Analisis Persiapan Persiapan Implementasi PSAK 74 pada Perusahaan Asuransi Indonesia (Studi Kasus
pada Perusahaan Asuransi X)
Fitri Anjani1, Ludovicus Sensi Wondabio2
1,2)Universitas Indonesia
1)[email protected], 2)[email protected]
*Corresponding Author
Diajukan : 17 Desember 2022 Disetujui : 22 Desember 2022 Dipublikasi : 1 April 2023
ABSTRACT
The importance of the insurance industry for the economy, the establishment of accounting standards in the financial statements of insurance companies is needed to support the improvement of corporate governance. Until now, the preparation of financial reports for insurance companies in Indonesia still follows the standards of Statement of Financial Accounting Standards (PSAK) 62 concerning Insurance Contracts which is a temporary standard, so a new, better standard is needed, namely PSAK 74 which is an adoption of IFRS 17 and will become effective internationally on January 1, 202s3, while in Indonesia it will become effective on January 1, 2025. This study aims to determine the readiness of insurance companies in implementing PSAK 74, its impact on the presentation of financial statements, and to find out the issue of gaps that occur in the implementation PSAK 74. This research is a qualitative case study with primary and secondary data taken through semi-structured interview techniques, observation and documentation. From the research results, it was found that Insurance Company X had started to make preparations for the implementation of PSAK 74, but there were still gaps related to several issues that must be considered in its implementation. Meanwhile, the presentation of the financial statements themselves did not experience significant changes except for adjustments to several accounts related to the implementation of PSAK 74.
Keyword: financial statement, insurance company, implementation PSAK 74,
PENDAHULUAN
Industri asuransi secara esensial merupakan perusahaan yang mengumpulkan dana dari masyarakat dengan skala besar yang kemudian dikelola dan digunakan untuk pemberian pertanggungan. Hal ini membuat industri asuransi memegang peranan penting bagi perekonomian karena polis asuransi membantu perusahaan mengelola resiko bisnis melalui proses transfer risiko (Alnajjar & Rashwan, 2019). Mengingat pentingnya peranan perusahaan asuransi, maka penetapan standar akuntansi pada laporan keuangan perusahaan asuransi sangat dibutuhkan untuk menunjang peningkatan tata kelola perusahaan (Alnodel, 2018). Saat ini, pelaporan keuangan yang digunakan perusahaan asuransi di Indonesia masih mengikuti regulasi dari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 62 tentang Kontrak Asuransi dengan dilengkapi oleh PSAK 28 tentang Akuntansi Asuransi Kerugian dan PSAK 36 tentang Akuntansi Kontrak Asuransi Jiwa.
PSAK 62 sendiri merupakan standar yang diadopsi dari International Financial Reporting Standards (IFRS) 4: Insurance Contract yang diterbitkan oleh International Accounting Standards Board (IASB). PSAK 62 tentang kontrak asuransi yang berlaku saat ini merupakan standar yang berlaku sementara, sehingga dibutuhkan standar baru yang lebih baik. Perbedaan
dalam perlakuan akuntansi antar negara dan produk menyebabkan investor dan analis mengalami kesulitan untuk memahami dan membandingkan laporan keuangan perusahaan asuransi, sehingga perlu adanya standar akuntansi yang dapat mengatur kontrak asuransi yang bersifat global.
PSAK 74: Kontrak Asuransi yang merupakan adopsi dari IFRS 17: Insurance Contract dan direncanakan secara efektif akan mulai berlaku bagi internasional pada 1 Januari 2023. PSAK 74 telah mencakup beberapa ketentuan yang direlaksasi sebagaimana telah diatur di dalam amandemen IFRS 17, diantaranya memberikan penambahan pengecualian pada ruang lingkup, adanya penyajian laporan keuangan yang disesuaikan, opsi mitigasi risiko yang diterapkan, dan beberapa ketentuan transisi yang dimodifikasi. Rajala (2020) menyebut laporan keuangan perusahaan asuransi yang dibuat dengan penerapan IFRS 17 dapat memiliki “daya banding”
(comparable) dan keterbukaan. Selain itu, PSAK 74 juga menyediakan informasi yang jelas terkait pemisahaan antara pendapatan dari bisnis asuransi dengan pendapatan dari kegiatan investasi, sehingga diharapkan seluruh stakeholders dari laporan keuangan, termasuk pemegang polis maupun investor bisa memiliki informasi atas laporan keuangan perusahaan secara transparan.
Implementasi PSAK 74 di Indonesia direncanakan efektif berjalan pada pada 1 Januari 2025. Meskipun demikian, para pelaku industri asuransi telah diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan persiapan sedini mungkin. Penelitian mengenai persiapan implementasi PSAK 74 pada perusahaan asuransi terutama di Indonesia masih jarang ditemukan, namun demikian sudah ada beberapa peneliti terdahulu yang telah membahas hal tersebut.
Penelitian Muskita & Safitri (2019; Qadri et al (2022) mengemukakan bahwa terdapat beberapa kendala dalam penerapan PSAK 74 yaitu adanya kesulitan untuk mengumpulkan dan menyesuaikan data historis perusahaan yang dibutuhkan dalam perhitungan restropektif bagi kontraktual jasa marjin (CSM). Kendala lain yaitu minimnya tenaga aktuaria dan kompetensi akuntan padahal dalam pengimplementasian PSAK 74 perusahaan asuransi dituntut untuk melakukan lebih banyak perhitungan aktuaria dibandingkan dengan pembuatan laporan keuangan dengan menggunakan PSAK 62.
Salah satu perusahaan asuransi yang terdaftar dan tercatat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah Perusahaan Asuransi X. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1985 dan merupakan bagian dari perusahaan asuransi yang merupakan grup penyedia layanan keuangan dari Kanada yang beroperasi di Asia, Kanada dan Amerika Serikat. Mengingat induk perusahaan yang berada di Kanada, sudah semestinya jika perusahaan ini akan ikut mengadopsi penerapan IFRS 17 di tahun 2023. Hal ini menarik penulis untuk mengulas lebih jauh terkait persiapan dalam implementasi PSAK 74 di Perusahaan Asuransi X. Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu karena penelitian ini mengambil studi kasus salah satu perusahaan asuransi di Indonesia. Lebih lanjut penelitian ini memiliki beberapa tujuan diantaranya untuk mengetahui sejauh mana persiapan yang dilakukan oleh Perusahaan Asuransi X dalam penerapan PSAK 74, perubahan apa saja yang ada dalam penyajian laporan keuangan yang ada di Perusahaan Asuransi X, serta aspek apa saja yang menjadi poin penting dalam penerapan PSAK 74.
STUDI LITERATUR Penelitian Terdahulu
Owais & Dahiyat (2021) melakukan penelitian dengan topik “Readiness and Challenges for Applying IFRS 17: The Case of Jordanian Insurance Companies”. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa Perusahaan Asuransi Yordania belum siap dalam menerapkan IFRS 17. Hasil ini mengindikasikan masih adanya tantangan yang dihadapi dalam menerapkan IFRS 17.
Kemampuan perusahaan asuransi untuk mendefinisikan ruang lingkup IFRS 17 rendah, sebagai akibat dari tidak adanya pembuatan portofolio kontrak asuransi dan pemisahan kontrak asuransi yang menguntungkan atau berisiko di pengakuan awal, dan pada pengklasifikasian kontrak menggunakan pendekatan pengukuran yang berbeda dengan IFRS 17. Tantangan terbesar yang
dihadapi perusahaan asuransi di Jordania adalah tantangan data, pelaku implementasi pertama kali, tantangan sistem, dan hasil dari pemaparan.
Muskita & Safitri (2019) melakukan penelitian dengan topik “Analisis Kesiapan Pengimplementasian IFRS 17 pada Perusahaan Perasuransian di Indonesia”. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa jika IFRS 17 diterapkan, maka tampilan laporan pendapatan komprehensif akan sangat berbeda dengan laporan model yang sekarang digunakan, tetapi justru laporan yang baru ini akan lebih sesuai dengan bentuk laporan pada industri lain yang sejenis (misalnya bank atau perusahaan sekuritas). Implementasi IFRS 17 sangat baik bagi perusahaan perasuransian di Indonesia. Namun, dalam pengimplementasian PSAK 74 di Indonesia ditemukan juga berbagai kendala yaitu salah satunya adalah perusahaan asuransi mengalami kesulitan untuk pengumpulan dan penyesuaian data historis perusahaan yang dibutuhkan dalam perhitungan restropektif bagi kontraktual jasa marjin (CSM). Kendala lain yang muncul yaitu minimnya tenaga aktuaria, padahal dalam penerapannya PSAK 74 perusahaan asuransi dituntut lebih banyak melakukan perhitungan aktuaria. Diketahui juga bahwa pengimplementasian PSAK 74 pada perusahaan asuransi di Indonesia pasti akan memakan waktu lebih lama dari batas waktu yang ditetapkan oleh International Accounting Standards Board (IASB).
Selanjutnya Mitrašević & Lalić (2019) meneliti hambatan untuk menerapkan standar akuntansi asuransi baru di sektor asuransi negara maju Eropa. Hasil studi menunjukkan perubahan yang mempengaruhi penerapan standar baru akan sangat bergantung pada jenis dan sifat kontrak asuransi yang disediakan oleh bisnis asuransi. Perbedaan antara kebijakan baru dengan kebijakan akuntansi yang berlaku juga akan berdampak pada sejauh mana penerapan standar baru tersebut. Perlu adanya pembaruan berkala dari setiap informasi yang digunakan dalam menghitung biaya asuransi, karena penerapannya diproyeksikan akan berdampak besar pada kontrak asuransi jangka panjang.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus.
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder yang dikumpulkan melalui teknik wawancara dan dokumentasi. Teknik wawancara dilakukan secara semi terstruktur melalui aplikasi video virtual Microsoft Teams, sedangkan teknik dokumentasi digunakan untuk pengumpulan data berupa laporan keuangan auditan dan laporan tahunan Perusahaan Asuransi X sebagai bahan evaluasi terhadap dampak penerapan PSAK 74. Informan kunci dalam penelitian ini yaitu Ketua Tim IFRS 17 Bidang Akuntansi (narasumber 1) dan Ketua Tim IFRS 17 Bidang Aktuaria (narasumber 2) dari Perusahaan Asuransi X. Pemilihan objek wawancara didasarkan pada pentingnya peranan bidang akuntansi dan aktuaria dalam pembuatan analisa kesenjangan untuk memberikan gambaran lengkap persiapan awal penerapan PSAK 74 pada Perusahaan Asuransi X.
Secara umum, pendekatan dan metodologi yang digunakan dalam gap analysis yaitu dengan cara melakukan diskusi dan tanya jawab (defined future state), melakukan review dokumenrasi atas system yang saat ini digunakan (review current state), melakukan perbandingan dengan persyaratan (requirement) PSAK 74 dan PSAK 71 (practical best practice) dan melakukan analisa kesenjangan (gap analysis) dan memberikan saran serta rekomendasi (Wondabio, 2021).
Terkait dengan PSAK 74, menurut Wondabio (2021) analisa kesenjangan yang relevan berdasarkan persyaratan dari PSAK 74 yaitu: (1) Pendefinisian kontrak asuransi (Definition of insurance contracts), (2) Penggabungan atau pemisahan kontrak asuransi (Combination / unbundling of insurance contracts), (3) Pemisahan komponen non-asuransi (Separating non- insurance components), (4) Penggabungan dan Pengakuan kontrak asuransi dan reasuransi (aggregation and Recognition of insurance and reinsurance contracts), (5) Arus kas akuisisi asuransi (Insurance acquisition cash flows), (6) Modifikasi kontrak dan akuntansi untuk penghentian pengakuan (Contract modifications and accounting for derecognition), (7) Tingkat agregasi (Level of Aggregation), (8) Kontrak yang merugi (Onerous contracts), (9) Batasan kontrak (Contract boundaries), (10) Model Pengukuran Umum (General Measurement Model), (11) Tingkat diskonto (Discount rate), (12) Penyesuaian risiko untuk risiko non-keuangan (Risk
adjustments for non-financial risk), (13) Marjin Jasa Kontraktual (Contractual Service Margin), (14) Pengukuran selanjutnya (Subsequent measurement), (15) Pendekatan alokasi premi (Premium Allocation Approach), (16) Pengakuan dan pengukuran akuntansi untuk kontrak reasuransi yang dimiliki (Accounting recognition and measurement for reinsurance contract held), (17)Penyajian dan pengungkapan pada laporan keuangan (Presentation and disclosures), (18) Transisi (Transition)
HASIL Persiapan Penerapan PSAK 74 Perusahaan Asuransi X
Hasil wawancara dengan narasumber 2 yang dilakukan pada 7 Oktober 2022 diperoleh informasi bahwa Perusahaan Asuransi X sudah mulai mempersiapkan penerapan PSAK 74 yang akan mulai diujicoba pada tanggal 1 Januari 2023. Persiapan dilakukan mengingat perusahaan harus tetap melakukan pelaporan keuangan baik ke perusahaan regional maupun induk dengan berpatokan pada IFRS 17. Hal ini diperkuat dengan keterangan dari hasil wawancara berikut:
“Rencananya penerapan PSAK 74 di Indonesia seharusnya 1 Januari 2025. Untuk kesiapannya sendiri walaupun belum final namun sudah disiapkan dan masih dalam tahap percobaan dengan tujuan penerapannya pada 1 Januari 2023 untuk laporan Regional. Jadi semua yang dibangun pada saat ini mengacu pada IASB atau IFRS 17 yang akan diterapkan secara global.”
(Narasumber 2, 7 Oktober 2022)
Melalui surat OJK S-893/NB.211/2021, Perusahaan Asuransi dan Reasuransi diminta untuk melakukan kajian terhadap kebutuhan infrastruktur dan hal pendukung lainnya dibandingkan dengan ketersediaan/kesiapannya berupa analisa kesenjangan (Gap Analysis) dalam bentuk position paper. Pembuatan kajian tersebut didasarkan pada karakteristik produk dan portofolio kontrak asuransi entitas dengan batas waktu penyerahan tanggal 31 Desember 2021 dan telah diperpanjang hingga paling lambat 31 Januari 2022. Pada saat penelitian ini selesai dilakukan, perusahaan asuransi X sudah melakukan pembuatan analisa kesenjangan (Gap Analysis) dalam bentuk position paper dan sudah menyerahkannya ke OJK sesuai dengan SE OJK NO. S- 893/NB.211/2021 - 9 SEP 2021. Namun, bersadarkan hasil wawancara kepada narasumber 2, diketahui bahwa perusahaan asuransi X belum mendapatkan umpan balik terkait dengan analisa kesenjangan (Gap Analysis) dalam bentuk position paper yang sudah diserahkan. Kemudian, melalui SE OJK NO. S-189/NB.2/2022 - 2 SEP 2022, OJK telah meminta perusahaan asuransi untuk menyerahkan informasi dengan target output persiapan implementasi PSAK 74 untuk tahun 2022 yang diminta untuk disampaikan paling lama tanggal 23 Desember 2022. Berdasarkan informasi yang diperoleh sampai dengan akhir penelitian ini, Perusahaan Asuransi X belum melakukan pembuatan technical/accounting position paper, updated gap analysis, studi kasus dan COA atas implementasi PSAK 74 yang diminta oleh OJK ini.
Dampak penerapan PSAK 74 terhadap Penyajian Laporan Keuangan Perusahaan Asuransi X
Laporan keuangan auditan Perusahaan Asuransi X disajikan berdasarkan PSAK 62 dan pada saat penerapan PSAK 74, penyajian laporan keuangan di Perusahaan Asuransi X tidak mengalami perubahan signifikan kecuali penyesuaian untuk akun-akun tertentu terkait dengan kontrak asuransi yang akan dijelaskan pada pembahasan di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan Perubahan Akun PSAK 62 dan PSAK 74
Jenis Laporan PSAK 62 PSAK 74
Laporan Posisi Keuangan (Aset)
Piutang Premi Neto Aset Kontrak
Asuransi Piutang dan Aset Reasuransi Aset Kontrak
Reasuransi
Utang Reasuransi Liabilitas Kontrak
Laporan Posisi Keuangan (Liabilitas)
Reasuransi Utang Klaim
Liabilitas Manfaat Polis Masa Depan Provisi Yang Timbul Akibat Tes Kecukupan Liabilitas
Cadangan Atas Klaim Yang Sudah Diterima Tetapi Belum Disetujui (RBNA)
Cadangan Atas Klaim Yang Terjadi Tetapi Belum Dilaporkan (IBNR) Premi Yang Belum Merupakan Pendapatan
Kontribusi Yang Belum Menjadi Hak Upah Yang Belum Menjadi Hak, Neto
Liabilitas Kontrak Asuransi
Sumber: Laporan Keuangan Perusahaan Asuransi X (2021), diolah penulis
Berdasarkan Tabel 1 Akun-akun yang mengalami penyesuaian pada laporan posisi keuangan Perusahaan Asuransi X yaitu aset (liabilitas) kontrak asuransi berdasarkan PSAK 74.
Model pengukuran GMM model menjelaskan bahwa aset (liabilitas) kontrak asuransi dihitung dengan menggunakan penjumlahan dari: (1) Nilai sekarang atas arus kas masa depan (present value of future cash flow) merupakan estimasi arus kas masa depan dari premi, klaim, manfaat dan biaya akuisisi (current estimates of future cash flow) (2) Penyesuaian risiko (risk adjustment) merupakan penyesuaian eksplisit terhadap kompensasi perusahaan untuk menanggung risiko asuransi (3) Marjin jasa kontraktual (CSM) merupakan pendapatan yang belum diakui pada saat Perusahaan Asuransi X menyediakan jasa sesuai kontrak asuransi berdasarkan level agregasinya.
Pendapatan CSM diakui sesuai dengan periode jasa proteksi dari jasa asuransi yang diberikan oleh Perusahaan Asuransi X kepada pemegang polisnya.
Gambar 1. Laporan Laba (Rugi) Perusahaan Asuransi X Sumber: Laporan Keuangan Perusahaan Asuransi X (2021), diolah penulis
Pada gambar 1 akun-akun yang akan mengalami penyesuaian pada Laporan Laba (Rugi) Perusahaan Asuransi X diantaranya: (1) Pendapatan jasa asuransi (insurance service revenue), merupakan pendapatan jasa yang diperoleh dari kontrak asuransi. Pendapatan asuransi diperoleh dari pelaporan liabilitas asuransi yang terdiri dari ekspektasi klaim dan beban, amortisasi CSM,
dan perubahan risk adjustment. Pendapatan jasa asuransi disajikan terpisah dalam laba rugi dan tidak memasukkan komponen investasi apapun. (2) Beban jasa asuransi (insurance service expense) terdiri dari kejadian klaim, beban jasa asuransi lain yang sudah terjadi dan lainnya (PSAK 74 part 84). Beban jasa asuransi terdiri dari jumlah actual klaim dan beban, pengakuan kerugian untuk kontrak yang merugi, perubahan pada liabilitas klaim, pembalikan kerugian (loss reversal selanjutnya). Beban jasa asuransi disajikan terpisah dalam laba rugi dan tidak memasukkan komponen investasi apapun. (3) Pendapatan investasi (investment income) Pendapatan investasi terkait dengan aset yang dimiliki entitas dicatat dengan penerapan standar yang berbeda. Pencatatan komponen investasi ini disajikan dalam bagian terpisah di dalam laba rugi dan terpisah dengan pendapatan jasa asuransi. (4) Beban Keuangan Asuransi (Insurance Finance Expense), pencatatan beban keuangan asuransi disajikan dalam bagian terpisah di dalam laporan laba rugi dan terpisah dengan beban jasa asuransi. Pendapatan investasi dikurangi dengan beban keuangan asuransi akan menghasilkan jumlah hasil pengembalian investasi di dalam laporan laba rugi.
Isu Kesenjangan dalam Penerapan PSAK 74
Pada saat penerapan PSAK 74 dilakukan maka proses bisnis perusahaan akan ikut berubah karena adanya perubahan pengukuran pendapatan (liabilitas) kontrak asuransi yang diatur dalam PSAK 74. Walaupun perusahaan sudah mulai melakukan persiapan, namun terdapat beberapa isu kesenjangan yang harus perlu diperhatikan dalam penerapan PSAK 74 diantaranya
Pendefinisian kontrak asuransi (Definition Of Insurance Contracts). Beberapa kontrak yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai kontrak asuransi dapat direklasifikasikan sebagai kontrak investasi atau kontrak jasa lainnya tergantung dengan tingkat risiko signifikan setiap produknya.
Berdasarkan keterangan narasumber 2 perusahaan belum menentukan besarnya tingkat risiko yang signifikan secara konsisten karena tidak adanya threshold yang di tentukan. Hal ini dijelaskan dalam keterangan narasumber 2 berikut ini :
“Beberapa perusahaan asuransi X di negara lain terutama di Eropa umumnya menentukan besarnya risiko asuransi yang signifikan sebesar 5-10% saat pengadopsian IFRS 4. Di Indonesia sendiri kita telah menggunakan besarnya risiko asuransi yang signifikan sebesar 3- 5% secara tidak konsisten dikarenakan kita tidak punya penentuan threshold terkait dengan besarnya tingkat risiko yang signifikan ini” (Narasumber 2, 7 Oktober 2022)
Level Agregasi Kontrak (Level Aggregation). Pada pelaporan keuangan yang digunakan, saat ini perusahaan tidak membagi kontraknya berdasarkan portfolio dan agregasi dari kontrak asuransi yang ada dalam pelaporan, sehingga berbeda dengan yang dipersyaratkan dalam PSAK 74. Hal ini sesuai dengan keterangan narasumber 2 berikut ini :
“Tidak ada pembagian per portfolio sebelumnya. Untuk analisa kita secara internal, kita mempunyai pembagian kontrak asuransi tetapi per jenis produknya seperti whole life, unit link, term life, endowment, dan kesehatan.” (Narasumber 1, 2 November 2022)
Tingkat Diskonto (Discount Rate). Pada saat ini, tingkat suku bunga obligasi pemerintah yang diperoleh dari data Indonesian Bond Pricing Agency (IBPA) digunakan oleh bagian aktuaria dalam perhitungan cadangan teknis (LAT). Kemudian berdasarkan informasi dari narasumber, diketahui bahwa untuk arus kas yang tidak bervariasi, perusahaan memperoleh premi likuiditas atas tarif bebas risiko yang ditentukan menggunakan tarif sebesar 3.5% dan sudah memutuskan akan menggunakan pendekatan bottom-up sebagai jumlah komponen berdasarkan spread pasar saat ini untuk portofolio referensi yang disesuaikan untuk menghilangkan default dan komponen konstan untuk perbedaan likuiditas antara kontrak asuransi dan portofolio referensi. Hal ini berdasarkan keterangan narasumber 2 berikut ini :
“Jadi kan perhitungan reserve yang menggunakan interest rate biasanya pake asumsi 100 tahun, itu ada asumsinya, salah satu asumsi yang digunakan yaitu namanya ultimate rate, jadi ultimate
rate ini misalkan untuk tahun ke 60-100 saat ini Indonesia menentukan untuk menggunakan ultimate rate 3.5%” (Narasumber 2, 7 Oktober 2022)
Arus Kas Akuisisi Asuransi (Insurance Acquisition Cashflows). Berdasarkan kondisi yang ada saat ini, menunjukkan bahwa biaya asuransi tidak dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya seperti yang dipersyaratkan dalam PSAK 74 lampiran A dimana menjelaskan bahwa arus kas akuisisi asuransi dapat diatribusikan langsung ke dalam portfolio kontrak asuransi dimana biaya ini bisa timbul dari biaya penjualan, underwriting ataupun biaya terkait dengan pembentukan kelompok kontrak asuransinya. Selain itu, perbedaan biaya akuisisi dapat langsung berdampak kepada pengakuan pendapatan perusahaan pada laporan keuangan yang ada sekarang.
Penyesuaian untuk Risiko Non-Keuangan (Risk Adjustments for Non-Financial Risk).
Menurut informasi yang diberikan oleh narasumber, di PSAK 74 tidak menentukan teknik apapun dalam menghitung Penyesuaian Risiko (RA) atau daftar semua risiko yang harus dimasukkan dalam penyesuaian risiko. Perusahaan Asuransi X saat ini masih menggunakan asumsi Provision for Adverse Deviation (PAD) untuk menghitung kewajiban teknis klaim.
Perusahaan mengusulkan untuk terus menggunakan pendekatan margin yang saat ini sudah digunakan dalam proses penilaiannya. Hal ini berdasarkan keterangan narasumber 2 berikut ini :
“Saat ini dengan penggunaan IFRS 4 kita menggunakan PAD (provision for adverse deviation) untuk perhitungannya dan asumsi PAD ini rencananya akan tetap kita gunakan saat implementasi IFRS 17.” (Narasumber 2, 7 Oktober 2022)
Marjin Jasa Kontraktual (Contractual Service Margin). Dalam penjelasan istilah di PSAK 74, Marjin Jasa Kontraktual merupakan komponen asset atau liabilitas dengan jumlah tercatat untuk kelompok kontrak asuransi yang belum mengakui labanya, dan akan diakui pada saat entitas telah memberikan jasa asuransi sesuai kontrak asuransinya.Pada pelaporan keuangan perusahaan yang digunakan saat ini tidak terdapat perhitungan Marjin Jasa Kontraktual (CSM) dikarenakan CSM merupakan item baru yang dipersyaratkan dalam PSAK 74.
Perubahan General Ledger Chart of Accounts dan pengklasifikasiannya. PSAK 74 sudah mengatur beberapa model pengukuran seperti yang telah dijelaskan pada bab 2, diantaranya yaitu (1) General Measurement Model, (2) Premium Allocation Approach, serta (3) Variable fee Approach. Pencatatan dengan model pengukuran baru sesuai dengan persyaratan PSAK 74 akan membawa perubahan pada General Ledger Chart of Accounts dan pengklasifikasiannya.Berdasarkan informasi yang telah diberikan oleh narasumber, diketahui bahwa perusahaan sudah menentukan model pengukuran untuk masing – masing produknya. Hal ini didukung oleh hasil wawancara dari narasumber yaitu :
“Kita pake GMM selain yang memiliki direct participant feature karena itu menggunakan VFA.”
(Narasumber 2, 28 Oktober 2022)
“Kita pakenya PAA untuk yang setahunnya. Tapi apakah semua kontrak jangka pendek menggunakan PAA? Itu tergantung. Biasanya kontrak jangka pendek itu ada juga kontraknya rider. Kan kontrak rider itu dihitung mengikuti basenya. Misalnya utuk produk hospital dia tahunan coveragenya, misalnya rider hospital ini attach ke produk UL, dia akan dihitung mengikuti metode basenya jadi dalam kasus ini mengikuti VFA. Jadi gak selalu akan menggunakan PAA.” (Narasumber 2, 28 Oktober 2022)
“Untuk produk unit link, metode yang digunakan adalah Variable fee approach dimana sudah melakukan uji kelayakan VFA dan untuk metode VFA sendiri sudah sesuai dengan global standard aja. Paling untuk asumsinya untuk masing masing produknya tergantung futurenya gimana motarlitynya gimana, itu follow existing yang kita punya sekarang tapi untuk konsep VFAnya kita ikutin global standard aja.” (Narasumber 2, 28 Oktober 2022)
Untuk kontrak asuransi jangka panjang selain yang memiliki direct participant feature karena itu menggunakan VFA, Perusahaan Asuransi X sudah menentukan menggunakan model pengukuran umum (general measurement model). Sedangkan untuk kontrak jangka pendek, Perusahaan Asuransi X sudah menetapkan menggunakan metode Premium Allocation Approach (PAA).
Perusahaan juga sudah melakukan pengujian terhadap produk - produk rider yang melekat pada produk - produk unit link. Selanjutnya, untuk polis - polis unit link (bersifat partisipasi langsung), Perusahaan Asuransi X sudah menentukan untuk menerapkan model perhitungan VFA dimana untuk konsep penerapannya mengikuti PSAK 74 dan sudah melakukan analisa secara kualitatif dan kuantitatif (uji kelayakan VFA) untuk menentukan apakah suatu kontrak asuransi dengan fitur partisipasi langsung dapat diukur menggunakan VFA.
Penyajian Dan Pengungkapan Pada Laporan Keuangan (Presentation And Disclosures).
Dalam sisi pelaporan keuangan oleh akuntansi, mengingat adanya perbedaan waktu pengimplementasian IFRS 17 secara global yang akan mulai diimplementasikan pada 1 Januari 2023 dan secara lokal di Indonesia yang akan mulai diimplementasikan pada 1 Januari 2025, maka pelaporan di Perusahaan Asuransi X direncanakan akan dibuatkan dalam 2 versi yaitu menggunakan IFRS 17 untuk pelaporan ke regional dan masih menggunakan PSAK 62 untuk pelaporan lokal. Lebih lanjut dijelaskan dalam keterangan hasil wawancara dari narasumber yaitu :
“Di tahun 2023, kita rencananya akan jalan dengan dua pelaporan. Di lokal tetap menggunakan ledger lokal dan untuk ke regional kita akan menggunakan ledger IFRS17. Pelaporannya seharusnya akan jalan terpisah. […] Terkait pajak di pelaporan ke regional, saat ini kita masih menggunakan angka lokal karena kan terkait pajak belum ada peraturan dengan menggunakan IFRS 17..” (Narasumber 1, 2 November 2022)
Pemahaman terhadap PSAK 74. Pemahaman mendalam menggunakan PSAK 74 dapat diperoleh dengan cara mengikuti pelatihan intensif terkait topik ini. Perusahaan Asuransi X sudah beberapa melakukan pelatihan terkait dengan topik PSAK 74 (IFRS 17) namun menurut salah satu narasumber di tahun 2022 Perusahaan Asuransi X belum pernah mengadakan pelatihan terkait dengan PSAK 74. Hal ini didukung oleh hasil wawancara dari narasumber yaitu:
“Sebenarnya dulu ada training training gitu terkait IFRS 17, sekarang di 2022 tidak pernah diadakan training lagi tetapi belajarnya lebih ke memahami hasil yang ada dari sistem.[…]
Masih banyak yang kita gak tau sehingga saat mempersiapkan IFRS 17 jadi kurang efektif dan saat kita tau kita jadi berpikir harusnya kita ngelakuin ini supaya hasilnya bisa lebih efektif lagi.” (Narasumber 2, 28 Oktober 2022)
Selain itu, pada Perusahaan Asuransi X tidak semua orang yang bekerja di bagian akuntansi dan aktuaria yang mengikuti pelatihan. Pelatihan biasanya hanya diikuti oleh karyawan yang diberikan tugas dan dedikasi untuk mempersiapkan laporan keuangan dengan menggunakan IFRS 17. Kemudian menurut salah satu narasumber, untuk mencari orang yang ahli dan paham terkait dengan PSAK 74 dianggap masih lumayan sulit. Hal ini didukung oleh hasil wawancara dari narasumber yaitu :
“Saat ini jika kita merasa jumlah resource yang dibutuhkan untuk mempersiapkan implementasi IFRS 17 masih kurang, kita lumayan kesulitan untuk mencari orang yang expertise di IFRS 17.”
(Narasumber 1, 2 November 2022)
Aplikasi akuntansi yang digunakan untuk support CSM Engine dan CORE System. Dalam pelaporan keuangan dengan menggunakan PSAK 74 membutuhkan dukungan dari sistem akuntansi yang digunakan. Perusahaan Asuransi X saat ini menggunakan sistem akuntansi bernama Lawson dimana sistem ini sudah dapat mendukung penggunaan multiledger.
Rencananya akan ada 2 ledger yang mana ledger IFRS 17 akan digunakan untuk pelaporan ke Regional dan ledger lokal dengan basis IFRS 4 akan tetap digunakan untuk pelaporan di lokal.
Nantinya proses input data ke ledger IFRS 17 dilakukan dengan cara feeding data dari ledger
actual yang digunakan saat dengan database IFRS dan CORE ke ledger IFRS 17 supaya dapat digunakan untuk perhitungan CSM. Hal ini didukung oleh hasil wawancara dari narasumber yaitu :
“Jadi proses input data ke IFRS 17 dilakukan dengan cara feeding data dari ledger actual yang digunakan saat dengan database IFRS dan CORE ke ledger IFRS 17 supaya dapat digunakan untuk perhitungan CSM.” (Narasumber 1, 2 November 2022)
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara dengan dua kunci narasumber pada Perusahaan Asuransi X, diperoleh informasi bahwa perusahaan telah mempersiapkan penggunaan PSAK dalam proses pencantatan laporan keuangan. Uji coba akan dilakukan per 1 Januari 2023, mengingat induk Perusahaan Asuransi X di Kanada sudah mensyaratkan laporan keuangan yang sesuai dengan standar IFRS 17. Hal tersebut juga didorong dengan adanya kebijakan dari OJK yang akan mewajibkan perusahaan asuransi di Indonesia tahun 2025 mengikuti standar PSAK 74. Berbagai persiapan telah dilakukan oleh perusahaan X, salah satunya dengan membuat analisa kesenjangan (Gap Analysis) dalam bentuk position paper dan telah diserahkan ke OJK sesuai dengan SE OJK NO. S-893/NB.211/2021 - 9 SEP 2021. Meskipun belum mendapatkan umpan balik dari OJK terhadap analisa kesenjangan (Gap Analysis), namun OJK telah meminta perusahaan asuransi untuk menyerahkan informasi dengan target output persiapan implementasi PSAK 74 untuk tahun 2022.
Hasil dokumentasi laporan keuangan Perusahaan Asuransi X, dampak pemberlakukan PSAK 74 membuat beberapa akun – akun tertentu dalam laporan keuangan mengalami perubahan, meskipun demikian penyajian laporan keuangan di Perusahaan Asuransi X yang ada tidak berbeda jauh dengan PSAK 62. Pada pelaksanaannya, Perusahaan Asuransi X akan tetapi menggunakan laporan dengan prinsip PSAK 62 sebagai pegangan laporan intern, sedangkan PSAK 74 akan digunakan untuk pelaporan tingkat regional. Secara teknis, berbagai entitas juga masih merujuk pada PSAK 62 mengingat fakta di lapangan PSAK 74 masih belum sepenuhnya dapat dijalankan. Hal ini serupa dengan penelitian Muskita & Safitri (2019) yang menyebut bahwa perusahaan asuransi di Indonesia masih kesulitan dalam melengkapi data historis sehingga hal tersebut menjadi tantangan dalam penerapan PSAK 74.
Hasil wawancara untuk menganalisis kesejangan isu yang terjadi dalam penerapan PSAK 74 di Perusahaan Asuransi X sejalan dengan penelitian dari Mitrašević & Lalić (2019); Muskita
& Safitri (2019) ; Owais & Dahiyat (2021) yang menjelaskan bahwa tantangan dan isu penting yang perlu diperhatikan dalam penerapan PSAK 74 adalah aspek sistem, sumber daya di bidang aktuaria, serta kebijakan yang ditetapkan.
KESIMPULAN
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Perusahaan Asuransi X telah mempersiapkan implementasi PSAK 74 untuk periode 1 Januari 2023 sebagai bahan laporan ke regional perusahaan. Adapun dampak penerapan PSAK 74 penyajian laporan keuangan di Perusahaan Asuransi X tidak mengalami perubahan signifikan kecuali penyesuaian untuk akun-akun tertentu terkait dengan kontrak asuransi yaitu seperti CSM, pendapatan dan beban dari komponen jasa asuransi yang disajikan terpisah dengan komponen investasi dan lainnya. Berdasarkan analisa kesenjangan, bahwa teridentifikasi terdapat beberapa isu yang harus lebih diperhatikan dalam penerapan PSAK 74 diantaranya pada aspek seperti kebijakan, teknis perhitungan, kompetensi, dan keterbatasan sumber daya manusia yang ahli dalam PSAK 74.
REFERENSI
Alnajjar, D. M., & Rashwan, A. (2019). The Effect of Disclosure on Risks Arising From Insurance Contracts According to The International Financial Reporting Standard 17
‘Insurance Contract’ in Palestine. The Journal of International Finance Studies (JIFS), 19(1), 47–64. https://doi.org/10.18374/JIFS-19-1.6
Alnodel, A. A. (2018). The Impact of IFRS Adoption on the Value Relevance of Accounting Information: Evidence from the Insurance Sector. International Journal of Business and Management, 13(4), 138–148. https://doi.org/10.5539/ijbm.v13n4p138
Mitrašević, M., & Lalić, S. (2019). The Challenges of Applying IFRS 17 to the Insurance Market of Bosnia and Herzegovina. International Scientific Conference Strategic Management and Decision Support Systems in Strategic Management. https://doi.org/10.46541/978-86-7233- 380-0_13
Muskita, C. R., & Safitri, K. A. (2019). Analisis Kesiapan Pengimplementasian IFRS 17 Pada Perusahaan Perasuransian Di Indonesia. Jurnal Administrasi Bisnis Terapan, 1(2).
https://doi.org/10.7454/jabt.v1i2.51
Owais, W. O., & Dahiyat, A. A. (2021). Readiness and Challenges for Applying IFRS 17 (Insurance Contracts): The Case of Jordanian Insurance Companies. Journal of Asian Finance, Economics and Business, 8(3). https://doi.org/10.13106/jafeb.2021.vol8.no3.0277
Qadri, R. A., Sari, Y. M., Andriani, A. F., & Kusumawati, R. (2022). Contextualizing the Universe of PSAK 74 [IFRS 17] in Indonesia and Insurance Industry Vigilance Through the Cosmology of “Yoga Kshema.” Journal of Accounting and Strategic Finance, 5(1), 66–109.
https://doi.org/10.33005/jasf.v5i1.237
Rajala, M. (2020). Expected Effects Of IFRS 17 On The Transparency And Comparability Of Insurance Companies’ Financial Statements. Jyväskylä University
Wondabio, Ludovicus S. (2021). Understanding Insurance Contracts - GAP Analysis. Presentasi pada Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Jakarta