PENDAHULUAN
Latar Belakang
UU no. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak menekankan pentingnya anak dalam Pasal 1 angka (3). UU no. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak memberikan kekhususan dalam Undang-Undang Proses Hukum Bagi Pelanggar Anak yang dikenal dengan istilah diversi.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tindak pidana pencurian dengan kekerasan sehingga penulis memilih judul tersebut.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
KERANGKA TEORI DAN KONSEP
Kerangka Teori
Adanya suatu hukum (substansi hukum) yang baik belum tentu dapat menjamin akan menghasilkan hal-hal yang baik, tanpa didukung oleh aspek struktur hukum (legal structure) maupun budaya hukum yang baik. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 Anak adalah seseorang yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun, yang diduga telah melakukan tindak pidana. Kewenangan kepolisian dalam menangani tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh anak pada hakekatnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, secara teoritis menurut Ridwan, H.R.
Sedangkan untuk tindak pidana yang melibatkan anak akan mengacu pada UU No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana bagi anak di bawah umur, Pasal 30 (tiga puluh). Dasar hukum penahanan dalam tindak pidana yang menyangkut anak mengacu pada UU No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, Pasal 32 (tiga puluh dua). Sedangkan untuk tindak pidana yang melibatkan anak akan mengacu pada UU No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana bagi anak di bawah umur, Pasal 36 (tiga puluh enam).
Langkah selanjutnya dalam proses penyidikan dan penyidikan kasus tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh anak, Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Bareskrim Polres Gowa menetapkan tersangka sebagai pelaku tindak pidana kekerasan, hal ini dilakukan dengan melihat keterangan korban dan dari tahap penyelidikan dan penyidikan awal, ketika pelaku mengetahui inisial apa, umur berapa, tinggal dimana, pekerjaan apa dan identitas lainnya, maka Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA) melalui Bareskrim Polres Gowa memanggil pelaku pelaku apabila dipandang perlu untuk menangkap dan menahan pelaku maka Unit Pelayanan Perempuan dan Anak melalui Bareskrim Polres Gowa melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka, proses penangkapan sesuai dengan prosedur yang ada yaitu dengan mengacu pada Pasal 30 (30) Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 Tahun 2012, hal ini berdasarkan pertimbangan dan kemungkinan. Dalam melakukan penyidikan, penyidik menerapkan Pasal 26 ayat 1, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Tinjauan Hukum Tentang Sanksi Dan Penerapannya
Pelaksanaan Sanksi Terhadap Anak Sebagai Pelaku
Pengertian anak menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam pasal 1 ayat (5) bahwa: Anak adalah setiap manusia yang berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila untuk kepentingan . Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa: “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun atau belum pernah kawin. Menurut UU 23 Tahun 2002 dalam pasal 1 angka 1 “anak adalah seseorang yang belum genap berusia 8 (delapan belas) tahun, yang berarti anak yang masih dalam kandungan”.
Selain itu, pemerintah mengeluarkan undang-undang no. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dan UU No. Pengertian anak menurut undang-undang no. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan istilah anak nakal secara objektif ditujukan kepada perilaku anak 39 Untuk tindak pidana yang dilakukan oleh anak, menurut undang-undang no.
Dasar Hukum Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku
Ketua Pelayanan Perempuan dan Anak (UVP) itu menjelaskan, terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap anak seringkali dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang telah diuraikan di atas, menurut Ibda S, merupakan faktor yang paling sering mempengaruhi terjadinya tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh anak di wilayah hukum Polres Gowa. Faktor-faktor tersebut sering muncul dalam pernyataan pelaku tindak pidana kekerasan yang ditangani langsung oleh Unit Perempuan dan Anak (Unit PPA) Bareskrim Polres.
Hal ini sesuai dengan ketentuan UU No. 11 Tahun 2012 sebagai pengganti UU No. 3 tahun 1997 tentang sistem peradilan pidana anak di bawah umur (SPPA), dan dalam Pasal 32 ayat (2) disebutkan bahwa “penahanan anak hanya dapat dilakukan dengan syarat anak tersebut telah berumur 14 (empat belas) tahun. atau diduga melakukan tindak pidana yang diancam pidana. Berdasarkan Undang-undang ini, Polres Gowa memberikan perlakuan khusus kepada anak yang diduga atau pelaku tindak pidana kekerasan.76 Penggunaan sanksi pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pencurian berat (Resolusi Nomor: 262/PID.
Kerangka Pikir
METODE PENELITIAN
- Jenis Penelitian
- Pendekatan Masalah
- Lokasi Penelitian
- Jenis dan Sumber Data
- Teknik Pengumpulan Data
- Teknik Analisis Data
69 Iwayan Juwahyudhi, Kewenangan Polri untuk melakukan upaya lain dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. 71 Iwayan Juwahyudhi, Kewenangan Polri untuk melakukan upaya lain dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Namun menurut Ipda S. Dalam kasus tertentu, anak yang melakukan tindak kekerasan dapat ditahan. Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Tentang kasus-kasus kekerasan seperti penganiayaan secara berkelompok dan terencana, yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa.
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), apabila pelaku berusia di atas 14 tahun, maka perkara harus dilanjutkan sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku. Dalam melakukan penyidikan terhadap anak harus tunduk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan karena korbannya adalah anak-anak juga menggunakan ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 dalam melakukan penyidikan tahun 2002 tentang perlindungan anak. UU nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan anak UU nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Jika seorang anak melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak lain yang belum dewasa, maka aturan hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, adapun pasal-pasal yang berlaku bagi anak dapat ditegakkan. yang melakukan kekerasan terhadap anak dalam Undang-undang ini tertuang dalam Pasal 80 (delapan puluh) Tentang Kekerasan. Penyidikan dan penyidikan merupakan tugas pokok kepolisian dalam rangka pelaksanaan penegakan hukum, hal tersebut berdasarkan Pasal 14 Ayat (1) Huruf (g) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi Polri bertugas melakukan penyidikan dan penyidikan terhadap segala tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.” 63 Tugas kepolisian pada dasarnya tidak terbatas pada melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepolisian untuk memelihara dan menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat Polisi dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum tentunya memiliki kewenangan atau kewenangan, hal ini bertujuan agar memudahkan polisi dalam menjalankan tugas kepolisian dan kewenangan kepolisian sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.
Kewenangan kepolisian dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak tentunya tidak terlepas dari amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Beberapa kewenangan kepolisian dalam penyelesaian kasus kekerasan terhadap anak adalah sebagai berikut: 72. Mengingat pentingnya penyidikan, maka kepolisian memiliki kewenangan untuk melakukan penggeledahan yang diatur dalam undang-undang.
Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, pasal 1 ayat (5) menjelaskan hal tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan anggota Polri di Satuan Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA) Sat Reskrim Polres Gowa, Ipda S menjelaskan bahwa penahanan sendiri merupakan bentuk perlindungan hukum bagi anak yang menjadi pelaku tindak pidana kekerasan. , selain itu penahanan juga bertujuan untuk mencegah tersangka apabila pelaku tidak melarikan diri ke kota lain dan barang bukti hilang atau musnah, maka penangkapan dan penahanan dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu pada Pasal 16 Ayat (1) ), yang menyatakan bahwa “dalam rangka melaksanakan tugas di bidang peradilan pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan untuk melakukan eksekusi”. 75 Dalam pemaparannya dijelaskan oleh Ipda. Sebagai anggota Satuan Pelayanan Perempuan dan Anak Bareskrim Polres Gowa mengatakan, dalam kasus kekerasan tidak semua tersangka atau pelaku ditahan, menurutnya hal itu dilakukan atas dasar pertimbangan yang logis. . dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa ada beberapa faktor penyebab terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh anak yaitu pengaruh pendidikan, faktor bakat dan pengaruh lingkungan. Karena tindak pidana yang dilakukan oleh anak merupakan tindak pidana biasa, maka setelah dibuat laporan dan ditangani dalam penyidikan maka dapat dihentikan dan tidak dapat dihentikan meskipun korban telah memaafkannya. Apabila terjadi tindak pidana ringan dan pelakunya masih di bawah umur, maka penyidik wajib menyelidiki dan menyelidiki perkara tersebut.
Namun, untuk kejahatan yang dilakukan oleh anak, lanjutnya, mereka hanya berhak dihukum jika sudah berusia 14 (empat belas) tahun atau lebih. Selama ini kinerja Polres Gowa sangat baik dalam menangani dan menyelesaikan kasus kekerasan yang dilakukan oleh anak, namun ada upaya. Independensi pengadilan dalam proses penerapan hukum pidana menuju sistem peradilan pidana yang bebas dan akuntabel.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Terjadinya tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor, faktor yang sering menimbulkan kasus tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh anak di wilayah hukum Polres Gowa yaitu “faktor pengaruh budaya luar, faktor kemajuan teknologi elektronik, faktor keluarga faktor diri sendiri dan faktor sosial./kelompok.
Saran
Barda Nawawi Arief, 2011 Reformasi Sistem Peradilan (Sistem Penegakan Pidana) di Indonesia, Badan Penerbitan Universitas Diponegoro, Semarang,. 1994 Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum Dalam Batas Toleransi, Pusat Pelayanan Peradilan dan Hukum, Jakarta,. Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia: Perkembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Refika Aditama, Bandung, 2009.
Moeljanto, Pokok-Pokok Hukum Pidana Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1987 Muladi, Pendekatan “Restorative Justice” dalam Sistem Peradilan Pidana dan. Nasir Djamil, Anak Tidak Boleh Dihukum, Sinar Grafik, Jakarta, 2013 Mulyadi, Lilik, Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia, PT Alumni. Penuntutan polisi dengan pendekatan keadilan restoratif dalam sistem hukum nasional, (Jurnal Rechts Viding Vol. II No. 2 Agustus 2013).