TUGAS ANALISIS PEUBAH GANDA
“Analisis Biplot Pengaruh Persentase Kemiskinan, Kesehatan, Buta Huruf, dan Pernikahan Dini Terhadap Persentase Penduduk Tidak Sekolah di Tiap
Provinsi Indonesia Tahun 2020”
Dosen Pengampu: Anggun Yuliarum Qur’aini, S.Si, M.Si.
Disusun Oleh:
Anak Agung Ngurah Bagus Surya Ananta Jelai (2108541007) Ni Nyoman Bintang Marscelina (2108541015)
I Gede Surya Wirawan (2108541033)
Ni Putu Linda Maharani (2108541038)
Ni Putu Meyla Aryani (2108541039)
Desak Made Sidantya Amanda Putri (2108541071)
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA
2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya laporan “Analisis Biplot Pengaruh Persentase Kemiskinan, Kesehatan, Buta Huruf, dan Pernikahan Dini Terhadap Persentase Penduduk Tidak Sekolah di Tiap Provinsi Indonesia Tahun 2020” dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan ini ditunjukkan untuk melengkapi tugas dalam mata kuliah Analisis Peubah Ganda. Keberhasilan dari laporan kami pun tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah membantu kami baik secara langsung maupun tidak langsung.
Karena itu, dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Anggun Yuliarum Qur’aini, S.Si, M.Si. selaku dosen dari mata kuliah Analisis Peubah Ganda dan para pembaca yang telah bersedia membaca laporan kami.
Kami menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna menyokong penulisan laporan selanjutnya.
Akhir kata, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kekurangan serta kesalahan penulisan dalam laporan ini. Tak ada yang lebih kami harapkan dari bermanfaatnya laporan ini bagi semua pihak baik itu dalam sektor pendidikan atau sektor lainnya.
Bukit Jimbaran, November 2023
Penyusun
1 BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu faktor terpenting bagi setiap individu adalah pendidikan, karena dengan pendidikan individu dapat mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan memperoleh pendidikan maka individu mempunyai satu hak asasi manusia. Pentingnya peran pendidikan ini menandakan bahwa terdapatnya pembangunan sektor pendidikan yang harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan sumber daya manusia. Sektor pendidikan yang dimaksud berupa tempat bersekolah atau tempat menuntut ilmu. Mengingat pentingnya ilmu pengetahuan dan keterbatasan pihak keluarga dalam memberikan ilmu pengetahuan, maka para orang tua melanjutkan pendidikan anaknya dari pendidikan non formal kepada pendidikan formal yaitu dengan memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan formal seperti sekolah. Berkaitan dengan pembangunan Sumber Daya Manusi (SDM), khususnya dapat dilakukan sebagaimana hal ini telah diungkap oleh Suryadi dan Budimansyah (dalam Andi, 2014) bahwa upaya peningkatan sumber daya manusia (SDM) adalah dengan melalui pendidikan yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada semua jenis dan jenjang pendidikan, setelah mengeluarkan biaya yang besar, tenaga yang banyak, dan waktu yang cukup panjang, minimal pada peningkatan SDM dilakukan pada awal periode yaitu dalam pembangunan sistem nasional jangka panjang pertama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pendidikan sangat memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas SDM. Oleh karena itu, sejak tahun 1994 pemerintah telah menerapkan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dengan harapan semakin baik tingkat pendidikan akan semakin baik pula tingkat kesejahteraan. Selanjutnya, program wajib belajar ditambah menjadi 12 tahun, hal ini seiring dengan perkembangan teknologi yang menuntut pendidikan dan keterampilan yang semakin tinggi. Sejak tahun 2010 program wajib belajar mengalami perubahan menjadi hak belajar, karena setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh Pendidikan yang bermutu, sesuai dengan yang diamanatkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Bersekolah adalah mereka yang terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan baik di suatu jenjang pendidikan formal (pendidikan dasar yaitu SD/sederajat dan
2 SMP/sederajat, pendidikan menengah yaitu SMA/sederajat dan pendidikan tinggi yaitu PT/sederajat) maupun non formal (Paket A setara SD, paket B setara SMP dan paket C setara SMA) yang berada di bawah pengawasan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), Kementerian Agama (Kemenag), dan instansi lainnya negeri maupun swasta. Putus sekolah atau tidak sekolah bukan merupakan persoalan baru dalam sejarah pendidikan. Masalah anak putus sekolah atau tidak sekolah cepat atau lambat akan menimbulkan masalah apabila tidak cepat ditanggulangi. Angka putus sekolah menggambarkan tingkat putus sekolah pada suatu jenjang pendidikan dan merupakan proporsi anak usia sekolah yang sudah tidak sekolah lagi atau tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu.
Fenomena putus sekolah ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain lemahnya ekonomi keluarga, anak mengidap penyakit yang dapat mengganggu kesehatan, anak buta huruf atau buta aksara, serta pernikahan dini. Dengan banyaknya anak putus sekolah akan berdampak kepada pengangguran karena kemampuan yang dimiliki anak putus sekolah tersebut tidak mencukupi untuk mengisi lapangan pekerjaan yang semakin canggih dan membutuhkan keahlian khusus. Maka, angka pengangguran pun akan bertambah. Jadi, bagaimana Indonesia bisa dan mampu bersaing dengan Negara-negara maju, sedangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia masih jauh ketinggalan dari negara-negara maju.
Pada kasus ini kami menggunakan variabel respon atau variabel terikat (Y) yaitu banyaknya anak yang tidak sekolah, karena dapat dilihat pada lingkungan sekitar dari anak yang tidak menempuh pendidikan akan kurangnya wawasan serta akan kesulitan dalam mencari pekerjaan, sehingga terjadinya banyak kasus kemiskinan. Untuk variabel prediktor atau variabel bebas (X) kami menggunakan 4 variabel yang menjadi prediktor untuk variabel bebas yaitu:
Kemiskinan, dimana terdapat hubungan yang kuat antara pendidikan dan kemiskinan, dimana melalui pendidikan dapat mengurangi kemiskinan, sedangkan kemiskinan dapat membatasi akses terhadap pendidikan (Pokharel, 2015). Selain itu, Menurut Afzal (2012) pendidikan memiliki pengaruh dan manfaat yang besar terhadap pengurangan kemiskinan, sehingga hal ini menunjukkan bahwa diperlukannya investasi dalam bidang pendidikan, selain itu peningkatan dalam
3 kualitas pendidikan dan akses yang mudah dalam memperoleh pendidikan. Seperti halnya banyak pengangguran dikarenakan kurangnya pendidikan sehingga terjadilah kemiskinan.
Kemudian kesehatan, Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan akan mempengaruhi kognitif seseorang dalam peningkatan pengetahuan. Hal ini sejalan dengan berbagai kajian yang menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara tingkat pendidikan dengan status kesehatan. Kesehatan juga merupakan faktor anak tidak dapat sekolah, karena kondisi jika anak mengidap penyakit maka hal tersebut dapat menghambat proses pendidikan.
Setelah itu ada Buta Huruf, Menurut Susanto (2020), penduduk yang buta huruf dapat menjadi penghambat utama untuk bisa mengakses informasi, mengembangkan pengetahuan serta keterampilan. Hal ini dikarenakan mereka tidak mampu beradaptasi dan berkompetisi untuk bisa maju dari himpitan kehidupannya.
Selain itu, Maharani (2016) menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap angka buta huruf adalah angka partisipasi murni SD, angka partisipasi murni SMP, persentase fasilitas pendidikan, dan persentase tenaga pendidikan. Dengan demikian, anak buta huruf juga dapat sebagai faktor anak tidak sekolah.
Terakhir Pernikahan Dini, Sebagian besar anak yang menikah dini itu memiliki pendidikan yang rendah dan mereka cenderung mengabaikan pola asuh yang diberikan kepada anaknya dan kurang memperhatikan perkembangan anak karena orang tua masih awam dan kurang mengetahui perkembangan anak (Yunianto, 2005:20). Selain itu penelitian Rafidah (2009) menyatakan bahwa menikah dini disebabkan karena tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Pada dasarnya anak yang menikah dini tidak dapat bersekolah, sehingga anak tidak sekolah dipengaruhi oleh pernikahan dini. Seperti contoh Kasus hamil pranikah di Kecamatan Ponrang Selatan yang terjadi adalah pasangan pacaran. Dengan demikian, faktor dari anak tidak sekolah adalah hamil diluar nikah atau pernikahan dini.
4 BAB II
PEMBAHASAN 2.1 Struktur Data
Berikut akan dilampirkan data yang digunakan dan telah diperoleh di Badan Pusat Statistik (BPS).
Provinsi Tidak
Sekolah Kemiskinan Kesehatan Buta Huruf
Pernikahan Dini
Aceh 1.2 15.43 27.12 1.75 5.43
Sumatera Utara 1.41 9.14 26.12 0.84 5.95
Sumatera Barat 1.06 6.56 31.09 0.83 5.03
Riau 1.64 7.04 24.66 0.77 9.19
Jambi 2.16 7.97 21.63 1.81 14.03
Sumatera Selatan 1.63 12.98 29.32 1.25 13.44
Bengkulu 2.16 15.3 30.23 1.99 10.68
Lampung 1.76 12.76 31.35 2.76 10.24
Kepulauan Bangka
Belitung 2.65 4.89 31.25 1.92 18.76
Kepulauan Riau 1.49 6.13 18.21 1 7.31
DKI Jakarta 0.86 4.69 33.8 0.31 1.45
Jawa Barat 1.82 8.43 32.04 1.37 11.96
Jawa Tengah 4.03 11.84 35.63 6.38 10.05
DI Yogyakarta 3.59 12.8 38.07 4.91 1.83
Jawa Timur 4.89 11.46 32.8 7.5 10.67
Banten 2.1 6.63 32.22 2.12 6.23
Bali 4.68 4.45 25.48 5.2 8.79
Nusa Tenggara
Barat 6.67 14.23 44 12.4 16.61
Nusa Tenggara
Timur 4.2 21.21 34.44 6.69 9.22
Kalimantan Barat 5.91 7.24 25.84 6.59 17.14
Kalimantan Tengah 1.52 5.26 26.44 0.8 16.35
5 Kalimantan Selatan 2.16 4.83 34.88 1.55 16.24
Kalimantan Timur 2.15 6.64 22.65 1.03 11.79
Kalimantan Utara 2.64 7.41 26.04 3.34 12.7
Sulawesi Utara 0.38 7.78 24.98 0.21 14.01
Sulawesi Tengah 1.85 13.06 26.16 1.76 14.89
Sulawesi Selatan 4.55 8.99 28.91 7.44 11.25
Sulawesi Tenggara 2.96 11.69 29.23 5 16.09
Gorontalo 0.87 15.59 32.19 1.25 14.73
Sulawesi Barat 4.93 11.5 26.29 6.83 17.12
Maluku 1.34 17.99 18.55 0.58 6.84
Maluku Utara 1.3 6.97 15.97 1.23 15.29
Papua Barat 3.19 21.7 21.43 2.48 12.91
Papua 25.7 26.8 16.27 22.1 13.78
Tabel 1. Data Penelitian Sumber: Badan Pusat Statistik (bps.go.id)
Data pada Tabel 1 di atas merupakan data yang akan digunakan dalam pengamatan ini. Data pada kolom “Tidak Sekolah” merupakan persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah berdasarkan provinsi di Indonesia pada tahun 2020. Data pada kolom
“Kemiskinan” merupakan persentase penduduk miskin di tiap provinsi yang ada di Indonesia pada tahun 2020. Data pada kolom “Kesehatan” merupakan persentase penduduk Indonesia yang memiliki keluhan kesehatan di tiap provinsi pada tahun 2020. Data pada kolom “Buta Huruf” merupakan persentase penduduk Indonesia buta huruf di tiap provinsi pada tahun 2020.
Data pada kolom “Pernikahan Dini” merupakan persentase penduduk Indonesia yang telah kawin sebelum umur 18 tahun di tiap provinsi pada tahun 2020.
2.2 Statistika Deskriptif
Dalam statistika deskriptif (Descriptive Statistics analysis) membantu dalam menyederhanakan sekumpulan data dalam jumlah besar dengan cara
6 yang logis. Data yang cukup besar direduksi dan diringkas sehingga lebih sederhana dan lebih mudah diinterpretasi. Berikut akan dilampirkan output perhitungan statistika deskriptif dengan bantuan software Minitab.
Gambar 1. Statistik Deskriptif dengan Bantuan R Studio
Pada kasus analisis biplot ini, penulis menggunakan 34 data pada tiap variabelnya (Tidak Sekolah(Y), Kemisikinan(X1), Kesehatan(X2), Buta Huruf(X3), Pernikahan Dini(X4)) yang mana data tersebut berasal dari 34 provinsi yang ada di Indonesia. N* pada output di atas menunjukkan jumlah data yang hilang pada penelitian ini. Berdasarkan hasil yang didapat, data pada penelitian ini ada yang hilang pada variabel maupun Tidak Sekolah, Kemisikinan, Kesehatan, Buta Huruf, dan Pernikahan Dini.
Rata-rata pada tiap-tiap variabel yakni, Tidak Sekolah = 3.278, Kemiskinan
= 10.806, Kesehatan = 28.10, Buta Huruf = 3.647, dan Pernikahan Dini = 11.41.
SE Mean atau Standar Error of Mean menunjukkan kesalahan yang dapat ditoleransi. Berdasarkan data yang akan digunakan untuk penelitian, SE Mean pada masing-masing variabel diperoleh Tidak Sekolah = 0.730, Kemiskinan = 0.928, Kesehatan = 1.07, Buta Huruf = 0.740, dan Pernikahan Dini = 0.770.
Adapun StDev atau simpangan baku dari masing-masing data variabel yakni Tidak Sekolah = 4.255, Kemiskinan = 5.413, Kesehatan = 6.23, Buta Huruf = 4.313, dan Pernikahan Dini = 4.488.
Minimum merupakan nilai terkecil yang dimiliki oleh tiap-tiap variabel.
Adapun nilai minimum yang dimiliki oleh tiap-tiap variabel yakni Tidak Sekolah = 0.380, Kemiskinan = 4.450, Kesehatan = 15.97, Buta Huruf = 0.210, dan Pernikahan Dini = 1.45. Maximum merupakan nilai tertinggi yang dimiliki oleh tiap-tiap variabel. Adapun nilai maximum yang dimiliki oleh tiap-tiap variabel yakni Tidak Sekolah = 25.700, Kemiskinan = 26.800, Kesehatan = 44.00, Buta Huruf = 22.100, dan Pernikahan Dini = 18.76.
7 Median merupakan nilai tengah dari suatu data terhadap suatu variabel.
Adapun median yang dimiliki oleh tiap-tiap variabel yakni Tidak Sekolah = 2.155, Kemiskinan = 9.065, Kesehatan = 28.02, Buta Huruf = 1.865, dan Pernikahan Dini = 11.88.
Setelah mendapatkan output statistika deskriptif berdasarkan data tersebut, akan ditampilkan juga output model regresi dan R-sq pada data tersebut.
1. Model Regresi
Berikut akan dilampirkan output model regresi yang dibantu dengan R Studio.
> b
[,1]
4.939991623 Kemiskinan 0.006984853 Kesehatan -0.166460218 ButaHuruf 0.935505699 PernikahanDini -0.041369718
Gambar 2. Model Regresi dengan Bantuan Aplikasi R Studio
Berdasarkan output yang diperoleh dengan menggunakan bantuan R Studio, didapatkan hasil model regresi berganda pada kasus ini yaitu:
TidakSekolah = 4.94332 + 0.00682545 Kemiskinan - 0.166492 Kesehatan + 0.935467 ButaHuruf - 0.0414366 PernikahanDini
Model ini memiliki arti bahwa:
• Interpretasi Slope (𝑏1 = 0.00682545 ): Model ini mengartikan bahwa, jika presentase penduduk tidak sekolah naik satu satuan, maka presentase penduduk miskin akan naik sebanyak 0.00682545 satuan. Dengan asumsi bahwa variabel lainnya tetap konstan.
• Interpretasi Slope (𝑏2 = − 0.166492 ): Nilai 𝑏2 = − 0.166492 mengartikan pengaruh negatif (berlawanan arah) antara variabel tidak sekolah dan kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa, jika presentase penduduk tidak sekolah naik satu satuan, maka sebaliknya presentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan akan mengalami penurunan sebanyak − 0.166492 satuan. Dengan asumsi bahwa variabel lainnya tetap konstan.
8
• Interpretasi Slope (𝑏3 = 0.935467 ): Model ini mengartikan bahwa, jika presentase penduduk tidak sekolah naik satu satuan, maka presentase penduduk buta huruf akan naik sebanyak 0.935467 satuan. Dengan asumsi bahwa variabel lainnya tetap konstan.
• Interpretasi Slope (𝑏4 = − 0.0414366 ): Nilai 𝑏4 = − 0.0414366 mengartikan pengaruh negatif (berlawanan arah) antara variabel tidak sekolah dan pernikahan dini. Hal ini menunjukkan bahwa, jika presentase penduduk tidak sekolah naik satu satuan, maka sebaliknya presentase penduduk yang menikah dini akan mengalami penurunan sebanyak - 0.0414366 satuan. Dengan asumsi bahwa variabel lainnya tetap konstan.
• Interpretasi Intersep 𝑏0 = 4.94332: Jika presentase penduduk tidak sekolah bernilai 0 maka prediksi dari presentase penduduk miskin, penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, penduduk buta huruf, dan presentase penduduk yang menikah dini adalah 4.94332.
2. R-sq
Berikut output dari R-sq yang diperoleh dengan yang dibantu dengan R Studio.
Multiple R-squared: 0.9219, Adjusted R-squared: 0.9111
Gambar 3. R-sq dengan Bantuan Aplikasi R Studio
Berdasarkan output yang diperoleh dengan menggunakan bantuan R Studio, diperoleh bahwa:
• R-sq yang diperoleh pada R sebesar 92.1% atau 0.9219 yang mana hal ini menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin, penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, penduduk buta huruf, dan presentase penduduk yang menikah dini, secara simultan (bersama-sama) memberikan pengaruh terhadap persentase penduduk tidak sekolah sebesar 92.1% atau 0.9219 atau dengan kata lain persentase penduduk tidak sekolah dipengaruhi oleh persentase penduduk miskin, persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, persentase penduduk buta huruf, dan persentase penduduk yang menikah dini sebesar 92.1% atau
9 0.9219 sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar persamaan regres linear ini atau variabel yang tidak diteliti.
2.3 Analisis Biplot
Gambar 2. Output Analisis Biplot
Gambar 3. Output Analisis Biplot
10
Gambar 4. Output Analisis Biplot
Pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4 adapun hasil analisis biplot yang diperoleh dengan menggunakan R studio dapat diinterpretasikan sebagai berikut.
aProvinsi yang berada pada kuadran yang sama dikatakan memiliki kemiripan karakteristik terhadap persentase anak tidak sekolah yang cukup dekat jika dibandingkan dengan provinsi yang berada pada kuadran yang berbeda.
i. Pada kuadran I, NTB (18), NTT (19), Jawa Tengah (13), Jawa Timur (15), Bengkulu (7), Kalimantan Barat (20), dan Sulawesi Selatan (27) memiliki kemiripan karakteristik terhadap persentase anak tidak sekolah, dengan angka kemiskinan dan buta huruf yang tinggi.
ii. Pada kuadran II, Provinsi DIY (14), DKI Jakarta (11), Banten (16), Sumatera Barat (3), Aceh (1), Lampung (8), Sumatera Utara (2), dan Jawa Barat (12) memiliki kemiripan karakteristik terhadap persentase anak tidak sekolah, dengan angka kesehatan yang tinggi.
iii. Pada kuadran III, Provinsi Maluku Utara (32), Jambi (5), Kalimantan Tengah (21), Sulawesi Utara (25), Kalimantan Timur (23), Kepulauan Bangka Belitung (9), Kepulauan Riau (10), Kalimantan Utara (24), Riau (4), Bali (17), Sumatera Selatan (6), dan Kalimantan Selatan (22) memiliki
11 kemiripan karakteristik terhadap persentase anak tidak sekolah, dengan angka kemiskinan dan buta huruf yang rendah.
iv. Pada Kuadran IV, Provinsi Kalimantan Barat (20), Sulawesi Barat (30), Papua Barat (33), Sulawesi Tengah (26), Maluku (31), Sulawesi Tenggara (28), dan Papua (34) memiliki kemiripan karakteristik terhadap persentase anak tidak sekolah, dengan tingkat pernikahan dini yang tinggi.
12 DAFTAR PUSTAKA
Afzal, M., Malik, M. E., Ishrat, B., Kafeel, S., & Hina, F. (2012). Relationship among Education, Poverty and Economic Growth in Pakistan: An Econometric Analysis. Journal of Elementary Education, 22(1), 23–45.
BPS. (2020). Gender. Retrieved from Data Sensus:
https://www.bps.go.id/indicator/40/1360/1/proporsi-perempuan-umur-20- 24-tahun-yang-berstatus-kawin-atau-berstatus-hidup-bersama-sebelum- umur-18-tahun-menurut-provinsi.html
BPS. (2020). Gender. Retrieved from Data Sensus:
https://www.bps.go.id/statictable/2012/04/20/1611/persentase-penduduk- berumur-10-tahun-ke-atas-yang-tidak-belum-pernah-sekolah-menurut- provinsi-daerah-tempat-tinggal-dan-jenis-kelamin-2009-2022.html
BPS. (2020). Kemiskinan dan Ketimpangan. Retrieved from Data Sensus:
https://www.bps.go.id/indicator/23/192/1/persentase-penduduk-miskin-p0- menurut-provinsi-dan-daerah.html
BPS. (2020). Kesehatan. Retrieved from Data Sensus:
https://www.bps.go.id/indicator/30/222/1/persentase-penduduk-yang- mempunyai-keluhan-kesehatan-selama-sebulan-terakhir.html
BPS. (2020). Pendidikan. Retrieved from Data Sensus:
https://www.bps.go.id/indicator/28/102/1/persentase-penduduk-buta- huruf.html
Hakim, A. (2020). Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah. Pendidikan.
Maharani, R. (2016). Pemodelan Angka Buta Huruf di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 dengan Geographically Weighted Regression (Doctoral dissertation, Institut Teknologi Sepuluh Nopember).
Mirna. (2019). Remaja Putus Sekolah Akibat Hamil Pranikah. Pendidikan Sosiologi.
Mujiati, & dkk. (2018). Faktor-Faktor Penyebab Siswa Putus Sekolah. Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan.
Pokharel, T. (2015). Poverty in Nepal: Characteristics and Challenges. Investment
& Development, 11(April 2013), 44–56.
Rafidah, et. al. (2009). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Berita Kedokteran Masyarakat.
25(2): 51-58.
Rizqa, N. (2015). Faktor Anak Putus Sekolah Tingkat SMP di Desa Bumi Rejo Kecamatan Baradatu.
Susanto, J.A. (2020). Pengaruh Angka Buta Huruf, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 2012-2019 (Doctoral dissertation, Universitas Atma Jaya Yogyakarta).
13 LAMPIRAN SYNTAX
Line Code
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
19 20 21 22 23
data <- read.table("C:/Users/HP/Documents/KULIAH/SEMESTER 5/APG/Data APG 2.txt",header = TRUE)
data
head(data) summary(data) library(tidyverse) library(devtools) library(ggbiplot) library(FactoMineR) library(factoextra) library(ggplot2) library(openxlsx)
data.active <- data[1:34,2:5]
head(data.active[,1:4])
princomp(data.active, cor = FALSE, scores = TRUE)
res.pca <- prcomp(data.active, center = TRUE, scale = TRUE, retx = TRUE)
fviz_pca_ind(res.pca,col.ind = "cos2", gradient.cols = c("#00AFBB","#E7B800","#FC4E07","#BEADED"), repel=TRUE) fviz_pca_var(res.pca,col.var = "contrib", gradient.cols = c("#00AFBB","#E7B800","#FC4E07","#BEADED"), repel=TRUE) fviz_pca_biplot(res.pca, repel= TRUE, col.var = "#F28500", col.ind = "#651441")