ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA, DAN BELANJA LANGSUNG TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI
(Studi Kasus Pada 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur)
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Liyasmi Ika Harjana 115020107111007
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2015
Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
(Studi Kasus Pada 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur)
Liyasmi Ika Harjana*
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari jumlah penduduk, tingkat pengangguran terbuka, dan belanja langsung terhadap pertumbuhan ekonomi pada 38 kabupaten/kota di Jawa Timur. Metode analisis yang digunakan yakni regresi data panel dengan model fixed effect, serta pengujian asumsi klasik dan analisis statistik. Hasil penenlitian menunjukkan bahwa jumlah penduduk dan belanja langsung berpengaruh positif dan signifikan sementara tingkat pengangguran terbuka berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada 38 kabupaten/kota di Jawa Timur.
Kata kunci: Penduduk, pengangguran, belanja pemerintah, pertumbuhan ekonomi
A. PENDAHULUAN
Pembangunan yang dilakukan disemua wilayah memiliki tujuan yakni, tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Agar tujuan tersebut tercapai, maka perlu adanya upaya pengembangan perekonomian yang mampu meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi pengangguran maupun kemiskinan, serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Keberhasilan suatu negara dalam membangun perekonomian diukur dari tinggi atau rendahnya pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Jika pertumbuhan ekonomi tinggi, maka proses pembangunan ekonomi akan berjalan lancar.
Sebaliknya, jika pertumbuhan ekonomi rendah, maka proses pembangunan ekonomi akan terhambat.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan suatu negara..
Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dalam kurun waktu 5 tahun terakhir cenderung fluktuatif dan selalu lebih tinggi dibandingkan nasional. Pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2012 (7.27%), dan terendah terjadi pada tahun 2009 (5.01%). Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi mencapai 6.55%, lebih lambat dibandingkan pada tahun 2012 yang sebesar 7.22%, namun tetap lebih tinggi dari ekonomi nasional yang berada pada level 5.78%.
Tabel 1 : Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Jawa Timur (persen)
Wilayah 2009 2010 2011 2012 2013*
Nasional 4.63 6.22 6.49 6.23 5.78
Jawa Timur 5.01 6.68 7.22 7.27 6.55 Sumber: BPS Jawa Timur, 2014
*) Angka Sementara
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau, wilayah Indonesia dibagi menjadi 34 provinsi. Jawa Timur yang merupakan salah satu provinsi yang berada di bagian timur Pulau Jawa, terdiri dari 38 kabupaten/kota yang secara keseluruhan memiliki jumlah penduduk sebesar 38.999.837 jiwa pada tahun 2013. Jumlah ini mengalami penurunan drastis bila dibanding tahun 2012 yang sebesar 42.144.729 jiwa, sehingga LPP (Laju Pertumbuhan Penduduk) sebesar -7.69%. Kondisi ini disebabkan karena adanya pengaruh faktor-faktor demografi yang mempengaruhi pertambahan
penduduk, seperti kematian, kelahiran, dan migrasi. Meskipun mengalami penurunan, namun kondisi ini tetap menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat.
Sementara itu, rasio penduduk yang menganggur dengan jumlah angkatan kerja yang biasa disebut dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Timur mengalami peningkatan sebesar 0.21%, dari 4.12% menjadi 4.33%. Kondisi ini dipicu oleh terjadinya penawaran angkatan kerja dalam kurun waktu tersebut lebih tinggi daripada penyerapan tenaga kerja, sehingga terjadi peningkatan jumlah pengangguran. Keadaan seperti ini juga dapat terjadi karena berbagai alasan. Antara lain pola pertumbuhan ekonomi yang melemah saat ini bisa berdampak pada peningkatan produksi, perluasan usaha dan kondisi pasar ekspor. Selain itu, kebijakan pemerintah termasuk kebijakan UMK dan kondisi cuaca berpengaruh besar terhadap aktivitas pekerjaan di semua sektor dan hal ini yang kemudian mendorong peningkatan pengangguran di Jawa Timur.
Realisasi total pengeluaran pemerintah di Jawa Timur menurut kabupaten/kota pada tahun 2009 sampai pada tahun 2013 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dengan pengeluaran terbesar yakni pada tahun 2013 berjumlah Rp. 56.996.593.450, dan terendah pada tahun 2009 berjumlah Rp.
37.523.187.739. Sedangkan realisasi belanja langsung pada tahun 2009 ke tahun 2010 mengalami penurunan sebesar Rp. 963.516.681, kemudian mengalami peningkatan kembali pada tahun 2011, dan seterusnya hingga tahun 2013. Kondisi ini mencerminkan bahwa pemerintah daerah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dikelolanya sebagai instrumen vital bagi kebijakan publik di daerahnya. Dengan demikian kondisi fiskal atau keuangan daerah mencerminkan kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah tersebut dalam mewujudkan visi dan misi pemerintahannya. APBD yang ditetapkan dengan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR), menunjukkan sumber-sumber pendapatan daerah, berapa besar alokasi belanja untuk melaksanakan program/kegiatan, serta pembiayaan yang muncul bila terjadi surplus atau defisit.
Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Provinsi Jawa Timur memang didorong oleh besarnya pengeluaran pemerintah sebagai upaya tercapainya pembangunan ekonomi. Namun hal ini tidak sesuai dengan kenyataan bahwa tingkat pengangguran juga masih tinggi. Sebab, jika pertumbuhan ekonomi suatu daerah tinggi, maka tingkat pengangguran akan semakin berkurang.
Kondisi ini juga disebabkan oleh jumlah penduduk yang terlalu besar, sehingga permintaan tenaga kerja tidak seimbang dengan jumlah penawarannya. Untuk itu diperlukan peran pemerintah dalam mengelola pengeluarannya agar dapat tersalurkan dengan tepat dalam mengatasi masalah pengangguran.
Berdasarkan latar belakang di atas mengenai kondisi ekonomi maupun demografi Jawa Timur, maka penulis tertarik untuk membahas βAnalisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus Pada 38 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur).β
B. KAJIAN PUSTAKA Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Putong (2009), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan pendapatan nasional secara berarti (dengan meningkatnya pendapatan per kapita) dalam suatu periode perhitungan tertentu.
Menurut pandangan teori klasik yakni Adam Smith, memaparkan tentang pertumbuhan ekonomi dengan memandang kepada adanya hukum alam, Peningkatan produktivitas tenaga kerja; proses penumpukan (akumulasi) modal; tingkat keuntungan akan semakin menurun manakala tingkat persaingan semakin tinggi; petani, pengusaha, dan produsen adalah agen pertumbuhan dalam perekonomian; serta proses pertumbuhan bersifat akumulatif. Sedangkan menurut teori Keynesian dalam Irawan dan Suparmoko (2002) yang memiliki asumsi bahwa jika jumlah penduduk bertambah maka pendapatan riil per kapita akan berkurang kecuali bila pendapatan riil juga bertambah. Selanjutnya bila angkatan kerja berkembang, maka output juga harus bertambah untuk mempertahankan kesempatan kerja penuh. Dan jika ada investasi maka pendapatan riil harus juga bertambah untuk mencegah adanya kapasitas yang menganggur. Faktor-faktor inilah yang merupakan pusat dari analisis para ekonom setelah Keynes salah satunya yakni Harrod-Domar dalam perkembangan ekonomi. Analisis pertumbuhan
ekonomi menurut Harrod-Domar yang berpusat pada penentuan keadaan yang diibutuhkan untuk pertumbuhan pendapatan riil yang terus menerus. Mereka menekankan pentingnya peranan akumulasi modal dalam proses pertumbuhan serta menitikberatkan bahwa akumulasi modal (investasi) mempunyai peranan ganda. Peranan ganda yang dimaksud yakni investasi menimbulkan adanya pendapatan dan disamping itu juga menaikkan kapasitas produksi dengan cara memperbesar jumlah modal (capital stock). Model pertumbuhan Harrod-Domar dalam Todaro (2011) merupakan model hubungan ekonomi fungsional yang menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan Produk Domestic Bruto (Y) bergantung langsung pada tingkat tabungan nasional neto (s) dan berbanding terbalik dengan rasio modal output nasional (c). Sehingga terdapat persamaan seperti berikut:
βπ π =π
π Penduduk
Teori mengenai penduduk menurut model Malthusian yang dikemukakan oleh Mankiw (2006), menunjukkan bahwa semakin meningkatnya populasi akan semakin terus menerus membebani kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Malthus juga memperlihatkan bahwa pertumbuhan populasi akan membebani sumber daya alam yang diperlukan untuk memproduksi makanan. Jadi intinya, pertumbuhan populasi dianggap sebagai ancaman bagi peningkatan standar hidup.
Lain halnya dengan Malthus, Model Kremerian memberikan pendapat bahwa pertumbuhan populasi adalah kunci dalam memajukan kesejahteraan ekonomi. Dengan semakin banyaknya penduduk, maka akan semakin banyak pula ilmuwan, penemu, dan ahli mesin yang akan memberikan kontribusi pada inovasi dan kemajuan teknologi. Kesimpulannya, populasi yang besar adalah prasyarat bagi kemajuan teknologi (Kremer dalam Mankiw, 2006).
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap (BPS, 2014). Menurut Dumairy (1996), penduduk berfungsi ganda dalam perekonomian. Dalam konteks pasar, ia berada baik disisi permintaan maupun disisi penawaran. Disisi permintaan, penduduk adalah konsumen, sumber permintaan akan barang-barang dan jasa. Disisi penawaran, penduduk adalah produsen, jika ia pengusaha, pedagang, tenaga kerja, atau pekerja. Dalam konteks pembangunan, pandangan terhadap penduduk terpecah menjadi dua. Umumnya literatur-literatur kuno yang menganggap sebagai penghambat dalam pembangunan, sedangkan literatur-literatur modern justru memandang sebagai pemacu pembangunan.
Pengangguran
Mulyadi (2003) mengungkapkan bahwa Teori Keynes yang termasuk dalam kaum klasik, percaya perekonomian yang dilandaskan pada kekuatan mekanisme pasar akan selalu menuju keseimbangan (equilibrium). Kondisi ini dikenal sebagai suatu βtangan tak terlihatβ (invisible hands) yang akan membawa perekonomian kembali pada posisi keseimbangan. Dalam keseimbangan tersebut, semua sumber daya, termasuk tenaga kerja, akan digunakan secara penuh (fully-employed). Dengan demikian, dibawah sistem yang didasarkan pada mekanisme pasar tidak ada pengangguran. Kalau tidak ada yang bekerja, daripada tidak memperoleh pendapatan sama sekali, maka mereka bersedia bekerja dengan tingkat upah yang lebih rendah. Kesediaan untuk bekerja dengan tingkat upah yang lebih rendah ini akan menarik perusahaan untuk mempekerjakan mereka lebih banyak. Jadi, dalam pasar persaingan sempurna mereka yang mau bekerja pasti akan memperoleh pekerjaan. Pengecualian, berlaku bagi mereka yang
βpilih-pilihβ pekerjaan, atau tidak mau bekerja dengan tingkat upah yang diatur oleh pasar. Tetapi kalau ada yang tidak bekerja karena kedua alasan yang disebutkan diatas, mereka ini oleh kaum klasik tidak digolongkan pada penganggur, melainkan pengangguran sukarela (voluntary unemployment).
Pengangguran Terbuka
Pengangguran memiliki beberapa jenis salah satunya yakni pengangguran terbuka. Mulyadi (2003) mengartikan pengangguran terbuka sebagai bagian dari angkatan kerja yang sekarang ini tidak bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan. Sedangkan BPS (2014) menjelaskan bahwa pengangguran terbuka merupakan mereka yang tidak mempunyai pekerjaan karena sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan
usaha, atau karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, serta mereka yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja. Untuk mengukur besarnya presentase tingkatan pengangguran suatu wilayah umumnya menggunakan tingkat pengangguran terbuka. Tingkat pengangguran terbuka merupakan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.
Hipotesis
1. Diduga jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada 38 kota/kabupaten di Provinsi Jawa Timur
2. Diduga tingkat pengangguran terbuka berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada 38 kota/kabupaten di Provinsi Jawa Timur
3. Diduga belanja langsung pemerintah daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada 38 kota/kabupaten di Provinsi Jawa Timur
C. METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, yakni penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Sehubungan dengan permasalahan yang diangkat, penelitian ini memilki jenis permasalahan deskriptif, yaitu suatu permasalahan yg berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih. Variabel independen dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk (X1), tingkat pengangguran terbuka (X2), dan belanja langsung (X3), sedangkan variabel dependen adalah pertumbuhan ekonomi (Y).
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam lingkup 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dengan waktu penelitian dilakukan mulai Bulan Februari 2015 hingga Bulan Juni 2015.
Definisi Operasional
1. Pertumbuhan Ekonomi (sebagai variabel dependen) (Y)
Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah. Pertumbuhan ekonomi merefleksikan kinerja ekonomi dari tahun ke tahun yang dapat diukur dari perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) suatu tahun dengan tahun sebelumnya serta dinyatakan dalam satuan persen. Periode waktu yang digunakan adalah tahun 2009 hingga tahun 2013.
2. Jumlah Penduduk (sebagai variabel independen) (X1)
Jumlah penduduk merupakan jumlah penduduk pada tahun tertentu yang dinyatakan dalam satuan persen, dengan periode waktu yang digunakan yakni tahun 2009 hingga tahun 2013
3. Tingkat Pengangguran Terbuka (sebagai variabel independen) (X2)
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan rasio penduduk yang menganggur dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam satuan persen. Periode waktu yang digunakan yaitu tahun 2009 hingga tahun 2013
4. Belanja Langsung (sebagai variabel independen) (X3)
Belanja langsung adalah bagian belanja yang dianggarkan terkait langsung dengan pelaksanaan program untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah dan telah dianggarkan oleh pemerintah daerah. Periode waktu yang digunakan yaitu tahun 2009 hingga tahun 2013
Populasi Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, dengan objek penelitian meliputi 9 kota dan 29 kabupaten.
Metode Pengumpulan Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang berupa publikasi yang diterbitkan oleh lembaga/instansi tertentu. Data yang dikumpulkan adalah data kuantitatif, yakni data yang berbentuk angka atau bilangan dan dapat diolah atau dianalisis menggunakan teknik perhitungan matematika atau statistika. Data dalam penelitian ini adalah data jumlah penduduk, tingkat pengangguran terbuka, belanja langsung, dan pertumbuhan ekonomi pada 38 kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2009-2013. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Provinsi Jawa Timur, serta data-data yang dipublikasikan melalui berbagai tulisan ilmiah dan literatur yang ada keterkaitannya dengan permasalahan penelitian ini. Data yang diperoleh dari BPS yakni data tingkat pengangguran terbuka, belanja langsung, dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan data jumlah penduduk diperoleh dari Disnakertransduk. Teknik pengumpulan data diperoleh dengan metode dokumentasi dan studi pustaka. Dokumentasi merupakan suatu cara untuk memperoleh data atau informasi mengenai beberapa hal yang ada kaitanya dengan penelitian, melalui referensi dari berbagai sumber pustaka, media cetak dan internet.
Metode Analisa Data
Penelitian ini menggunakan data panel, yakni gabungan dari data time series dan data cross section yang bertujuan umumnya untuk memperbanyak observasi guna memenuhi keperluan jumlah observasi minimum (Mulyono, 2000). Sedangkan model analisis yang digunakan dalam penelitian ini yakni analisis regresi linear berganda. Menurut Nachrowi dan Usman (2002), model ini digunakan untuk membuat hubungan antara satu variabel terikat dan beberapa variabel bebas. Model estimasi data panel sebagai berikut:
πππ‘= π½0 + π½1 π1ππ‘+ π½2π2ππ‘+ π½3π3ππ‘ + π½4π4ππ‘+ πππ‘ dimana :
Y = Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Jawa Timur X1 = Jumlah penduduk kabupaten/kota di Jawa Timur
X2 = Tingkat pengangguran terbuka kabupaten/kota di Jawa Timur X3 = Belanja langsung kabupaten/kota di Jawa Timur
Ξ²0 = Intersep
Ξ²1 Ξ²2 Ξ²3 Ξ²4 = Koefisien regresi variabel bebas
πit = Komponen error di waktu t untuk unit cross section i
i = 1, 2, 3, ..., 38 (data cross-section kabupaten/kota di Jawa Timur) t = 1, 2, 3 (data time-series, tahun 2009-2013)
Uji Chow
Uji Chow merupakan uji untuk memilih apakah pendekatan model yang digunakan adalah common effect atau fixed effect. Dalam pengujian ini dilakukan hipotesa sebagai berikut :
Ho : Model Common Effect (restricted) H1 : Model Fixed Effect (unrestricted)
Uji Chow menggunakan distribusi F dengan rumus :
FN-1, NT-N-K =
(π π ππβππ ππ) (πβ1) ππ ππ (ππβπβπΎ)
Dimana : RSSS : Restricted Residual Sum Square URSS : Unrestricted Residual Sum Square N : Jumlah data cross section
T : Jumlah data time series k : Jumlah variabel penjelas
Statistika F menggunakan distribusi F dengan N-1 dan N-K derajat kebebasan. Jikan F hitung lebih besar dari F tabel atau F signifikan maka pendekatan yang dipakai adalah unrestricted atau pendekatan fixed effect atau LSDV.
Uji Hausman
Dalam memilih pendekatan mana yang sesuai dengan model persamaan dan data kita antara fixed effect atau random effect dapat digunakan dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan oleh Hausman. Uji Hausman ini menggunakan nilai Chi Square sehingga keputusan pemilihan metode data panel ini dapat ditemukan secara statistik. Dengan asumsi bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga error kombinasinya, rumus uji hausman adalah :
H = (Ξ²RE β Ξ²FE)1 (β πΉπΈ β β π πΈ )-1 (Ξ²RE β Ξ²FE) Dimana : Ξ²RE : Random Effect Estimator
Ξ²FE : Fixed Effect Estimator
β πΉπΈ: Matriks Kovarians Fixed Effect β π πΈ : Matriks Kovarians Random Effects
Selain itu uji hausman ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut : Ho : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Statistik hausman menggunakan nilai Chi Square Statistic. Jika hasil uji hausman signifikan maka metode yang digunakan dalam pengolahan data panel adalah fixed effect model.
Uji Asumsi Klasik
Menurut Gudono (2011), uji asumsi klasik disebut juga dengan analisis residual. Disebut demikian, karena penelitian mengenai pelanggaran terhadap asumsi klasik biasanya dilakukan dengan mengamati pola nilai residual. Uji asumsi klasik dilakukan untuk mencegah timbulnya masalah dalam hasil analisis regresi linear berganda, seperti mengandung multikolinieritas, heteroskedastisitas, atau tidak terdistribusi secara normal.
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2009). Untuk menguji normalitas data, penelitian ini menggunakan analisis grafik. Pengujian normalitas melalui analisis grafik adalah dengan cara menganalisis grafik normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Data dapat dikatakan normal jika data atau titik- titk terbesar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti garis diagonal. Gudono (2011) juga menjelaskan bahwa distribusi normal memiliki rincian sebagai berikut:
ο· 68% nilai standardized residuals terletak antara -1 dan +1
ο· 98% nilai standardized residuals terletak antara -2 dan +2
ο· 99% nilai standardized residuals terletak antara -3 dan +3
Analisis regresi multivariat mensyaratkan bahwa populasi residual berdistribusi normal. Bilamana residual berdistribusi normal, maka (1) sebenarnya akan terlihat acak; dan (2) bilamana digambar dengan normal probability plot (distribusi error vs. distribusi normal yang memiliki varians dan rata- rata yang sama) akan terlihat titik-titik grafik plot tersebut relatif berhimpitan dengan sumbu diagonal.
Dengan grafik normal probability plot tersebut, bila pola titik-titik membentuk βbow-shapedβ
(menggelembung menjauhi garis diagonal, maka berarti distribusinya skewed (asimetris atau tidak normal).
Uji Multikolinieritas
Menurut Ghozali (2009), uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi adalah sebagai berikut:
a. Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.
b. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinieritas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinieritas. Multikolinieritas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.
c. Multikolinieritas dapat juga dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana, setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregresi terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai Tolerance<0.10 atau sama dengan nilai VIF>10.
Uji Heteroskedastisitas
Gudono (2011) menjelaskan bahwa heteroskedastisitas adalah keadaan dimana varians (varians residual) tidak stabil (konstan). Heteroskedastisitas dapat terjadi manakala residual semakin membesar sejalan semakin besarnya nilai variabel independen, atau bisa terjadi bilamana efek variabel independen pada variabel dependen berbeda pada kedua kelompok sampel yang berbeda.
Menurut Ghozali (2009), uji heteroskedastisitas pada dasarnya bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain atau untuk melihat penyebaran data. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terdapat heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas yakni dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar analisisnya yaitu:
ο· Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasi telah terjadi heteroskedastisitas
ο· Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Uji Autokorelasi
Menurut Gudono (2011), autokorelasi artinya adalah berhubungan dengan dirinya sendiri. Istilah lain yang sering juga digunakan adalah korelasi serial (serial correlation). Autokorelasi bisa bersifat positif ataupun negatif. Ghozali (2009) menjelaskan bahwa uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan penganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi, salah satunya yakni dengan uji Durbin Watson (DW test). Nilai DW akan berkisar antara 0-4 dan skor DW mendekati 2 menunjukkan tidak ada korelasi (first order correlation)
Pengujian Statistik Analisis Regresi
Uji signifikansi merupakan prosedur yang digunakan untuk menguji kebenaran atau kesalahan dari hasil hipotesis nol dari sampel. Keputusan untuk mengolah H0 dibuat berdasarkan nilai uji statistik yang diperoleh dari data yang ada.
Koefisien Determinasi (R-Square)
Suatu model mempunyai kebaikan dan kelemahan jika diterapkan dalam masalah yang berbeda. Untuk mengukur kebaikan suatu model (goodnes of fit) digunakan koefisien determinasi (R2). Nilai koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang menunjukkan besar sumbangan dari variabel independen terhadap variabel dependen, atau dengan kata lain koefisien determinasi menunjukkan variasi turunnya Y yang diterangkan oleh pengaruh linier X. Bila nilai koefisien determinasi yang diberi simbol R2 mendekati angka 1, maka variabel independen makin mendekati hubungan dengan variabel dependen sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan model tersebut dapat dibenarkan. Adapun kegunaan koefisien determinasi adalah :
ο· Sebagai ukuran ketepatan/kecocokan garis regresi yang dibuat dari hasil estimasi terhadap sekelompok data hasil observasi. Semakin besar nilai R2, maka semakin bagus garis regresi yang terbentuk; dan semakin kecil nilai R2, maka semakin tidak tepat garis regresi tersebut mewakili data hasil observasi.
ο· Untuk mengukur proporsi (presentase) dari jumlah variasi Y yang diterangkan oleh model regresi atau untuk mengukur besar sumbangan dari variabel X terhadap variabel Y. Koefisien determinasi merupakan ukuran yang menjelaskan besar variasi regressan akibat perubahan varisasi regresor. Jumlah kuadrat variasi total atau total sum of squares (TSS) terdiri dari jumlah kuadrat variasi terjelaskan atau explained sum of squares (ESS) dan jumlah kuadrat variasi yang tak terjelaskan atau residual sum of square (RSS).
π 2= πΈππ = 1
π ππββππ2
βπ¦π2
Nilai koefisien determinan berada diantara 0 dan 1. Nilai koefisien determinan yang mendekati 0 (nol) berarti kemampuan semua variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas. Nilai koefisien determinan yang mendekati 1 (satu) berarti variabel-variabel independen hampir memberikan informasi yang dijelaskan untuk mempredikasi variasi-variabel dependen.
Kelemahan mendasar penggunaan determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted (R2) pada saat mengevaluasi model regresi yang terbaik.
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji F-statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara keseluruhan atau bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini dilakukan hipotesa sebagai berikut:
ο· H0:Ξ²1 = Ξ²2 = 0, artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
ο· Ha: Ξ²1 β Ξ²2 β 0, artinya secara bersama-sama ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung lebih besar dari F-tabel maka Ho ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus:
F-hitung = R2/ (k - 1) (1- R2) / (n β k) Keterangan:
R2 = Koefisien determinasi
k = Jumlah variabel independen ditambah intercept n = Jumlah sampel
Kriteria pengambilan keputusan :
1. H0 diterima (F*<F-tabel), artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
2. Ha diterima(F*>F tabel), artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t pada dasarnya untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen dengan hipotesis. Uji ini dapat dilakukan dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel. Adapun rumus untuk mendapatkan t-hitung adalah sebagai berikut:
t-hitung = (bi β b) sbi Dimana: bi = koefisien variabel independen ke-i
b = nilai hipotesis nol
sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i
Pada tingkat signifikansi 5% dengan kriteria pengujian yang digunakan sebagai berikut :
ο· Jika t hitung < t tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak, yang artinya salah satu variabel bebas (independen) tidak mempengaruhi variabel terikat (dependen) secara signifikan.
ο· Jika t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya salah satu variabel bebas (independen) mempengaruhi variabel terikat (dependen) secara signifikan.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Regresi Data Panel
Pada penelitian ini, pemilihan/penentuan model analisis data panel yang dipakai merujuk pada beberapa hasil pengujian. Pengujian yang digunakan antara lain (i) Chow Test, untuk menentukan antara CEM (PLS) atau FEM, (ii) Haussman Test, untuk menentukan antara FEM dan REM.
1. Hasil Uji Chow (Pooled Least Square vs Fixed Effect Model) Hipotesis :
H0= Pool Least Square (PLS) H1 = Fixed Effect Model (FEM) Dengan asumsi :
Fhitung > Ftabel atau Prob. (F-statistic) < Ξ± : menolak H0 Fhitung < Ftabel atau Prob. (F-statistic) > Ξ± : menerima H0
Tabel 2 : Hasil Uji Chow
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 3.776465 (37,149) 0.0000 Cross-section Chi-square 125.693147 37 0.0000
Sumber: Data diolah, 2015
Berdasarkan Tabel 2, robabilitas F dan Chi-square bernilai 0,0000 yang berarti lebih kecil dari taraf signifikansi sebesar 5% (Ξ±=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menolak hipotesis H0
atau dengan kata lain menggunakan model FEM.
2. Hasil Uji Haussman (Fixed Effect vs Random Effect) Hipotesis :
H0 = Random Effect Model (REM) H1 = Fixed Effect Model (FEM) Dengan asumsi :
Prob. (Chi-square statistic) < Ξ± : menolak H0 Prob. (Chi-square statistic) > Ξ± : menerima H0
Tabel 3 : Hasil Uji Haussman
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 33.681859 3 0.0000
Sumber: Data diolah, 2015
Berdasarkan Tabel 3 probabilitas (Chi-square Statistic) sebesar 0.0000 berarti lebih kecil dari taraf signifikansi sebesar 5% (Ξ±=0,05), sehingga kesimpulan yang diambil adalah menolak H0 atau dengan kata lain menggunakan model FEM. Kesimpulan ini sekaligus merupakan hasil akhir bahwa penelitian ini menggunakan Fixed Effect Model (FEM).
Tabel 4 : Hasil Uji Fixed Effect Model (FEM)
Variabel Bebas Koefisien Regresi Prob. Keterangan
Kostanta 6.590890 0.0000 Signifikan
X1 0.341805 0.0334 Signifikan
X2 -0.241379 0.0531 Tidak Signifikan
X3 0.089232 0.0388 Signifikan
R-squared = 0.950990 Prob (F-statistic) = 0.000000 Sumber: Data diolah, 2015
Sesuai dengan estimasi yang dilakukan dengan Fixed Effect Model (FEM) mendapatkan hasil pengaruh jumlah penduduk, tingkat pengangguran terbuka, dan belanja langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
Yit = 6.590890 + 0.341805 (X1it) - 0,241379 (X2it) + 0,089232 (X3it) + πit
Berdasarkan persamaan di atas dapat dilakukan beberapa interpretasi hasil estimasi sebagai berikut:
a. Kostanta sebesar 6.590890 menjelaskan bahwa, apabila jumlah penduduk (X1), tingkat pengangguran terbuka (X2), dan belanja langsung (X3) sama dengan 0 (nol) pada kondisi cateris paribus maka nilai elastisitas pertumbuhan ekonomi (Y) sebesar 6.590890 persen.
b. Koefisien regresi X1 sebesar 0.341805 secara parsial merupakan elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah penduduk. Secara spesifik menyatakan bahwa pada kondisi cateris paribus, jika jumlah penduduk naik sebesar 1 persen, makan secara rata-rata pertumbuhan ekonomi akan naik sebesar 0.341805 persen.
c. Koefisien regresi X2 sebesar -0,241379 secara parsial merupakan elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran terbuka. Secara spesifik menyatakan bahwa pada kondisi cateris paribus, jika tingkat pengangguran terbuka naik sebesar 1 persen, makan secara rata-rata pertumbuhan ekonomi akan turun sebesar 0,241379 persen.
d. Koefisien regresi X3 sebesar 0,089232 secara parsial merupakan elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap belanja langsung. Secara spesifik menyatakan bahwa pada kondisi cateris paribus, jika belanja langsung naik sebesar 1 persen, makan secara rata-rata pertumbuhan ekonomi akan naik sebesar 0,089232 persen.
Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas
Metode yang digunakan dalam menguji normalitas adalah dengan uji Jarque-Bera. Residual model dikatakan mengikuti distribusi normal apabila nilai signifikansi uji lebih besar dari alpha 5% yang digunakan. Berdasarkan hasil perhitungan pada uji normalitas diperoleh nilai signifikansi uji Jarque- Bera sebesar 1.624482 dan probabilitas sebesar 0.443862 > 0.05 sehingga disimpulkan bahwa data menyebar normal dan asumsi normalitas terpenuhi.
2. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas dapat dilihat dari korelasi antara variabel bebas. Pada umumnya jika koefisien korelasi kurang dari 0,80 variabel tersebut tidak mempunyai persoalan multikolinieritas dengan variabel bebas yang lainnya. Berdasarkan hasil pengujian pada uji multikolinieritas diketahui bahwa korelasi antar variabel bebas pada model bernilai lebih kecil dari 0,80 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan linier antar variabel bebas atau tidak terjadi multikolinieritas.
3. Uji Heterokedastisitas
Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah dengan melihat nilai probability Obs* R_square jika lebih dari 5% dikatakan tidak terjadi heterokesdastisitas. Pada hasil perhitungan untuk uji heterokesdastisitas memiliki nilai Obs* R_square sebesar 0.9337>0.05 (5%) sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat heterokesdastisitas.
4. Uji Autokorelasi
Pengujian asumsi ini menggunakan statistik uji Breush-Godfrey. Hipotesis untuk asumsi ini yaitu:
H0: Model tidak terdapat autokorelasi H1: Model terdapat autokorelasi
Hipotesis H0 diterima apabila nilai signifikansi uji Breush-Godfrey lebih besar dari alpha 5%.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai signifikansi uji Breush-Godfrey sebesar 0.0000<0.05 (5%) maka diputuskan merima H1. Dapat disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi dalam model regresi.
Uji Analisis Statistik
1. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Dari hasil estimasi pada uji FEM diperoleh nilai R2 sebesar 0.950990 atau 95.09% sehingga model persamaan tersebut dapat menjelaskan pengaruh Jumlah Penduduk (X1), Tingkat Pengangguran Terbuka (X2), dan Belanja Langsung (X3) sebesar 0.950990 atau 95.09% dan sisanya sebesar 4.91%
dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar model persamaan tersebut.
2. Uji F
Nilai F hitung yang lebih besar dar F tabel atau probabilitas F hitung yang lebih kecil dari 0,05 (Ξ±=5%) maka variabel independen dalam model secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan hasil uji FEM, dapat dilihat bahwa nilai Prob (F-statistic) adalah 0,000000 yang berarti lebih kecil dari alpha 5% (Ξ±=0,05). Hal ini berarti variabel independen yaitu X1,X2, dan X3 berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (Y).
3. Uji t
Uji t dilakukan dengan cara membandingkan nilai statistik hasil perhitungan (t-hitung) dengan nilai t-tabel pada derajat kepercayaan (Ξ±=0,05). Apabila nilai probabilitas dari masing-masing variabel independen lebiih kecil dari pada nilai derajat kebebasan (Ξ±=0,05) maka masing-masing variabel independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan jika nilai probabilitas masing-masing variabel independen lebih besar dari nilai derajat kebebasan (Ξ±=0,05) maka masing-masing variabel independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
Berdasarkan hasil uji FEM, terdapat dua variabel yang memiliki nilai probabilitas kurang dari 0,05 yakni variabel jumlah penduduk (X1) dan belanja langsung (X3). Dapat disimpulkan bahwa antara variabel jumlah penduduk dan belanja langsung memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap variabel pertumbuhan ekonomi. Sedangkan variabel lainnya yakni tingkat pengangguran terbuka (X2) memiliki nilai probabilitas yang lebih tinggi dari 0,05. Dengan kata lain variabel tingkat pengangguran terbuka tidak memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap variabel pertumbuhan ekonomi.
Pembahasan
1. Pengaruh Jumlah Penduduk (X1) terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y)
Nilai koefisien regresi X1 yang diperoleh sebesar 0.341805 artinya apabila elastisitas jumlah penduduk meningkat sebesar 1 persen, maka nilai pertumbuhan ekonomi akan naik sebesar 0.341805 persen. Ini berarti terjadi korelasi positif antara jumlah penduduk (X1) dan pertumbuhan ekonomi (Y).
Selain itu, nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.0334 yang berarti lebih kecil dari nilai signifikansi Ξ± = 0.05 menunjukkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi pada taraf nyata lima persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis dimana jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian di atas tidak sejalan dengan penelitian Sandhika dan Sundarto (2012) yang meneliti pengaruh aglomerasi, tenaga kerja, jumlah penduduk, dan modal terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kendal. Hasil penelitian menyatakan bahwa jumlah penduduk memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, namun dengan pembuktian jika jumlah penduduk meningkat maka pertumbuhan ekonomi akan turun.
Berdasarkan hasil analisa di atas dapat diketahui bahwa ternyata jumlah penduduk dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pernyataan ini sesuai dengan teori model Kremerian dalam Mankiw (2006) yang menyatakan bahwa pertumbuhan populasi adalah kunci dalam memajukan kesejahteraan ekonomi. Dengan semakin banyaknya penduduk, maka akan semakin banyak pula ilmuwan, penemu, dan ahli mesin yang akan memberikan kontribusi pada inovasi dan kemajuan teknologi.
Selain itu, Dumairy (1996) juga menjelaskan bahwa penduduk berfungsi ganda dalam perekonomian, dimana sebagai produsen dan konsumen. Jadi penduduk merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perekonomian, namun dengan catatan mereka memiliki potensi yang mampu menghasilkan tenaga kerja yang siap kerja (skills labour). Sehingga dengan potensi tersebut, mereka dapat menghasilkan output yang secara kualitas maupun kuantitas mampu untuk memberikan tambahan pendapatan bagi mereka sendiri atau pun bagi negara.
Lain halnya dengan model Kremerian, hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan model Malthusian. Dimana Malthus menunjukkan bahwa semakin meningkatnya populasi akan semakin terus menerus membebani kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Malthus juga memperlihatkan bahwa pertumbuhan populasi akan membebani sumber daya alam yang diperlukan untuk memproduksi makanan. Jadi intinya, pertumbuhan populasi dianggap sebagai ancaman bagi peningkatan standar hidup.
2. Pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka (X2) terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y)
Nilai koefisien regresi X2 yang diperoleh sebesar -0.241379 artinya apabila elastisitas tingkat pengangguran terbuka meningkat sebesar 1 persen, maka nilai pertumbuhan ekonomi akan turun sebesar 0.241379 persen. Ini berarti terjadi korelasi negatif antara tingkat pengangguran terbuka (X2) dan pertumbuhan ekonomi (Y). Selain itu, nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.0531 yang berarti lebih besar dari nilai signifikansi Ξ± = 0.05 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada taraf nyata lima persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis dimana tingkat pengangguran terbuka berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian di atas sejalan dengan penelitian Rusmusi dan Dewi (2012) yang meneliti pengaruh inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan investasi terhadap pengangguran di Indonesia (periode 2001-2010). Dengan pembuktian bahwa pengangguran tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. maka tidak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hasil analisa di atas dapat diketahui bahwa pengangguran merupakan masalah yang dapat menghambat jalannya perekonomian. Sebab jika pengangguran tinggi, daya beli masyarakat akan turun, sehingga konsumsi juga akan menurun. Menurunnya konsumsi ini akan berakibat pada turunnya produksi, sehingga secara keseluruhan akan berdampak pada turunnya pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dari Keynesian yang menyatakan bahwa perekonomian akan stabil dan tumbuh dengan baik jika tidak ada pengangguran Kondisi ini dilandaskan pada kekuatan mekanisme pasar yang akan selalu menuju keseimbangan. Keadaan seperti ini dikenal sebagai suatu
βtangan tak terlihatβ yang akan membawa perekonomian kembali pada posisi keseimbangan. Dalam keseimbangan tersebut, semua sumber daya termasuk tenaga kerja akan digunakan secara penuh. Dengan demikian, dibawah sistem yang didasarkan pada mekanisme pasar tidak ada pengangguran.
Fakta lain menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Jawa Timur cenderung tinggi, namun ternyata tidak diikuti oleh adanya pengurangan tingkat pengangguran. Fenomena tersebut dijelaskan oleh Arsyad (2010) bahwa βkualitas pertumbuhan ekonomiβ selama ini masih sangat rendah. Hal ini dapat disebabkan kurangnya investasi yang bersifat pada tenaga kerja, sehingga menimbulkan terbatasnya lapangan kerja yang tersedia. Selain itu juga terdapat βketimpanganβ dampak pertumbuhan ekonomi terhadap
kesejahteraan masyarakat. Ekonomi secara agregat memang meningkat, hal ini salah satunya didorong oleh kegiatan konsumtif masyarakat yang meningkat juga. Namun kebanyakan hanya sekelompok masyarakat tertentu saja yang terlibat dalam kegiatan konsumtif tersebut. Sementara yang lain cenderung tidak mampu melakukannya karena pendapatan yang dimiliki rendah, atau tidak memiliki pekerjaan (pengangguran).
3. Pengaruh Belanja Langsung (X3) terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y)
Nilai koefisien regresi X3 yang diperoleh sebesar 0.089232 artinya apabila elastisitas belanja langsung meningkat sebesar 1 persen, maka nilai pertumbuhan ekonomi akan naik sebesar 0.089232 persen. Ini berarti terjadi korelasi positif antara belanja langsung (X3) dan pertumbuhan ekonomi (Y).
Selain itu, nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.0388 yang berarti lebih kecil dari nilai signifikansi Ξ± = 0.05 menunjukkan bahwa belanja langsung berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada taraf nyata lima persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis dimana belanja langsung berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian di atas sejalan dengan penelitian Suindyah (2011) yang meneliti pengaruh investasi, tenaga kerja, dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur. Dengan pembuktian bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur. Hal ini berarti jika pengeluaran pemerintah meningkat, maka pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat.
Penelitian lain yang juga sejalan dengan hasil penelitian diatas yaitu Wahyuni, dkk (2014) yang meneliti pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. Dengan pembuktian bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini menujukkan adanya hubungan searah antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi, sehingga kenaikan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hasil analisa di atas dapat diketahui bahwa pengeluaran pemerintah dalam hal ini belanja langsung, mampu memberikan manfaat yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pernyataan ini sesuai dengan teori dari Rostow dan Musgrave yang menyatakan bahwa peran pemerintah sangat penting dalam pembangunan ekonomi, khususnya dalam mengelola pengeluaran.
Pengelolaan pengeluaran ini didasarkan pada tiga tahapan. Pada tahap awal, pemerintah harus menyediakan berbagai sarana dan prasarana, kemudian tahap menengah pengelolaan investasi baik dari pemerintah itu sendiri, maupun swasta. Tahap akhir, pemerintah melakukan peralihan aktivitas dan penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran-pengeluaran untuk layanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan. Dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk dikelola dan dialokasikan dengan baik dalam pembangunan ekonomi, maka akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, hasil penelitian ini juga sejalan dengan Adolph Wagner yang menemukan pengamatan empiris pengeluaran pemerintah itu selalu meningkat. Hal ini dikarenakan lima penyebab yakni tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan; tingkat keamanan dan pertahanan; kenaikan tingkat pendapatan masyarakat; urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi; perkembangan demokrasi;
dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintahan. Walaupun memiliki pendapat lain dalam menerangkan pengeluaran pemerintah, namun intinya teori Peacock dan Wiseman sama dengan Wagner serta Rostow dan Musgrave, yaitu pengeluaran pemerintah selalu meningkat, dengan tambahan bahwa dalam Peacock dan Wiseman, pemerintah sendiri yang selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan dan pajak.
D. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selama tahun 2009 sampai tahun 2013, dengan pencapaian tertinggi yaitu 7.22% dan terendah 5.01% telah dikatakan cukup baik dan bahkan mampu melebihi pertumbuhan ekonomi nasional selama lima tahun tersebut, dimana pencapaian tertinggi untuk pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6.49%.
2. Variabel jumlah penduduk mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sebab koefisien regresi menunjukkan hasil sebesar 0.341805, serta nilai probabilitas sebesar 0.0334 yang berarti lebih kecil dari nilai signifikansi Ξ± = 0.05. Hal ini dapat diartikan
bahwa jika jumlah penduduk meningkat, maka akan diikuti oleh peningkatan pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini dapat disebabkan karena penduduk berfungsi ganda dalam perekonomian, dimana sebagai produsen dan konsumen. Jadi penduduk merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perekonomian, namun dengan catatan mereka memiliki potensi yang mampu menghasilkan tenaga kerja yang siap kerja (skills labour). Sehingga dengan potensi tersebut, mereka dapat menghasilkan output yang secara kualitas maupun kuantitas mampu untuk memberikan tambahan pendapatan bagi mereka sendiri atau pun bagi negara.
3. Variabel tingkat pengangguran terbuka mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sebab koefisien regresi menunjukkan hasil sebesar -0,241379, serta nilai probabilitas sebesar 0.0531 yang berarti lebih besar dari nilai signifikansi Ξ± = 0.05. Hal ini dapat diartikan bahwa jika tingkat pengangguran terbuka meningkat, maka akan diikuti oleh penurunan pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini disebabkan karena pengangguran merupakan masalah yang dapat menghambat jalannya perekonomian. Sebab jika pengangguran tinggi, daya beli masyarakat akan turun, sehingga konsumsi juga akan menurun. Menurunnya konsumsi ini akan berakibat pada turunnya produksi, sehingga secara keseluruhan akan berdampak pada turunnya pertumbuhan ekonomi.
4. Variabel belanja langsung mempunyai pengaruh positif dan signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, sebab koefisien regresi menunjukkan hasil sebesar 0.089232, serta nilai probabilitas sebesar 0.0388 yang berarti lebih kecil dari nilai signifikansi Ξ± = 0.05. Hal ini dapat diartikan bahwa jika belanja langsung meningkat, maka akan diikuti oleh peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk dikelola dan dialokasikan dengan baik dalam pembangunan ekonomi, khususnya untuk belanja barang dan jasa atau belanja modal, maka secara langsung atau tidak langsung, akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Saran
1. Penduduk merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perekonomian, jadi penduduk boleh tumbuh dan meningkat dan tidak perlu adanya pengendalian. Karena dengan jumlah penduduk yang banyak, maka perekonomian akan berkembang. Namun dengan catatan mereka harus memiliki potensi yang mampu menghasilkan tenaga kerja yang siap kerja (skills labour).
2. Tingkat pengangguran tinggi yang merupakan masalah lanjutan sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang semakin besar dan dapat berdampak pada penurunan perekonomian, harus mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Memicu banyaknya investasi yang bersifat padat tenaga kerja, penciptaan lapangan kerja yang cukup, memadai, serta memberikan arahan khusus agar sesuai dengan bidang dan keterampilan yang dimiliki guna mencegah adanya PHK dan sebagainya, merupakan beberapa langkah yang dapat diambil oleh pemerintah dalam mengatasi pengangguran.
3. Pengeluaran pemerintah khususnya dalam bentuk belanja langsung terutama belanja modal, perlu untuk dialokasikan dengan lebih baik. Seperti misalnya peningkatan sarana dan prasarana publik khususnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
UCAPANTERIMAKASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga panduan ini dapat terselesaikan.Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.
DAFTARPUSTAKA
Adisasmita, R. 2013. Teori-teori Pembangunan Ekonomi: Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Wilayah. Surabaya: Graha Ilmu
Akhirman. 2012. Pengaruh PDRB, Jumlah Penduduk, Nilai Ekspor, Investasi (PMA dan PMDN), Laju Inflasi, dan Tenagakerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005- 2010. JEMI, Vol. 3, (No.1)
Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan, Edisi Kelima. Yogyakarta: STIM YKPN
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2014. Draft Laporan Akhir: Analisa Angka Pertumbuhan Ekonomi di Kota Malang. Malang: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. 2014. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten/Kota di Indonesia. http://www.bps.go.id/index.php/ publikasi diakses pada 20 Februari 2015
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. 2014. Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota.
http://www.bps.go.id/index.php/publikasi diakses pada 21 Maret 2015
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2014. Keadaan Angkatan Kerja di Jawa Timur 2013. http://jatim.bps.go.id/index.php/publikasi diakses pada 21 Maret 2015
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2014. Hasil Proyeksi Penduduk Tahun 2010-2035.
http://jatim.bps.go.id/tabel diakses pada 20 Februari 2015
Bappeprov Jatim dan PKDSP Unibraw. 2011. Ringkasan Eksekutirf Analisa Pengeluaran Publik Jawa Timur 2011. http://siteresources.worldbank.org/ INTINDONESIA/Resources/Publication/280016- 1309148084759/Executive-Summary-EJPEA-2011-bh.pdf diakses pada 26 Februari 2015
Case and Fair. 2004. Prinsip-prinsip Ekonomi Makro. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia Dinas Tenagakerja, Transmigrasi, dan Kependudukan (Disnakertransduk) Provinsi Jawa Timur.
Data Kependudukan. http://disnakertransduk.jatimprov. go.id/ diakses pada 26 Februari 2015 Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Jawa Timur. 2014. Kajian Fiskal Regional Jawa Timur
Semester II 2013. ftp://ftp1.perbendaharaan.go.id/
pengumuman/2014/KFR/KFR_Semester_II_2013/15.%20KFR%20Jawa%20Timur%20Semester%
20II%20TA%202013%20(1).pdf diakses pada 2 Maret 2015
Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP3ES
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga
Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi: Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: BP Universitas Diponegoro
Gudono. 2011. Analisis Data Multivariat. Yogyakarta: BPFE
IMP Rusmusi, Agustina Susyatna D. 2012. Pengaruh Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Investasi Terhadap Pengangguran di Indonesia (Periode 2001-2010). Jurnal Ekonomi Regional, Vol. 7, No.
(1)
Irawan, Suparmoko. 2002. Ekonomi Pembangunan, Edisi Keenam. Yogyakarta. BPFE
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV. 2014. Kajian Ekonomi Regional Jawa Timur Triwulan IV-2013. http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-
regional/jatim/Documents/KER%20JAWA%20TIMUR%20TW%20IV%202013.pdf diakses pada 28 Februari 2015
Mankiw, N. Gregory. 2006. Makroekonomi, Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga
Mulyono, Sri. 2000. Peramalan Bisnis dan Ekonometrika. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta
Nachrowi N.D, Usman Hardius. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Putong, Iskandar. 2009. Economics: Pengantar Mikro dan Makro, Edisi Ketiga. Jakarta: Mitra Wacana Media
Reksoprayitno, Soediyono. 1985. Ekonomi Makro: Pengantar Analisa Pendapatan Nasional, Edisi Keempat. Yogyakarta: Liberty
Sandhika A.W, Mulyo Sundarto. 2012. Analisis Pengaruh Aglomerasi, Tenaga Kerja, Jumlah Penduduk, dan Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kendal. Jurnal Ekonomi, Vol.
I, No. (1)
Silvia E.D, Yunia Wardi, dan Hasdi Aimon. 2013. Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, dan Inflasi di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi, Vol. I, (No. 2)
Suindyah D, Sayekti. 2011. Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Ekuitas, Vol. 15, (No. 4)
Subri, Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada Todaro, M.P. 1985. Pembangunan Ekonomi Didunia Ketiga, Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga Todaro M.P, Smith S.C. 2011. Pembangunan Ekonomi, Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga
Wahyuni I Gusti A. P, Made Sukarsa, Nyoman Yuliarmi. 2014. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Pendapatan Kabupaten Kota di Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/EEB/article/ download/8216/7299 diakses pada 3 Maret 2015 Wijaya, R.R. Mirma. 2014. Pengaruh Upah Minimum, PDRB, dan Populasi Penduduk Terhadap
Tingkat Pengangguran Terbuka (Studi Kasusu Gerbangkertasusila Tahun 2007-2012). Jurnal Ilmiah. Malang: Universitas Brawijaya