LAPORAN TUGAS BESAR KELOMPOK
MATA KULIAH LOGISTIK BARANG PERISHABLE DEPARTEMEN TEKNIK LOGISTIK
Analisis pengaruh handling pengiriman ikan bandeng terhadap lingkungan menggunakan metode Life Cycle Assessment (LCA)
ANGGOTA KELOMPOK:
1. Ade Naufal Fadillah (2022110001) 2. Ibrahim Ramadhan Imaduddin (2022210008) 3. Kaisar Bintang Mahmudi (2022210009)
4. Lukman Hakim (2022210010)
5. M. Candra Firmansyah (2022210012) 6. M. Ghufron Romadhoni (2022110014) 7. M. Iqbal Alamsyah (2022110015)
SEMESTER GASAL TAHUN AJARAN 2024/2025
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...2
DAFTAR TABEL...3
DAFTAR GAMBAR...4
BAB 1 LATAR BELAKANG...5
1.1 Latar Belakang... 5
1.2 Rumusan Masalah...6
1.3 Tujuan...6
1.4 Asumsi...7
1.5 Batasan...7
BAB 2 METODOLOGI PENELITIAN...8
2.1 Studi Kasus... 8
2.2 Alur Penelitian... 9
2.3 Alur Supply Chain...10
2.4 Pengumpulan Data... 11
2.4.1 Aktivitas Pembudidayaan...15
2.4.2 Aktivitas Panen...19
2.4.3 Aktivitas Pembersihan Ikan... 21
2.4.4 Aktivitas Pengemasan...21
2.4.5 Aktivitas Distribusi...22
2.5 Transportasi...27
2.5.1 Peti Kemas Berpendingin...28
2.5.2 Kapal Peti Kemas...29
2.5.3 Kapal Palka...30
2.6 Packaging...30
2.6.1 Keranjang...30
2.6.2 Box Styrofoam...31
2.7 Bondary...32
2.8 Stage LCA...33
2.8 Model Konseptual...35
BAB 3 PEMBAHASAN...36
3.1 Pengelolaan Data...36
3.1.1 Perhitungan Pembudidayaan... 36
3.1.2 Perhitungan Panen...37
3.1.3 Perhitungan Pembersihan Ikan...38
3.1.4 Perhitungan Pengemasan...38
3.1.5 Perhitungan Distribusi scenario 1...39
3.1.6 Perhitungan Distribusi scenario 2...41
3.2 Kesimpulan dan Saran...42
DAFTAR PUSTAKA... 45
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Perhitungan Emisi Listrik...14
Tabel 2. 2 Perhitungan Emisi Solar non Transportasi...14
Tabel 2. 3 Perhitungan Solar Truk...15
Tabel 2. 4 Perhitungan Solar Kapal...15
Tabel 2. 5 Perhitungan Emisi NH3...16
Tabel 2. 6 Perhitungan Emisi CaO...16
Tabel 2. 7 Data Kolam...17
Tabel 2. 8 Data Pompa Pengurusan...17
Tabel 2. 9 Data Pakan Ikan...18
Tabel 2. 10 Data Obat Ikan...18
Tabel 2. 11 Data Aktivitas Pembudidayaan...19
Tabel 2. 12 Data Tenaga Kerja...19
Tabel 2. 13 Data Ikan Bandeng...20
Tabel 2. 14 Data Aktivitas Panen...20
Tabel 2. 15 Aktivitas Pembersihan...21
Tabel 2. 16 Data Pengemasan Skenario 1...21
Tabel 2. 17 Data Pengemasan Skenario 2...22
Tabel 2. 18 Data Rute Kamingan ke Tanjung Perak...23
Tabel 2. 19 Data Kebutuhan Distribusi Skenario 1 dan 2...24
Tabel 2. 20 Data Rute Pelabuhan perak ke samayang...24
Tabel 2. 21 Skenario 1 dan 2 Kapal peti dan palka...25
Tabel 2. 22 Pelabuhan samayang ke pasar inpres...26
Tabel 2. 23 Data Kebutuhan Skenario 1 & 2 dari pelabuhan semayang ke pasar inpres...26
Tabel 3. 1 Perhitungan Pembudidayaan...35
Tabel 3. 2 Perhitungan Panen...36
Tabel 3. 3 Perhitungan Pembersihan Ikan...37
Tabel 3. 4 Perhitungan Pengemasan Keranjang...37
Tabel 3. 5 Perhitungan Pengemasan Stryfoam...38
Tabel 3. 6 Distribusi Skenario 1...38
Tabel 3. 7 Distribusi Skenario 2...39
Tabel 3. 8 Hasil Analisa Skenario 1...40
Tabel 3. 9 Hasil Analisis Skenario 2...41
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Flowchart Alur Penelitian...11
Gambar 2. 2 Alur Konseptual...13
Gambar 2. 3 Lokasi Awal Keberangkatan... 25
Gambar 2. 4 Container Berpendingin...30
Gambar 2. 5 Kapal Peti Kemas...31
Gambar 2. 6 Kapal Palka...31
Gambar 2. 7 Keranjang plastik...32
Gambar 2. 8 Box Stryfoam...33
Gambar 2. 9 Boundary...34
Gambar 2. 10 Stage LCA...35
BAB 1
LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Menurut Djumanto (2017), ikan bandeng (Chanos chanos) merupakan salah satu jenis ikan yang hidup di air payau dan mampu bertahan dalam berbagai tingkat salinitas. Awalnya, ikan ini diperkenalkan sebagai spesies baru di perairan tawar(Djumanto et al., 2017). Ikan bandeng memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan banyak dibudidayakan di Indonesia. Namun, ikan ini sangat mudah rusak karena sifatnya yang mudah basi. Dalam industri perikanan terutama budidaya ikan bandeng membutuhkan asupan untuk perkembangan bandeng, yang mana dalam membantu perkembangannya petani bandeng memberi pakan, pupuk dan probiotik secara berkala, dalam proses budidaya ikan sampai ke tangan customer terdapat tantangan bukan hanya dalam mempertahankan kesegaran ikan bandeng tapi juga terhadap lingkungan dari efek pembudidayaan, masalah yang dihadapi saat ini adalah kondisi lingkungan yang semakin hari semakin buruk (global warming), Pemanasan global disebabkan oleh efek rumah kaca, yaitu fenomena peningkatan suhu atmosfer bumi akibat akumulasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen oksida (N2O) dalam jumlah yang semakin tinggi(Suparman & Budi, 2013).
Gas rumah kaca berfungsi menangkap dan memantulkan kembali radiasi panas matahari ke permukaan bumi, sehingga suhu atmosfer meningkat secara signifikan. Karbon dioksida merupakan penyumbang terbesar, mencakup lebih dari 75% total emisi GRK di atmosfer. Gas ini terutama dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil dalam kegiatan industri dan transportasi. Sementara itu, metana, meskipun jumlahnya lebih kecil, memiliki potensi pemanasan yang jauh lebih besar dan berasal dari aktivitas seperti tambak, pertanian, serta pengelolaan limbah organik. Selain itu, nitrogen oksida dan gas lain seperti SF6, HFC, dan PFC, meskipun konsentrasinya rendah, memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap pemanasan global.
Namun, dalam Rantai pasok ikan bandeng, mulai dari pembudidayaan hingga ke outlet, memiliki potensi emisi CO2 di setiap tahapannya. Di pembudidayaan, emisi metana dihasilkan oleh air PDAM dan pakan, penggunaan obat-obatan, operasional tambak (pompa). Setelah panen, pembersihan dan pengemasan juga berkontribusi pada emisi terhadap emisi melalui penggunaan air, energi, dan nitrogen . Distribusi ke retail dan outlet menghasilkan emisi paling banyak, terutama karena penggunaan truk berpendingin dan logistik yang lebih efisien.. Penyimpanan di toko retail juga membutuhkan energi listrik. Terakhir, membuang limbah yang buruk ke TPA dapat menyebabkan produksi metana, sementara pengomposan dan daur ulang dapat mengurangi emisi.
Oleh karena itu, identifikasi dan mitigasi emisi di setiap tahap rantai pasok penting untuk keberlanjutan usaha perikanan bandeng. Oleh karena itu, penelitian ini meminimalisir emisi dan memilih metode apa yang ramah lingkungan, seperti penggunaan refrigeran alami, kendaraan , atau metode penyimpanan dalam distribusi perlu diterapkan untuk mengurangi dampak lingkungan dari rantai distribusi ikan bandeng.
1.2 Rumusan Masalah
Pada penulisan laporan Analisis pengaruh handling pengiriman ikan bandeng terhadap lingkungan menggunakan metode Life Cycle Assessment (LCA) ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat emisi yang dihasilkan dari setiap tahap rantai pasok ikan bandeng?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi emisi dalam proses rantai pasok ikan bandeng?
3. Bagaimana perbandingan emisi antara berbagai skenario rantai pasok ikan bandeng ? 1.3 Tujuan
Pada penulisan laporan Analisis pengaruh handling pengiriman ikan bandeng terhadap lingkungan menggunakan metode Life Cycle Assessment (LCA) ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui tingkat emisi yang dihasilkan dari setiap tahap rantai pasok ikan bandeng .
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi emisi dalam proses rantai pasok ikan bandeng .
3. Untuk mengetahui perbandingan emisi antara berbagai skenario rantai pasok ikan bandeng.
1.4 Asumsi
Pada penulisan laporan terdapat asumsi sebagai berikut : 1. Tidak ada ikan yang mati saat tahap budidaya
2. Perhitungan emisi hanya mencakup senyawa yang berdampak banyak terhadap efek rumah kaca, seperti CO , CH , dan N O.₂ ₄ ₂
3. Moda transportasi diasumsikan bekerja secara efisiensi tanpa gangguan seperti kerusakan kendaraan.
4. emisi dari tenaga kerja dihitung hanya berdasarkan respirasi manusia per jam selama jam operasional.
5. Konsumsi sumber daya seperti solar, listrik, dan nitrogen diasumsikan tidak mengalami kebocoran atau pemborosan selama seluruh proses produksi dan distribusi.
1.5 Batasan
Terdapat batasan sebagai berikut :
1. Analisis hanya mencakup dari pembudidayaan hingga pengiriman ke pelabuhan dan sampai ke retail di Balikpapan.
2. Tidak semua senyawa dihitung dalam perhitungan emisi
3. Metode pengukuran tidak mencakup faktor eksternal seperti cuaca.
4. Fokus pada dua tipe pengemasan utama (keranjang plastik dan styrofoam) tanpa mempertimbangkan alternatif lainnya.
BAB 2
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Studi Kasus
Tambak ikan bandeng yang berada di Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik, memiliki rangkaian proses mulai dari pembudidayaan, panen, hingga distribusi ke retail. Dalam proses distribusi, terdapat dua opsi pengiriman ikan ke Kalimantan Timur. Opsi pertama melibatkan pengiriman melalui kapal peti kemas dengan kontainer standar, sedangkan opsi kedua menggunakan kontainer berpendingin yang dikirim dengan kapal palka. Setiap tahap dalam rantai pasok ini menghasilkan emisi gas rumah kaca, seperti metana, karbon dioksida, dan karbon monoksida, yang dapat merugikan lingkungan dan memperburuk pemanasan global.
Setiap tahapan produksi dan distribusi dievaluasi melalui analisis Life Cycle Inventory (LCI) untuk memeriksa berbagai sumber daya yang digunakan. Pada tahap pembudidayaan dan panen, LCI mencakup faktor-faktor seperti pakan, obat-obatan, air, benih, listrik untuk mendukung operasional, serta tenaga manusia yang terlibat dalam kegiatan tambak. Sementara itu, pada tahap distribusi, LCI mencakup penggunaan nitrogen untuk menjaga kualitas ikan, bahan bakar untuk transportasi, serta tenaga manusia yang berperan dalam pengelolaan pengiriman. Semua sumber daya ini berkontribusi pada emisi yang perlu dihitung untuk memahami dampaknya terhadap lingkungan secara keseluruhan.
Emisi yang dihasilkan pada setiap tahap dihitung dengan menggunakan Life Cycle Assessment (LCA), yang memungkinkan analisis dampak lingkungan dari setiap langkah dalam rantai pasok, mulai dari pembudidayaan hingga pengiriman ke retail. Dengan pendekatan ini, kita dapat mengidentifikasi tahapan yang paling berkontribusi pada emisi dan membandingkannya untuk menentukan skenario pengiriman yang menghasilkan emisi terendah.
2.2 Alur Penelitian
Metodologi penelitian bertujuan untuk menyelesaikan masalah yang ada secara
terstruktur. Berikut pembagian dari flow chart penelitian.
Gambar 2. 1 Flowchart Alur Penelitian
Pada gambar tersebut menggambarkan alur Penilaian Siklus Hidup (Life Cycle Assessment/LCA) dalam distribusi ikan bandeng, yang mencakup tahapan proses dari studi awal hingga pemberian rekomendasi akhir. Langkah pertama adalah menetapkan tujuan dan ruang
lingkup penelitian, termasuk identifikasi produk ikan bandeng, batasan sistem, serta asumsi yang digunakan dalam penelitian. Selanjutnya, model konseptual dikembangkan untuk memetakan rantai pasok ikan bandeng dan menyusun kerangka kerja LCA. Pada tahap ini, penting untuk memahami seluruh proses distribusi, mulai dari budidaya, panen, hingga pengiriman ke retail.
Tahapan berikutnya adalah pengumpulan data untuk analisis
inventori siklus hidup (life cycle inventory analysis). Data mencakup kebutuhan energi listrik untuk operasional alat budidaya, air untuk tambak, bahan pendukung seperti pakan, dan tenaga kerja. Setelah data terkumpul, dilakukan validasi untuk memastikan keakuratan dan kelengkapannya. Data yang telah tervalidasi digunakan dalam penilaian dampak LCA, dengan fokus pada kategori dampak seperti emisi karbon, konsumsi energi, dan pengaruh lingkungan lainnya. Penilaian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagian dari proses produksi dan distribusi yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan. Sebagai bagian dari penelitian, dilakukan perbandingan skenario untuk membandingkan alternatif yang lebih berkelanjutan.Tahapan terakhir adalah interpretasi siklus hidup, di mana hasil analisis digunakan untuk mengenali permasalahan utama, memberikan rekomendasi perbaikan, dan menyusun laporan akhir.
Evaluasi ini meliputi peninjauan kelengkapan data, validitas analisis, serta dampaknya terhadap efisiensi energi dalam transportasi dan pengurangan limbah selama pengemasan. Proses ini bertujuan untuk membantu perusahaan memastikan produk berkualitas tinggi yang ramah lingkungan sampai ke konsumen.
2.3 Model Konseptual
Penelitian ini mengembangkan model konseptual baru untuk menganalisis rantai
pasok ikan bandeng dengan menggunakan pendekatan Life Cycle Assessment (LCA). Model
ini bertujuan untuk mengevaluasi dampak lingkungan pada setiap tahap proses distribusi
dan konsumsi ikan bandeng melalui analisis mendalam terhadap siklus hidup produk, mulai
dari proses pembudidayaan hingga pendistribusiannya ke pasar retail.
Gambar 2. 2 Alur Konseptual
Pada gambar di atas menunjukkan alur rantai pasok (supply chain) dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsi bandeng. Alur ini terbagi menjadi beberapa tahapan utama, yaitu bahan baku (raw material), manufaktur (manufacture), pengiriman (delivery), penjualan (retail), outlet, dan penggunaan (usage). Berikut penjelasan setiap tahapnya:
1. Bahan Baku ( Raw Material )
Tahap awal dalam rantai pasok dimulai dengan penyediaan bahan baku, seperti pakan dan obat ikan berupa prima dan lodan, serta tambak sebagai lokasi budidaya bandeng. Bahan baku yang berkualitas tinggi sangat penting untuk mendukung pertumbuhan bandeng secara optimal selama masa pembudidayaan.
2. Manufaktur ( Manufacture )
Setelah ikan bandeng mencapai ukuran panen, tahap selanjutnya adalah proses manufaktur. Tahap ini mencakup tiga langkah utama, yaitu panen, pembersihan, dan pengemasan. Proses ini bertujuan memastikan produk bandeng tetap higienis dan dikemas dengan baik sehingga siap didistribusikan ke pasar.
3. Pengiriman ( Delievery )
Ikan bandeng yang telah melalui proses pengemasan kemudian dikirimkan
menggunakan peralatan seperti kotak plastik dan mesin pendingin untuk
menjaga kesegarannya. Pengiriman dilakukan melalui jalur darat atau laut untuk memastikan produk sampai ke tujuan dengan kualitas terbaik.
4. Penggunaan ( Usage )
Tahap penggunaan produk oleh konsumen. Ikan bandeng dapat dikirim ke pasar dalam skala besar, termasuk perusahaan ekspor, menggunakan kontainer berpendingin (reefer container) atau kapal laut. Langkah ini memastikan produk mencapai pasar internasional atau pengguna akhir yang lebih luas.
5. Penjualan & Outlet ( Retail & Outlet )
Tahap Terakhir, penjualan mencakup distribusi ikan bandeng ke berbagai pasar tradisional, swalayan, atau toko yang melayani konsumen langsung.
Produk tersedia untuk konsumen melalui berbagai outlet, yang berperan sebagai penghubung antara produsen dan pembeli akhir.
2.4 Alur Supply Chain
Supply chain management(SCM) mencakup perencanaan, pengaturan, dan penjadwalan arus produk, dari pengadaan hingga distribusi ke konsumen, dengan tujuan efektivitas dan efisiensi. SCM melibatkan jaringan perusahaan yang bekerja bersama dalam menciptakan dan mendistribusikan produk, termasuk supplier, pabrik, distributor, ritel, dan konsumen, serta perusahaan pendukung seperti logistik(Ariani et al., 2013). Supply Chain Management (SCM) dalam usaha perikanan, khususnya pada komoditas ikan bandeng, mencakup proses terintegrasi dari pembudidayaan hingga sampai ke tangan konsumen. Tahap pertama adalah pembudidayaan, di mana ikan dibesarkan di tambak dengan memperhatikan kualitas air, pemberian pakan, dan pengendalian hama untuk memastikan pertumbuhan yang optimal. Setelah mencapai ukuran panen, ikan ditangkap dengan metode yang sederhana meminimalkan kerusakan ikan untuk mempertahankan kesegarannya. Proses pembersihan dilakukan segera setelah panen, dalam pencucian menggunakan air bersih dan dilakukan 2 metode packing untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Prosedur ini memastikan ikan tetap segar sebelum memasuki tahapan distribusi.
Distribusi ikan bandeng menggunakan moda transportasi yang sesuai, seperti truk berpendingin atau styrofoam berisi nitrogen untuk menjaga kualitas produk selama perjalanan.
Rantai pasok ini melibatkan pengiriman dari tambak ke pelabuhan, dilanjutkan dengan transportasi laut hingga ke lokasi retail atau gudang milik retail. penanganan produk yang baik menjadi kunci agar
ikan sampai ke konsumen dengan kualitas terbaik. Sistem cross-docking digunakan dalam distribusi ini untuk mengurangi waktu transit agar produk mencapai pelanggan dalam kondisi segar dan emisi dalam pendistribusian dapat diminimalisir, yang merupakan tujuan utama dari SCM ini. Setiap tahapan dirancang untuk memastikan efisiensi distribusi untuk mengurangi emisi dalam setiap aktivitas dan memenuhi kebutuhan pasar dengan kualitas yang terjaga.
2.5 Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui dua pendekatan utama, yaitu wawancara dengan pemilik tambak dan studi literatur. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi langsung dari pihak-pihak yang terlibat dalam operasional tambak ikan bandeng, seperti pengelola, dan pekerja yang berperan dalam setiap tahap produksi. Dari wawancara ini, informasi yang diperoleh mencakup berbagai hal praktis yang mungkin tidak tercatat dalam sumber literatur, seperti penggunaan pakan, obat-obatan, benih, serta tenaga manusia yang digunakan dalam proses budidaya, panen, dan pembersihan. Wawancara juga memungkinkan pengumpulan data mengenai pengelolaan sumber daya manusia, konsumsi energi, serta manajemen limbah yang dapat mempengaruhi emisi gas rumah kaca.
Selain wawancara, studi literatur digunakan untuk mendapatkan data sekunder yang sangat berharga dalam penelitian ini. studi literatur meliputi tinjauan terhadap penelitian sebelumnya yang relevan dengan topik tambak ikan bandeng, analisis siklus hidup (Life Cycle Assessment), dan dampak lingkungan dari sektor perikanan. Melalui studi literatur, informasi terkait emisi yang dihasilkan oleh kegiatan sejenis dapat diperoleh, sehingga memberikan perspektif tambahan dan pembanding yang berguna dalam analisis ini, kemudian didapat data dari berbagai literatur untuk menghitung emisi dalam satuan kg CO2eq yang berpengaruh terhadap global warming dari setiap senyawa atau output yang dikeluarkan dari inventory sebagai berikut ;
1. Menghitung emisi dari listrik E = KE x FE x GWP
Keterangan :
E = Emisi (CO2, CH4, N20)
KE = Kebutuhan Energi dalam Kwh FE = Faktor Emisi dalam Kg/Kwh
GWP = Global Warming Potential dalam CO2eq
Emisi CO2, CH4, dan N2O yang dihasilkan dari listrik dengan menjumlahkan total dari ketiga nya. Pada tabel 2.1 merupakan data factor emisi dan table xxx data GWP(Widyastuti &
Nugrahayu, 2018).
Tabel 2. 1 Perhitungan Emisi Listrik
2. Menghitung solar non transportasi E = kbb x Ec x FE x GWP
Keterangan :
E = Total emisi yang dikeluarkan (Kg CO2eq) Kbb = Konsumsi bahan bakar (L)
FE = Faktor emisi (Kg/MJ)
Ec = konversi energi dalam (MJ/L)
GWP = Global Warming Potential (Kg CO2eq)
Penggunaan solar mengeluarkan emisi berupa CO2, CH4, dan N2O. Untuk mengetahui total emisi yang dikeluarkan solar maka perlu dilakukan penyetaraan dengan menjumlahkan hasil perkalian emisi dengan GWP. Pada tabel 2 merupakan faktor emisi solar non transportasi, dan tabel 3 merupakan GWP dari setiap senyawa(Widyastuti & Nugrahayu, 2018).
Tabel 2. 2 Perhitungan Emisi Solar non Transportasi Material Konversi energi
mj/L Senyawa Faktor
Emisi satuan
Solar 36
CO2 0.0741 kg/mj
CH4 0.0000039 kg/mj N2O 0.0000039 kg/mj Material senyawa Faktor Emisi satuan
Listrik
CO2 0.77 kgCO2eq
CH4 0.0000159 kgCO2eq
N2O 0.00000876 kgCO2eq
3. Perhitungan solar a. solar truck
E = Penggunaan liter x FE x GWP
Tabel 2. 3 Perhitungan Solar Truk
Emisi Truk Kuantitas Satuan Karbon dioksida (CO₂) 2924.9 g/liter Karbon Monoksida (CO) 35.57 g/liter Dinitrogen Oksida (N₂O) 0.12 g/liter Metana (CH₄) 0.24 g/liter solar kapal
E = Penggunaan liter x FE x GWP Tabel 2. 4 Perhitungan Solar Kapal
Emisi Kapal Kuantitas Satuan
CO2 3150 kg/ton
NOx 11 kg/ton
CO 43.5 kg/ton
4. Perhitungan NH3 dalam Protein
N = Kp x rasio nitrogen dalam protein (16%) NH3 = N x 17/4
Keterangan : N = Nitrogen Kp = Protein NH3 = ammonia
Unsur Nitrogen yang terdapat pada protein adalah 16% dari protein tersebut. Setelah Nitrogen dalam protein diketahui kemudian dikalikan dengan 17/14 yang merupakan perhitungan molar dengan hubungan antara nitrogen dengan NH3(Laka & Wangge, 2020).
5. Menghitung Emisi NH3
E = banyaknya NH3 x FE Keterangan :
E = emisi yang dikeluarkan (KgCO2)
NH3 yang ada dikalikan dengan factor emisi NH3 untuk mengetahui berapa KgCO2eq yang muncul(Hamonangan & Yuniarto, 2022).
Tabel 2. 5 Perhitungan Emisi NH3
6. Menghitung Emisi CaO E = CaO x FE
Keterangan :
E = emisi yang dikeluarkan (KgCO2eq) CaO = Carbon Monosida (KgCao)
FE = Faktor emisi CaO (KgCO2) Tabel 2. 6 Perhitungan Emisi CaO
7. Respirasi Manusia E = M x J x CO2/jam Keterangan :
E = Emisi yang dikeluarkan (Kg CO2 eq) M = banyak manusia
J = Jam Aktivitas
CO2/ jam = Keluarnya CO2 dari manusia setiap jam nya
Tenaga kerja dalam alur supply chain dihitung respirasi nya untuk mengetahui berapa banyak CO2 yang keluar setiap aktivitas(Rachmayanti & Mangkoedihardjo, 2021).
8. Menghitung Emisi Nitrogen E = V x FE
Keterangan :
E = emisi yang dihasilkan (Kg CO2 eq) V = volume nitrogen yang digunakan
FE = Faktor emisi dari nitrogen (0.43 KgCO2eq)(Agata Kinanthi et al., 2022).
9. Menghitung Emisi polystyrene C8H8 EP = m x FE
keterangan :
Senyawa Faktor Emisi satuan
NH3 2.11 kgCO2eq
Senyawa Faktor Emisi satuan
CaO 0.15 kgCO2eq
m = massa dari bahan C8H8
FE = faktor emisi dari C8H8 (3.07 Kg CO2eq) 10. Menghitung Emisi dari Polyvinyl Chloride (CH2)
E = CH2 x FE keterangan :
CH2 = Polyvinyl Chloride (PVC)
FE = Faktor emisi dari CH2 (2.22 Kg CO2 eq) 2.5.1 Aktivitas Pembudidayaan
Data diperoleh dari Tambak ikan bandeng, ini memiliki kapasitas kolam sebesar 8.000 liter air. Setiap dua minggu, sekitar 50% dari volume kolam, yakni 4.000 liter, dikeluarkan untuk menjaga kualitas air dan menciptakan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan ikan, dan diisi kembali 4000 liter. Selama masa budidaya yang berlangsung selama empat bulan, dibutuhkan total 40.000 liter air untuk memenuhi kebutuhan kehidupan ikan. Pengelolaan air yang baik menjadi kunci utama untuk memastikan keberhasilan budidaya ikan bandeng di tambak ini.
Tabel 2. 7 Data Kolam
Dalam proses pengurasan kolam, dibutuhkan pompa pengurasan. berikut data yang
diperoleh Pompa pengurasan kolam digunakan sebanyak 8 kali dengan masing-masing durasi 2 jam, sehingga total waktu operasionalnya adalah 16 jam. Selama penggunaan pompa, konsumsi listrik yang dibutuhkan adalah 0,75 kWh per jam, yang berarti total konsumsi listrik untuk 16 jam pemakaian mencapai 12 kWh. Selain itu, pompa ini juga memerlukan solar sebagai sumber energi, di mana setiap 0,5 liter solar setara dengan 1 kWh. Dalam 16 jam operasional, kebutuhan solar yang digunakan mencapai 6 liter.
Tabel 2. 8 Data Pompa Pengurusan
Pompa Pengurasan
Aktifitas Banyaknya Satuan Total
Pemakaian 8 kali
Waktu Pemakaian 2 jam 16
Konsumsi listrik pompa 0.75 kwh 16 jam kebutuhan listrik 12
0.5 liter solar = 1 kwh 0.5 = 1 Seputar Kolam
Aktifitas Volume Satuan Waktu
Volume kolam 8000 Liter
Pengurasan 50% Liter setiap 2 minggu
Pengurasan kolam 4000 Liter setiap 2 minggu
Kebutuhan Air selama budidaya 40000 Liter 4 Bulan
Pompa Pengurasan
Aktifitas Banyaknya Satuan Total
16 jam kebutuhan solar 6 L
Pakan yang diberikan untuk budidaya ikan ini bermerk prima yang memiliki komposisi 20%
protein, dengan total penggunaan pakan mencapai 360 kg selama periode budidaya. Setiap hari, ikan diberikan pakan sebanyak 3 kg. Pemantauan pemberian pakan yang sesuai sangat penting untuk memastikan ikan mendapatkan asupan gizi yang cukup guna mendukung pertumbuhannya secara optimal.
Tabel 2. 9 Data Pakan Ikan
Obat yang diberikan pada ikan
bermerk lodan yang mengandung CaO dengan komposisi 23%, dan total penggunaan obat selama masa budidaya mencapai 12,76 kg. Setiap dua minggu, dosis obat yang diberikan adalah sekitar 1,5 kg. Penggunaan obat ini penting untuk menjaga kondisi kesehatan ikan agar tetap optimal selama masa budidaya. Kemudian setiap harinya diasumsikan 20% dari pemberian pakan tidak termakan oleh ikan dan mengendap di dasar kolam.
Tabel 2. 10 Data Obat Ikan
Tenaga kerja yang terlibat dalam budidaya ikan bandeng melaksanakan beberapa tugas utama. Pemberian pakan dan obat memakan waktu 1 jam setiap hari, yang menghasilkan total waktu kerja sebesar 120 jam dalam 120 hari. Sementara itu, untuk kegiatan pengurasan kolam, setiap sesi membutuhkan waktu 2 jam, dengan total 16 sesi, sehingga total durasi waktu untuk pengurasan
Pakan Ikan Kandunga
n Komposisi Total keseluruhan
Protein 20% 360
72
Setiap hari 3 kg
Obat Ikan
Kandungan Komposisi Total keseluruhan
CaO 23% 12
2.76 Setiap 2
minngu 1.5 kg
adalah 32 jam. Seluruh aktivitas ini dijalankan oleh satu tenaga kerja yang bertanggung jawab atas operasional tersebut selama periode budidaya
.
Tabel 2. 11 Data Aktivitas Pembudidayaan
Dalam proses budidaya ikan bandeng selama 4 bulan atau 120 hari, terdapat beberapa kebutuhan inventaris yang harus dipenuhi.
Tabel 2. 12 Data Tenaga Kerja
2.5.2 Aktivitas Panen
Setelah proses pembudidayaan berakhir dalam periode 4 bulan. Dilakukannya tahapan pemanenan yang mana membutuhkan berbagai energi seperti solar untuk tenaga penggerak diesel, kemudian tenaga manusia untuk mengangkat ikan dari kolam pembudidayaan. Dari proses ini juga menyumbang berbagai emisi yang dikeluarkan dari sumber daya yang digunakan, dalam sekali panen menghasilkan ikan sebanyak 3 ton, dengan rata-rata berat ikan sebesar 400 gram/ 0,4 kg.
Berikut merupakan tabel input dan output dari proses panen ikan bandeng dari tempat pembudidayaannya sebagai berikut :
Aktifitas Pembudidayaan/4 Bulan Iventory
Kebutuhan/
hari Total Kebutuhan satuan
Pakan 3 360 kg
Obat 0.1 12 kg
Listrik 0.1 12 kwh
Solar 0.05 6 Liter
Manusia Pemeliharaan 1 120 jam
Manusia Penguras 0.13 16 jam
Air 333.33 40000 Liter
Bibit 33.33 4000 kg
Tenaga Kerja
Aktiftas Durasi/jam Total(120hari) Tenaga Kerja Memberi pakan dan
obat 1 120 1
Menguras 2 16 1
Tabel 2. 13 Data Ikan Bandeng
dalam proses pemanenan ikan membutuhkan sumber daya berupa tenaga manusia, berjumlah 10 orang dengan total jam kerja keseluruhan adalah 4 jam untuk sekali panen. Kemudian solar membutuhkan sebanyak 40 liter untuk pengurasan air selama 40 jam, jadi per jam dibutuhkan solar sebanyak 1 liter. dari kebutuhan pencahayaan lampu membutuhkan sebesar 2 kwh untuk sekali pemanenan dalam kurun waktu 4 jam.
Tabel 2. 14 Data Aktivitas Panen
2.5.3 Aktivitas Pembersihan Ikan
Setelah proses pemanenan tahapan selanjutnya adalah pembersihan ikan, proses pembersihan ini dapat dipastikan ikan dalam kondisi yang bersih dan segar karena tidak merubah bentuk fisik ikan. dalam proses pembersihan ikan setelah panen membutuhkan sumberdaya Material input yang digunakan dalam proses pemanenan ikan ini meliputi tenaga manusia dengan 10 orang yang terlibat, solar 40 liter, dan listrik sebesar 2 kwh. Selanjutnya penyiraman menggunakan air PDAM agar ikan yang dipanen dalam kondisi bersih dan terhindar dari mikroorganisme yang menempel pada ikan, dan dipastikan ikan dalam kondisi bersih dan segar. untuk mengetahui emisi dari proses pembersihan ikan menggunakan perhitungan sebagai berikut :
Data Ikan Bandeng
Panjang (cm) 30
Berat (kg) 0.4
Jumlah Ikan (ekor) 7500
Aktifitas Panen
Iventory Kebutuhan Total kebutuhan Satuan Jam kerja
Manusia 10 10 jam 4
Solar 40 40 Liter 40
Listrik 2 2 kwh 4
Tabel 2. 15 Aktivitas Pembersihan
2.5.4 Aktivitas Pengemasan
pengemasan untuk distribusi ikan bandeng ada 2 Skenario, skenario pertama menggunakan pengemasan dengan keranjang plastik dan skenario kedua menggunakan pengemasan dengan kotak styrofoam. data - data kebutuhan untuk packaging dengan keranjang plastik dapat dilihat pada table 14. Dibutuhkan sebanyak 120 keranjang plastik yang dapat dimuat kedalam satu Container truk, kebutuhan nitrogen liquid sebanyak 1,5 Liter/Kg ikan, bandeng segar sebanyak 25 Kg/keranjang, serta plastik untuk dasar keranjang ikan sepanjang 120 cm x 100cm untuk per keranjang. dan dengan total kebutuhan Bandeng sebanyak 3.000 Kg untuk dimuat ke dalam satu kontainer truk, nitrogen cair untuk ikan bandeng sebanyak 4500 liter, dan plastik sebanyak 4.536 Kg. Ikan bandeng yang akan dikirimkan nanti nya akan dilapisi atau disemprot menggunakan Nitrogen liquid untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme dari ikan bandeng sehingga menjadi lebih tahan lama, jadi kita tidak menggunakan es batu sebagai bahan pendinginnya(Hamdani & Hersoelisyorini, 2020).
Tabel 2. 16 Data Pengemasan Skenario 1
Untuk pengemasan skenario kedua, yaitu pengemasan menggunakan kotak Styrofoam dapat dilihat pada tabel 15. Dengan jumlah kebutuhan total sebanyak 17,475 Kg Lakban Coklat, Bandeng Segar sebanyak 3750 Kg, Nitrogen 5625 liter, dan plastik sebanyak 4,536 Kg.
Aktifitas Pembersihan
Iventory Total Kebutuhan Satuan
Air 5 m3
Manusia 3 Jam
Kebutuhan Jumlah
Nitrogen 1.5 Liter/kg ikan Bandeng Segar 25 kg/keranjang Plastik 120 x 100 cm/keranjang Keranjang Plastik 120 Keranjang
Total
bandeng segar 3000 Kg
Nitrogen 4500 Liter
Plastik 4.536 Kg
Tabel 2. 17 Data Pengemasan Skenario 2
2.5.5 Aktivitas Distribusi
Pada alur distribusi ini diawali dari proses pemindahan ikan Bandeng yang bermula dari tambak yang bertempat di desa Kambingan, Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik yang akan dikirim ke Balikpapan Kalimantan Timur. Proses pertama dalam skema pengiriman dengan menggunakan truk berpendingin diawali dari kambingan menuju eksit tol cerme atau jalur bebas hambatan yang nantinya turun di exit tol dupak surabaya. Dari surabaya kontainer akan dibawa kapal menuju Balikpapan dengan estimasi 58 jam dari awal keberangkatan, dengan memanfaatkan fasilitas dari kapal yang menyediakan area charging agar ikan tetap terjaga dalam kondisi baik dengan dingin sesuai derajat celcius awal masuk ke kontainer. Sesampainya di Balikpapan, kontainer akan dibongkar di gudang cross docking yang kemudian diangkut dengan truk eutectic box berukuran sedang, kemudian didistribusikan ke retail yang dituju.
Dalam skema pengiriman selanjutnya dengan menggunakan styrofoam yang didalamnya terdapat nitrogen cair sebagai media pengawet sekaligus penjaga kualitas ikan agar tetap segar seperti setelah dipanen dari tambak. Dalam proses pengirimannya rute awal dan tujuannya sama dengan skema pertama, yang membedakan pada proses pemuatan ke dalam kapal, yang mana hanya styrofoam yang masuk area palka kapal tanpa beserta truk pengangkutnya. Sesampainya di Balikpapan, styrofoam dimuat dengan truk untuk didistribusikan ke retail yang dituju.
2.5.5.1 Titik Awal Keberangkatan
Pendistribusian ikan bandeng ini berawal dari Desa Kambingan, Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik. Desa Kambingan merupakan salah satu desa di Kabupaten Gresik yang menjadi
Kebutuhan Jumlah
Kotak styrofoam 120 kotak Lakban Cokelat 60 roll lakban Plastik 120 x 100 cm/kotak Nitrogen 1.5 Liter/Kg ikan Bandeng segar 25 kg
Total kebutuhan Lakban coklat 13.98 Kg Bandeng segar 3000 Kg Nitrogen 4500 Liter
Plastik 4.536 Kg
sentral perikanan ikan tawar dan pembudidayaan udang vaname. Geografis di daerah Kambingan memungkinkan para warga untuk membudidayakan ikan jenis air tawar dengan siklus panen 4-5 bulan per periode. Potensi perikanan yang melimpah menjadikan desa ini pusat kegiatan pengolahan ikan bandeng sebelum didistribusikan lebih lanjut ke wilayah lain. Ikan bandeng yang telah dipanen dan diproses melalui tahap pembersihan serta pemackingan, siap untuk didistribusikan. Dalam proses distribusinya, terdapat dua skenario yaitu menggunakan truk berpendingin (refrigerated container) untuk menjaga suhu dan kesegaran ikan, atau menggunakan truk biasa tanpa pendingin yang lebih ekonomis namun memerlukan pengaturan waktu pengiriman yang lebih ketat untuk menjaga kualitas ikan.
Gambar 2. 3 Lokasi Awal Keberangkatan
(Sumber :Gmaps.com)
Pelabuhan Tanjung Perak sebagai tujuan distribusi ikan bandeng dari Desa Kambingan. Pelabuhan ini berfungsi sebagai titik transit strategis untuk mendistribusikan hasil perikanan ke pelabuhan semayang balikpapan, Posisi geografis Pelabuhan Tanjung Perak yang berada di Surabaya memberikan kemudahan akses transportasi, sehingga mempercepat proses pengiriman dan menjaga kualitas ikan bandeng yang dikirim.
Tabel 2. 18 Data Rute Kamingan ke Tanjung Perak
Rute Total Jarak Satuan
Jarak Tambak Kambingan Cerme Ke Pelabuhan Tanjung
Perak Surabaya 33 KM
42 Menit
0,7 Jam
Berdasarkan Tabel 2.18, jarak antara Desa Kambingan, Cerme, ke Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya adalah sekitar 33 km, dengan estimasi waktu tempuh sekitar 42 menit menggunakan transportasi darat truk. Dengan mengetahui jarak tempuh ini, kita dapat memperkirakan jumlah solar yang digunakan oleh truk selama perjalanan.
Tabel 2. 19 Data Kebutuhan Distribusi Skenario 1 dan 2
Kebutuhuan Distribusi Skenario 1 Truk Reefer Container dari tambak ke Pelabuhan perak
Material Kuantitas Satuan
Bahan Bakar Solar 05.22 L
Manusia 2 Orang
Reefer Generator 02.52 Kwh
Kebutuhuan Distribusi Skenario 2 Truk
Material Kuantitas Satuan
Bahan Bakar Solar 05.22 L
Manusia 2 Orang
Untuk distribusi skenario 1 menggunakan truk reefer container dari Tambak ke Pelabuhan Perak suarabaya. Untuk perjalanan tersebut, diperlukan bahan bakar solar sebanyak 5,22 liter selama 42 menit,, dua orang tenaga kerja sebagai pengemudi dan Kernet, serta energi listrik sebesar 2,52 kWh untuk mengoperasikan reefer generator.
Sedangkan distribusi skenario 2 menggunakan truk tanpa berpendingin dari Tambak ke Pelabuhan Perak suarabaya. Untuk perjalanan tersebut, diperlukan bahan bakar solar diasumsikan sama sebanyak 5,22 liter selama 42 menit, dua orang tenaga kerja sebagai pengemudi dan Kernet , yang membedakan hanya tanpa energi listrik.
Tabel 2. 20 Data Rute Pelabuhan perak ke samayang
Rute Akurasi Satuan
Pelabuhan perak ke samayan 599 mile
1109.3 km 68 Jam
Berdasarkan Tabel 2.20 jarak antara Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya ke Pelabuhan Semayang adalah 1109,3 kilometer, dengan konversi setara 599 mil laut. Perjalanan ini memerlukan waktu tempuh sekitar 68 jam. Data ini menunjukkan jarak signifikan yang ditempuh untuk pengiriman barang antara kedua pelabuhan.
Tabel 2. 21 Skenario 1 dan 2 Kapal peti dan palka
Kebutuhuan Distribusi Skenario 1 Kapal Peti Kemas Pelabuhan perak ke pelabuhan semayang
Material Kuantitas Satuan
Bahan Bakar Solar 20233.6 L
Manusia 10 Orang
Reefer Generator 244.08.00 Kwh
Kebutuhuan Distribusi Skenario 2 Kapal Palka dari pelalabuhan perak ke pelabuhan semayang
Material Kuantitas Satuan
Bahan Bakar Solar 20233.6 L
Manusia 20 Orang
Untuk distribusi skenario 1 menggunakan kapal peti kemas. Distribusi ini memerlukan bahan bakar solar sebanyak 20233,6 liter untuk operasional kapal selama perjalanan 68 jam. Selain itu, dibutuhkan 10 orang tenaga kerja, yang mencakup awak kapal dan petugas pendukung. Untuk menjaga suhu barang di dalam peti kemas, diperlukan energi sebesar 244,8 kWh untuk mengoperasikan reefer generator.
Sedangkan distribusi skenario 2 menggunakan Palka. Distribusi ini diasumsikan sama dalam memerlukan bahan bakar solar sebanyak 20233,6 liter untuk operasional kapal selama perjalanan 68 jam. Selain itu, dibutuhkan 20 orang tenaga kerja, yang mencakup awak kapal dan petugas - petugas kapal.
2.5.5.2 Titik Tujuan Pelabuhan
Pelabuhan Semayang yang terletak di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Pelabuhan Semayang menjadi titik perjalanan menuju Pasar Impres, .Pengiriman menuju Pasar Inpres dilakukan dengan dua skenario, yaitu menggunakan truk reefer container dan truk tanpa pendingin.
Tabel 2. 22 Pelabuhan samayang ke pasar inpres
Tabel 2.22 menunjukkan jarak dan waktu tempuh dari Pelabuhan Semayang di Kalimantan ke Pasar Inpres. Berdasarkan data, jarak antara kedua lokasi tersebut adalah 7,6 kilometer, dengan waktu tempuh sekitar 16 menit atau 0,27 jam menggunakan kendaraan darat.
Tabel 2. 23 Data Kebutuhan Skenario 1 & 2 dari pelabuhan semayang ke pasar inpres Kebutuhuan Distribusi Skenario 1 Truk Reefer Container dari Pelabuhan semayang ke
pasar inpres
Material Kuantitas Satuan
Bahan Bakar Solar 01.20 L
Manusia 2 Orang
Reefer Generator 0,066 Kwh
Kebutuhuan Distribusi Skenario 2 Truk tanpa bependingin dari Pelabuhan semayang ke pasar inpres
Material Kuantitas Satuan
Bahan Bakar Solar 01.20 L
Manusia 2 Orang
Untuk kebutuhan distribusi Skenario 1 menggunakan truk reefer container dari Pelabuhan Semayang ke Pasar Inpres. Distribusi ini membutuhkan bahan bakar solar sebanyak 1,20 liter untuk perjalanan selama 17 menit, serta dua orang tenaga kerja untuk supir dan kernet . Selain itu, reefer generator memerlukan energi sebesar 0,96 kWh untuk menjaga suhu barang selama proses pengiriman.
Sedangkan untuk kebutuhan distribusi skenario 2 menggunakan truk tanpa berpendingin dari Pelabuhan Semayang ke Pasar Inpres. Distribusi ini membutuhkan bahan bakar solar sebanyak 1,20 liter untuk perjalanan selama 17 menit, serta dua orang tenaga kerja untuk supir dan kernet . yang membedakan hnaya tanpa reefer container.
2.6 Transportasi
Transportasi adalah salah satu elemen utama dalam sistem logistik yang bertujuan untuk memindahkan barang dari satu lokasi ke lokasi lainnya dengan cara yang efisien, aman, dan tepat
Rute Akurasi Satuan
Pelabuhan samayang Kalmantan ke pasar inpres 7,6 KM
16 Menit 0,27 Jam
waktu. Transportasi didefinisikan sebagai proses memindahkan atau mengangkut barang maupun penumpang dari suatu tempat ke tempat lain(JOSE ROMERO PEREZ Director General JOSE GREGORIO ROIS ZUÑIGA Secretaria General OMAR OBANDO DAEZ Subdirector de Calidad Ambiental JAIME PINTO BERMUDEZ Subdirector de Gestión Desarrollo LUIS MANUEL MEDINA TORO Jefe oficina Asesora de Planeación et al., 2016). Dalam konteks produk perishable, transportasi memegang peranan penting untuk memastikan bahwa produk sampai ke tujuan dengan kualitas yang terjaga.Transportasi memainkan peran yang sangat penting dalam memastikan barang sampai ke tujuan dengan tepat waktu dan dalam kondisi yang diinginkan. Dalam rantai pasok modern, transportasi mencakup lebih dari sekadar perpindahan fisik barang, tetapi juga menjadi bagian integral dalam menjaga kesinambungan operasi logistik dan memastikan kepuasan pelanggan
Pemilihan moda transportasi juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik barang yang didistribusikan. Transportasi darat, seperti truk berpendingin dan kereta api, cocok untuk pengiriman jarak pendek hingga menengah, sementara transportasi laut dengan kontainer berpendingin ideal untuk pengiriman internasional dengan biaya lebih rendah meskipun membutuhkan waktu lebih lama. Transportasi udara menjadi pilihan utama untuk pengiriman cepat, terutama untuk produk bernilai tinggi atau yang memiliki masa simpan singkat, sedangkan transportasi multimoda menggabungkan berbagai moda transportasi untuk mengoptimalkan efisiensi dan menjaga kualitas produk. Keberhasilan transportasi produk perishable sangat bergantung pada kecepatan pengiriman, kesesuaian fasilitas transportasi, manajemen risiko yang efektif, dan kolaborasi dengan mitra logistik andal. Dengan pemilihan moda transportasi yang tepat, penerapan teknologi canggih, serta pengelolaan rantai dingin yang efektif, kualitas produk dapat dijaga hingga sampai ke konsumen akhir, meningkatkan kepuasan pelanggan sekaligus mendukung keberlanjutan operasional perusahaan.
2.6.1 Peti Kemas Berpendingin
Container berpendingin, atau yang dikenal dengan istilah refrigerated container (reefers), merupakan salah satu teknologi penting dalam transportasi logistik modern, terutama untuk produk-produk yang memerlukan pengendalian suhu. Teknologi ini memainkan peran krusial dalam menjaga kualitas produk perishable, seperti makanan, obat-obatan, dan bahan kimia tertentu, selama proses distribusi.Secara umum, reefer container dilengkapi dengan data logger yang berfungsi untuk mencatat dan merekam setiap perubahan suhu di dalam kontainer. Selain itu, reefer container juga memiliki unit mesin pendingin terintegrasi yang dirancang menyatu dengan struktur kontainernya(Haryowidagdo, 2017).
Gambar 2. 4 Container Berpendingin 2.6.2 Kapal Peti Kemas
Menurut R.P Suyono, (2007) pada bukunya yang berjudul “Pengangkutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut”, kapal peti kemas adalah kapal yang khusus digunakan untuk mengangkut peti kemas yang standar. Memiliki rongga (cells) untuk menyimpan peti kemas ukuran standar(Pipit Muliyah, Dyah Aminatun, Sukma Septian Nasution, Tommy Hastomo, Setiana Sri Wahyuni Sitepu, 2020). Dalam konteks pengangkutan ikan bandeng, kapal peti kemas memberikan keuntungan dalam hal efisiensi dan perlindungan selama proses distribusi. Rongga (cells) pada kapal peti kemas memungkinkan penempatan reefer container yang digunakan untuk menjaga suhu tetap stabil selama perjalanan, sehingga kualitas ikan bandeng dapat dipertahankan hingga ke tujuan.
Gambar 2. 5 Kapal Peti Kemas
(sumber : Wikipedia.com)
2.6.3 Kapal Palka
Kapal general cargo atau palka merupakan salah satu jenis kapal niaga yang mengangkut barang-barang dalam berbagai bentuk kemasan atau curah. Jenis muatan pada kapal general cargo bermacam-macam diantaranya menurut sifatnya dibagi menjadi 7 yaitu muatan basah, muatan kering muatan kotor/berdebu, muatan bersih, muatan berbau, muatan bagus/enak, muatan berbahaya(Ummah, 2019). Dalam konteks pengangkutan ikan bandeng, kapal general cargo atau palka biasanya digunakan untuk mengangkut ikan dalam kondisi curah atau dengan kemasan sederhana seperti boks atau styrofoam berisi es balok. Ikan bandeng yang termasuk dalam kategori muatan basah dan berbau membutuhkan perlakuan khusus selama pengangkutan untuk menjaga kesegarannya serta mencegah kontaminasi dengan jenis muatan lain.
Gambar 2. 6 Kapal Palka
(sumber : Wikipedia)
2.7 PackagingPackaging merupakan kegiatan untuk mendesain dan memproduksi, fungsi utama dari kemasan sendiri yaitu untuk melindungi produk agar tetap terjaga kualitasnya. Pada masa sekarang ini Packaging semakin berkembang, misal untuk produk-produk yang nilainya tinggi maka Packagingnya pun memiliki nilai tinggi demi menyelamatkan produk agar tidak rusak. Ada banyak spesifikasi teknis yang harus dipenuhi kemasan diantaranya: harus aman, tahan lama, hemat biaya, dan tahan terhadap kerusakan dan lain lain(Ernawati et al., 2023).
2.7.1 Keranjang
Keranjang ikan biasanya merujuk pada wadah yang digunakan untuk menampung dan menyimpan ikan, baik yang baru ditangkap maupun yang sedang diperdagangkan. Keranjang ini sering terbuat dari bahan seperti plastik, bambu, atau rotan, tergantung pada kebutuhan dan lokasinya. Keranjang untuk ikan bandeng dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan dalam proses penangkapan, penyimpanan, dan pengangkutan ikan ini. Biasanya, keranjang ini terbuat dari bahan yang tahan air seperti plastik atau anyaman bambu yang kuat dan fleksibel, sehingga mampu menahan beban ikan dalam jumlah besar tanpa mudah rusak. Keranjang tersebut memiliki ventilasi atau celah kecil yang memungkinkan sirkulasi udara agar ikan tetap segar, terutama jika digunakan
untuk pengangkutan jarak jauh. Ukuran keranjang disesuaikan dengan kapasitas ikan bandeng yang diangkut, biasanya berbentuk bundar atau persegi dengan pegangan untuk memudahkan mobilitas.
Penggunaan keranjang ini juga mempertimbangkan aspek kebersihan, sehingga mudah dibersihkan untuk menghindari kontaminasi pada ikan. Selain itu, keranjang harus tahan terhadap paparan air laut, karena bandeng sering diangkut langsung dari tambak atau area pelelangan ikan. Inovasi keranjang yang efisien membantu menjaga kualitas ikan bandeng hingga sampai ke konsumen.
Gambar 2. 7 Keranjang plastik 2.7.2 Box Styrofoam
Box styrofoam merupakan salah satu pilihan populer untuk packaging ikan bandeng karena kemampuannya menjaga suhu dan melindungi ikan selama pengangkutan. Styrofoam memiliki sifat isolasi termal yang baik, sehingga dapat mempertahankan suhu dingin yang diperlukan untuk menjaga kesegaran ikan, terutama jika dilengkapi dengan es batu atau gel pendingin di dalamnya.
Selain itu, material styrofoam yang ringan tetapi kokoh membuatnya mudah dibawa dan tahan terhadap benturan, sehingga ikan tetap aman dari kerusakan fisik selama distribusi. Box ini biasanya dirancang dengan tutup rapat untuk mencegah kebocoran air dan melindungi ikan dari paparan udara luar yang dapat mempercepat pembusukan. Styrofoam juga sering digunakan untuk pengiriman jarak jauh, termasuk ekspor, karena kemampuannya mempertahankan kualitas produk dalam waktu yang lama. Meskipun praktis, penggunaan styrofoam harus diimbangi dengan manajemen limbah yang tepat karena bahan ini sulit terurai secara alami.
Gambar 2. 8 Box Stryfoam 2.7 Bondary
dalam penelitian ini membatasi hanya pada fase cradle to grave, yaitu penilaian dari
proses panen hingga proses pengiriman bandeng ke pelabuhan serta pengiriman ke
Balikpapan. Satuan unit yang diukur yaitu produksi 3 ton ikan Bandeng.dari yang awalnya
bermula dari pemupukan tambak, pengapuran, pengisian air tambak. Tapi kami hanya
mengambil batasan dari pembudidayaan hingga distribusi. Dengan Batasan tersebut
mungkin bisa disebut dengan crale to grave. untuk boundary dapat dilihat pada gambar 13
dibawah ini.
Gambar 2. 9 Boundary 2.8 Stage LCA
Life Cycle Assessment (LCA) adalah pendekatan yang digunakan untuk mengevaluasi input, output, dan potensi dampak lingkungan dari suatu produk energi sepanjang siklus hidupnya. Sebagai metode cradle-to-grave, LCA membantu menentukan penggunaan energi, biaya, dan dampak lingkungan yang terjadi selama siklus hidup produk tersebut. Setiap tahap dalam penilaian siklus hidup (LCA) memiliki arti penting yang telah dijelaskan dalam standar internasional ISO 14040(Brilliantina et al., 2023).
Gambar 2. 10 Stage LCA
Pada gambar diatas menjelaskan tahapan-tahapan Life Cycle Assessment (LCA) dalam proses distribusi dan konsumsi ikan bandeng. Pendekatan ini mencakup empat tahapan utama, yaitu Goal & Scope, Life Cycle Inventory, Impact Assessment, dan
Interpretation. Berikut penjelasan masing-masing tahap:1. Tahap ini menentukan tujuan dan ruang lingkup analisis LCA. Produk yang dianalisis adalah ikan bandeng segar yang dipanen dari tambak di Cerme, Jawa Timur, yang dikenal sebagai salah satu sentra budidaya bandeng. Target pasar utamanya adalah retail yang berlokasi di Balikpapan, Kalimantan Timur. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi seluruh proses dalam siklus hidup ikan bandeng, mulai dari budidaya hingga konsumsi akhir.
2. Pada tahap ini, dilakukan pencatatan rute distribusi ikan bandeng. Setelah dipanen di tambak Cerme, ikan diangkut ke Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, untuk dikirimkan melalui jalur laut ke Pelabuhan Semayang di Balikpapan, Kalimantan Timur. Setelah sampai, ikan didistribusikan ke pasar retail di Balikpapan. Inventaris ini mencakup data terkait kebutuhan input seperti energi, bahan kemasan, dan moda transportasi, serta estimasi emisi yang dihasilkan selama setiap tahapan proses.
3. Tahap ini mengevaluasi dampak lingkungan yang dihasilkan dari setiap proses dalam siklus hidup ikan bandeng. Pada tahap produksi, input seperti pakan, air, pupuk, dan tenaga kerja menghasilkan output berupa ikan panen, limbah organik, dan emisi gas rumah kaca. Dampak lingkungan utama meliputi pencemaran akibat limbah pupuk, konsumsi energi, serta emisi dari aktivitas transportasi. Pada tahap distribusi, penggunaan bahan bakar dan bahan kemasan juga memberikan kontribusi terhadap perubahan ekosistem. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumber utama dampak negatif terhadap lingkungan.
4. Tahap terakhir adalah interpretasi hasil analisis. Hasil menunjukkan bahwa ikan
bandeng segar memiliki daya tarik konsumen yang tinggi, baik dari segi kualitas
maupun harga. Namun, tantangan utama terletak pada pengelolaan limbah organik dan emisi karbon selama proses produksi dan distribusi. Oleh karena itu, strategi berkelanjutan seperti efisiensi energi dan pengelolaan limbah yang tepat sangat diperlukan untuk mendukung keberlanjutan industri bandeng.
Dengan menggunakan pendekatan LCA ini, proses produksi dan distribusi ikan
bandeng diharapkan dapat menjadi lebih ramah lingkungan tanpa mengurangi kualitas
produk maupun kepuasan konsumen.
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Pengelolaan Data
Pada bab ini, akan dibahas secara rinci hasil penelitian yang telah dilakukan berdasarkan data yang dikumpulkan serta analisis yang dilakukan. Pembahasan difokuskan pada identifikasi, pengukuran, dan evaluasi faktor-faktor yang relevan dengan tujuan penelitian. Setiap hasil dianalisis untuk menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya
.
3.1.1 Perhitungan Pembudidayaan
Dari inventory yang digunakan dalam aktivitas budidaya ikan selama 120 hari didapat hasil sebagai berikut :
Tabel 3. 1 Perhitungan Pembudidayaan
Input output
Material Kuantitas Satua
n Material Kuantitas Satuan
Pakan 360 kg Amonia
(NH3) 5.90 kg CO2 eq
Obat 12 kg CaO 0.41 kg CO2
eq
Listrik 12 Kwh CO2 9.29 kg CO2
eq CH4 0.0053 kg CO2
eq N20 0.027 kg CO2
eq
Solar 6 L CO2 16.0056 kg CO2
eq CH4 0.0235 kg CO2
eq N20 0.2232 kg CO2
eq
Air 40000 L Waste Water 40000 L
Tenaga Manusia Menguras 120 jam CO2 16 kg CO2 eq
Tenaga Manusia 16 jam CO2 2.133 kg CO2
Pemeliharaan eq
Material pakan mengeluarkan emisi NH3 sebesar 5,903 kg CO2eq, material obat mengeluarkan emisi CaO sebesar 0,414 kg CO2eq, Material listrik mengeluarkan emisi CO2, CH4, dan N2O sebesar 9.325 kg CO2eq, material solar mengeluarkan emisi CO2, CH4, dan N2O sebesar 16.252 kg CO2eq Material air mengeluarkan waste water sebanyak 4000 L dan 2 tenaga manusia mengeluarkan emisi CO2 sebesar 18.133 kg CO2eq. Sehingga total emisi dalam satuan kg CO2eq dari pembudidayaan ikan selama 120 hari adalah 50.028 kg CO2eq dan 40000 L waste water.
3.1.2 Perhitungan Panen Tabel 3. 2 Perhitungan Panen
Panen
Input Output
Total JAM
KERJA (jam) Material Kuantitas Satuan Material Kuantitas Satuan
5.33 4
Tenaga Manusia 10 Orang Respirasi 1.33
kg CO2
Solar 40 Liter Emisi
106.704 kg CO2
108.35 40
0.16 kg
CO2
1.49 kg
CO2
Listrik ( Lampu sorot
halogen 500 watt ) 2 Kwh Emisi
55.76 kg
CO2
55.96 4
0.03 kg
CO2
0.17 kg
CO2
Total kg
CO2 169.64 48
Tenaga manusia dalam proses pemanenan ini berjumlah 10 orang dengan lama pemanenan sebesar 4 jam dan mengeluarkan emisi sebanyak 5.33 kg CO2, dari perhitungan jumlah orang dikalikan dengan besaran respirasi per orang. CO2= jam kerja x nilai respirasi (0.133) x 10 orang. Dalam penghitungan emisi solar membutuhkan sebanyak 40 liter solar dengan emisi sebanyak 108.35 dengan mengalikan nilai emisi solar per liter dengan nilai GWP. Dalam perhitungan listrik mengeluarkan emisi sebesar 55.96 kg CO2 dengan perhitungan emisi solar dan listrik dikalikan
dengan nilai senyawa GWP yang terdapat di tabel 3 dengan total emisi yang didapatkan sebesar 169.64 kg CO2.
3.1.3 Perhitungan Pembersihan Ikan Tabel 3. 3 Perhitungan Pembersihan Ikan
Pembersihan Ikan JAM
KERJA
Input Output
Material Kuantitas Satuan Material Kuantitas Satuan 4
Tenaga Manusia 10 Orang Respirasi 5 kg CO2
AIR PDAM 5 m3 Waste Water 5000 liter
Dalam perhitungan pembersihan ikan membutuhkan sumber daya berupa tenaga manusia untuk membersihkan ikan sebanyak 3000 kg dengan estimasi penyelesaian 4 jam dari awal. Untuk pembersihannya menggunakan air bersih dari PDAM sebagai media pelarut kotoran dan mikroba yang masih menempel pada ikan sebelum dilakukannya proses packaging. Jadi Total emisi yang dikeluarkan sebesar 5 kg CO2 dan 5000 liter waste water.
3.1.4 Perhitungan Pengemasan
Kemudian untuk tahap packaging didapat perhitungan sebagai berikut:
3.1.4.1 Pengemasan Keranjang
Material pengemasan keranjang menghasil emisi dari penggunaan AC pada truk, dapat dilihat pada table 32, yaitu mengeluarkan emisi sebesar 6,437 Kg CO2 eq. emisi AC menghasilkan emisi N2O dan CO2. dan untuk plastic yang digunakan menghasilkan sampah penggunaan plastic pada keranjang seberat 4,536 Kg.
Tabel 3. 4 Perhitungan Pengemasan Keranjang
Material Jumlah Satuan Material Jumlah Satuan
Plastik 4,536 Kg Waste Plastik 4,536 Kg
Keranjang Plastik 120 Pcs Keranjang Plastik 120 Pcs
AC 5,345 N2 waste AC (N2O) 2,29835 Kg CO2 eq
waste AC (CO2) 4,139108654 Kg CO2 eq Total Emisi 6,437458654 Kg CO2 eq
Input Output
3.1.4.2 Pengemasan Kotak Styrofoam
Pada packaging menggunakan Styrofoam, dihasilkan emisi lingkungan dari penggunaan Nitrogen sebanyak 645 Kg CO2 eq, material lakban menghasilkan emisi CH2 sebanyak 0,031 Kg CO2 eq, dan material waste Styrofoam C8H8 sebanayak 0,066 Kg CO2 eq, dengan total emisi yang dihasilkan sebanyak 645,097 Kg CO2 eq.
Tabel 3. 5 Perhitungan Pengemasan Stryfoam
Material Jumlah Satuan Material Jumlah Satuan
Nitrogen 1500 Kg Nitrogen (N2) 645 Kg CO2 eq
Plastik 4,536 Kg Waste Plastik 4,536 Kg
Lakban Cokelat 13,980 Kg Waste sisa Lakban (CH2) 0,031 Kg CO2 eq
Kotak Styrofoam 216 Kg Waste sisa Styrofoam (C8H8) 0,066 Kg CO2 eq
Total emisi 645,097 Kg CO2 eq
Input Output
3.2 Distribusi
Pada bagian ini, dilakukan perhitungan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari distribusi produk pada Skenario 1. Perhitungan ini mencakup berbagai sumber emisi, termasuk penggunaan bahan bakar solar truk dan Kapal, aktivitas manusia, serta konsumsi energi pada reefer container. Berikut adalah rincian hasil perhitungan emisi distribusi untuk Skenario 1
Tabel 3. 6 Distribusi Skenario 1
DISTRIBUSI SKENARIO 1
Input Output SATUAN
Bahan Bakar Solar truk Tambak Ke Perak
5,2206 Liter
Karbon dioksida (CO )₂ 15,270 Kg CO2 eq
Karbon Monoksida (CO) 0,292 Kg CO2 eq
Dinitrogen Oksida (N O)₂ 0,166 Kg CO2 eq
Metana (CH )₄ 0,035 Kg CO2 eq
Manusia
tambak Ke Perak 2 Orang CO2 0,187 Kg CO2 eq
Bahan Bakar 20233,632 Liter CO2 54175,550 Kg CO2 eq
Table 1 Perhitungan Stryfoam
CO 1174,578 Kg CO2 eq Manusia
Perak - Semayang 10 Orang CO2 90,667 Kg CO2 eq
Bahan Bakar Solar Truk Semayang-Retail
1,20232 Liter
Karbon dioksida (CO )₂ 3,517 Kg CO2 eq
Karbon Monoksida (CO) 0,067 Kg CO2 eq
Dinitrogen Oksida (N O)₂ 0,038 Kg CO2 eq
Metana (CH )₄ 0,008 Kg CO2 eq
Manusia
Semayang- Retail 2 Orang CO2 0,071 Kg CO2 eq
Reefer container
Tambak- Retail 248,28 Kwh
CO2 192,265 Kg CO2 eq
CH4 0,111 Kg CO2 eq
N20 0,577 Kg CO2 eq
TOTAL EMISI YANG DIKELUARKAN DISTRIBUSI SKENARIO 1 55653,4 Kg CO2 eq
Dari tabel 3.6 distribusi Skenario 1 memerlukan berbagai input untuk mendukung prosesnya. Perjalanan truk dari Tambak ke Perak membutuhkan 5,2 liter bahan bakar solar dan membutuhkan 2 orang. Selanjutnya, distribusi dari Perak ke Semayang menggunakan kapal memerlukan 20233,6 liter bahan bakar solar dan membutuhkan 10 orang awak kapal.
Untuk perjalanan dari Semayang ke Retail, dibutuhkan 1,2 liter bahan bakar solar untuk operasional truk dan 2 orang untuk mendukung proses distribusi. Selain itu, reefer container yang digunakan untuk pendinginan sepanjang rute dari Tambak ke Retail memerlukan energi sebesar 248,28 kWh. Jadi, emisi yang dihasilkan dari distribusi Skenario 1 dari keseluruhan inpur, seperti bahan bakar solar truk atau kapal, aktivitas manusia, dan penggunaan reefer container, dengan total emisi mencapai 55563,4 kg CO2 eq.
Pada bagian ini, dilakukan perhitungan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari distribusi produk pada Skenario 2 . Perhitungan ini mencakup berbagai sumber emisi, termasuk penggunaan bahan bakar solar truk dan Kapal, aktivitas manusia, yang membedakan dari skenario sebelumnya yaitu tidak ada reefeer container tetapi jumlah crew dalam kapal palka lebih banyak. Berikut adalah rincian hasil perhitungan emisi distribusi untuk Skenario 1
Tabel 3. 7 Distribusi Skenario 2
DISTRIBUSI SKENARIO 2
Input Output SATUAN
Bahan BakarSolar
Tambak Ke Perak 5,2206 Liter
Karbon dioksida (CO )₂ 15,27 Kg CO2 eq
Karbon Monoksida (CO) 0,29 Kg CO2 eq
Dinitrogen Oksida (N O)₂ 0,17 Kg CO2 eq
Metana (CH )₄ 0,04 Kg CO2 eq Manusia
tambak Ke Perak 2 Orang CO2 0,19 Kg CO2 eq
Bahan Bakar Solar Perak – Semayang
20233,632 Liter
CO2 54175,55 Kg CO2 eq
CO 1174,58 Kg CO2 eq
Manusia Perak –
Semayang 20 Orang CO2 181,33 Kg CO2 eq
Bahan Bakar Solar
Semayang-Retail 1,20232 Liter
Karbon dioksida (CO )₂ 3,52 Kg CO2 eq
Karbon Monoksida (CO) 0,07 Kg CO2 eq
Dinitrogen Oksida (N O)₂ 0,04 Kg CO2 eq
Metana (CH )₄ 0,01 Kg CO2 eq
Manusia
Semayang- Retail 2 Orang CO2 0,07 Kg CO2 eq
TOTAL EMISI YANG DIKELUARKAN DISTRIBUSI SKENARIO 2 55551 Kg CO2 eq
Dari tabel 3.7 distribusi pada Skenario 2 memiliki karakteristik input yang serupa dengan distribusi pada Skenario 1. Namun, terdapat beberapa perbedaan utama yang membedakan kedua skenario ini. Pada Skenario 2, tidak ada penggunaan reefer container sebagai input, sehingga emisi dari pendinginan dihilangkan. Tetapi jumlah crew kapal pada Skenario 2 lebih banyak dibandingkan dengan Skenario 1, dikaernakan skenerio 2 ini mengunakan kapal palka sehingga membutuhkan crew yang banyak untuk membantu aktivitas proses distribusi atau bongkar muat area kapal.
Jadi, emisi yang dihasilkan dari distribusi Skenario 2 dari keseluruhan input, seperti bahan bakar solar truk atau kapal, aktivitas manusia, dengan total emisi mencapai 55563,4 kg CO2 eq
3.3 Analisa Hasil
Dari hasil perhitungan output emisi yang dikeluarkan pada alur supply chain dengan
2 skenario, dimana pada scenario pertama dimulai dari pembudidayaan ikan, panen,
pembersihan, distribusi enggunakan container berpendingin dengan packaging keranjang
hingga sampai e retail didapat hasil sebagai berikut :
Tabel 3. 8 Hasil Analisa Skenario 1
Skenario 1
No Tahap Total Emisi
Kg
CO2eq Waste
Water (L)
1 Pembudidayaan 50.0288
4 4000
0
2 Panen 169.638
3
3 Pembersihan 5 5000
4 Packaging Keranjang 12.8749
2
5 Distribusi (Reefer Container,
Kapal Peti Kemas) 55653
Total 55890.8
8 4500
0 Sehingga emisi yang dikeluarkan dalam alur supply chain ikan bandeng pada scenario 1 sebesar 55890.88 Kg CO2eq dan 45000 L waste water.
Sedangkan pada scenario 2 yang terdiri dari pembudidayaan ikan, panen, pembersihan, distribusi dengan truck biasa dengan packaging nitrogen didalam sterofoam hingga sampai ke retail didapat hasil sebagai berikut :
Tabel 3. 9 Hasil Analisis Skenario 2
Skenario 2
No Tahap Total Emisi
Kg CO2eq Waste Water (L)
1 Pembudidayaan 50.02884 40000
2 Panen 169.6383
3 Pembersihan 5 5000
4 Packaging Sterofoam 645.0973
5 Distribusi (Truck Biasa, Kapal Palka) 55551
Total 56421.1 45000
Sehingga emisi yang dikeluarkan pada scenario 2 adalah 56421.1 kg CO2eq dan
45000 L waste water. Dan didapat scenario 2 lebih mengeluarkan banyak emisi daripada
scenario 1.
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari analisis rantai pasok ikan bandeng menunjukkan bahwa setiap tahap proses menghasilkan emisi gas rumah kaca yang signifikan. Pada tahap pembudidayaan, emisi yang dihasilkan mencapai 50,03 kg CO eq selama 120 hari, yang
₂berasal dari penggunaan pakan, obat-obatan, solar, dan listrik. Proses panen memberikan kontribusi emisi sebesar 169,64 kg CO eq, terutama dari konsumsi solar, listrik, dan
₂respirasi tenaga manusia. Tahap pembersihan ikan menghasilkan emisi sebesar 5 kg CO eq,
₂dengan limbah cair mencapai 5000 liter. Selanjutnya, pada tahap pengemasan, penggunaan keranjang plastik menghasilkan emisi sebesar 6,44 kg CO eq, sedangkan pengemasan
₂menggunakan styrofoam menyumbang emisi hingga 645,1 kg CO eq. Distribusi ikan
₂bandeng dari tambak ke retail juga menunjukkan hasil yang signifikan, di mana skenario penggunaan reefer container menghasilkan total emisi sebesar 55.653,4 kg CO eq akibat
₂kebutuhan energi pendinginan tambahan sebesar 248,28 kWh. Sebaliknya, skenario distribusi dengan styrofoam memiliki total emisi yang lebih rendah, yakni 55.551 kg CO eq,
₂meskipun menyumbang emisi besar dari bahan kemasan. Faktor utama yang mempengaruhi emisi dalam proses rantai pasok ini meliputi konsumsi energi listrik dan solar, penggunaan bahan kimia seperti nitrogen cair, serta bahan pengemasan seperti plastik dan styrofoam.
Perbandingan kedua skenario distribusi menunjukkan bahwa skenario dengan reefer container memiliki emisi lebih tinggi karena kebutuhan energi pendingin, sedangkan skenario dengan styrofoam, meskipun tidak membutuhkan pendinginan, tetap memberikan dampak lingkungan yang signifikan dari bahan kemasannya.
4.2 Saran
1. Optimalisasi penggunaan energi di tambak dengan memanfaatkan panel surya untuk mengurangi emisi dari listrik dan solar.
2. Mengembangkan bahan kemasan alternatif yang lebih ramah lingkungan, seperti
jenis bahan kemasan yang dapat terurai secara alami , untuk mengurangi limbah plastik dan
styrofoam.
3. Meningkatkan edukasi tenaga kerja mengenai praktik pengelolaan limbah yang
ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Agata Kinanthi, Dyah Yuliarti, E., & Tjahjaningsih, W. (2022). Test of Total Volatile Base Nitrogen (TVB-N) in Tuna (Thunnus Sp.) at the at the Technical Implementation Unit for Quality Testing and Development of Marine and Fishery Product Banyuwangi, East Java.
Journal of Marine and Coastal Science,
11(2), 49–55.
https://doi.org/10.20473/jmcs.v11i2.36710
Ariani, D., Dwiyanto, B. M., & Manajemen, J. (2013). ANALISIS PENGARUH SUPPLY CHAIN MANAGEMENT TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN (Studi Pada Industri Kecil dan Menengah Makanan Olahan Khas Padang Sumatera Barat). Diponegoro Journal of
Management, …(2), 1–10. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/djomBrilliantina, A., Adhamatika, A., Sari, E. K. N., Wijaya, R., Triardianto, D., & Sucipto, A. (2023).
Penerapan Life Cycle Assessment (LCA) Untuk Mengurangi Dampak Lingkungan Pada Proses Produksi Gula Kristal Putih Di Bondowoso. JUSTER : Jurnal Sains Dan Terapan, 2(
1), 85–96. https://doi.org/10.57218/juster.v2i1.474
Djumanto, Pranoto, B. E., Diani, V. S., & Setyobudi, E. (2017). Makanan dan pertumbuhan ikan bandeng, Chanos chanos (Forsskal, 1775) tebaran di Waduk Sermo, Kulon Progo.
Iktiologi Indonesia, 17(1), 83–100.
Ernawati, S., Mariam, Putra, A., & Aulia, N. (2023). Pendampingan Packaging Pada Umkm Produk Olahan Hasil Laut Di Kelurahan Kolo Kota Bima. Jurnal Pengabdian Masyarakat
Bangsa, 1(3), 26–30. https://doi.org/10.59837/jpmba.v1i3.19Hamdani, Y., & Hersoelisyorini, W. (2020). Kadar Air , Total Volatil Nitrogen ( TVN ) Serta Sifat Sensoris Ikan Bandeng Asap Cair Kemasan Vakum Bedasarkan Variasi Suhu dan Lama Penyimpanan. Jurnal Pangan Dan Gizi, 10(1), 34–44.
Hamonangan, M. C., & Yuniarto, A. (2022). Kajian Penyisihan Amonia dalam Pengolahan Air
Minum Konvensional. Jurnal
Teknik ITS,11(2).
https://doi.org/10.12962/j23373539.v11i2.85611
Haryowidagdo, H. (2017). KAJIAN TEKNIS DAN EKONOMIS PERANCANGAN REEFER
CONTAINER BERBASIS TEKNOLOGI PHASE CHANGE MATERIAL UNTUK APLIKASI DI KAPAL.JOSE ROMERO PEREZ Director General JOSE GREGORIO ROIS ZUÑIGA Secretaria General OMAR OBANDO DAEZ Subdirector de Calidad Ambiental JAIME PINTO BERMUDEZ Subdirector de Gestión Desarrollo LUIS MANUEL MEDINA TORO Jefe oficina Asesora de Planeación, A., ARCINIEGAS MOLINA Asesor Territorial del Sur MAILENE LAUDITH ROBLES PINTO Jefe oficina Asesora Jurídica JORGE MIGUEL GUEVARA FRAGOZO Asesor de Desarrollo Institucional PROYECTADO POR, A., DORANCÉ MANRIQUE OSORIO Geólogo GRUPO SIG CORPOGUAJIRA, J., NJCLD, &
杜彬陶沙卢静李媛媛马磊磊王翠翠. (2016). PENGARUH ARUS KENDARAAN BERAT (TRUK) TERHADAP TINGKAT KEMACETAN LALU LINTAS DI KELURAHAN MAWANG, KECAMATAN SOMBA OPU, KABUPATEN GOWA Skripsi. Applied Microbiology and Biotechnology, 85(1), 6.
Laka, M., & Wangge, E. S. A. (2020). UJI KANDUNGAN PROTEIN PADA BEBERAPA VARIETAS UMBI UBI KAYU ( Manihot esculenta Crantz) YANG DIHASILKAN DI DESA RANDOTONDA, KECAMATAN ENDE, KABUPATEN ENDE. Agrica, 11(1), 43–50.
https://doi.org/10.37478/agr.v11i1.21
Pipit Muliyah, Dyah Aminatun, Sukma Septian Nasution, Tommy Hastomo, Setiana Sri Wahyuni Sitepu, T. (2020). Analisis Mengenai Peletakan Petikemas Terhadap Peletakan Kapal di Tambatan dan Pola Peletakan Petikemas di Container Yard (CY) CHRISTINA. In
Journal GEEJ (Vol. 7, Issue 2).Rachmayanti, L., & Mangkoedihardjo, S. (2021). Evaluasi dan Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Berbasis Serapan Emisi Karbon Dioksida (CO2) di Zona Tenggara Kota Surabaya (Studi Literatur dan Kasus). Jurnal Teknik ITS, 9(2).
https://doi.org/10.12962/j23373539.v9i2.54854
Suparman, & Budi, R. F. S. (2013). Perhitungan Faktor Emisi Co 2. Jurnal Pengembangan
Energi Nuklir, 15, 1–8.Ummah, M. S. (2019). Pentingnya Persiapan Palka Pada Kapal General Cargo dan Pengaruhnya Terhadap Biaya Kapal di Pelabuhan. Sustainability (Switzerland), 11(1), 1–
14. http://scioteca.caf.com/bitstream/handle/123456789/1091/RED2017-Eng- 8ene.pdf?sequence=12&isAllowed=y%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/
j.regsciurbeco.2008.06.005%0Ahttps://www.researchgate.net/publication/
305320484_SISTEM_PEMBETUNGAN_TERPUSAT_STRATEGI_MELESTARI
Widyastuti, L. R., & Nugrahayu,