• Tidak ada hasil yang ditemukan

analisis perjanjian bagi hasil pertambangan pasir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "analisis perjanjian bagi hasil pertambangan pasir"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Tentang Perjanjian

  • Pengertian dan Syarat Sah Perjanjian
  • Prestasi dan wanprestasi

Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang menyatakan bahwa perjanjian atau perjanjian adalah suatu perbuatan yang dengannya satu orang atau lebih terikat pada satu atau lebih orang lain. Janji yang disengaja antara dua pihak dan kesepakatan untuk saling mengikat menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang harus dipenuhi. Dua syarat yang pertama disebut syarat subyektif, dimana apabila syarat-syarat perjanjian dan kewenangannya tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan, sedangkan tidak dipenuhinya beberapa unsur dan alasan hukum membuat perjanjian menjadi tidak sah, sehingga menjadikan kedudukan pihak yang bertikai. Para Pihak. dalam keadaan seolah-olah tidak ada kesepakatan sebelumnya.

Mengingat suatu perjanjian didasarkan pada suatu perjanjian, maka asas yang paling mendasar dalam suatu perjanjian adalah asas konsensualisme. 12 Dengan asas konsensualisme, suatu perjanjian dikatakan lahir apabila terdapat kesepakatan atau kesepakatan kehendak antara para pihak. pembuatan perjanjian tersebut. Dengan adanya ketentuan dalam perjanjian wasiat dimaksudkan bahwa agar suatu kontrak dianggap sah menurut hukum, para pihak yang terlibat dalam perjanjian harus sepakat atau sepakat mengenai pokok-pokok perjanjian. Syarat hukum yang subyektif ini maksudnya adalah pihak yang membuat perjanjian haruslah orang yang menurut hukum mempunyai kewenangan untuk membuat suatu perjanjian/kontrak.

Jadi sejak perjanjian/akad itu dibuat, maka akad itu batal di mata hukum. a) Benda/mata pelajaran tertentu. Pengalihan tersebut dapat berupa pengalihan hak milik atau sekedar pengalihan kenikmatan, sedangkan pelaksanaan dalam bentuk tenaga kerja atau keahlian harus dilakukan oleh pihak yang 'menjual' tenaga atau keahliannya. Secara umum literatur yang ada membagi prestasi menjadi 3 macam, sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata, yaitu: menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.

Meskipun pelaksanaan oleh para pihak pada umumnya secara tegas diatur dalam kontrak, pelaksanaan juga dapat timbul karena diwajibkan oleh kebiasaan, kepatutan, atau hukum. Oleh karena itu, pelaksanaan yang akan dilakukan oleh para pihak ditentukan dalam perjanjian atau diwajibkan oleh adat, kepatutan, atau undang-undang. Kegagalan melaksanakan kinerja ini berarti telah terjadi wanprestasi atau disebut wanprestasi 15. Pelanggaran terdapat dalam Pasal 1243 UU Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa ganti rugi atas biaya, kerugian, dan bunga yang timbul karena tidak dipenuhinya suatu kewajiban baru mulai dituntut apabila debitur, setelah dinyatakan lalai dalam memenuhi kewajibannya, tetap melalaikannya, atau bila ada yang harus dilakukan. diberikan atau dibuat, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam jangka waktu yang telah habis.

Tinjauan Perjanjian Bagi Hasil

  • Pengertian Perjanjian Bagi Hasil
  • Bentuk-bentuk Perjanjian Bagi Hasil
  • Subjek dan Objek Perjanjian Bagi Hasil
  • Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Bagi Hasil . 20
  • Jangka waktu Perjanjian Bagi Hasil

Perjanjian bagi hasil adalah suatu bentuk perjanjian antara seseorang yang mempunyai hak atas sebidang tanah dengan orang lain yang disebut penggarap. 2 Tahun 1960 pada pasal 1 di atas menyatakan bahwa perjanjian dengan nama apapun antara pemilik dan penggarap disebut perjanjian bagi hasil. Perjanjian bagi hasil memerlukan persetujuan camat/camat masing-masing atau pejabat lain yang setingkat.

Perjanjian bagi hasil antara pemilik tanah dan penggarap harus dibuat di hadapan Kepala Desa dengan mengisi buku register. Pada akhir perjanjian bagi hasil, penggarap wajib menyerahkan tanah yang bersangkutan kepada pemiliknya dalam keadaan baik. Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan Pasal 6, perjanjian bagi hasil tidak berakhir karena peralihan hak milik atas tanah yang bersangkutan kepada orang lain.

Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat 1, segala hak dan kewajiban pemilik berdasarkan perjanjian bagi hasil beralih kepada pemilik baru. Apabila penggarap meninggal dunia, maka perjanjian bagi hasil dilanjutkan oleh ahli warisnya, dengan hak dan kewajiban yang sama. Perjanjian bagi hasil yang telah habis masa berlakunya tetap harus dibagi antara pemilik dan penggarap asal, kecuali dalam hal-hal tertentu.

Pada saat perjanjian bagi hasil sebelumnya, penggarap asli jelas tidak cukup memenuhi kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku. Penerapan Bagi Hasil Usaha Penambangan Pasir antara Pelaku Penambangan dan Pemilik Lahan di Kecamatan Libureng Kabupaten Bone. Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan pemilik lahan pertambangan melakukan kontrak bagi hasil, yaitu sebagai berikut.

Tidak dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil Perjanjian Bagi Hasil Bagi Perusahaan Penambangan Pasir di Kecamatan Libureng, Kabupaten. 2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil, yaitu Pasal 3 yang mewajibkan perjanjian dibuat secara tertulis di hadapan pejabat yang berwenang.

Tinjauan Pertambangan

  • Pengertian dan Dasar Hukum Pertambangan
  • Ketentuan Izin Usaha Pertambangan
  • Jenis Pertambangan

METODE PENELITIAN

  • Lokasi Penelitian
  • Tipe Penelitian
  • Jenis dan Sumber data
  • Teknik Pengumpulan Data
  • Analisis Data

Pengaturan pembagian hasil penambangan pasir biasanya dilakukan karena tanah yang dimilikinya terdapat atau mengandung pasir, kemudian pemiliknya tidak dapat menggarapnya dan tidak mempunyai alat untuk menggarapnya, sehingga pemilik menawarkan kepada orang lain yang menginginkan dan mempunyai. peralatan pertambangan untuk menggarap lahan berpasir melalui bagi hasil. Pada umumnya para penambang membagi keuntungan dalam menambang karena para penambang tidak mempunyai lahan yang berisi hasil pertanian yang dapat digunakan untuk menambang, serta karena kegiatan tersebut memerlukan waktu yang cukup lama dan kegiatan ini merupakan kegiatan yang bersifat segera sehingga memenuhi kebutuhan. keluarga dapat bertemu. Dan. Dalam perjanjian bagi hasil penambangan pasir, yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pemilik tanah dan penambang, pemilik tanah berhak memperoleh sewa tanah dari hasil penambangan, dengan bagian yang disepakati adalah 15%.

Dalam perjanjian bagi hasil penambangan pasir yang ditentukan berdasarkan musyawarah antara pemilik tanah dan pengusaha tambang, penambang berhak menerima gaji atau bagian dari hasil penambangan, dengan pembagian yang disepakati sebesar 15% untuk pemilik tanah dan 85% untuk pemilik tanah. penambang, dihitung untuk setiap muatan mobil. Adapun pelaksanaan perjanjian bagi hasil, yaitu apabila perjanjian bagi hasil itu disepakati secara lisan atas perjanjian bagi hasil pertambangan pasir, namun tidak dipenuhi tetapi yang diperjanjikan tidak sesuai dengan yang diperoleh di lapangan, maka perjanjian bagi hasil itu tidak dipenuhi. kontrak dapat dikesampingkan karena bertentangan dengan ketentuan subjektif kontrak. Berdasarkan hasil penelitian di lokasi penambangan pasir, terlihat jelas bahwa pelaksanaan perjanjian bagi hasil antara pengusaha pertambangan dan pemilik tanah mempunyai keabsahan hukum yang lemah karena perjanjian perundingan dilaksanakan melalui musyawarah dan tidak diawasi oleh aparat setempat, serta dapat berdampak negatif. salah satu pihak, karena amanah aturan terkait perjanjian bagi hasil, sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 1960, dia tidak melaksanakannya.

Faktor penyebab perselisihan antara pemilik tanah dan perusahaan pertambangan di Kecamatan Libureng Kabupaten Bone. Faktor penyebab timbulnya perselisihan antara pemilik tanah dan perusahaan pertambangan di Kecamatan Libureng Kabupaten Bone melibatkan beberapa faktor. Perjanjian bagi hasil pertambangan ini menimbulkan perselisihan akibat tidak dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil, yang sebagaimana suatu perjanjian harus terlebih dahulu disepakati secara tertulis dan dilaksanakan di hadapan kepala desa. atau wilayah yang setingkat dengan tanah dimana tanah tersebut berada, dan akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak akibat kesalahan penyerahan hasil yang diperoleh.

Hal ini menimbulkan perselisihan antara pemilik tanah dan operator pertambangan akibat penyampaian hasil yang diperoleh tidak tepat. Bone yaitu dengan melaksanakan perjanjian dasar bagi hasil yang dibuat secara lisan dan semata-mata berdasarkan kesepakatan dan kepercayaan antara pemilik lahan pertambangan dan penambang, perjanjian tersebut tidak dilakukan di hadapan kepala desa dan tidak dibuat akta. aksi legal. Aparat desa harus bekerja sama dengan aparat kecamatan untuk memberikan sosialisasi dan bimbingan yang lebih luas kepada para penambang dan pemilik tanah untuk memahami pembagian keuntungan mengenai peraturan apa pun yang menerapkan pembagian keuntungan.

HASIL PENELITIAN

Tinjauan Geografis

Pemilik tanah juga berhak memerintahkan penambang untuk menimbun kembali sumur galian setelah batas waktu yang disepakati. Penyerahan 15% keuntungan penambangan kepada pemilik tanah dihitung untuk setiap muatan mobil. Selain itu, pemilik tanah dapat mengajukan gugatan wanprestasi karena salah satu pihak tidak memenuhi apa yang diperjanjikan dalam perjanjian sebelumnya, yang dibawa ke pengadilan negeri tempat tergugat berada, atau tempat tinggal tetap yang sah sebagaimana ditentukan dalam kontrak sebagaimana disepakati dalam kontrak.

Bone tidak menggunakan ketentuan berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil, dimana suatu perjanjian harus terlebih dahulu disepakati secara tertulis dan dilaksanakan di hadapan kepala desa atau daerah yang setingkat dimana tanah itu berada. pertanyaannya bohong. Apalagi dalam undang-undang ini disebut “Kepala Desa” dan dihadiri oleh dua orang, masing-masing pemilik dan penambang, sehingga dapat dikatakan perjanjian yang dibuat tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil. . Banyak ketentuan yang sudah jelas aturannya, namun tidak digunakan karena adanya rasa saling percaya antara penambang dengan pemilik tanah atau antara penduduk satu dengan penduduk lainnya. Sampah yang terpapar ke lingkungan masyarakat Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Handoko, 45 tahun dalam wawancara sebagai pemilik tanah pada tanggal 25 Agustus 2022 yaitu.

Pemilik lahan menyediakan akses jalan dan lahan untuk menyuplai pasokan pasir ke sungai. Oleh karena itu, pemilik tanah mempunyai hak untuk menggugat apa yang menjadi haknya sebagai pemberi akses dan tanah untuk kegiatan penambangan pasir kepada PT ERASEJAHTERA dan para penambang. Berdasarkan hasil penelitian penulis, menurut penulis, agar terjadi proses kerjasama yang sehat dalam penambangan pasir, para penambang bertemu dengan pemilik tanah untuk melakukan negosiasi bagi hasil dan membuat Perjanjian Kerja Sama yang ditandatangani oleh penambang dan pemilik tanah. dan dibuat rangkap dua.

Maka sebagai penulis yang telah melakukan penelitian, saya berharap para pemilik tanah dan penambang dapat mentaati isi perjanjian yang dibuatnya agar masing-masing pihak tidak saling dirugikan. Bentuk kesepakatan mengenai besarnya hasil yang diperoleh dari usaha penambangan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pemilik lahan tambang dan penambang dengan sistem bagi hasil usaha penambangan pasir di kecamatan Holidayeng. , Kab.

Pelaksanaan bagi hasil usaha pertambangan antara pelaksana

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya sengketa antara

PENUTUP

Kesimpulan

Jika pasir ditambang dengan muatan mobil, maka pemilik tanah mendapat 15% dan penambang 85% hasilnya.

Saran

Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, 2010, Zaroke, rojene iz dogovorov, 5. natis, PT Raja Grafindo Persada, Džakarta. Dnevnik Kompas Media Online, Business and Finance, Oil Prices Press Industry, dostop 20. marca 2016 ob 11.00 WIB.

Referensi

Dokumen terkait

Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Ditujukan kepada pemilik tanah dan penggarap sebaiknya perjanjian pelaksanaan bagi hasil di Desa Bumen jangan dilakukan dalam bentuk

Obyek dari penelitian ini adalah petani (pemilik tanah dan petani penggarap) di Desa Dalangan Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten yang melakukan akad (perjanjian)

tanggal 07 Januari 2019.. Dan disini juga bapak Miji tidak memaksakan bagi penggarap untuk menggarap berapa lama. Penggarap bisa sesukannya memutuskan ikatan

Dalam penelitian ini diperoleh data bahwa status perjanjian bagi hasil apabila pemilik tanah meninggal dunia (yang diperoleh dari responden penggarap) adalah: sebanyak

dengan izin Kepala Desa atas tuntutan pemilik, di dalam hal penggarap tidak mengusahakan tanah yang bersangkutan sebagaimana mestinya atau tidak memenuhi kewajibannya untuk

Pelaksanaan perjanjian akad bagi hasil sistem seton ini biasanya dilakukan di rumah petani penggarap, yaitu pemilik kebun yang membutuhkan tenaga petani penggarap mendatangi

Bentuk kerja sama ini hampir secara universal terdapat pada masyarakat kecil di seluruh dunia, di mana pemilik lahan yang menghasilkan dengan perjanjian bahwa si penggarap menyerahkan

Orang yang berhak mengadakan perjanjian tersebut menurut hukumnya yang berlaku sekarang ini tidak saja terbatas pada pemilik tanah itu sendiri, tetapi juga orang-orang lain yang