bangsa.”

Allah berpesan: Jangan menjadi seperti seorang perempuan gila dalam cerita lama yang merombak kembali tenunannya sehelai benang demi sehelai setelah ditenunkannya. (QS. An-Nahl [16]: 92.

Saudara-saudara, para ‘Aidin dan ‘Aidat

Saudara. Yaqinlah bahwa kita memiliki nilai-nilai luhur yang dapat mengantarkan kita ke cita-cita proklamasi, tetapi agaknya kita kurang mampu merekat nilai-nilai itudalam kehidupan bermasyarakat.”

Saudara. Nilai-nilai inilah yang membentuk kepribadian anggota masyarakat; semakin matang dan dewasa masyarakat, semakin mantap pula pengejawantahan nilai-nilai tersebut. Masyarakat yang sakit adalah yang mengabaikan nilai-nilai tersebut.” 21

Dengan demikian, penelitian ini akan dituangkan dalam karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “Nilai-Nilai Pancasila Dalam Al-Qur’an (Analisis Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Mishbah).”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Sebagian kelompok umat Islam menyatakan: Pancasila tidak sesuai dengan ajaran Islam dan sebagian lagi setuju bahwa Pancasila sesuai dengan ajaran Islam.

2. Apa saja nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila

3. Apakah nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila itu sejalan atau berbeda atau bahkan bertolak belakang dengan Al-Qur’an

4. Bagaimana kesesuaian nilai-nilai Pancasila dengan Al-Qur’an

5. Bagaimana makna ayat-ayat dalam Al-Qur`an yang berkaitan dengan nilai-nilai Pancasila

20 Dikutip dari khutbah Idul Fitri Prof. Qura1ish Shihab di masjid Istiqlal Jakarta pada tanggal 25 Juni 2017. Untuk versi lengkap khutbah ini lihat pada lampiran.

21 www.mi’raj Islamic News Agensy (MINA).com diakses pada tanggal 24 Juli 2017 pukul. 19. 53

(11)

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi pada pembahasan nilai-nilai dalam Pancasila yang memiliki keterkitan makna dengan ayat-ayat Al-Qur`an sesuai dengan penjelasan dalam tafsir Al- Misbah. Adapun alasan penulis memilih tafsir Al-Mishbah, tafsir ini merupakan tafsir berbahasa Indonesia yang populer khususnya di Indonesia juga berperan besar dalam perkembangan tafsir di Indonesia. Selain itu, penulis tafsir ini telah menyampaikan pandangannya pada khutbah Idul Fitri di Masjid Istiqlal Jakarta pada tanggal 25 Juni 2017 dimana dalam khutbahnya ia menyampaikan pesan mengenai pentingnya memperkokoh persatuan dan kesatuan Indonesia.22

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan Identifikasi masalah di atas, maka permasalahan yang perlu mendapatkan pembahasan lebih lanjut dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa saja nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila?

2. Bagaimana keterkaitan nilai-nilai Pancasila dengan ayat-ayat Al- Qur`an dalam tafsir Al-Misbah?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila

2. Untuk mengetahui keterkaitan nilai-nilai Pancasila dengan ayat-ayat Al-Qur’andalam tafsir Al-Misbah.

F. Manfaat Penelitian

Sedangkan Manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapakan dapat menumbuhkan kembali jiwa semangat nasionalisme masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Islam.

b. Memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa terdapat kolerasi makna antara nilai-nilai Pancasila dengan Al-Qur’an yang dapat diketahui melalui keragaman sifat Al-Qur`an yang menunjukkan bahwa kandungannya mencakup berbagai aspek pengetahuan dan informasi, seperti tauhid, akhlaq, moral, ibadah, dasar-dasar kehidupan kemasyarakatan, dan iktibar.

2. Manfaat Teoritis

22M. Republika.co.id diakses pada tanggal 17 Juli 2017 pukul. 10 : 50

(12)

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan sumbangan data ilmiah tentang relevansi nilai-nilai Pancasila dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang ditinjau melalui kacamata tafsir, khususnya dalam khazanah kajian Islam, terkhusus lagi bagi penulis.

b. Sebagai syarat dan tugas akhir guna menyelesaikan Jenjang Strata 1 pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta.

G. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini akan mengungkap nilai-nilai Pancasila prespektif Al- Qur`an dimana penyampaian isinya akan mengungkap bagaimana keterkaitan nilai-nilai Pancasila dengan ayat-ayat Al-Qur`an menurut pandangan M.

Quraish Shihab dalam tafsir Al-Mishbah. Penulis menyadari bahwa kajian mengenai nilai-nilai Pancasila telah banyak dilakukan, namun sejauh pengamatan penulis, penelitian khusus mengenai nilai-nilai Pancasila menurut pandangan M. Quraish Shihab dalam tafsir Al-Mishbah belum peneliti temukan. Beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian yang akan peneliti lakukan, seperti:

Skripsi dengan judul “Pancasila Dalam Prespektif Tasawwuf” yang di tulis oleh Khafidz Ja’far Mahasiswa Ushuluddin Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2015, pembahasan dalam skripsi ini adalah penjelasan Pancasila dan kaitannya dengan ajaran tasawwuf, dijelaskan bahwa Pancasila secara keseluruhan merupakan sebuah jalan terhadap kebaikan moral/akhlaq, kebaikan bagi kesucian jiwa dalam kehidupan bagi bangsa Indonesia, demi mewujudkan cita-cita yang sama, di atas perbedaan yang ada, sehingga Pancasila dengan demikian memiliki kesesuain terhadap tasawwuf akhlaqi yaitu tasawwuf yang memiliki kecenderungan pada moral keagamaan.23 Letak perbedaan penelitian ini dengan penelitian saudara Khafidz Ja’far adalah penulis disini akan mengkaji kembali nilai-nilai yang ada dalam teks Pancasila dan relevansinya dalam Al-Qur’an dilihat dari kacamata tafsir.

Skripsi dengan judul “Nilai-Nilai Moral Dalam Teks Pancasila Dan Relevansinya Dengan Materi Pendidikan Akhlak” yang ditulis oleh Nurul Hidayatul Wahidah Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2014.

Terdapat dua kesimpulan dalam skripsi ini yakni pertama, di dalam teks Pancasila penuh akan nilai moral yang terdiri dari moral ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, moral demokrasi serta moral keadilan. Kedua, terdapat relevansi antara nilai-nilai moral yang terkandung dalam teks

23 Khafidz Ja’far, “Pancasila Dalam Prespektif Tawawuf”, Skripsi, (Semarang:

Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015)

(13)

Pancasila dengan materi pendidikan akhlak baik secara historis maupun normatifnya. 24 Letak perbedaan penelitian penulis dengan penelitian yang ditulis oleh saudari Nurul Hidayatul Wahidah adalah jika peneliti sebelumnya lebih memfokuskan pembahasan pada nilai-nilai Moral Dalam teks Pancasila dan relevansinya dengan materi pendidikan akhlak, maka penelitian ini akan berusaha mengungkap bagaimana relevansi nilai-nilai Pancasila dengan ayat- ayat Al-Qur`an.

Skripsi dengan judul Pemuda Pancasila Dan Rezim Represif Orde Baru yang ditulis oleh Abdul Arif Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2013. Skripsi ini menjelaskan bagaimana Peran Pemuda Pancasila Dalam Perpolitikan di Indonesia dengan analisis studi kasus pemuda Pancasila pasca reformasi. Peran Pemuda disini terbagi menjadi tiga fase, pertama pemuda Pancasila di era Orde Baru menjadi sebuah alat kekuatan pemerintah, dan melakukan kegiatan serata aksinya dengan cara represif maupun ideologi, namun lebih sering melakukan kegiatannya dengan cara represif. Diakhir era Reformasi, pemuda Pancasila mulai menghilangkan citra kekerasan dadalam ormasnya. Memasuki eran Reformasi pemuda Pancasila mulai menghilangkan citra negatif didalam ormasnya, mereka mulai melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan di Indonesia, namun, pasca Reformasi, pemuda Pancasila masih menunjukkan sifat represif didalam ormasnya dengan cara konflik-konflik antar ormas kepemudaan diberbagai wilayah di Indonesia. 25 Yang membedakan penelitian yang akan dilakukan penulis dengan penelitian saudara Abdul Arif adalah terletak pada tujuannya, dimana dalam penelitian skripsi saudara Abdul Arif ini bertujuan untuk mengetahui peran pemuda dalam Pancasila dalam perpolitikan di Indonesia. Sedangkan penelitian penulis bertujuan untuk mengetahui kesesuaian nilai-nilai Pancasila dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang ditinjau dari kacamata tafsir.

Thesis dengan judul “Pengaruh Pancasila Terhadap Penerapan Syariah Islam di Indonesia” yang ditulis oleh Al-Habib Muhammad Rizieq Bin Husein Shihab, Jabatan Fiqh dan Ushul Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya Kuala Lumpur 2012. Thesis ini bertujuan menguji hipotesis tentang benar adanya “keyakinan” yang menyatakan bahwa di Indonesia yang berdasarkan Pancasila mustahil dilaksanakan Syariah Islam.

Thesis ini mengambil kesimpulan bahwasannya penerapan Syariah Islam di Indonesia tidak mustahil dapat dijalankan dengan baik berdasarkan kepada pemahaman yang benar terhadap makna Pancasila sebagai Dasar Negara dan

24 Nurul Hidayatul Wahidah, “Nilai-Nilai Moral Dalam Teks Pancasila Dan Relevansinya Dengan Materi Pendidikan Akhlaq”, Skripsi, (Yogyakarta: Universitas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, 2014)

25 Abdul Arif, Pemuda Pancasila Dan Rezim Represif Orde Baru, Skripsi, (Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013)

(14)

sumber perlembagaan hukum Republik Indonesia.26Adapun letak perbedaan penilitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah, jika peneliti sebelumnya meneliti tentang Pancasila ditinjau dari Syari’at Islam dengan pendekatan sosiologi maka disini penulis akan meneliti bagaimana kesesuaian nilai-nilai Pancasila dengan ayat-ayat Al-Qur’an melalui pendekatan tafsir.

Menurut M. Aziz Thayyibin dan Ahmad Kosasih Dhahiri dalam bukunya “Pendidikan Pancasila” bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita disamping sekaligus Pancasila menjadi tujuan hidup.27

Adian Husaini dalam bukunya “Pancasila Bukan Untuk Menindas Hak Konstitusional Ummat Islam”, dijelaskan dalam pengantar bukunya pada dasarnya mayoritas Muslim di Indonesia tidak pernah bertentangan atau menentang Pancasila. Sebab, para penyusun dasar negara inipun sebagian besar kaum muslim.28

Moh. Syarifin Maloko dalam bukunya“Pancasila De-Islamisasi Dan Politik Provokasi” Pancasila yang menjadi falsafah negara ini telah disepakati kebsahannya sejak dicetuskan pada tanggal 1 juni 1945 guna mendasari berdirinya negara “Indonesia Merdeka”.29

H. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Resech), yaitu suatu rangkaian kegiatan yang berkenaan dengan pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengkaji bahan penelitian. 30 Penelitian telaah pustaka ini merupakan penelitian kualitatif, sebuah penelitian yang memilki kecenderungan dalam menganalisis data secara induktif. Di mana penelitian ini tidak memformulasikan suatu hipotesis, lalu mengujinya, melaikan melihat dan melaporkan sebagaimana adanya, play it as it goes.

26Al-Habib Muhammad Rizieq Bin Husein Shihab, “Pengaruh Pancasila Terhadap Penerapan Syariah Islam Di Indonesia”, Thesis, (Kuala Lumpur:Universiti Malaya, 2012)

27 M. Aziz Tayibin dan A. Kosasisih Djahiri, Pendidikan Pancasila, (Jakarta: PT Renika Cipta, 1997), h. 21

28 Ardian Husaini, Pancasila Bukan Untuk Menindas Hak Konstitusional Ummat Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2010), h. 7

29Moh. Syarifin Maloko, S.H. Pancasila, De-Islamisasi, dan Politik Provokasi, (Yogyakarta: Poestaka Bersatoe, 2001), h. 13

30Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), cet. I, h. 3

(15)

Yakni peneliti banyak menghabiskan menghabiskan waktu dalam mengumpulkan data (terutama melalui observasi dan wawancara) sebelum ia mempuat pertanyaan yang penting. Peneliti seolah-olah menyusun suatu gambar atau potret sebagaimana apa adanya yang dilihat, dan kemudian memeriksa bagian-bagiannya.31

2. Sumber Data

Untuk memperoleh data dalam penyusunan skipsi ini, penulis menggunakan sumber data yang relevan dengan tema skripsi ini. Adapun sumber data primer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah tafsir Al-Misbah

Disamping sumber data primer, penulis juga akan menggunakan sumber data sekunder untuk refrensi tambahan diantaranya buku yang berjudul Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudû’i atas Pelbagai Persoalan Umat yang ditulis oleh M. Quraish Shihab. Modul Pancasila dan Kewarganegaraan, C.S.T Kansil, Christine S.T. Kansil dll.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, penulis mengumpulkan dengan penulusuran kepustakaan dari berbagai sumber perpustakaan serta mencari informasi terkait di artikel-artikel dan dan jurnal-jurnal sebagai bahan yang selanjutnya ditelaah agar dapat mendukung penjelasan dan pembuktian suatu masalah. Selain metode kepustakaan, penulisan skripsi ini juga menggunakan metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal atau variable yang berupa tulisan atau karya monumental dari seseorang, transkip, jurnal, buku, surat kabar, dan dan lain sebagainya.32 4. Metode Analisis Data

Setelah melakukan pengumpulan data, langkah selanjutnya yaitu analisis data, analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi atau mengelompokkan data. 33 Metode analisis yang penulis gunakan adalah metode deskriptif yaitu memulai pengumpulan data baik primer maupun sekunder, kemudian di teliti dan dianalisis dengan upaya untuk mengkaji memahami dan memaparkan dengan jelas sekaligus mengambil satu kesimpulan.

31Prasetyo Irawan Dkk, Metode Penelitian, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), h.

85

32 Sugiono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung: Kencana, 2007), h. 155

33Mahsum, Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, dan Tehniknya, (Jakarta: PT Gravindo Persada, 2007), h. 253

(16)

5. Teknik dan Sistematika Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini merujuk pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta (edisi revisi) yang diterbitkan oleh IIQ Press, tahun 2013. Secara garis besarnya penulis memberikan gambaran secara umum dari pokok pembahasan ini.

Penulisan pembahasan skripsi ini akan dibagi menjadi lima bab.

Bab pertama berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan teknik dan sistematika penulisan.

Pada bab kedua akan dipaparkan tinjauan umum mengenai nilai- nilai Pancasaila yang berisi pengertian Pancasila, Sejarah Perumusan Pancasila, Pancasila Sebagai Falsafah Bangsa, dan Nilai-Nilai dalam Pancasila.

Bab ketiga akan kemukakan tentang Biografi Mufassir Dan Tinjauan Umum Kitab. Yakni tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab, tujuan dari penulisan beberapa poin tersebut adalah untuk membantu penulis dalam menjelaskan wawasan tentang perkembangan tafsir Al- Qur`an.

Selanjutnya pada bab keempat dalam pembahasan ini penulis akan memaparkan analisis terhadap nilai-nilai Pancasila dan keterkaitannya dengan ayat-ayat Al-Qur`an melalui pendekatan tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab.

Uraian keseluruhan penelitian ini akan diakhiri dengan kesimpulan, saran, dan kalimat penutup pada bab yang kelima.

(17)

83 PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, bahwa nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila yang memiliki keterkaitan dengan ayat-ayat Al-Qur`an berdasarkan penafsiran M. Quriash Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah di antaranya:

1. Sila Pertama, ketuhanan Yang Maha Esa.

Pada sila ini terdapat empat nilai: Pertama, keyakinan tentang Tuhan. Kedua, kerukunan antar pemeluk agama. Ketiga, rasa aman antar pemeluk agama. Keempat, perlindungan negara antar pemeluk agama.

a. Nilai Pertama, keyakinan tentang Tuhan. Nilai ini berkolerasi dengan ayat Al-Qur’an surah Ar-Rûm [30]: 30 dan Al-A’râf [7]: 172 berdasarkan penafsiran M. Quraish Shihab, kedua ayat ini menjelaskan bahwa, dalam diri setiap manusia pada dasarnya mempunyai fitrah keagamaan yang perlu dipertahankan serta pengakuan terhadap keesaan Allah.

b. Nilai Kedua, kerukunan antar pemeluk agama. Nilai ini berkolerasi dengan ayat Al-Qur`an pada surahAn’am [6]: 108 berdasarkan penafsiran M. Quraish Shihab ayat ini menjelaskan bahwa, larangan memaki kepercayaan kaum musyrikin karena makian tidak menghasilkan sesuatu menyangkut kemaslahatan agama.

c. Nilai Ketiga, rasa aman antar pemeluk agama. Nilai ini berkolerasi dengan ayat Al-Qur`an pada surah Al-Kâfirûn [109]: 6 dan berdasarkan penafsiran M. Quraish Shihab, ayat ini menetapkan cara pertemuan dalam kehidupan bermasyarakat yakni: setiap manusia berhak memilih agama sesuai yang diyakininya serta kebebasan menjalankan ajaran dari masing-masing agama tersebut.

d. Nilai Keempat, perlindungan negara antar pemeluk agama.

nilai ini berkolerasi dengan ayat Al-Qur`an pada surah Al- Baqarah [2]: 526 dan Al-Hajj [22]: 40 berdasarkan penafsira M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa, pada surah Al- Baqarah [2]: 526 Allah mengehendaki agar setiap individu manusia merasakan kedamaian. Agama-Nya dinamai Islam, yang berarti damai. Maka sudah menjadi kewajiban semua

(18)

semua umat Islam untuk memelihara kebebasan dan ketenangan antar-umat bergama. Maka, pada surah Al-Hâjj [22]: 40 dijelaskan, bahwa sudah menjadi kewajiban semua umat Islam untuk memelihara kebebasan dan ketenangan antar-umat beragama.

2. Sila Kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab

Pada sila ini terdapat Pada sila ini terdapat dua nilai: Pertama, kesadaran tentang kemanusiaan. Kedua, persaudaraan sesama manusia. (ukhuwah insaniah)

a. Nilai Pertama, kesadaran tentang kemanusiaan. Nilai ini berkolerasi dengan ayat Al-Qur`an pada surah Al-Hijr [15]:

28-29 dan At-Tîn [95]: 4. Berdasarkan penafsiran M. Quraish Shihab kedua ayat ini berbicara tentang perbedaan asal kejadian manusia dan asal kejadian jin yakni unsur tanah dan api, akan tetapi lebih penting adalah bahwa pada unsur kejadian manusia adalah ruh ciptaan Allah SWT. Unsur ini tidak ditemukan dalam jin. Unsur ruhani itulah yang mengantar manusia lebih mampu mengenal Allah SWT., beriman, berbudi luhur, serta berperasaan halus.

b. Nilai Kedua, persaudaraan sesama manusia. nilai ini berkolerasi dengan ayat Al-Qur’an pada surah Al-Hujurât [49]: 13 berdasarkan penafsiran M. Quraish Shihab ayat ini menegaskan kesatuan asal usul manusia yang menunjukkan kesamaan derajat kemanusiaan manusia. Karena itu, perlunya saling mengenal. Perkenalan itu dibutuhkan untuk saling menarik pelajaran dan pengalaman pihak lain guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. Yang dampaknya tercermin pada kedamaian dan kesejahteraan hidup duniawi dan kebahagiaan ukhrawi.

3. Sila Ketiga, persatuan Indonesia

Pada sila ini terdapat tiga nilai: Pertama, persatuan dalam bingkai kebangsaan. Kedua, pengakuan terhadap keberagaman.

Ketiga, berpadunya keberagaman dengan cinta tanah air.

a. Nilai Pertama, persatuan dalam bingkai kebangsaan. Nilai ini berkolerasi dengan ayat Al-Qur`an pada surah Al-Anbiyâ [21]:

92. Berdasarkan penafsiran M. Quraish Shihab ayat ini menjelaskan bahwa, Allah telah jelas memberi penegasan akan kebenaran ummah (agama-Nya) dan kewajiban manusia untuk

(19)

memelihara keutuhan agama tersebut agar tidak terjadi perpecahan di antara manusia.

b. Nilai Kedua, pengakuan terhadap keberagaman. Nilai ini berkolerasi dengan ayat Al-Qur`an pada surah Ar-Rûm [30]:

22 dan Al-Hujurât [49]: 13. Berdasarkan penafsiran M.

Quraish Shihab pada surah Ar-Rûm [30]: 22 dijelaskan bahwa sekelumit dari tanda-tanda kekuasaan Allah dan keesaan-Nya dapat diketahui dengan mengamati ciptaan-Nya yang beragam.

Maka Al-Hujurât [49]: 13 tidaklah wajar seseorang berbangga dan merasa diri lebih tinggi dari pada yang lain, bukan saja antara satu bangsa, suku atau warna kulit dan selainnya, tetapi antara jenis kelamin mereka.

c. Nilai Ketiga, berpadunya keberagaman dengan cinta tanah air.

Nilai ini berkolerasi dengan ayat Al-Qur’an pada surah Al- Mumtahanah [60]: 8-9. Berdasarkan penafsiran Quraish Shihab ayat ini menggariskan prinsip dasar hubungan interkasi antara kaum muslimin dan non-muslim. Karena Islam adalah agama kedamaian dan cinta, yang menaungi seluruh alam.

Bahwa manusia dihimpun dibawah panji Ilahi dalam kedudukan sebagai saudara-saudara yang saling mengenal dan cinta mencintai.

4. Sila Keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

Pada sila ini terdapat empat nilai: Pertama, hak untuk memperoleh persamaan dan keadilan. Kedua, musyawarah dengan nurani. Ketiga, kesepakatan dan pertanggungjawaban dalam musyawarah. Keempat, kewenangan dalam permusyawaratan.

a. Nilai Pertama, hak untuk memperoleh persamaan dan keadilan. Nilai ini berkolerasi dengan ayat Al-Qur’an pada surah An-Nisa’ [4]: 58. Berdasarkan penafsiran M. Quraish Shihab bahwa ayat ini merupakan perintah Allah agar menunaikan amanah dan menetapkan hukum dengan adil.

Kata amanah mempunyai ragam makna. Yakni amanah antara manusia dan Allah, antara manusia dan manusia lainnya, antara manusia dan lingkungannya, antara manusia dan dirinya sendiri. Berlaku adil berlaku untuk manusia secara keseluruhan Jika demikian amanah maupun keadilan harus ditunaikan dan ditegakkan tanpa membedakan agama, keturunan, atau ras. dll

b. Nilai Kedua, musyawarah dengan hati nurani. Nilai ini berkolerasi dengan ayat Al-Qur`an pada surah Ali Imran [3]:

(20)

159. Berdasarkan penafsiran M. Quraish Shihab bahwa Ayat ini menyebutkan tiga sifat dan sikap yang ditekankan sebelum bermusyawarah pertama, adalah berlaku lemah lembut, tidak kasar, dan tidak berhati keras. Kedua, memberi maaf dan membuka lembaran baru. Ketiga, permohonan maghfirah dan ampunan Ilahi.

c. Nilai Ketiga, kesepakatan dan pertanggungjawaban atas hasil musyawarah. Nilai ini berkolerasi dengan ayat Al-Qur`an pada surah Ali Imran [3]: 159. Berdasarkan penafsiran M. Quraish Shihab ayat ini menjelaskan pesan terakhir Ilahi dalam konteks musyawarah adalah setelah musyawarah usai, ketika kesepakatan telah bulat sesuai hasil keputusan dalam musyawarah. Maka laksanakanlah sesuai dengan tanggug jawab masing-masing dengan ketulusan niat yakni mengemban amanah-Nya.

d. Nilai Keempat, kewenangan dalam permusyawaratan. Nilai ini berkolerasi dengan ayat Al-Qur`an pada surah An-Nisâ’ [4]:

59. Berdasarkan penafsiran M. Quraish Shihab ayat ini memberi penjelasan atas kewajiban masyarakat untuk mentaati ulil amri. Ulil amri disini adalah orang-orang yang masing- masing memiliki wewenang yang sah dalam masing-masing bidang untuk melaksanakan amanahnya. Dengan syarat perintah tersebut mengakibatkan kemaslahatan bukan mengakibatkan kedurhakaan kepada Allah.

5. Sila Kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Pada sila ini terdapat tiga nilai antara lain: Pertama, kesejahteraan sosial. Kedua, usaha mengentaskan kemiskinan. Ketiga, keseimbangan dalam keadilan.

a. Nilai Pertama, kesejahteraan sosial. Nilai ini berkolerasi dengan ayat Al-Qur’an surah Thâhâ [20]: 117-119 Al-Maûn [107]: 1-3 Berdasarkan penafsiran M. Quraish Shihab bahwa ayat pertama merupakan penggambaran kehidupan syurga abadi yang telah Allah cukupkan segala sesuatu yang dibutuhkan para penghuninya. Seperti makanan, pakaian, minuman yang jika diteliti hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan pokok manusia yang bersifat material kapan pun dan di mana pun adalah sandang, pangan, dan papan yang harus dipenuhi oleh manusia.

Maka pada surah Al-Mâ’ûn [107]: 1-3 menegaskan bahwa merupakan kewajiban bagi manusia yang telah terpenuhi segala

(21)

kebutuhannya, untuk berbagi dan memberikan hak-hak terhadap orang lain yang membutuhkan. demi terciptanya kesejahteraan sosial khususnya dalam bidang ekonomi untuk kelangsungan hidup tiap manusia.

b. Nilai Kedua, usaha mengentaskan kemiskinan. Nilai ini berkolerasi dengan ayat Al-Qur`an pada surah Muhammad [47]:

36-37. Berdasarkan penafsiran M. Quraish Shihab ayat ini menjelaskan Allah menegaskan bahwa kehidupan dunia ini hanyalah sementara, untuk itu Dia menganjurkan semua umat manusia khususnya para kaum muslimin agar menjadikan kehidupan di dunia ini ladang untuk beriman dan berjihad. Salah satu bentuk dari pada keimanan dan jihad itu adalah mengorbankan sesuatu yang dimilikinya untuk orang lain demi kesejahteraan bersama.

c. Nilai Ketiga, keseimbangan dalam keadilan. Nilai ini berkolerasi dengan ayat Al-Qur’an pada surah Al-Infithâr [82]: 6-7.

Berdasarkan penafsiran M. Quraish Shihab ayat ini menjelaskan bahwa, bahwa ‘adl dalam konteks ayat di atas adalah bentuk keadilan Allah yang berupa “keseimbangan” yang ditunjukkan pada salah satu bentuk ciptaan-Nya yakni berupa manusia dengan segala kelebihan-kelebihan dalam fisiknya, yang bila mampu diungkap oleh manusia maka ia dapat memanfaatkannya.

Jika demikian maka dalam suatu invidu maupun masyarakat yang di dalamnya terdapat beragam bagian untuk mewujudkan satu tujuan tertentu, selama syarat dan kadar ketentuan terpunuhi oleh setiap bagian. Maka, dari sinilah akan tercipta sebuah keadilan dalam arti keseimbangan.

B. Saran-saran

1. Menanamkan nilai-nilai Pancasila merupakan suatu hal mutlak yang wajib diketahui dan diteladani oleh seluruh masyarakat Indonesia untuk diterapkan dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat. Demi terbentuknya kepribadian anggota masyarakat agar semakin matang dan dewasa dalam menyikapi berbagai perkembangan zaman. Kemudian menginteraksikan nilai-nilai Pancasila dengan apa yang tercantum di dalam ayat- ayat Al-Qur`an merupakan suatu hal yang diharapakan khususnya, umat Islam guna memperdalam wawasan ilmu pengetahuan akan keragaman makna dalam Al-Qur`an demi tercapainya tujuan yakni kokohnya sebuah keimanan.

(22)

2. Penyususnan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Tentunya saran dan kritik yang membangun, penulis harapkan untuk perbaikan ke depan.

3. Dengan hadirnya skripsi ini penulis sangat berharap kepada pembaca yang budiman untuk lebih mendalam dalam mengaji tentang keterkaitan nilai-nilai Pancasila dengan ayat-ayat Al- Qur`an. Semoga hadirnya skripsi ini menjadi khazanah dan oase bagi para penggiat ilmu pengetahuan.

(23)

89 Buku:

Abdulgani, Roeslan,. Indonesia Menata Masa Depan, Jakarta: PT Masa Merdeka, 1986

Amir, Mufri,. Literatur Tafsir Indonesia, Tangerang Selatan: Madzhab Ciputat, 2013

Anshari, Endang Saifuddin,. Piagam Jakarta 22 Juni 1945, Jakarta: Gema Insani Press, 1997

Anwar Mauluddin dkk,. Cahaya, Cinta dan Canda M. Quraish Shihab, Tangerang: Lentera Hati, 2015

Arifin, Mohammad Nur,. Bung Karno Menerjemahkan Al-Qur’an Jakarta:

Mizan Aggota IKPI, 2017

Bolo Andreas Doweng dkk,. Pancasila, Kekuatan Pembebas, Yogyakarta:

PT KANISIUS, 2016

Haq, Hamka,. Pancasila 1 Juni & Syariat Islam, Jakarta: PT Wahana Semesta Intermedia, 2011

Husaini, Adian,. Pancasila Bukan Untuk Menindas Hak Konstitusional Ummat Islam, Jakarta: Gema Insani, 2010

Ismail, Faisal,. Ideologi Hegemoni Dan Otoritas Agama (Wacana Ketegangan Kreatif Islam dan Pancasila), Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1999

Kansil, C.S.T dan S.T. Kansil,. Christine Modul Pancasila dan Kewarganegaraan, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2006

Karim, Abdul,. Menggali Muatan Pancasila Dalam Prespektif Islam, Jogjakarta: Surya Raya dan Sunan Kalijaga Press, 2004

Maloko, Moh. Syarifin S.H,. Pancasila, De-Islamisasi, dan Politik Provokasi, Yogyakarta: Poestaka Bersatoe, 2001

(24)

Munthe, Abdul Karim Dkk,. Meluruskan Pemahaman Hadis (Kaum Jihâdis), Tangerang Selatan: Yayasan Pengkajian Hadist el-Bukhari, 2017 Musthafa,. M. Quraish Shihab, Membumikan Kalam di Indonesia,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010

Nurhan, Kenedi,. Merajut Nusantara Rindu Pancasila, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010

Oetama, Jakob,. Resensi Buku Rindu Pancasila, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara,2010

Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Perode 2009-2014, Empat Pilar Berbagsa dan Bernegara, Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2012

Pulungan, Suyuthi,. Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau Dari Pandangan Al-Qur`ân, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994

Qardawi, Yusuf Islam Agama Peradaban, Solo: Era Intermedia, 2004

Rajafi, Ahmad,. Nalar Fiqh Muhammad Quraish Shihab, yogyakarta: Istana Publishing, 2014

Said, Hasani Ahmad,. Diskursus Munasabah Al-Qur`an: Kajian Atas Tafsir Al-Mishbah, Jakarta: Puspita Press, 2011

Shihab, Muhammad Quraish,. Lentera Al-Qur’ân: Kisah Dan Hikmah Kehidupan, Jakarta: PT Mizan Pustaka, 2008

_______,. Tafsir Al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002

_______,. Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhui atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2005

_______,. Membumikan Al-Qur’an,Jakarta: Lentera Hati, 2010

Shihab, Umar,. Kontekstualitas Al-Qur’an, Jakarta: Permadani pada poin 4, 2005

(25)

Sofiyandi,. Kata Al-Fath Dalam Al-Qur’an; Telaah Atas Penafsiran Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Mishbah, Skripsi, h. 31-33

Solahudin,. NII sampai JI Salafy Jihadisme Indonesia, Jakarta: Komunitas Bambu, 2011

Sumarsono,S,. Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001

Taher, Tarmizi,. Menuju Ummatan Wasathan Kerukunan Beragama di Indonesia, Jakarta: PPIM IAIN Jakarta, 1998

Tanuredjo, Budiman,. Merajut Nusantara Rindu Pancasila, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010

Tayibin, M. Aziz dan Djahiri, A. Kosasisih,. Pendidikan Pancasila, Jakarta:

PT Renika Cipta, 1997

Ubaedillah, A. dan Rozak, Abdul,. Pancasila Demokrasi, HAM, Dan Masyarakat Madani, Jakarta: Prenada Media Group, 2013

Ubaidillah, A. Rozak Abdul dkk,. Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, Ham & Masyarakat Madani, Jakarta: Puslit IAIN Syarif Hidayatullah, 2000

Yatim, Badri,. Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999

Skripsi, Tesis, dan Disertasi:

Anshori,. Penafsiran Ayat-Ayat Gender Dalam Tafsir Al-Mishbah, Disertasi, Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2006

Arif, Abdul,. Pemuda Pancasila Dan Rezim Represif Orde Baru, Skripsi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013

Hajami, M,. Konsep Taqiyah Dalam Tafsir Al-Mishbah, Skripsi, Jakarta:

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidatullah, 2007

Ja’far, Khafidz,. “Pancasila Dalam Prespektif Tawawuf”, Skripsi, Semarang:

Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015

(26)

Rizieq Bin Husein Shihab, Al-Habib Muhammad,. “Pengaruh Pancasila Terhadap Penerapan Syariah Islam Di Indonesia”, Thesis, Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 2012

Wahidah, Nurul Hidayatul,. “Nilai-Nilai Moral Dalam Teks Pancasila Dan Relevansinya Dengan Materi Pendidikan Akhlaq”, Sripsi, Yogyakarta: Universitas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, 2014

Internet:

www.mi’raj Islamic News Agensy (MINA).com diakses pada tanggal 24 Juli 2017 pukul. 19. 53

www.nu.or.id/post/read/32714/salafi. Pada tanggal 14 Agustus 2017 pukul, 07 : 02

www.qureta.com diakses pada hari Rabu, 17 Mei 2017 pukul, 11 : 55

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan dengan penulis adalah lebih memfokuskan kepada penafsiran tentang ayat-ayat tawadu menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al Mishbah.. Reza Bafiitra 0D¶DULIdalam

Sebagian besar dari masyarakat Indonesia akan berkata bahwa ulama adalah orang yang memiliki wawasan dalam ilmu agama, yaitu orang yang mengerti dan hafal

Para mufasir yang mengatakan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam tidak merujuk pada ayat al- Qur’ an, tetapi menjadikan pemahaman itu (Hawa diciptakan dari

penulisan utang-piutang. 3) Kebolehan pihak ketiga dalam membantu proses (penulisan serta pembacaan/ imla ) utang-piutang. 4) Anjuran mencatat transaksi oleh orang

Bagi umat Islam pemerhati dan peneliti al- Qur’an khususnya terkait kata al- ‘Afw dan a ṣ h- Ṣ hafh akan lebih baik jika mengkaji lebih mendalam tentang makna

Penyusun tafsir, Quraish Shihab, merasakan bahwa banyak umat Islam Indonesia yang berkeinginan untuk mengenal dan memahami al-Qur’an tetapi terhadang oleh berbagai kendala

Isteriku tercinta dan anak-anakku tersayang, Ayahanda dan Ibunda tercinta, abang dan adik-adikku tersayang yang telah banyak memberikan dorongan, semangat dan motivasi kepada

Namun, orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah SWT setelah diberi pengetahuan tetapi mereka tetap cenderung kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya, diberi peringatan atau tidak,