BAHTERASIA (NOMOR) (VOLUME) (TAHUN)
Bahterasia: Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia http://journal.umsu.ac.id/sju/index.php/bahterasia
ANALISIS PENDERITA GANGGUAN BERBICARA CADEL PADA ANAK USIA 5 TAHUN MENGGUNAKAN KAJIAN
PSIKOLINGUISTIK
Rahmayanti Puteri Rizanti1, Sri Mulyani2
rahmayantiputeririzanti@gmail.com Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA
ABSTRAK
Info Artikel Diterima:
Maret 2021
Disetujui:
Mei 2021
Dipublikasi:
Agustus 2021
Pada hakikatnya, setiap manusia memperoleh bahasa yang telah ia dapatkan dari mempelajari bahasa ibunya sejak lahir, yang merupakan bahasa pertamanya. Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dia ambil secara organik. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif menggunakan pendekatan studi kasus dengan subjek yaitu penderita cadel. Sumber data yaitu medina usia 5 tahun. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif naturalistik. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus.
Teknik pemerolehan data dalam penelitian ini dengan teknik simak-tulis dan perekaman kemudian dijabarkan secara deskriptif. Dikatakan menggunakan metode kualitatif deskriptif karena beberapa alasan.
Pertama, penjabaran data akan dilakukan secara deskriptif. Kedua, data yang ditranskip ke dalam sebuah tulisan, dan tidak Berdasarkan tabel data di atas, terdapat beberapa kata yang menunjukkan adanya kegangguan berbahasa yaitu cadel yang dilihat perubahan fonem /r/
menjadi fonem /l/. Berdasarkan penilitian di atas dapat disimpulkan bahwa penderita cadel ditinjau dari kajian psikolinguistik banyak faktor yang mempengaruhi satu diantaranya yaitu faktor psikologis dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta faktor bawaan ketika bayi yang mengakibatkan anak menjadi tidak bisa melafalkan kata dengan benar terutama penghilangan fonem “R”. meskipun ada sebagian kecil yang masih bisa di lafalkan.
Kata Kunci: (Gangguan berbicara, anak, kajian psikolinguistik)
ABSTRACT
In essence, every human being acquires the language he has acquired from learning his mother tongue since birth, which is his first language. His mother tongue was the first language he picked up organically. Of course, once someone masters a language, the first thing comes from direct verbal communication in a speaker setting with native speakers. This research is qualitative research using a case study approach with subjects namely people with lisp. The data source is Medina aged 5 years. This research uses a naturalistic qualitative descriptive method. Naturalistic research is research conducted in natural conditions (natural settings). The approach used in this research is a case study. The data collection technique in this research was using listening, writing and recording techniques and then described descriptively. It is said to use descriptive qualitative methods for several reasons. 1. L. Based on the research above, it can be concluded that lisp sufferers, in terms of psycholinguistic studies, have many factors that influence them, one of which is psychological factors and is influenced by environmental factors as well as congenital factors during infancy which results in children being unable to pronounce words correctly, especially the omission of the "R" phoneme. although there are a small part that can still be pronounced.
Keywords: (Speech disorders, children, psycholinguistic studies)
©2022 Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Alamat korespondensi: e-ISSN 2721-
4338 Jl. Kapten Muchtar Basri, No. 3 Medan
Medan Timur, Kota Medan, Sumatera Utara, 20238 jurnalbahterasia@umsu.ac.id
PENDAHULUAN
Pada hakikatnya, setiap manusia memperoleh bahasa yang telah ia dapatkan dari mempelajari bahasa ibunya sejak lahir, yang merupakan bahasa pertamanya. Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dia ambil secara organik.
Tentunya, begitu seseorang menguasai suatu bahasa yang pertama berasal dari hasil komunikasi verbal langsung dalam setting penutur dengan penutur asli.
Pemerolehan bahasa merupakan proses bagian alami dari pembelajaran anak ketika mereka sudah menguasai bahasa ibunya. Seseorang tidak tiba-tiba memiliki tata bahasa yang sempurna dengan semua aturan yang ada diotak (Darjowijojo dalam Syaprizal, 2019). Bahasa pertama diperoleh oleh seorang anak dalam beberapa tahap, dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa. Dalam pemerolehan bahasa anak dilatih untuk berbicara dengan mengeluarkan bentuk bunyi dan suku kata.
Berbicara yaitu kegiatan motorik yang mencakup modalitas psikis. Anak yang belajar bahasa pada usia muda berarti alat bicaranya belum berkembang sempurna sehingga menghasilkan bunyi bahasa yang tidak lengkap (Padang &
Barat, 2019). Hal tersebut memungkinkan adanya gangguan berbicara cadel pada anak yang disebabkan oleh rusaknya sistem syaraf.
Cadel merupakan gangguan berbahasa yang tidak mampu mengucapkan fonem yang berhubungan dengan alveolar secara jelas. Keadaan yang seperti ini pengucapan bayi akan menjadi tidak sempurna. Istilah cadel dalam kajian psikolinguistik adalah gangguan berbicara melafalkan fonem dorso uvular (salah satunya kerap kesusahan mengucapkan fonem /r/). Mawarda, (2021) menyatakan bahwa penderita cadel kerap melafalkan fonem/r/ dengan tidak sempurna, sehingga terdengar seperti fonem /l/ (Rhotacism).
Subyantoro mengatakan (dalam Sundoro, 2020) bahwa apabila seseorang mengalami gangguan berbicara (speech) yang disebut disatria (gangguan artikulasi, gangguan fonasi, gangguan fluensi, dan sebagainya). Disatria dipakai secara umum untuk menjabarkan semua gangguan yang disebabkan oleh kelainan saraf dan organ lain yang mengatur fungsi berbicara.
Syaraf yang menghasilkan bahasa pada otak penderita cadel mengalami gangguan kerusakan sehingga penderita tidak dapat melafalkan bunyi bahasa secara sempurna. Ketika orang normal mengucapkan kata-kata dalam berkomunikasi memiliki artikulasi yang jelas sehingga pengucapan bahasa yang didengar dapat ditangkap dengan jelas dan setiap suku kata dapat terdengar secara detail, dengan itu maka mulut, lidah, bibir, plataum mol dan pita suara serta otot-otot pernafasan harus melakukan gerakan tangkas.
Gangguan bicara pada penderita cadel itu adanya kerusakan sistem syaraf pada bagian kiri yaitu otak bagian produksi bahasa(Janella, 2019). Selain itu adapun faktor-faktor lain yang bisa mengakibatkan seseorang mengalami gangguan berbahasa cadel. Ada 3 faktor yang menyebabkan cadel yaitu:
1) Faktor Lingkungan. Pada faktor ini bisa di akibatkan karena semasa anak mempelajari bahasa pertamanya anak dibiasakan untuk mengucapkan dengan cadel. Tidak di ajarkan dengan berbicara yang baik dan benar.
Kebiasan ini bisa jadi salah satu faktor anak menjadi cadel permanen.
2) Faktor Psikologis. Faktor ini juga bisa mengakibatkan terjadinya gangguan cadel. Disaat anak memiliki adik kecil yang baru belajar berbahasa dan
meniru cara berbicara adiknya ini bisa menyebakan cadel karena kebiasaan meniru yang membuat anak ini menjadi terbiasa mengucapkan kalimat dengan cadel. Selain itu faktor psikologis ini juga bisa dikarenakan meniru di lingkungan sekitar anak. Misalnya anak dibiarkan berbicara cadel demi mendapat perhatian oleh sekelilingnya.
3) Faktor Kesehatan. Faktor kesehatan juga dapat menyebabkan seseorang menjadi cadel. Biasanya ketrlambatan berbicara seseorang di waktu kecil atau pendengaran. Penyebab cadel ini bisa juga disebabkan oleh keturunan atau gen ke anak
Pada dasarnya usia anak saat mengawali sekolah, sudah mahir mengucapkan konsonan dengan baik. Namun saat usia 5 tahun, otot-otot lidah anak mulai matang. Hanya saja setiap perkembangan anak berbeda, meski seperti itu wajar bila anak masih mengalami cadel. Namun sangat disayangkan cukup sulit untuk membedakan kecadelan anak saat berusia 5 tahun yang terus berlanjut atau tidak. Karena menyangkut sistem saraf otak yang mengatur semua fungsi bahasa., tepatnya pada area broca yang mengatur koordinasi alat-alat vokal dan area wernicke untuk pemahaman terhadap kata-kata (Sukmawati &
Setiawan, 2023).
Keterlambatan bicara pada anak dan pengucapan yang tidak sempurna itu adanya kerusakan pada area broca yang juga disebut motor aphasiam sehingga anak susah dimengerti pada saat berbicara. Sedangkan ketika anak berkata-kata namun sulit untuk dipahami oleh orang lain dan anak juga sulit untuk mengerti kata-kata orang lain hal ini adanya kerusakan pada area wernicke atau disebut sensori aphasia (Meutia Alviani, n.d.).
Gangguan berbicara cadel adalah salah satu masalah komunikasi yang umum terjadi pada anak-anak. Pada usia 5 tahun, anak-anak mengalami perkembangan dan kemajuan signifikan dalam bahasa dan kemampuan berbicara mereka. Namun, beberapa anak pada usia ini mungkin mengalami kesulitan dalam menghasilkan ucapan yang lancar dan teratur. Gangguan berbicara cadel pada anak usia 5 tahun dapat mempengaruhi perkembangan bahasa, keterampilan sosial, dan kesejahteraan emosional mereka.
Gangguan berbicara cadel pada anak-anak usia 5 tahun dapat bervariasi dalam tingkat keparahannya. Beberapa anak mungkin hanya mengalami sedikit kesulitan dalam menghasilkan beberapa suku kata atau kata-kata tertentu, sementara yang lain mungkin mengalami kesulitan yang lebih luas dalam mengungkapkan diri secara verba (Afifa Kifriyani, 2020)l. Gangguan berbicara cadel pada usia ini dapat mempengaruhi aliran dan ritme ucapan anak, dengan gejala seperti repetisi kata-kata atau suara, prolongasi suara, atau blok yang menyebabkan kesulitan memulai atau melanjutkan ucapan.
Penting untuk dicatat bahwa tidak semua ketidaklancaran berbicara pada anak usia 5 tahun dapat diklasifikasikan sebagai gangguan berbicara cadel. Pada beberapa kasus, ketidaklancaran berbicara mungkin merupakan bagian normal dari perkembangan bahasa anak. Namun, jika gangguan berbicara cadel terus berlanjut dan mengganggu kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan lancar, penting untuk mencari evaluasi dan perawatan dari ahli patologi wicara dan bahasa.
Dalam pendekatan penanganan gangguan berbicara cadel pada anak usia 5 tahun, peranan orang tua dan pendidik sangat penting. Mereka dapat
memberikan lingkungan yang mendukung dan mempraktikkan strategi komunikasi yang membantu anak mengatasi kesulitan berbicara. Terapi dan intervensi oleh ahli patologi wicara dan bahasa juga dapat membantu anak mengembangkan keterampilan komunikasi yang lebih baik dan meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam berbicara.
Pada usia 5 tahun sering kali kesulitan mendeteksi kemampuan anak yang masih berkembang, artinya ada usia ini anak masih ditahap penyesuaian.
Pada fase ini anak mulai menyesuaikan berbedaan kata, meningkatkan pemahaman bahasa dan perkembangan makna kata, termasuk juga penguasaan konsonan. Dengan demikian sebagikan orang tua tidak membiarkan anaknya berbicara cadel karena hal itu dapat membuat anak semakin susah untuk membiasakan kembali berbicara yang benar.
Gangguan cadel pada anak tidak akan secara otomatis hilang dengan waktu yang cepat. Jadi, berilah dorongan pada anak agar tak berkelanjutan. Jika anak dibiarkan terus menerus berbicara cadel, maka ia akan merasa berbeda dari teman-temanya. Akibatnya anak menjadi malu dan merasa asing dihadapan lingkungannya. Bisa jadi ia akan malu dan tidak mau berbicara di depan umum karena takut ditertawakan oleh teman-temanya. Hal ini mengakibatkan anak menjadi minder dan menjauhi dari orang-orang. Hal ini harus segera dicegah agar anak tidak lagi mengalami penurunan mental pada dirinya akibat gangguan cadel.
Penelitian mengenai gangguan berbicara cadel ini telah banyak diungkap. Dalam hal ini misalnya penelitian yang mengkaji gangguan berbicara cadel (Mawarda, 2021) Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat temuan tuturan penderita cadel itu tidak sempurna dalam mengucapkan fonem /r/ sehingga fonem /r/ diubah menjadi fonem lain yaitu /l/, /y/, /h/, dan /w/. Yang disebabkan oleh faktor keturunan. Gangguan berbicara cadel lainnya sudah diteliti dan menunjukkan hasil yang serupa yaitu pada penelitian Penderita Gangguan Cadel Pada Kajian Psikolinguistik (Afifa Kifriyani, 2020).
Alasan penulis tertarik untuk menganalisis gangguan berbahasa pada penderita cadel karena pada lingkungan penulis terdapat anak yang belum fasih dalam mengucapkan huruf /r/. Sehingga penulis sangat tertarik untuk menganalisis dan melakukan penelitian ini.
I. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif menggunakan pendekatan studi kasus dengan subjek yaitu penderita cadel. Sumber data yaitu medina usia 5 tahun. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif naturalistik. Penelitian naturalistik merupakan penelitian yang dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Peneliti mengumpulkan data berdasarkan observasi situasi yang wajar, sebagaimana adanya, tanpa dipengaruhi dengan sengaja (Nasution, 1996:9). Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus.
Teknik pemerolehan data dalam penelitian ini dengan teknik simak-tulis dan perekaman kemudian dijabarkan secara deskriptif. Dikatakan menggunakan metode kualitatif deskriptif karena beberapa alasan. Pertama,
penjabaran data akan dilakukan secara deskriptif. Kedua, data yang ditranskip ke dalam sebuah tulisan, dan tidak
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil rekaman tuturan objek penelitian dalam percakapan sehari-hari selama beberapa hari, maka dapat diperoleh sebagai berikut.
Tabel 1. Proses perubahan fonem dalam ujaran Medina Zahwa
Pembahasan
Berdasarkan tabel data di atas, terdapat beberapa kata yang menunjukkan adanya kegangguan berbahasa yaitu cadel yang dilihat perubahan fonem /r/ menjadi fonem /l/. Namun pengucapan pada kata yang tidak terdapat fonem /r/ sangat jelas dituturkan sebagaimana mestinya. Hal tersebut dapat dilihat pada bukti kutipan percakapan. yang direkam berikut: P (Peneliti), N (Narasumber).
1. Belajal = Belajar
P : mei-mei belajar apa hari ini?
N : belajal hitung
Medina mengucapkan kata yaitu Belajal yang seharusnya ialah belajar dikarenakan ia tidak bisa mengucapkan fonem /r/ sehingga ia menggantinya dengan fonem /l/. penghilangan bunyi /r/ pada posisi tengah kata dan penggantian bunyi /r/ menjadi /l/ pada posisi tengah kata. Namun tetap tidak menghilangkan makna sebenarnya sebagai kata Belajar.
2. Walna = Warna
P : Mei punya tas baru ya?
N : Iya punya
P : Tasnya warna apa ya mei?
N : Walna pulpel
Dialog di atas, terlihat bahwa Medina melafalkan kata warna menjadi walna. Terdapat penghilangan bunyi /r/ pada posisi tengah kata dan penggantian bunyi /r/ menjadi /l/ pada posisi tengah kata. Ia tidak bisa mengucapkan fonem /r/ dengan baik sehingga diganti dengan fonem /l/
karena dirasa lebih mudah dalam melafalkannya. Namun tetap tidak menghilangkan makna sebenarnya sebagai kata walna.
3. Pulpel = purpel
No. Ujaran Arti/Makna Perubahan
Fonem
1. Belajal Belajar /r/ menjadi /l/
2. Walna Warna /r/ menjadi /l/
3. Pulpel Purpel /r/ menjadi /l/
4. Celita Cerita /r/ menjadi /l/
5. Lumah Rumah /r/ menjadi /l/
P : Tasnya warna apa ya mei?
N : Walna pulpel
Medina mengucapkan kata yaitu Pulpel yang seharusnya ialah Purpel dikarenakan ia tidak bisa mengucapkan fonem /r/ sehingga ia menggantinya dengan fonem /l/. penghilangan bunyi /r/ pada posisi tengah kata dan penggantian bunyi /r/ menjadi /l/ pada posisi tengah kata. Namun tetap tidak menghilangkan makna sebenarnya sebagai kata Purpel.
4. Celita = cerita
P : Hari ini kita mau ngapain ya?
N : Celita
Medina mengucapkan kata yaitu celita yang seharusnya ialah cerita dikarenakan ia tidak bisa mengucapkan fonem /r/ sehingga ia menggantinya dengan fonem /l/. penghilangan bunyi /r/ pada posisi tengah kata dan penggantian bunyi /r/ menjadi /l/ pada posisi tengah kata. Namun tetap tidak menghilangkan makna sebenarnya sebagai kata Cerita.
5. Lumah = Rumah
P : Mei ini kita lagi di rumah siapa ya?
N : Lumah kak Amah.
Medina mengucapkan nama tempat yaitu lumah yang seharusnya ialah rumah dikarenakan ia tidak bisa mengucapkan fonem /r/ sehingga ia menggantinya dengan fonem /l/. penghilangan bunyi /r/ pada posisi tengah kata dan penggantian bunyi /r/ menjadi /l/ pada posisi tengah kata. Namun tetap tidak menghilangkan makna sebenarnya sebagai kata Rumah.
III. SIMPULAN
Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penderita cadel ditinjau dari kajian psikolinguistik banyak faktor yang mempengaruhi satu diantaranya yaitu faktor psikologis dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta faktor bawaan ketika bayi yang mengakibatkan anak menjadi tidak bisa melafalkan kata dengan benar terutama penghilangan fonem “R”. meskipun ada sebagian kecil yang masih bisa di lafalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Afifa Kifriyani, N. (2020). Analisis Penderita Gangguan Cadel Pada Kajian Psikolinguistik. Konfiks: Jurnal Bahasa, Sastra Dan Pengajaran, 7(2), 35–43.
Janella, T. (2019). KAJIAN PSIKOLINGUISTIK TERHADAP GANGGUAN MEKANISME BERBICARA (STUDI KASUS RAISYA DAN ATHAYA).
Mawarda, F. (2021). ANALISIS GANGGUAN BERBAHASA PADA PENDERITA CADEL ( KAJIAN PSIKOLINGUISTIK ). XVII(1).
Meutia Alviani. (n.d.). Analisis Gangguan Mekanisme Berbicara pada Anak Cadel di Desa Alue Bungkoh Kecamatan Pirak Timu.
Padang, U. N., & Barat, S. (2019). BERCERITA DI SEKOLAH DASAR. 3(4), 1022–
1030.
Sukmawati, A., & Setiawan, H. (2023). Analisis Gangguan Cadel Pada Anak Usia 5
Tahun:Kajian Psikolinguistik. Jurnal Illmiah Wahana Pendidikan, 9(11), 253–258.
Syaprizal, M. P. (2019). PROSES PEMEROLEHAN BAHASA PADA ANAK Muhammad Peri Syaprizal pemahaman dan ilmu pengetahuan . Sebagai simbol sebuah pemahaman , bahasa pertama yang sering kali disebut bahasa ibu . Pemerolehan bahasa merupakan sampai fasih berbahasa . Pemerolehan bahasa at. 1(2), 75–86.
Bukti submit
Bukti turnitin :