ANALISIS PENERAPAN PASAL 18 TENTANG TERHADAP HUBUNGAN ISTIMEWA\TRANSFER PRICING
(STUDI KASUS PT PERUSAHAAN GAS NEGARA Tbk
)Ditulis Oleh :
MUHAMMAD FIKRI FAUZI ABDILLAH 211011250106
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PAMULANG TANGERANG SELATAN
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala. Atas rahmat dan hidayah- Nya, kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Analisis Penerapan Pasal 18 Tentang Terhadap Hubungan Istimewa\Transfer Pricing (Studi Kasus Pt Perusahaan Gas Negara Tbk)” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari Makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas akhir mata kuliah Perpajakan Internasional.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan semangat dan dukungan, sehingga makalah ini dapat selesai. Ucapan terima kasih ini kami tujukan kepada:
1. Ibu Sri Agustini S.E,M.Si, selaku dosen pengampu mata kuliah Perpajakan Internasional, yang telah memberikan bimbingan dan dukungan selama proses penyusunan tugas ini.
2. Semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam pengumpulan data dan informasi yang diperlukan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Kami berharap makalah ini dapat berguna bagi para pembaca dan dunia ilmu pengetahuan.
Tangerang Selatan, Novembwe 2024
DAFTAR ISI
BAB I
PRNDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan bisnis di Indonesia semakin pesat. Tingginya interaksi bisnis antar perusahaan di Indonesia berdampak pada semakin lebarnya perusahaan nasional ke perusahaan multinasional. Adanya perkembangan ini menyebabkan perusahaan induk semakin luas dalam melakukan proses transaksi barang, jasa, maupun modal yang akan keluar maupun masuk dari perusahaan induk ke perusahaan anak begitupun sebaliknya tanpa ada hambatan suatu apa pun. Sebagaimana perusahaan manufaktur yang memiliki anak perusahaan yang mengembangkan bahan baku atau memproduksi komponen untuk dimasukkan dalam produk perusahaan afiliasi atau melakukan transaksi atas aset tidak lancar antar perusahaan induk dengan anak perusahaan. Tingginya angka perdagangan global sekitar 60%-70% antar perusahaan afiliasi menyebabkan adanya kemungkinan peluang penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan – perusahaan tersebut.
Menurut undang-Undang No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan merupakan bentuk reformasi perpajakan Indonesia, salah satu pembahasan dalam regulasi tersebut adalah transfer pricing. Selain itu, Peraturan tentang transfer pricing secara umum diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak Penghasilan (UU PPh). Pasal 18 ayat (3) UU PPh menyebutkan bahwa Direktorat Jenderal pajak (DJP) berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa (arm’s length principle) dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya plus atau metode lainnya.
Dengan adanya peluang atau potensi dalam penghindaran pajak yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam melakukan transaksi antar perusahaan dilakukan untuk
memperoleh keuntungan yang lebih besar. Aktivitas ini seperti dalam menentukan harga penjualan dan biaya-biaya yang dikeluarkan, perusahaan akan berusaha untuk melakukan berbagai cara agar dapat memperkecil beban pajak yang ditanggung perusahaan. Praktik penghindaran pajak didasari oleh persepsi perusahaan yang menganggap bahwa pajak merupakan beban yang harus dihindari, karena tujuan utama perusahaan adalah menciptakan nilai, dimana dari nilai akan diperoleh manfaat bagi perusahaan yaitu menghasilkan laba (Agata et al., 2021). Transfer pricing menjadi langkah perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak. Transfer pricing dapat mengakibatkan berkurangnya potensi penerimaan negara dari sektor pajak suatu negara karena perusahaan cenderung menggeser kewajiban perpajakannya dari negara yang memiliki tarif pajak yang tinggi ke negara yang menerapkan tarif pajak rendah (Halim Rachmat, 2019)
Menurut Suwiknyo dalam The 2018 Mutual Procedure (MAP) Statistic, OECD menyatakan jumlah kasus terjadinya transfer pricing pada tahun 2018 mengalami kenaikan sebesar 20% yang memperlihatkan bahwa kasus tersebut cukup tinggi daripada kasus-kasus lain yang naik dalam kisaran 10%. Di Indonesia, penyalahgunaan transfer pricing sering terjadi salah satunya pada PT Bentoel Internasional Investama. Kasus yang telah disebutkan merujuk pada Peraturan Perundang-Undangan Pasal 18 ayat (4) UU No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan yang menjelaskan bahwa akibat dari adanya transaksi hubungan istimewa dapat menyebabkan terjadinya pengalihan dasar pengenaan pajak, pengalihan penghasilan, atau untuk merekayasa besarnya biaya oleh wajib pajak. (https://ekonomi.bisnis.com)
Penelitian ini penting karena dapat memberikan pemahaman lebih lanjut tentang transfer pricing di Indonesia. Implikasi dari temuan ini dapat membantu pemerintah dan regulator dalam mengembangkan strategi perpajakan yang lebih efektif dan meningkatkan kesadaran wajib pajak, khususnya perusahaan, tentang pentingnya kepatuhan pajak sebagai kontribusi positif terhadap pembangunan negara. Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “Analisis Penerapan PPh Pasal 18 Terhadap Hubungan Istimewa/Transfer Pricing (Studi Kasus PT Bentoel Internasional Investama Tbk)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Analisis penerapan PPh 18 terhadap Hubungan istimewa/transfer pricing 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian di atas diharapkan akan memberi manfaat setelah penelitian selesai. Adapun yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Bagi Penulis
Penulis dapat memperdalam pemahaman dan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam menganalisis penerapan (analisis penerapan pasal 18 terhadap hubungan istimewa\transfer pricing (Studi Kasus Pt Perusahaan Gas Negara Tbk)
1.3.2 Bagi Pembaca
Dapat menjadi sumber bacaan, menambah informasi dan pengetahuan serta dapat menjadi sumber referensi untuk peneliti selanjutnya dalam menganalisis penerapan PPh pasal 18 terhadap hubungan istimewa\transfer pricing (Studi Kasus Pt Perusahaan Gas Negara Tbk)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pajak Secara Umum
Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, pajak merupakan kontribusi wajib pajak yang dibayarkan kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan dalam Undang-Undang KUP No. 16 Tahun 2009 pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa: Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang- undang dengan tidak mendapatkan dampaknya (imbalan) secara langsung dan dana tersebut digunakan untuk kepentingan negara guna untuk kemakmuran masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan kontribusi dari rakyar selaku wajib pajak kepada negara yang bersifat memaksa sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak mendapatkan imbalan secara langsung namun imbalan tersebut akan diberikan sebagai manfaat atau kepentingan bersama untuk kesejahteraan masyarakat. Pajak sendiri merupakan aspek yang terpenting dalam pelaksanaan pembangunan negara karena termasuk dalam sumber pendapatan negara(Putri, 2023)
Pada Pasal 18 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, diatur pula secara umum peraturan tentang Transfer Pricing tepatnya pada ayat (3) yang menyebutkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa (arm’s length principle). Menurut Husna (2020) praktik-praktik dan pelaksanaan pemeriksaan transfer pricing akan terus mengalami perkembangan seiring berkembangnya teknologi informasi serta bertambahnya variasi transaksi yang melibatkan yuridiksi perpajakan yang berbeda.
2.2 Pengertian Pajak Internasional
Pajak internasional merupakan sebuah ranah yang kompleks dan penting dalam konteks ekonomi global. Latar belakang pajak internasional berakar pada kebutuhan untuk mengatur aliran keuangan dan aktivitas bisnis lintas batas yang telah berkembang pesat seiring dengan globalisasi. Globalisasi telah membuka pintu bagi perusahaan multinasional untuk melakukan operasi di berbagai negara, menciptakan tantangan unik dalam sistem perpajakan (Novarina & Rohayati, 2024).
Perkembangan teknologi dan transportasi, yang memudahkan pergerakan barang, jasa, dan modal lintas negara, telah memperkuat integrasi ekonomi global. Dalam konteks ini, perusahaan multinasional dapat mengatur operasinya di berbagai negara, sering kali dengan tujuan mengoptimalkan kewajiban pajak mereka melalui strategi seperti transfer pricing dan penggunaan yurisdiksi pajak rendah. Hal ini menimbulkan isu keadilan dan efisiensi dalam sistem perpajakan internasional.
Dalam hal perlakuan pajaknya pengenaannya hanya dibatasi pada subjek serta objek pajak yang berada pada wilayah Indonesia saja, atau bisa diartikan bahwa suatu badan yang tidak berkedudukan di Indonesia umumnya tidak akan dikenakan pajak dengan ketentuan yang dimiliki Indonesia. Namun dalam hal ini, pajak yang dikenakan akan berkaitan dengan subjek dan objek yang berada di luar wilayah Indonesia yang memiliki hubungan yang cukup dekat terkait dengan perekonomian dan hubungan kenegaraan dengan Indonesia sendiri.
2.3 Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penghasilan Pasal 24 merupakan salah satu jenis pajak yang bisa digunakan oleh pengusaha kena pajak untuk melakukan pengkreditan pajak pada SPT Tahunan.
Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan mengkreditkan pajak. Mengkreditkan pajak menggunakan pajak penghasilan PPh pasal 21, 22 dan 23. Misalkan Kurang bayar pajak Pajak Penghasilan Badan sebesar Rp. 100.000.000,00. Pajak Penghasilan pasal 23 terkait belanja atas jasa sebasar Rp. 30.000.000,00 sehingga nominal kurang bayar (kb)
pajaknya jadi senilai Rp. 70.000.000,00. Adapun nominal kurang bayar pajak ke Negara justru menjadi lebih kecil after dikurangi PPh pasal 23. Hal ini yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan untuk bisa memanfaatkan jenis – jenis pajak yang bisa dikreditkan.
Sebenarnya ini yang dinamakan perencanaan pajak. (Akuntansi et al., n.d.), menyatakan bahwa Tax Planning atau istilah kerennya perencanaan pajak diartikan sebagai metode atau cara untuk merencanakan pajak. Supaya kewajiban membayar pajak ke Negara menjadi lebih kecil. Setiap perusahaan diperkenankan untuk melakukan perencanaan pajak, karena perencanaan pajak ini sesuai dengan regulasi atau undang – undang perpajakan yang berlaku. Adapun keinginan penulis untuk menyuguhkan sebuah mekanisme pengkreditan pajak dari sektor pajak penghasilan pasal 24. Sehingga dari konsep tersebut penulis ingin melakukan riset berkaitan dengan Pajak Penghasilan Pasal 24 sebagai metode pengkreditan pajak yang efektif. Dari beberapa jenis pajak penghasilan yang dapat dikreditkan, pajak penghasilan pasal 24 memang sedikit lebih rumit perhitungannya. Pengakuan terhadap pendapatan di luar negeri dapat ditambah dengan penghasilan yang ada di dalam negeri untuk menghitung pajak untuk dapat menghitung batas maksimum kredit pajak. Pengkreditan pajak PPh pasal 24 dianggap memberikan keringanan bagi perusahaan ketika membayarkan Pajak penghasilan terutang badan, karena pajak penghasilan pasal 24 untuk menekan besarnya laba kena pajak perusahaan. Karena alasan inilah mengapa penulis mengambil judul penelitian Pengkreditan Pajak Penghasilan Pasal 24 sebagai Perencanaan Pajak yang Efektif.
2.3.1 PPh Pasal 18
Pengaturan tentang transfer pricing di Indonesia secara umum diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh menyebutkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) berwenang untuk menentukan kembali harga wajar transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa (associated enterprises / related parties) sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa (arm’s length principle). Selanjutnya, dalam Pasal 18 ayat (3a) UU PPh menyebutkan
bahwa Dirjen Pajak berwenang untuk melakukan perjanjian Advance Pricing Agreement (Kesepakatan harga transfer yang wajar) dengan Wajib Pajak yang mempunyai transaksi dengan pihak- pihak yang memiliki hubungan istimewa. Dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh mengatur tentang kriteria ada tidaknya hubungan istimewa antara pihak-pihak yang melakukan transaksi. Peraturan mengenai hubungan istimewa dapat digunakan untuk menilai seberapa jauh dua atau lebih anggota perusahaan sebagai suatu grup perusahaan memanfaatkan fasilitas perpajakan tertentu seperti pembebasan withholding tax atas deviden dan capital gain, konsolidasi penghasilan, atau pengalihan kerugian (Nugroho, 2009). Kutipan asli Pasal 18 ayat (4) UU PPh ini adalah sebagai berikut.
2.3.2 Transfer Pricing
Perusahaan seringkali menggunakan transfer pricing untuk menghindari pajak. Salah satu cara perusahaan untuk menghemat pengeluaran pajak mereka ialah dengan melakukan transfer pricing. Napitupulu et al. (2020) mendefinisikan transfer pricing sebagai suatu harga jual khusus yang ditetapkan pada pertukaran antar bagian di perusahaan yang sama atau disebut sebagai harga transfer. Harga transfer ini dibuat untuk mencatat pendapatan dari bagian penjualan dan biaya dari bagian pembelian.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Herman et al. (2023) menunjukkan bahwa minimalisasi pajak melalui transfer pricing, yang melibatkan transfer laba perusahaan keperusahaan lain dalam lingkup yang sama di negara lain dengan mengeksploitasi celah atau kesenjangan dalam undang-undang perpajakan untuk mengurangi beban pajak perusahaan secara keseluruhan. Minimalisasi pajak semacam itu dapat menyebabkan kerugian negatif.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum
Dalam hal ini hubungan istimewa dapat dianggapa apabila terdapat hubungan istimewa kepemilikan berupa penyertaan modal sebesar 25% atau lebih seecara langsung maupun tidak langsung. Contoh PT A memiliki 50% saham PT B. Kepemilikan saham oleh PT A merupakan penyertaan langsung. Apabila PT B memiliki 50% saham PT C, PT A sebagai pemegan saham PT B secara tidak langsung mempunyai penyertaas pada PT C sebesar 25%. Demikian antara PT A, PT B dan PT C dianggap bertahan sebagai hubungan istimewa. Apabila PT A memiliki 25 % saham PT D maka anatara PT B, PT C dan PT D dianggap sebagai hubungan istimewa.
Adapun hubungan istimewa diantara wajib pajak terjadi karena penguasaan melalui sebuah manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak memiliki dalam hubungan istimewa kepemilikan. Secara hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada dibawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan antara beberapa perusahaan yang berada dalm penguasaan yang sama.
3.2 Analisis
Implementasi kebijakan transfer pricing dalam transaksi yang memiliki hubungan istimewa pada PT Perusahaan Gas Negara Tbk kebijakan yang diterapkan di PGN sejak tahun 2011 yang berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak dengan Nomor PER -43/PJ/2010 tentang penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam transaksi wajib pajak dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa yang mulai berlaku pada 6 September 2010 dan mulai menjadi sorotan bagi wajib pajak sejak bergulit Peraturan Menteri Keungan Republik Indonesia Nomor 213/PMK.03/2016 merupakan wewenang dari otoritas pemerintah dalam rangka membenahi iklim perdagangan yang sehat dan transparan, hal ini membantu perusahaan menjaga integritas perpajakan, menghindari sengketa pajak, dan
memastikan bahwa keuntungan yang diakui secara pajak sesuai dengan kontribusi yang sebenarnya dari setiap entitas dalam kelompok perusahaan.
Adapun yang menjadi penghambat dalam implementasssi kebijakan transfer pricing pada PGN terkait dengan pengelolaan sumber daya yang kurang memadia, termasuk sumber daya manusia yang secara kuantitatif kurang dalam jumlah atau kapasitas.
Serta ada upaya yang dilakukan dalam menimplementasikan transfer pricing dengan menambah sumber daya manusia yang terbatas, maka perlu diadakannya sosialisasi rutin, dan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia yang ada tersebut sehingga dapat mengimplementasikan transfer pricing dengan baik.
BAB IV KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Maka kebijakan pricing dengan transaksi yang memiliki hubungan istimewa pad PT Perusahaan Gas Negara Tbk telah diterapkan sesuai dengan PMK 213/PMK.03/2016 tentang jenis dokumen atau informasi tambahan yang wajib disimpan oleh wajib pajak yang melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan tata cara pengelolaannya. Adapun hambatan yang dihadapi oleh PGN pada saat implementasi transfer pricing documentation yaitu kurangnya jumlah sumber daya manusia yang kuantitatif. Upaya yang telah dilakukan oleh PGN dengan cara melakukan kordinasi dengan para satuan kerja yang terkait, mengikuti hasil kajian, berbagi ilmu pengetahuan untuk mendalami terkait implementasi kebijakan transfer pricing dan diadakannya sosialisasi terkait transaksi pada pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa.