• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN BANK UMUM SYARIAH

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN BANK UMUM SYARIAH "

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN BANK UMUM SYARIAH

DI INDONESIA

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Alvia Noor Kharima 125020401111007

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2016

(2)
(3)

Analisis Perbandingan Kinerja Bank Umum Konvensional Dengan Bank Umum Syariah Di Indonesia

Alvia Noor Kharima

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Email: alvia.kharima@ymail.com

ABSTRAK

This research aims to determine the comparison of the performance of the Conventional Public Banks and the Syariah Public Banks in Indonesia. The data in this resesarch is derived from the annual reports of the financial of banks in 2014 by calculating the ratios of financial of banks. The result of this research shows that the performance of the Conventional Public Banks are better than the Syariah Public Banks, on the ratio of the CAR, NPM, ROA, ROE, Current Ratio, Quick Ratio, LDR, and NPL.

Keywors: Bank Performance, Conventional Public Banks, Syariah Public Banks.

A. LATAR BELAKANG

Menjelang akhir triwulan III-2008, perekonomian dunia dihadapkan pada satu babak baru yaitu runtuhnya stabilitas ekonomi global, seiring dengan meluasnya krisis finansial ke berbagai negara. Krisis finansial global mulai muncul sejak bulan Agustus 2007, yaitu pada saat salah satu bank terbesar Perancis BNP Paribas mengumumkan pembekuan beberapa sekuritas yang terkait dengan kredit perumahan berisiko tinggi AS (subprime mortgage). Pembekuan ini lantas mulai memicu gejolak di pasar finansial dan akhirnya merambat ke seluruh dunia (Bank Indonesia, 2009).

Krisis keuangan dunia tersebut telah berimbas ke perekonomian Indonesia sebagai mana tercermin dari gejolak di pasar modal dan pasar uang. Salah satunya yaitu terjadi gelombang kebangkrutan disektor perbankan. Hal ini tentunya menjadi masalah fundamental perekonomian karena perbankan merupakan pilar terpenting dalam membangun sistem perekonomian dan keuangan di Indonesia. Secara spesifik perbankan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai intermediary institution dimana lembaga keuangan tersebut menghubungkan dana-dana yang dimiliki oleh unit ekonomi yang kelebihan dana (surplus) kepada unit-unit ekonomi yang membutuhkan bantuan dana (deficit). Sehingga kinerja bank yang berjalan dengan baik dapat menyokong pertumbuhan bisnis dan usaha di Indonesia karena peran bank disini sebagai penyedia dana investasi dan modal kerja bagi unit-unit bisnis dan usaha dalam melaksanakan unit produksi.

Kesehatan bank dapat direfleksikan dari kinerja bank. Adanya evaluasi menyeluruh terhadap kinerja perbankan pada tahun 2012 dan prospek tahun 2013-2014 menunjukkan perekonomian di Indonesia yang tumbuh cukup tinggi dengan inflasi yang tetap terkendali. Hal tersebut tertuang dalam Tinjauan Kebijakan Moneter Bank Indonesia (2013), dimana kinerja tersebut tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah untuk menjaga stabilitas partumbuhan ekonomi di Indonesia.

Menurut Jumingan (2009) dalam Lestari dan Abdullah (2015), kinerja bank adalah bagian dari kinerja bank secara keseluruhan. Dimana kinerja (performance) bank merupakan gambaran prestasi yang dicapai oleh bank dalam operasionalnya, baik menyangkut aspek keuangan, pemasaran, penghimpunan dan penyaluran dana, teknologi maupun sumber daya manusia.

Berdasarkan pernyataan tersebut, kinerja bank adalah gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpun dana maupun penyaluran dana yang biasanya diukur dengan indikator profitabilitas dan likuiditas bank.

Dengan adanya kinerja suatu bank maka bank tersebut sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank karena kegiatan utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan tujuan memperoleh pendapatan dan keuntungan. Oleh karena itu Bank Indonesia menetapkan aturan tentanng kesehatan bank. Dimana kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara formal dan mampu memenuhi semua

(4)

kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku menurut Peraturan Bank Indonesia.

B. KERANGKA TEORITIS

Pengertian bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dimana pengertian tersebut menguatkan bahwa bank dalam menjalankan usahanya terutama menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkannya kepada masyarakat yang kekurangan dana kegiatan bank tidak semata hanya untuk mendapatkan keuntungan namun juga untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Menurut Kasmir (2012), bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya ialah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat serta memberikan pelayanan jasa bank lainnya.

Pengertian bank umum konvensional menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah bank konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Menurut Pohan (2008), bank umum konvensional adalah bank yang dapat memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Dimana bank-bank umum yang dimaksud terdiri dari bank-bank umum pemerintah, bank-bank umum swasta nasional devisa, bank-bank swasta nasional non devisa dan bank-bank asing dan campuran.

Pengertian bank umum syariah menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintaspembayaran. Menurut Muhammad (2005) dalam Dewi (2011), bank umum syariah adalah bank yang melakukan kegiatan usaha dan beroperasi berdasarkan prinsip syariah untuk tidak mengandalkan pada bunga dalam memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran.

Pengertian kinerja menurut Simanjuntak (2005), kinerja adalah suatu tingkat pencapaian hasil dari pelaksanaan tugas tertentu, untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi suatu organisasi, serta untuk meningkatkan pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Menurut Jumingan (2009) dalam Lestari dan Abdullah (2015), kinerja bank adalah bagian dari kinerja bank secara keseluruhan. Kinerja (performance) bank secara keseluruhan merupakan gambaran prestasi yang dicapai oleh bank dalam operasionalnya, baik menyangkut aspek keuangan, pemasaran, penghimpun dan penyalur dana, teknologi maupun sumber daya manusia.

Teori yang Mencerminkan Kinerja Bank

1) Rasio Kecukupan Modal Capital Adequacy Ratio (CAR)

Rasio kecukupan modal adalah cara mengukur modal bank yang ditunjukan sebagai pembukaan kredit berbobot risiko bank dimana apabila modal bank tersebut tinggi maka bank tersebut mampu menagani segala risiko-risiko kredit yang akan terjadi. Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko dengan kecukupan modal yang dimilikinya.

Berdasarkan ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia (No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004), standar CAR yang baik adalah sebesar 8%. Sehingga semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank untuk menanggung resiko dari setiap kredit atau aktiva produktif yang berisiko Wardiah (2013) dalam Zai dan Margaretha (2013). CAR dirumuskan sebagai berikut:

2) Teori Profitabilitas

Kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi dimana keuangan suatu bank pada periode tertentu baik mencakup aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dananya. Penilaian terhadap kinerja suatu bank dapat dilakukan dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangnya. Dimana profitabilitas digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari pinjaman dan investasi. Hadad dkk (2003) dalam Adyani

(5)

(2011) mendefinisikan profitabilitas sebagai dasar dari adanya keterkaitan antara efisiensi operasional dengan kualitas jasa yang dihasilkan oleh suatu bank. Profitabilitas adalah ukuran spesifik dari performance sebuah bank, dimana ia merupakan tujuan dari manajemen perusahaan dengan memaksimalkan nilai dari para pemegangsaham, optimalisasi dari berbagai tingkat return, dan meminimalisir risiko yang ada.

Menurut Sutrisno (2009) dalam Nadir dkk (2013) rasio keuntungan untuk mengukur seberapa besar tingkat keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan, dimana semakin besar keuntungan maka menunjukkan semakin baik manajemen dalam mengelola perusahaan. Sehingga untuk mengetahui tingkat profitabilitas suatu perusahaan dapat di ukur dengan menggunakan rasio-rasio keuangan, yaitu:

a. Net Profit Margin (NPM).

b. Return On Asset (ROA).

c. Return On Equity (ROE).

a. Net Profit Margin (NPM)

Net Profit Margin (NPM) adalah rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan bank, dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Dimana NPM mengacu pada pendapatan internasional bank yang terutama berasal dari kegiatan pemberian kredit yang dalam prakteknya memiliki berbagai resiko kredit (kredit bermasalah dan kredit macet), serta kurs valas (jika kredit diberikan dalam bentuk valas), Sutrisno (2008) dalam Nadir dkk (2013).

Berdasarkan ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia (No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004), maka standar NPM yang baik adalah sebesar 5%. Sehingga semakin besar NPM maka kinerja perusahaan akan semakin produktif dan akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Adapun rumus NPM:

b. Return On Asset (ROA)

Rasio profitabilitas yang penting bagi bank adalah Return On Asset (ROA). ROA penting bagi bank dikarenakan ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.ROA merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar (Husnan, 1998) dalam Adyani (2011).

Berdasarkan ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia (No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004), maka standar ROA yang baik adalah sebesar 1,5%. Sehingga semakin besar ROA menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena return semakin besar. Adapun rumus ROA:

c. Return On Equity (ROE)

Menurut Kasmir (2012) Return On Equity (ROE) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola modal (capital) untuk mendapatkan net income (laba bersih). Sedangkan menurut Dendawijaya (2009) dalam Dewi (2011), ROE merupakan perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri. Dimana ROE merupakan indikator penting bagi pemegang saham untuk mengatahui kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang berkaitan dengan deviden.

Apabila rasio ini mengalami kenaikan maka laba bersih suatu bank juga akan meningkat dan selanjutnya akan mempengaruhi harga saham dari bank itu sendiri. Berdasarkan ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia (No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004), maka standar ROE yang baik adalah sebesar 12%. Sehingga semakin besar ROE maka semakin besar pula return yang diperolah bagi pemilik modal atas modal yang telah di investasikan.

Adapun rumus ROE:

(6)

3) Teori Likuiditas

Wild et al. (2010) dalam Sofie (2015) mengatakan bahwa likuiditas mengacu pada kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Dimana jangka secara konvensional dianggap periode hingga satu tahun, Likuiditas juga merupakan salah satu faktor yang menentukan sukses atau gagalnya suatu perusahaan. Sehingga penyediaan kebutuhan uang tunai dan sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan tersebut ikut menentukan sejauh mana perusahaan itu menanggung risiko.

Sutrisno (2009) dalam Nadir dkk (2013), mendefinisikan likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajibannya yang segera harus dipenuhi. Dimana kewajiban yang harus dipenuhi adalah hutang jangka pendek, oleh karena itu rasio yang di gunakan adalah rasio likuiditas dimana rasio tersebut untuk mengukur tingkat keamanan kreditor jangka pendek, serta mengukur apakah operasi perusahaan tidak akan terganggu bila kewajiban jangka pendek ini segera ditagih. Dimana rasio likuiditas terdiri dari tiga alat ukur, yaitu:

a. Current Ratio (Rasio Lancar)

b. Quick Ratio atau Acid Test Ratio (Rasio Cepat) c. Cash Ratio (Rasio Kas)

a. Current Ratio ( Rasio Lancar)

Current ratio adalah ukuran yang umum digunakan untuk menganalisis posisi modal kerja suatu perusahaan yaitu perbandingan antara jumlah aktiva lancar dengan hutang lancar Sutrisno (2009) dalam Nadir dkk (2013). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia (SK DIR BI No.30/12/Kep/Dir dan SE BI No.30/3/IPPB), maka standar Current Ratio sebesar 2,5%. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi, membayar, serta melunasi kewajiban finansial jangka pendeknya. Adapun rumus current ratio:

b. Quick Ratio atau Acid Test Ratio (Rasio Cepat)

Quick ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya terhadap para deposan (pemilik simpanan giro, tabungan, dan deposito) dengan harta yang paling likuid yang dimiliki oleh suatu bank (Kasmir, 2012). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia (SK DIR BI No.30/12/Kep/Dir dan SE BI No.30/3/IPPB), maka standar Quick Ratio sebesar 4,05%. Sehingga semakin tinggi rasio ini semakin besar pula kemampuan bank yang dalam memenuhi kewajiban terhadapan para deposan. Adapun rumus quick ratio:

C. Cash Ratio (Rasio Kas)

Cash ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank melunasi kewajiban yang harus segera dibayar dengan harta likud yang dimiliki bank tersebut (Kasmir, 2012). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia (SK DIR BI No.30/12/Kep/Dir dan SE BI No.30/3/IPPB), maka standar Cash Ratio sebesar 2%. Sehingga semakin tinggi rasio ini semakin besar pula kemampuan bank melunasi kewajiban yang harus segera dibayar. Adapun rumus cash ratio:

4) Rasio Kinerja Bank dalam Mendukung Permodalan Sektor Riil

Rasio kinerja bank dalam mendukung permodalan sektor riil adalah untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana oleh deposan dengan mengandalkan kredit sebagai sumber likuiditasnya.

a. Loan to Deposit Ratio (LDR)

Didalam bank umum konvensional Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan oleh deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya Kasmir (2003) dalam Oktiana (2015). Berdasarkan ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia (No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004), maka standar ROE yang baik adalah antara 85%-110%. Sehingga semakin

(7)

tinggi LDR maka laba perusahaan semakin meningkat dengan asumsi bank dapat menyalurkan kredit dengan efektif, sehingga jumlah kredit macetnya akan kecil.

LDR dirumuskan sebagai berikut:

b. Financing to Deposit Ratio (FDR)

Didalam perbankan syariah tidak dikenal istilah kredit (loan) namun dikenal dengan pembiayaan atau financing Antonio (2001) dalam Dewi (2011). Pada umumnya konsep yang sama ditunjukkan pada bank syariah dalam mengukur likuiditas yaitu dengan menggunakan Financing to Deposit Ratio Muhammad (2005) dalam Dewi (2011). FDR dirumuskan sebagai berikut:

Untuk memperoleh FDR yang optimum maka bank tetap harus menjaga NPF.

Berdasarkan ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia (No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004), maka standar FDR yang baik adalah antara 85%-110%. Dimana peningkatan FDR berarti penyaluran dana ke pembiayaan semakin besar, sehingga laba akan meningkat.

5) Rasio Risiko Kredit

Rasio risiko kredit adalah risiko penyaluran kredit macet sehingga apabila ada kredit macet maka bank tersebut tidak bisa lancar dalam penyaluran kreditnya. Dimana risko kredit ada dua yaitu risiko kredit bank umum konvensional Non Performing Loan (NPL) dan risiko kredit bank umum syariah Non Performing Financing (NPF).

a. Non Performing Loan (NPL)

Non Performing Loan (NPL) merupakan salah satu indikator tingkat kesehatan bank.

Menurut Kuncoro 2002 dalam Mulyaningrum 2008 kualitas asset merupakan penilaian terhadap kondisi aset bank dan kecukupan manajemen risiko kredit. Credit risk adalah risiko yang dihadapi oleh bank karena menyalurkan dananya dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat. Apabila suatu bank memiliki kondisi Non Performing Loan (NPL) tinggi maka akan memperbesar biaya, baik biaya pencadangan aktiva produktif maupun biaya lainnya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank.

Berdasarkan ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia (No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004), maka standar NPL yang baik adalah <5%. Dimana semakin kecil NPL, maka semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank (Suyono, 2005). NPL dirumuskan sebagai berikut :

b. Non Performing Financing (NPF)

Penilaian kualitas aktiva produktif dilakukan dengan menentukan tingkat kolektibilitasnya. Kolektibilitas adalah tingkat kelancaran pembayaran kewajiban nasabah yang berdasarkan jumlah hari tunggakan. Kolektibilitas selain berpengaruh pada tingkat kesehatan bank syariah juga berpengaruh pada perolehan laba bank.syariah. Dimana Secara umum kolektibilitas pembiayaan dikategorikan menjadi 5 macam (Muhammad, 2005), yaitu lancar, kurang lancar, diragukan, perhatian khusus, dan macet.

Kualitas aktiva produktif pada bank syariah diukur dengan Non Performing Financing / NPF, dimana aktiva produktif bank syariah diukur dengan perbandingan antara pembiayaan bermasalah dengan total pembiayaan yang diberikan (Muhammad, 2005). Berdasarkan ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia (No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004), maka standar NPF yang baik adalah <5%. Dimana semakin kecil NPF, maka semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank (Suyono, 2005). NPF dirumuskan sebagai berikut :

( )

(8)

C. METODE

Penelitian ini menganalisis tentang perbandingan kinerja bank pada bank umum konvensional dan bank umum syariah di Indonesia. Jenis penelitain yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat kuantitatif deskriptif yang bertujuan menggambarkan dan mengungkapkan suatu masalah dan fakta secara lebih mendalam mengenai perbandingan kinerja bank umum konvensional dan bank umum syariah di Indonesia.

Metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah metode studi pustaka dan dokumentasi. Metode studi pustaka digunakan untuk mengumpulkan data berupa literatur mengenai gambaran umum obyek penelitian, sedangkan metode dokumentasi digunakan untuk mendokumentasikan laporan keuangan bank umum konvensional yang dilihat dari Modal Inti (Tier I) tertinggi yaitu Bank Ekonomi dan yang dilihat dari Modal Inti (Tier I) terendah yaitu Bank Maspion. Sedangkan laporan keuangan bank umum syariah yang dilihat dari Modal Inti (Tier I) tertinggi yaitu Bank Mandiri Syariah Mandiri dan yang dilihat dari Modal Inti (Tier I) terendah yaitu Bank Victoria Syariah tahun 2014.

Selain itu, harus dilakukan juga studi kepustakaan yaitu dengan menelaah pustaka, eksplorasi, dan mengkaji berbagai literatur pustaka seperti jurnal, masalah, dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian.

Tabel 1 Sampel Penelitian Bank Umum Konvensional Bank Umum Konvensional

Nama Bank Modal Inti (Tier I) Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU)

Bank Ekonomi 2,9 Triliun BUKU II

Bank Maspion 6 Milyar BUKU I

Sumber : Laporan Keuangan Bank Diolah Penulis, 2016

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa di tahun 2014 Bank Ekonomi merupakan bank yang termasuk di BUKU II dengan modal inti (tier I) yaitu 2,9 triliun sehingga menjadi bank umum konvensional dengan modal inti tertinggi sedangkan Bank Maspion merupakan bank yang termasuk di BUKU I dengan modal inti (tier I) yaitu 6 milyar sehingga menjadi bank umum konvensional dengan modal inti terendah menurut laporan keuangan tahun 2014.

Tabel 2 Sampel Penelitian Bank Umum Syariah

Bank Umum Syariah

Nama Bank Modal Inti (Tier I) Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU)

Bank Syariah Mandiri 4,7 Triliun BUKU II

Bank Victoria Syariah 1,3 Milyar BUKU I

Sumber : Laporan Keuangan Bank Diolah Penulis, 2016

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa di tahun 2014 Bank Syariah Mandiri merupakan bank yang termasuk di BUKU II dengan modal inti (tier I) yaitu 4,7 triliun sehingga menjadi bank umum syariah dengan modal inti tertinggi sedangkan Bank Victoria Syariah merupakan bank yang termasuk di BUKU I dengan modal inti (tier I) yaitu 1,3 milyar sehingga menjadi bank umum syariah dengan modal inti terendah menurut laporan keuangan tahun 2014.

(9)

Tabel dibawah ini merupakan hasil dari perhitungan kinerja bank umum konvensional dan bank umum syariah kategori bank besar (BUKU II) yaitu:

Tabel 3 Perbandingan BUK dan BUS Tier I Tertinggi BUKU II

Perbandingan Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah Modal Inti (Tier I) Tertinggi BUKU II

Rasio

Bank Umum

Konvensional Bank Umum Syariah Yang Lebih Baik Bank Ekonomi Bank Syariah Mandiri

CAR 13,41% 14,76% BUS lebih baik dari BUK

NPM 6,12% 1,30% BUK lebih baik dari BUS

ROA 0,30% 0,16% BUK lebih baik dari BUS

ROE 2,25% 1,52% BUK lebih baik dari BUS

Current Ratio 13,60% 24,91% BUS lebih baik dari BUK

Quick Ratio 13,60% 25,20% BUS lebih baik dari BUK

Cash Ratio 67,47% 256,48% BUS lebih baik dari BUK

LDR / FDR 83,71% 79,24% BUK lebih baik dari BUS

NPL / NPF 1,61% 4,29% BUK lebih baik dari BUS

Sumber : Laporan Keuangan Bank 2014, diolah penulis

Tabel dibawah ini merupakan hasil dari perhitungan kinerja bank umum konvensional dan bank umum syariah kategori bank kecil (BUKU I) yaitu:

Tabel 4 Perbandingan BUK dan BUS Tier I Terendah BUKU I

Perbandingan Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah Modal Inti (Tier I) Terendah BUKU I

Rasio

Bank Umum

Konvensional Bank Umum Syariah Yang Lebih Baik Bank Maspion Bank Victoria Syariah

CAR 19,42% 15,27% BUK lebih baik dari BUS

NPM 15,48% 12,92% BUK lebih baik dari BUS

ROA 0,70% (-1,74%) BUK lebih baik dari BUS

ROE 4,10% (-14,93%) BUK lebih baik dari BUS

Current Ratio 10,67% 5,54% BUK lebih baik dari BUS

Quick Ratio 10,70% 5,56% BUK lebih baik dari BUS

Cash Ratio 72,21% 262,54% BUS lebih baik dari BUK

LDR / FDR 77,06% 92,12% BUS lebih baik dari BUK

NPL / FDR 0,70% 4,75% BUK lebih baik dari BUS

Sumber : Laporan Keuangan Bank 2014, diolah penulis Pembahasan

1. Analisis Rasio Kecukupan Modal Capital Adequacy Ratio (CAR)

Rasio kecukupan modal adalah cara mengukur modal bank yang ditunjukan sebagai pembukaan kredit berbobot risiko bank dimana apabila modal bank tersebut tinggi maka bank tersebut mampu menagani segala risiko-risiko kredit yang akan terjadi. Berikut ini merupakan analisis rasio kecukupan modal yaitu:

a. Perbandingan BUK dan BUS tertinggi BUKU II

Dapat dilihat dari Tabel 3 bahwa nilai CAR bank umum konvensional dan bank umum syariah tertinggi yaitu pada Bank Ekonomi sebesar 13,42% dan Bank Syariah Mandiri sebesar 14,76% dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar CAR yang baik adalah 8%

sehingga apabila semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank untuk menanggung

(10)

resiko dari setiap kredit atau aktiva produktif yang berisiko. Oleh karena itu CAR Bank Syariah Mandiri lebih baik dari pada Bank Ekonomi sehingga dapat diketahui CAR bank umum syariah lebih baik di bandingkan bank umum konvensional maka hasil penelitian sejalan dengan penelitian Nuryati dan Amethysa Gendis Gumilar (2011) untuk Bank Konvensional “K” dan Bank Syariah

“S”.

b. Perbandingan BUK dan BUS terendah BUKU I

Dapat dilihat dari Tabel 4 bahwa nilai CAR bank umum konvensional dan bank umum syariah terendah yaitu pada Bank Maspion sebesar 19,42% dan Bank Victoria Syariah sebesar 15,27% dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar CAR yang baik adalah 8%

sehingga apabila semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank untuk menanggung resiko dari setiap kredit atau aktiva produktif yang berisiko. Oleh karena itu CAR Bank Maspion lebih baik dibandingkan dengan Bank Victoria Syariah sehingga dapat diketahui CAR bank umum konvensional lebih baik di bandingkan bank umum syariah maka hasil penelitian bertolak belakang dengan penelitian Nuryati dan Amethysa Gendis Gumilar (2011) yaitu bank umum syariah lebih baik dari pada bank umum konvensional untuk Bank Konvensional “K” dan Bank Syariah “S”.

2. Analisis Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas dianggap sebagai alat yang paling valid dalam mengukur hasil pelaksanaan operasi perusahaan, karena rasio profitabilitas merupakan alat pembanding pada berbagai alternatif investasi yang sesuai dengan tingkat risiko. Semakin besar risiko investasi, diharapkan profitabilitas yang diperoleh semakin tinggi pula. Berikut ini merupakan analisis rasio profitabilitas yaitu:

Net Profit Margin (NPM)

a. Perbandingan BUK dan BUS tertinggi BUKU II

Dapat dilihat dari Tabel 3 bahwa nilai NPM bank umum konvensional dan bank umum syariah tertinggi yaitu pada Bank Ekonomi sebesar 6,12% dan Bank Syariah Mandiri sebesar 1,30% dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar NPM yang baik adalah 5% sehingga apabila semakin besar NPM maka semakin baik pula kinerja perusahaan tersebut dan semakin produktif untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Oleh karena itu NPM Bank Ekonomi lebih baik dari pada Bank Syariah Mandiri sehingga dapat diketahui NPM bank umum konvensional lebih baik di bandingkan bank umum syariah maka hasil penelitian sejalan dengan penelitian Nuryati dan Amethysa Gendis Gumilar (2011) untuk Bank Konvensional “K” dan Bank Syariah “S” dan bertolak belakang dengan penelitian terdahulu Arie Firmansyah Sarigih (2013) bank umum syariah lebih baik dibandingkan bank umum konvensional.

b. Perbandingan BUK dan BUS terendah BUKU I

Dapat dilihat dari Tabel 4 bahwa nilai NPM bank umum konvensional dan bank umum syariah terendah yaitu pada Bank Maspion sebesar 15,48% dan Bank Victoria Syariah sebesar 12,92% dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar NPM yang baik adalah 5%

sehingga apabila semakin besar NPM maka semakin baik pula kinerja perusahaan tersebut dan semakin produktif untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Oleh karena itu NPM Bank Maspion lebih baik dibandingkan dengan Bank Victoria Syariah sehingga dapat diketahui NPM bank umum konvensional lebih baik di bandingkan bank umum syariah maka hasil sejalan dengan penelitian Nuryati dan Amethysa Gendis Gumilar (2011) untuk Bank Konvensional “K” dan Bank Syariah “S” dan bertolak belakang dengan penelitian Arie Firmansyah Sarigih (2013) bank umum syariah lebih baik dibandingkan bank umum konvensional.

Return On Asset (ROA)

a. Perbandingan BUK dan BUS tertinggi BUKU II

Dapat dilihat dari Tabel 3 bahwa nilai ROA bank umum konvensional dan bank umum syariah tertinggi yaitu pada Bank Ekonomi sebesar 0,30% dan Bank Syariah Mandiri sebesar 0,16% dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar ROA yang baik adalah 1,5%

sehingga apabila semakin besar ROA maka semakin baik pula kinerja perusahaan tersebut karena

(11)

return semakin besar. Oleh karena itu ROA Bank Ekonomi lebih baik dari pada Bank Syariah Mandiri sehingga dapat diketahui ROA bank umum konvensional lebih baik di bandingkan bank umum syariah maka hasil bertolak belakang dengan penelitian Arie Firmansyah Sarigih (2013) yaitu bank umum syariah lebih baik dari pada bank umum konvensional untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah.

b. Perbandingan BUK dan BUS terendah BUKU I

Dapat dilihat dari Tabel 4 bahwa nilai ROA bank umum konvensional dan bank umum syariah terendah yaitu pada Bank Maspion sebesar 0,70% dan Bank Victoria Syariah sebesar (- 1,74%) dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar ROA yang baik adalah 1,5%

sehingga apabila semakin besar ROA maka semakin baik pula kinerja perusahaan tersebut karena return semakin besar. Oleh karena itu ROA Bank Maspion lebih tinggi dibandingkan dengan Bank Victoria Syariah sehingga dapat diketahui ROA bank umum konvensional lebih tinggi di bandingkan bank umum syariah maka hasil bertolak belakang dengan penelitian Arie Firmansyah Sarigih (2013) yaitu bank umum syariah lebih baik dari pada bank umum konvensional untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah.

Return On Equity (ROE)

a. Perbandingan BUK dan BUS tertinggi Buku II

Dapat dilihat dari Tabel 3 bahwa nilai ROE bank umum konvensional dan bank umum syariah tertinggi yaitu pada Bank Ekonomi sebesar 2,25% dan Bank Syariah Mandiri sebesar 1,52% dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar ROE yang baik adalah 12%

sehingga apabila semakin besar ROE maka semakin besar pula return yang diperolah bagi pemilik modal atas modal yang telah di investasikan. Oleh karena itu ROE Bank Ekonomi lebih baik dari pada Bank Syariah Mandiri sehingga dapat diketahui ROE bank umum konvensional lebih baik di bandingkan bank umum syariah maka hasil bertolak belakang dengan penelitian Arie Firmansyah Sarigih (2013) yaitu bank umum syariah lebih baik dari pada bank umum konvensional untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah.

b. Perbandingan BUK dan BUS terendah BUKU I

Dapat dilihat dari Tabel 4 bahwa nilai ROE bank umum konvensional dan bank umum syariah terendah yaitu pada Bank Maspion sebesar 4,10% dan Bank Victoria Syariah sebesar (- 14,93%) dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar ROE yang baik adalah 12%

sehingga apabila semakin besar ROE maka semakin besar pula return yang diperolah bagi pemilik modal atas modal yang telah di investasikan. Oleh karena itu ROE Bank Maspion lebih baik dibandingkan dengan Bank Victoria Syariah sehingga dapat diketahui ROE bank umum konvensional lebih baik di bandingkan bank umum konvensional maka hasil bertolak belakang dengan penelitian Arie Firmansyah Sarigih (2013) yaitu bank umum syariah lebih baik dari pada bank umum konvensional untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah.

Analisis Rasio Likuiditas

Likuiditas merupakan salah satu faktor yang menentukan sukses atau gagalnya suatu perusahaan. Sehingga penyediaan kebutuhan uang tunai dan sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan tersebut ikut menentukan sejauh mana perusahaan itu menanggung risiko. Berikut ini merupakan analisis rasio kecukupan likuiditas yaitu:

Current Ratio

a. Perbandingan BUK dan BUS tertinggi BUKU II

Dapat dilihat dari Tabel 3 bahwa nilai Current Ratio bank umum konvensional dan bank umum syariah tertinggi yaitu pada Bank Ekonomi sebesar 13,60% dan Bank Syariah Mandiri sebesar 24,91% dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar Current Ratio yang baik adalah 2,5% sehingga apabila semakin tinggi rasio ini maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi, membayar, serta melunasi kewajiban finansial jangka pendeknya.

Oleh karena itu Current Ratio Bank Syariah Mandiri lebih baik dari pada Bank Ekonomi sehingga dapat diketahui Current Ratio bank umum syariah lebih baik di bandingkan bank umum konvensional.

(12)

b. Perbandingan BUK dan BUS terendah BUKU I

Dapat dilihat dari Tabel 4 bahwa nilai Current Ratio bank umum konvensional dan bank umum syariah terendah yaitu pada Bank Maspion sebesar 10,67% dan Bank Victoria Syariah sebesar 5,54% dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar Current Ratio yang baik adalah 2,5% sehingga apabila semakin tinggi rasio ini maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi, membayar, serta melunasi kewajiban finansial jangka pendeknya.

Oleh karena itu Current Ratio Bank Maspion lebih baik dibandingkan dengan Bank Victoria Syariah sehingga dapat diketahui Current Ratio bank umum konvensional lebih baik di bandingkan bank umum syariah.

Quick Ratio

a. Perbandingan BUK dan BUS tertinggi BUKU II

Dapat dilihat dari Tabel 3 bahwa nilai Quick Ratio bank umum konvensional dan bank umum syariah tertinggi yaitu pada Bank Ekonomi sebesar 13,60% dan Bank Syariah Mandiri sebesar 25,20% dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar Quick Ratio yang baik adalah 4,05% sehingga apabila semakin tinggi rasio ini semakin besar pula kemampuan bank yang dalam memenuhi kewajiban terhadapan para deposan. Oleh karena itu Quick Ratio Bank Syariah Mandiri lebih baik dari pada Bank Ekonomi sehingga dapat diketahui Quick Ratio bank umum syariah lebih baik di bandingkan bank umum konvensional.

b. Perbandingan BUK dan BUS terendah BUKU I

Dapat dilihat dari Tabel 4 bahwa nilai Quick Ratio bank umum konvensional dan bank umum syariah terendah yaitu pada Bank Maspion sebesar 10,70% dan Bank Victoria Syariah sebesar 5,56% dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar Quick Ratio yang baik adalah 4,05% sehingga apabila semakin tinggi rasio ini semakin besar pula kemampuan bank yang dalam memenuhi kewajiban terhadapan para deposan. Oleh karena itu Quick Ratio Bank Maspion lebih baik dibandingkan dengan Bank Victoria Syariah sehingga dapat diketahui Quick Ratio bank umum konvensional lebih baik di bandingkan bank umum syariah.

Cash Ratio

a. Perbandingan BUK dan BUS tertinggi BUKU II

Dapat dilihat dari Tabel 3 bahwa nilai Cash Ratio bank umum konvensional dan bank umum syariah tertinggi yaitu pada Bank Ekonomi sebesar 67,47% dan Bank Syariah Mandiri sebesar 256,48% dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar Cash Ratio yang baik adalah 2% sehingga apabila semakin tinggi rasio ini semakin besar pula kemampuan bank melunasi kewajiban yang harus segera dibayar. Oleh karena itu Cash Ratio Bank Syariah Mandiri lebih baik dari pada Bank Ekonomi sehingga dapat diketahui Cash Ratio bank umum syariah lebih baik di bandingkan bank umum konvensional maka hasil penelitian bertolak belakang dengan penelitian Yayan Rochyana (2012) yaitu bank umum konvensional lebih baik dari pada bank umum syariah untuk Bank Mandiri dan Bank Syariah Mandiri.

b. Perbandingan BUK dan BUS terendah BUKU I

Dapat dilihat dari Tabel 4 bahwa nilai Cash Ratio bank umum konvensional dan bank umum syariah terendah yaitu pada Bank Maspion sebesar 71,21% dan Bank Victoria Syariah sebesar 262,54% dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar Cash Ratio yang baik adalah 2% sehingga apabila semakin tinggi rasio ini semakin besar pula kemampuan bank melunasi kewajiban yang harus segera dibayar. Oleh karena itu Cash Ratio Bank Victoria Syariah lebih baik dibandingkan dengan Bank Maspion sehingga dapat diketahui Cash Ratio bank umum syariah lebih baik di bandingkan bank umum konvensional maka hasil penelitian bertolak belakang dengan penelitian Yayan Rochyana (2012) yaitu bank umum konvensional lebih baik dari pada bank umum syariah untuk Bank Mandiri dan Bank Syariah Mandiri.

Rasio Kinerja Bank dalam Mendukung Permodalan Sektor Riil Loan to Deposit Ratio (LDR) / Financing to Deposit Ratio (FDR)

Rasio kinerja bank dalam mendukung permodalan sektor riil adalah untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana oleh deposan dengan mengandalkan kredit sebagai sumber likuiditasnya. Berikut ini merupakan analisis rasio kinerja bank dalam mendukung permodalan sektor riil yaitu:

(13)

a. Perbandingan BUK dan BUS tertinggi BUKU II

Dapat dilihat dari Tabel 3 bahwa nilai LDR/FDR bank umum konvensional dan bank umum syariah tertinggi yaitu pada Bank Ekonomi sebesar 83,71% dan Bank Syariah Mandiri sebesar 79,24% dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar LDR/FDR yang baik adalah antara 85% hingga 110%. Dimana semakin tinggi LDR/FDR maka laba perusahaan semakin meningkat dengan asumsi bank dapat menyalurkan kredit dengan efektif, sehingga jumlah kredit macetnya akan kecil. Oleh karena itu LDR/FDR Bank Ekonomi lebih baik dari pada Bank Syariah Mandiri sehingga dapat diketahui LDR/FDR bank umum konvensional lebih baik di bandingkan bank umum syariah maka hasil penelitian sejalan dengan penelitian Yayan Rochyana (2012) yaitu bank umum konvensional lebih baik dari pada bank umum syariah untuk Bank Mandiri dan Bank Syariah Mandiri dan bertolak belakang dengan penelitian Arie Firmansyah Sarigih (2013) yaitu bank umum syariah lebih baik dari pada bank umum konvensional untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah.

b. Perbandingan BUK dan BUS terendah BUKU I

Dapat dilihat dari Tabel 4 bahwa nilai LDR/FDR bank umum konvensional dan bank umum syariah terendah yaitu pada Bank Maspion sebesar 77,06% dan Bank Victoria Syariah sebesar 92,12% dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar LDR/FDR yang baik adalah antara 85% hingga 110%. Dimana semakin tinggi LDR/FDR maka laba perusahaan semakin meningkat dengan asumsi bank dapat menyalurkan kredit dengan efektif, sehingga jumlah kredit macetnya akan kecil. Oleh karena itu LDR/FDR Bank Victoria Syariah lebih tinggi dibandingkan dengan Bank Maspion sehingga dapat diketahui LDR/FDR bank umum syariah lebih tinggi di bandingkan bank umum konvensional maka hasil penelitian bertolak belakang dengan penelitian Yayan Rochyana (2012) yaitu bank umum konvensional lebih baik dari pada bank umum syariah untuk Bank Mandiri dan Bank Syariah Mandiri dan sejalan dengan penelitian Arie Firmansyah Sarigih (2013) yaitu bank umum syariah lebih baik dari pada bank umum konvensional untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah.

Rasio Risiko Kredit Non Performing Loan (NPL) / Non Performing Financing (FDR)

Rasio risiko kredit adalah risiko penyaluran kredit macet sehingga apabila ada kredit macet maka bank tersebut tidak bisa lancar dalam penyaluran kreditnya. Berikut ini merupakan analisis rasio risiko kredit yaitu:

a. Perbandingan BUK dan BUS tertinggi BUKU II

Dapat dilihat dari Tabel 3 bahwa nilai NPL/FDR bank umum konvensional dan bank umum syariah tertinggi yaitu pada Bank Ekonomi sebesar 1,61% dan Bank Syariah Mandiri sebesar 4,29% dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar NPL/NPF yang baik adalah

<5%. Dimana semakin kecil NPL/NPF, maka semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank. Oleh karena itu NPL/NPF Bank Ekonomi lebih baik dari pada Bank Syariah Mandiri sehingga dapat diketahui NPL/NPF bank umum konvensional lebih baik di bandingkan bank umum syariah.

b. Perbandingan BUK dan BUS terendah BUKU I

Dapat dilihat dari Tabel 4 bahwa nilai NPL/NPF bank umum konvensional dan bank umum syariah terendah yaitu pada Bank Maspion sebesar 0,70% dan Bank Victoria Syariah sebesar 4,75% dimana berdasarkan ketentuan Bank Indonesia standar NPL/NPF yang baik adalah

<5%. Dimana semakin kecil NPL/NPF, maka semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank. Oleh karena itu NPL/NPF Bank Ekonomi lebih baik dari pada Bank Syariah Mandiri sehingga dapat diketahui NPL/NPF bank umum konvensional lebih baik di bandingkan bank umum syariah.

D. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan perbandingan yang telah dilakukan berdasarkan teori, maka diambil beberapa kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut:

(14)

1. Untuk kategori bank kecil (BUKU I), bank umum konvensional lebih baik kinerjanya dilihat dari NPM, ROA, ROE, LDR dan NPL sedangkan bank umum syariah lebih baik pada rasio CAR, Current Ratio, Quick Ratio, dan Cash Ratio.

2. Untuk kategori bank besar (BUKU II), bank umum konvensional lebih baik kinerjanya dilihat dari rasio CAR, NPM, ROA, ROE, Current Ratio, Quick Ratio dan NPL sedangkan bank umum syariah lebih baik pada rasio Cash Ratio, dan FDR.

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka saran yang akan diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pada bank umum konvensional secara keseluruhan rasio sudah baik namun yang harus di perbaiki adalah meningkatkan rasio Cash Ratio.

2. Pada bank umum syariah yang harus di perbaiki adalah meningkatkan rasio NPM, ROA, ROE dan NPF.

DAFTARPUSTAKA

Adyani, Lyla Rahma. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Profitabilitas (ROA).

Jurnal Ekonomi. Semarang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro.

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.

Bank Ekonomi. 2014. Laporan Keuangan Bank Tahunan 2014. http://www.bankekonomi.co.id diakses 10 Maret 2016.

Bank Indonesia. 2009. Outlook Ekonomi Indonesia 2009-2014, Edisi Januari 2009.

Bank Indonesia. 2013. Tinjauan Kebijakan Moneter, Edisi Januari 2013.

Bank Indonesia. 2015. Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Vol.13, (No.11), Edisi Oktober 2015.

Bank Maspion. 2014. Laporan Keuangan Bank Tahunan 2014. http://www.bankmaspion.co.id.

diakses 10 Maret 2016.

Bank Syariah Mandiri. 2014. Laporan Keuangan Bank Tahunan 2014.

http://www.syariahmandiri.co.id. diakses 10 Maret 2016.

Bank Victoria Syariah. 2014. Laporan Keuangan Bank Tahunan 2014.

http://www.bankvictoriasyariah.co.id. diakses 10 Maret 2016.

Dendawijaya, Lukman. 2009. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Dewi, Dhika Rahma. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank Syariah Di Indonesia. Jurnal Ekonomi. Semarang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro.

Husnan, Suad. 1998. Manajemen Keuangan: Teori dan Penerapan, Buku 2. Yogyakarta: BPFE.

Jumingan. 2009. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Bumi Aksara.

Kasmir. 2003. Manajemen Perbankan. Edisi Ke 4. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.

Kasmir. 2012. Manajemen Perbankan, Edisi Revisi. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.

Kuncoro, Mudrajad dan Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan: Teori dan Aplikasi, Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE Universitas Gajah Mada.

(15)

Lestari dan Abdullah, Ikhsan. 2015. Analisis Rasio Solvabilitas dan Aktivitas Untuk Menilai Kinerja Keuangan pada PT. Aneka Gas Industri. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Muhammad. 2005. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Mulaiman D, Hadad dkk. 2003. Model Estimasi Permintaan dan Penawaran Kredit Konsumsi Rumah Tangga di Indonesia. Jakarta: Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia.

Mulyaningrum, Penni. 2008. Penagruh Rasio Keuangan Terhadap Kebangkrutan Bank di Indonesia. Thesis tidak diterbitkan Semarang: Program Pasca Sarjana Magister Akuntansi Universitas Diponegoro.

Nadir, Maryam dkk. 2013. Analisis Kinerja Keuangan Di Tinjau Dari Rasio Likuiditas, Solvabilitas Dan Rasio Profitabilitas Pada CV. Lembu Mada Nusantara Di Samarinda.

Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman.

Novita, Bunga Asri. 2015. Pengaruh Struktur Modal dan Likuiditas Terhadap Profitabilitas. Jurnal Akuntansi Trisakti, Vol.02, (No.1) : 13-28. Jakarta.

Oktiana, Nevia. 2015. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Profitabilitas Perbankan (Studi pada Bank Umum Milik Negara (Persero) yang terdaftar di Bank Indonesia Periode 2011- 2013). Skripsi tidak diterbitkan. Bandar Lampung: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Pohan, Aulia. 2008. Kerangka Kebijakan Moneter dan Implikasinya di Indonesia. Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada.

Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: FE UI.

Sutrisno. 2009. Manajemen Keuangan teori, Konsep dan aplikasi, Edisi Pertama. Yogyakarta:

Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi.

Suyono, Agus. 2005. Analisis Rasio-rasio Bank yang Berpengaruh Terhadap Return on Asset.

Thesis tidak diterbitkan Semarang: Program Pasca Sarjana Magister Akuntansi Universitas Diponegoro.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. http://www.bi.go.id/id/peraturan/perbanlkan/ diakses 11 Februari 2016.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008. Tentang Perbankan Syariah.

http://www.bi.go.id/id/peraturan/perbanlkan/ diakses 11 Februari 2016.

Wardiah, Mia Lasmi. 2013. Dasar-dasar Perbankan. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Wild, John dkk. 2010. Financial Statement Analysis: Analisis Laporan Keuangan. Terjemahkan oleh Yanivi S. Bachtiar dan S. Nurwahyu Harahap. Edisi Kedelapan. Jakarta: Salemba Empat.

Zai, Marsheilly Pingkan dan Margaretha, Farah. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keuangan Perbankan Indonesia. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol.15, (No.2) : 133-141.

Jakarta: Universitas Trisakti.

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian, berdasarkan penggolongan bank syariah ditemukan hasil yaitu pada sampel Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, Bank pembiayaan Rakyat Syariah menunjukan financial constraints