Online Access: http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/zawa Manuscript received 15 Januari 2023, processed 10 Maret 2023, published 30 Juni 2023
Analisis Program Pemberdayaan Organisasi Pengelola Zakat di Kabupaten Kotawaringin Timur Dan Kotawaringin Barat Analysis of The Organizational Empowerment Program of Zakat Management in Kotawringin Timur and Kotawingin Barat Districts
Zulkifli1, Muhammad Noor Sayuti2, Wahyu Akbar3, Hasnita 4, Annisa5
12345Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Palangka Raya, Palangka Raya
1[email protected], 2[email protected],
3[email protected], 4[email protected],
Abstract : This type of research is field research with the research subjects being BAZNAS Kotawaringin Timur, LAZ Nurul Fikri Sampit Branch, BAZNAS Kotawaringin Barat and LAZNAS Yakesma Pangkalan Bun Branch. The results of this study indicate that the empowerment program for zakat collection organizations in Kotawaringin Timur and Kotawaringin Barat districts in empowering communities through zakat needs to pay attention to the form and mechanism of the program, mustahik's response, and continuous assistance, developing long-term productive businesses, providing productive business training, and opening job opportunities for mustahik through cooperation with the government and the private sector. Obstacles faced by these institutions include a lack of human resources, good faith from recipients of funds, and community literacy. Therefore, efforts are needed to change mindsets and increase community literacy as well as establish cooperation with related agencies to increase the effectiveness of the empowerment program.
Keywords: Empowerment; Zakat Collection Organizations; Central Kalimantan.
Abstrak: Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan subjek penelitian BAZNAS Kotawaringin Timur, LAZ Nurul Fikri Cabang Sampit, BAZNAS Kotawaringin Barat dan LAZNAS Yakesma Cabang Pangkalan Bun.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program pemberdayaan organisasi pengumpul zakat di Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat dalam melakukan pemberdayaan masyarakat melalui zakat perlu memperhatikan bentuk dan mekanisme program, respon mustahik, dan pendampingan yang terus menerus, pengembangan usaha produktif jangka panjang, memberikan pelatihan usaha produktif, dan membuka peluang kerja bagi mustahik melalui kerjasama dengan pihak pemerintah dan swasta. Kendala yang dihadapi oleh lembaga- lembaga tersebut meliputi kurangnya SDM, itikad baik dari penerima dana, dan literasi masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengubah mindset dan meningkatkan literasi masyarakat serta menjalin kerjasama dengan dinas- dinas terkait untuk meningkatkan efektivitas program pemberdayaan.
Kata Kunci: Pemberdayaan, Organisasi Pengelola Zakat, Kalimantan Tengah
2 Analisis Program Pemberdayaan Organisasi Pengelola Zakat di ……….
PENDAHULUAN
Tingkat kemiskinan yang tinggi menjadi problem terbesar dalam pembangunan ekonomi nasional. Masalah kemiskinan dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat menghambat pertumbuhan suatu bangsa, termasuk Indonesia. Sampai saat ini pemerintah berusaha mengatasi masalah kemiskinan melalui berbagai program yang dirancang sedemikian rupa (Asfi & Wijaya, 2015), termasuk dalam hal ini adalah pemerintah daerah Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat.
Menurut Badan Pusat Statistik jumlah penduduk miskin di Kabupaten Kotawaringin Timur pada tahun 2016-2020 mengalami penurunan dari 27,39 ribu jiwa menjadi 26,64 ribu jiwa, namun pada tahun 2021 terjadi peningkatan kembali mencapai 27,06 ribu jiwa dari jumlah penduduk 428,89 ribu jiwa. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Kabupaten Kotawaringin Timur masih tinggi. Demikian pula di Kabupaten Kotawaringin Barat, pada tahun 2016-2020 mengalami penurunan dari 14,11 ribu jiwa menjadi 11,46 ribu jiwa namun pada tahun 2021 terjadi peningkatan kembali mencapai 12,29 ribu jiwa dari jumlah penduduk 270 ribu jiwa. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan pada di Kabupaten Kotawaringin Barat masih tinggi (BPS, 2023).
Dalam persfektif Islamic social
finance, zakat menjadi salah satu instrumen yang dapat mengurangi tingkat
kemiskinan yang terjadi pada level bawah di masyarakat. Zakat memiliki efek yang lebih luas (multiplier effect) dan dapat menyentuh seluruh aspek kehidupan ketika penyaluran zakat lebih
terfokus pada kegiatan
produktif(Pratama, 2015). Untuk mengelola zakat secara produktif dan berdampak pada masyarakat, zakat harus dikelola secara professional oleh organisasi pengelola zakat.
Dalam pengelolaan zakat tersebut, strategi yang digunakan organisasi pengelola zakat dalam pengelolaan zakat untuk pemberdayaan masyarakat mengacu kepada UU Zakat Nomor 23 Tahun 2011. Dalam UU tersebut pengelolaan zakat diartikan sebagai kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengkoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Tujuan akhir dalam pengelolaan zakat dengan usaha produktif diarahkan kepada peningkatan ekonomi masyarakat, mengentaskan kemiskinan dan pada akhirnya mengubah status sosial mustahik menjadi muzaki.
Di Provinsi Kalimantan Tengah sendiri, terdapat beberapa kabupaten
yang pengelolaan zakatnya dikelola oleh
Online Access: http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/zawa pemerintah dan lembaga swasta
diantaranya adalah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dan Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar).
Pada Kotawaringin Timur terdapat BAZNAS Kotawaringin Timur dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) Nurul Fikri Cabang Sampit. Sedangkan di Kotawaringin Barat terdapat BAZNAS Kotawaringin Barat dan LAZNAS Yakesma Cabang Pangkalan Bun.
Dalam hal pendayagunaan, organisasi pengelola zakat BAZNAS Kotim, LAZ Nurul Fikri Cabang Sampit, BAZNAZ Kobar dan LAZNAS Yakesma Cabang Pangkalan Bunr memiliki kesamaan tujuan yaitu untuk memberdayakan masyarakat dalam sektor ekonomi, pendidikan, sosial dan keagamaan
Pada kedua kabupaten tersebut memiliki potensi zakat yang cukup tinggi karena jumlah penduduk mayoritas beragama Islam. Mencapai 86,42 % yang beragama Islam. Dengan potensi zakat yang cukup tinggi, tentu umat Islam akan dapat memainkan peranan yang lebih dalam rangka mengentaskan kemiskinan.
Dengan demikian peneliti tertarik meneliti berbagai program pemberdayaan zakat dari organisasi pengelola zakat pada BAZNAS Kotawaringin Timur, LAZ
Nurul Fikri Cabang Sampit, BAZNAS
Kotawaringin Barat dan LAZNAS Yakesma Cabang Pangkalan Bun hal pemberdayaan masyarakat di Kalimantan Tengah.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara langsung di lapangan dengan pendekatan kualitatif- eksploratif. Adapun pendekatan kualitatif- eksploratif yaitu penelitian yang bersifat deskriptif dan biasanya menggunakan analisis dengan pendekatan dan sifatnya terbuka, mencari dan menggali lebih dalam mengenai informasi yang didapat.
Subjek penelitian dilakukan di LAZ Nurul Fikri Cabang Sampit, BAZNAS Kotim, LAZNAS Yakesma Cabang Pangkalan Bun dan BAZNAS Kobar.
Sementara teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan secara deduktif yaitu cara berpikir dari yang bersifat umum kepada yang bersifat khusus karena bertujuan untuk memperoleh kesimpulan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di lapangan dan mengetahui peran organisasi pengelola zakat dalam pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kotawaringin Timur.
HASIL PENELITIAN DAN
4 Analisis Program Pemberdayaan Organisasi Pengelola Zakat di ……….
PEMBAHASAN
Pemberdayaan adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan masyarakat
(Tinggi & Bukit, 2021). Konsep pemberdayaan yang berawal dari Eropa mulai nampak pada dekade 70-an dan berkembang sepanjang tahun 80-an sampai 90-an (Khoirudin, 2019). Konsep ini searah dengan aliran Posmodernisme dengan titik berat sikap dan orientasinya adalah anti sistem, anti struktur dan selanjutnya melahirkan konsep civil society (Arsyad, 2014). Partisipasi masyarakat merupakan cara berpikir baru tentang pembangunan.
Artinya masyarakat bukan hanya objek pembangunan, tetapi juga mitra pemerintah dalam melakukan pembangunan.
Konsep pemberdayaan berasal dari istilah kekuasaan (power or empowerment) (Darwis, 2016).
Ungkapan empowerment merupakan istilah dari bahasa Inggris empowerment, yang berasal dari akar kata power, yang berarti kemampuan untuk melakukan,
mencapai, melakukan, atau
memungkinkan. Awalan em dalam istilah pemberdayaan berasal dari bahasa Latin dan Yunani, yang berarti di dalam, sehingga pemberdayaan dapat menunjukkan kekuatan manusia sebagai sumber inovasi (Zein, 2020).
Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia
berasal dari kata daya yang berarti kekuatan (KBBI, 2008)Jadi, untuk mencegah eksploitasi terhadap yang lemah, pemberdayaan berusaha untuk mengembangkan yang lemah dengan cara mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya.
Menurut Ife yang dikutip oleh Asep, tujuan pemberdayaan adalah untuk memberikan lebih banyak hak pilihan kepada mereka yang terpinggirkan (Setiawan, 2012).
Setiawan dalam tulisannya menyatakan pemberdayaan menurut Rappaport adalah Memberdayakan individu, kelompok, dan seluruh komunitas berarti memberi mereka alat yang merekabutuhkan untuk menjadi mandiri dan membuat keputusan yang menguntungkan diri mereka sendiri (Setiawan, 2012). Pemberdayaan menurut Parson yang dikutip oleh afrina, yaitu memiliki dampak positif pada kehidupannya sendiri dan kehidupan orang-orang yang mereka sayangi melalui pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya yang diperlukan untuk melakukannya (Afrina, 2020). Individu dan komunitas dikatakan berdaya ketika diberi kesempatan untuk mengambil bagian dan memperoleh manfaat dari proses
pembangunan, terutama ketika kesempatan
Online Access: http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/zawa tersebut diberikan kepada kelompok yang
terpinggirkan atau kurang beruntung.
Tujuan akhir memberdayakan seseorang adalah memberi mereka kepercayaan diri untuk menemukan dan bertindak berdasarkan ide-ide mereka sendiri untuk membuat hidup mereka lebih baik. Tujuan
pemberdayaan adalah untuk
meningkatkan peluang ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan masyarakat sehingga mereka dapat lebih menjaga diri mereka sendiri dan berkontribusi pada penyelesaian masalah social dan tantangan yang dihadapi.
Dalam konteks ini, pemberdayaan mengacu pada proses pemberdayaan dan kepedulian terhadap mereka yang kurang mampu secara ekonomi. Gagasan keadilan, otonomi, keterlibatan, dan jaringan biasanya disebutkan dalam
hubungannya dengan proses
pemberdayaan masyarakat kurang mampu (Hamid, 2018). Keikutsertaan lembaga zakat dalam pemberdayaan dimaksudkan untuk membantu masyarakat miskin dalam proses dinamis partisipatif yang
membangun kepercayaan dan
kemandirian tanpa menimbulkan ketergantungan permanen, sejalan dengan salah satu tujuan zakat, yaitu menutup kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Secara kolektif, pemberdayaan dan lembaga zakat bekerja untuk tujuan
membantu orang miskin meningkatkan
kehidupan mereka dengan
meningkatkan kesadaran, kepercayaan diri, dan harga diri mereka, serta dengan menyediakan alat yang mereka butuhkan untuk mempelajari keterampilan baru.
Salah satu fungsi paling signifikan dari lembaga zakat berbasis amil adalah memberikan peluang bagi kemajuan ekonomi dan kemajuan social melalui pemberdayaan (Ansori, 2018).
Pemberdayaan zakat mengubah mustahik menjadi muzakki.
Pemberdayaan melalui zakat untuk membantu masyarakat miskin meningkatkan kualitas hidupnya dengan kekuatan sendiri. Pemberdayaan melalui zakat menciptakan kepercayaan diri dan kemampuan mustahik, sehingga membantu orang miskin keluar dari kemiskinan dan keterbelakangan.
Pemberdayaan bermaksud untuk menciptakan masyarakat yang mandiri dalam kegiatannya baik social maupunekonomi. Puskas Baznas menyebut tiga faktor utama yang harus ada dalam program pemberdayaan melalui zakat produktif yaitu (1) bentuk
dan mekanisme program
pendayagunaan zakat, (2) respon mustahiq yang mau bekerjasama dan mau berubah, dan (3) pendampingan dan pengawasan terus menerus.
Secara umum Chaniago menyebutkan
6 Analisis Program Pemberdayaan Organisasi Pengelola Zakat di ……….
beberapa strategi yang dapat dibangun guna memberdayakan zakat (Chaniago, 2014), diantaranya sebagai berikut: (1) sebuah pertumbuhan ekonomi langsung melalui pendanaan bisnis. (2) Meningkatkan perekonomian melalui
workshop atau pelatihan bagi para pekerja produktif. (3) Pertumbuhan ekonomi melalui modal awal bagi pengusaha yang ingin mengembangkan usahanya. (4) Pertumbuhan ekonomi melalui pembukaan lapangan kerja bagi para mustahik yang tidak mampu menjalankan usaha sendiri.
Program Pemberdayaan Organisasi Pengelola Zakat di Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat
Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) ialah pengelola dana zakat zakat yang ditunjuk oleh pemerintah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di Indonesia mendasari pengelolaan zakat OPZ.
OPZ mengacu pada (Fadillah, Lestari, &
Rosdiana, 2017):
a. OPZ berbasis pemerintah yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) di tingkat pusat, provinsi, kota dan kabupaten. Keberadaan BAZNAS, secara hukum sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 14 Tahun 2014.Alasan dibentuknya Badan Amil Zakat Nasional adalah dalam rangka
pengelolaan zakat secara lebih berdaya guna dan berhasil guna serta dapat dipertanggung jawabkan (Suherman, 2020). Secara struktural Badan Amil Zakat, merupakan organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, sehingga kedudukkannya akan disesuaikan dengan struktural pemerintah (Ardani, Kosim, & Yuniartie, 2019), seperti berikut:
1) BAZNAS RI yang berkedudukan di Ibu Kota Negara.
2) BAZNAS PROVINSI yang berkedudukan di ibu kota Provinsi.
3) BAZNAS KOTAMADYA yang bekedudukan di ibukota provinsi 4) BAZNAS KABUPATEN yang
berkedudukan di ibu kota kabupaten 5) Unit Pengumpul Zakat (UPZ)
Kecamatan berkedudukan di ibu kota kecamatan.
6) Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kelurahan atau desa berkedudukan di desa.
b. OPZ berbasis masyarakat yaitu Lembaga Amil Zakat (LAZ) yaitu LAZNAS dan LAZDA. LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat, dan memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat (INDONESIA, 1999). Sumber lain menyebut, LAZ adalah institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang
Online Access: http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/zawa bergerak di bidang dakwah, pendidikan,
sosial, dan kemaslahatan umat Islam (Susiadi & Putra, 2020). Dilihat dari sejarah pendirian LAZ ini terbagi menjadi empat kelompok bedasarkan alasan dan sejarah pendirian (Kalimah, 2018), yaitu:
1) LAZ yang berbasis masjid yaitu LAZ didirikan dengan basis masjid. pendirian LAZ ini sebagai akibat dari perkembangan yang pesat dalam manajemen masjid dan kepercayaan masyarakat
2) LAZ yang berbasis Organisasi Massa (Ormas). LAZ pada kelompok ini, didirikan dengan basis ormas) seperti LAZ Pusat Zakat Ummat (Ormas Persis), LAZ NU (Ormas NU), dan LAZ Muhammadiyah (Ormas Muhammadiyah). LAZ ini didirikan dalam rangka dan menjadi media untuk meningkatkan peran organisasi masa bagi masyarakat, baik masyarakat anggota organisasi masa tersebut maupun masyarakat luas.
3) LAZ berbasis Perusahaan (corporate), LAZ didirikan dengan basis perusahaan (corporate). Pendirian LAZ ini, sebagai bagian dari program pertanggungjawaban sosial
perusahaan (CSR). Selanjutnya untuk mengelola dana CSR perusahaan yang besar, perlu lembaga yang profesional, diantaranya dengan mendirikan LAZ.
4) LAZ/LAZNAS berbasis sebagai Organisasi Pengumpul Zakat (OPZ). LAZ didirikan dengan tujuan awal sebagai organisasi pengelola zakat (OPZ). Alasan pendirian LAZ ini, sebagai bentuk partisipasi masyarakat (civil society) berkaitan dengan pengelolaan dana ZIS yang lebih profesional.
Program pemberdayaan zakat yang dilaksanakan oleh organisasi pengelola zakat di Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat secara garis besar terbagi pada empat bidang, yaitu sosial, pendidikan, ekonomi dan keagamaan.
Program-program pemberdayaan tersebut dijalankan dengan tujuan ntuk meningkatkan ekonomi masyarakat, sehingga berdampak langsung pada pengurangan tingkat kemiskinan di Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat. Program pemberdayaan zakat yang dimanfaatkan secara optimal memiliki peran penting dalam pemberdayaan masyarakat (Sovia, Lubis, & Zein, 2020).
8 Analisis Program Pemberdayaan Organisasi Pengelola Zakat di ……….
Berikut paparan analisis program pemberdayaan zakat yang dilakukan organisasi pengelola zakat di Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat:
LAZ Nurul Fikri Cabang Sampit Kotawaringin Timur
LAZ Nurul Fikri memiliki beberapa program pemberdayaan zakat yang berfokus pada bidang pendidikan dan ekonomi. Salah satu program pendidikan yang dilakukan adalah pemberian beasiswa untuk pengkaderan, dengan tujuan untuk mendukung pengajar di mahad dan rumah Quran. Di bidang ekonomi, LAZ Nurul Fikri memberikan modal usaha dalam bentuk gerobak mandiri dan sudah ada 11 orang yang masih produktif. Namun, ada juga yang tidak aktif lagi berjualan karena kurangnya fasilitator untuk pembinaan dan pendampingan yang kurang maksimal. Program konsumtif yang paling diminati oleh masyarakat adalah pembagian sembako. Namun, LAZ Nurul Fikri tidak memiliki kerjasama dengan pihak ketiga atau pemerintahan untuk melaksanakan pelatihan UMKM.
LAZ Nurul Fikri juga memiliki strategi pengkaderan dengan mengajak relawan dari desa yang sudah diberdayakan. Salah satu program pemberdayaan yang dilakukan adalah program peternakan bergilir, di mana LAZ Nurul Fikrimemberikan tabungan kurban untuk membantu mustahik dalam berdaya.
Program pemberdayaan utama yaitu
pendidikan, sosial ekonomi, dan kemanusiaan, dengan program seperti semangat 45 yang berisi sedekah setiap hari Jumat. Meskipun program-program ini sudah dilakukan, LAZ Nurul Fikri masih menghadapi kendala dalam pembinaan dan pendampingan mustahik yang kurang maksimal karena minimnya fasilitator. LAZ Nurul Fikri berharap agar masyarakat bisa lebih teredukasi dan meningkatkan literasi agar program pemberdayaan zakat bisa berjalan lebih maksimal.
Puskas Baznas menyebut tiga faktor utama yang harus ada dalam program pemberdayaan melalui zakat produktif yaitu (1) bentuk dan mekanisme program pendayagunaan zakat, (2) respon mustahiq yang mau bekerjasama dan mau berubah, dan (3) pendampingan dan pengawasan terus menerus dan strategi yang dapat dilakukan oleh lembaga tersebut.
Pertama, dalam hal bentuk dan mekanisme program pendayagunaan zakat, LAZ Nurul Fikri Sampit telah melakukan program pemberdayaan individu melalui modal usaha seperti gerobak mandiri.
Namun, terdapat kendala dalam pembinaan dan pendampingan yang kurang maksimal, sehingga tidak semua usaha yang diberikan modal dapat bertahan dan berhasil. Selain itu, LAZ Nurul Fikri juga memiliki programkonsumtif seperti pembagian sembako yang menjadi favorit masyarakat.
Namun, tidak terlihat adanya program
Online Access: http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/zawa pengembangan usaha produktif jangka
panjang.
Kedua, dalam hal respon mustahiq yang mau bekerjasama dan mau berubah, Aditya Roby menyatakan bahwa masyarakat masih memiliki mindset dan literasi yang rendah sehingga sulit untuk memaksimalkan program pemberdayaan yang telah dilakukan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk merubah paradigma masyarakat agar mau berdaya sendiri.
Ketiga, dalam hal pendampingan dan pengawasan terus menerus, terlihat bahwa LAZ Nurul Fikri Sampit masih memiliki kendala dalam melakukan pembinaan dan pendampingan yang kurang maksimal terhadap usaha-usaha yang telah diberikan modal.
Dalam rangka untuk lebih memaksimalkan program pemberdayaan zakat, LAZ Nurul Fikri Sampit dapat menerapkan beberapa strategi yang diusulkan oleh Chaniago. Pertumbuhan ekonomi langsung melalui pendanaan bisnis dan pertumbuhan ekonomi melalui modal awal bagi pengusaha yang ingin mengembangkan usahanya dapat dilakukan dengan membentuk program pengembangan usaha produktif yang jangka panjang dan memastikan pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan. Meningkatkanperekonomian melalui workshop atau pelatihan bagi para pekerja produktif dapat dilakukan dengan
membentuk program pelatihan usaha produktif bagi mustahiq dan memberikan fasilitas dan bimbingan teknis seperti strategi pemasaran. Sementara pertumbuhan ekonomi melalui pembukaan lapangan kerja bagi para mustahik yang tidak mampu menjalankan usaha sendiri dapat dilakukan dengan mengembangkan program pelatihan dan pendidikan bagi masyarakat agar memiliki keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan oleh dunia kerja, serta menjalin kerjasama dengan pihak pemerintah dan swasta dalam membuka peluang kerja bagi mustahiq.
BAZNAS Kotawaringin Timur
Berdasarkan hasil wawancara dengan H. Syarifuddin, ketua BAZNAS Kotim, terungkap bahwa program pendayagunaan zakat di wilayah tersebut dilakukan dengan memberikan dukungan moril dan pelatihan diklat seperti SIMBA, penghitungan, pelaporan, dan beberapa bentuk bantuan produktif. Salah satu bentuk bantuan produktif yang diberikan adalah gerobak pedagang ayam potong. Namun, kendala yang dihadapi adalah penerima yang diberi dana penggunaan tidak maksimal karena terlilit hutang. Untuk mengatasi kendala tersebut, BAZNAS berupaya memberantas rentenir dan memberikan pendampingan langsung kepada para penerima dana.
Dalam hal respon mustahiq yang mau bekerjasama dan mau berubah, terlihat
10 Analisis Program Pemberdayaan Organisasi Pengelola Zakat di ……….
bahwa penerima bantuan di wilayah tersebut tidak semua bisa memanfaatkan dana yang diberikan dengan maksimal.
Beberapa penerima terlihat terjerat hutang masalalu dan meminta tambahan modal untuk usaha sambil mencicil hutang.
Meskipun demikian, terlihat juga beberapa penerima yang berhasil memajukan usahanya setelah mendapat bantuan dari BAZNAS dan tidak terjerat hutang lagi.
Harapan BAZNAS adalah setelah usaha berhasil berkembang, penerima dana tidak lupa menyisihkan sebagian uangnya untuk membantu orang lain dan menunaikan kewajiban berzakat.
Adapun pendampingan dan pengawasan terus menerus, terlihat bahwa BAZNAS Kotim berupaya memberikan pendampingan langsung kepada para penerima dana. Staff BAZNAS turun langsung untuk memberikan pendampingan kepada para penerima dana. Namun, terlihat bahwa kendala yang dihadapi adalah penerima yang diberi dana penggunaan tidak maksimal karena terlilit hutang. Oleh karena itu, BAZNAS berupaya memberantas rentenir dan memberikan pendampingan langsung kepada para penerima dana.
Kendala yang dihadapi dalam program pendayagunaan zakat di wilayah
Kotim adalah kurangnya
sosialisasimasyarakat dan kendala utama dari tokoh agama. Kultur budaya berzakat
dengan tuan guru/tokoh agama masih kuat di wilayah tersebut, sehingga BAZNAS perlu didukung oleh mereka. Selain itu, kendala yang dihadapi adalah penerima yang diberi dana penggunaan tidak maksimal karena terlilit hutang. Oleh karena itu, BAZNAS berupaya memberantas rentenir dan memberikan pendampingan langsung kepada para penerima dana.
Berdasarkan hasil wawancara itu juga terlihat bahwa program pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dilakukan BAZNAS Kotim masih belum optimal.
Sejalan dengan strategi yang direkomendasikan oleh Chaniago, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui zakat:
Pertumbuhan ekonomi langsung melalui pendanaan bisnis. BAZNAS Kotim dapat memberikan dana untuk mendukung pengembangan usaha bagi para mustahik.
Namun, sebelum memberikan dana, perlu dilakukan penilaian terhadap usaha yang akan didanai agar dapat memastikan bahwa usaha tersebut memiliki potensi untuk berkembang.
Meningkatkan perekonomian melalui workshop atau pelatihan bagi para pekerja produktif. BAZNAS Kotim dapat menyelenggarakan workshop atau pelatihan bagi para pekerja produktif agar merekadapat meningkatkan keterampilan dan kemampuan dalam bekerja. Pelatihan
Online Access: http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/zawa atau workshop dapat dilakukan dalam
berbagai bidang, seperti pemasaran, manajemen keuangan, atau produksi.
Pertumbuhan ekonomi melalui modal awal bagi pengusaha yang ingin mengembangkan usahanya. Selain memberikan dana untuk mendukung pengembangan usaha bagi para mustahik, BAZNAS Kotim juga dapat memberikan modal awal bagi pengusaha yang ingin mengembangkan usahanya. Modal awal ini dapat berupa pinjaman tanpa bunga atau modal usaha dalam bentuk barang.
Pertumbuhan ekonomi melalui pembukaan lapangan kerja bagi para mustahik yang tidak mampu menjalankan usaha sendiri. BAZNAS Kotim dapat bekerja sama dengan perusahaan- perusahaan di daerah untuk membuka lapangan kerja bagi para mustahik yang tidak mampu menjalankan usaha sendiri.
Kerjasama ini dapat dilakukan dalam bentuk program magang atau penempatan tenaga kerja.
Untuk mengatasi kendala dalam pemberdayaan masyarakat, BAZNAS Kotim perlu meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya zakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. BAZNAS juga perlu mendapatkan dukungan dari tokoh agama untuk memperkuat budaya berzakat di daerah. Selain itu, BAZNAS juga perlu melakukan evaluasi terhadap program-
program pemberdayaan yang sudah dilaksanakan untuk memperbaiki dan memaksimalkan program-program yang telah ada.
LAZNAS Yakesma Cabang Pangkalan Bun
Beberapa program yang sudah dijalankan oleh lembaga LAZ YAKESMA di Kotawaringin Barat ditemukan dalam wawancara dengan Candra, selaku koordinator pendayagunaan, seperti pemuliyaan yatim, program guru ngaji, dan bantuan kouta internet selama pandemi.
Namun, dari semua program tersebut, program unggulan YAKESMA adalah pemuliyaan yatim yang kemudian diubah fokusnya menjadi program guru ngaji karena setelah disurvei, uang yang diberikan kepada anak yatim kadang tidak digunakan untuk pendidikan. Donatur utama YAKESMA juga tujuannya untuk yatim, sehingga perlu diatur keuangannya sesuai dengan tujuan donatur.
Sementara itu, program pemberdayaan ekonomi sempat dijalankan, tetapi terdapat kendala seperti kurangnya itikad baik dari penerima dana dan kurangnya pendampingan terkait pelatihan atau mentor dalam dunia usaha. Saat ini fokus YAKESMA adalah pada program Pendidikan, dan masih belum ada pelatihanterkait pemberdayaan masyarakat yang dilakukan.
12 Analisis Program Pemberdayaan Organisasi Pengelola Zakat di ……….
Kendala utama dalam pelaksanaan program kerja YAKESMA saat ini adalah kurangnya SDM, kurangnya itikad baik dari penerima dana dan kurangnya pendampingan terkait pelatihan atau mentor dalam dunia usaha sehingga program kerja belum maksimal. Candra berharap dapat mengubah mindset terkait pemberdayaan masyarakat, karena kurangnya mindset dan literasi masyarakat yang membuat terjadinya kendala tersebut. YAKESMA juga berharap pola pikir masyarakat tentang zakat, infak dan sedekah dapat dirubah melalui sosialisasi. Selain itu, YAKESMA berharap dapat meningkatkan skala penghimpunan dengan menjadikan masyarakat yang awalnya menjadi mustahik menjadi muzzaki.
BAZNAS Kotawaringin Barat
Melalui sesi wawancara dengan Suhartono Basran, menunjukkan bahwa BAZNAS Kotawaringin Barat telah memiliki program-program yang fokus pada pemberdayaan mustahiq yang produktif. Namun, kendala yang dihadapi adalah SDM dan literasi masyarakat yang masih menjadi kendala dalam pemberdayaan. BAZNAS Kotawaringin Barat juga telah berusaha untuk melakukan sinegritas dengan lembaga-lembaga lain dalam pelatihan, namun masih ada kendala dalam hal ini. Program menabung yang disediakan oleh BAZNAS Kotawaringin
Barat juga dapat dianggap sebagai bentuk pendampingan dan pengawasan terus menerus dalam hal pengelolaan keuangan mustahiq.
Peneliti menyadari bahwa BAZNAS Kotawaringin Barat sistemnya lebih transparan dengan adanya program- program yang dapat dilihat dalam satu lembar brosur sangat lengkap, adanya informasi tersebut dapat menambah kepercayaan muzzaki. Apa yang digagas oleh BAZNAS Kotawaringin Barat ini bisa menjadi role model terhadap lembaga- lembaga yang lain, dengan harapan dapat di kembangkan kembali dengan harapan dapat didampingi oleh SDM yang profesional misalnya pelatihannya dapat bekerjasama dengan dinas-dinas UMKM, perdagangan, perindustrian dan koperasi.
Dalam wawancara tersebut, Suhartono Basran menyampaikan bahwa BAZNAS Kotawaringin Barat telah berusaha mengajak berbagai dinas seperti dinas tenaga kerja dan transmigrasi, dinas perdagangan perindustrian UMKM, dinas sosial dan dinas peternakan untuk bekerjasama dalam pelatihan. Namun, konsep tersebut belum bisa terlaksana dan terealisasikan. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada kendala dalam masyarakat dalam menerima program-program pemberdayaan.
Suhartono Basran tidak menyampaikan secara khusus mengenai pendampingan dan pengawasan terus menerus. Namun,
Online Access: http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/zawa program menabung yang disediakan oleh
BAZNAS Kotawaringin Barat dapat membantu mustahiq dalam keadaan sulit dan uang tabungan tersebut dapat digunakan. Program ini dapat dianggap sebagai bentuk pendampingan dan pengawasan terus menerus dalam hal pengelolaan keuangan mustahiq.
KESIMPULAN
Program-program BAZNAS dan LAZ yang ada di Kabupaten Kotawaringin Timu dan Kotawaringin Barat dalam hal mendayagunakan zakat melalui program pemberdayaan perlu memperhatikan beberapa faktor penting seperti bentuk dan mekanisme program, respon mustahik, dan pendampingan yang terus menerus.
BAZNAS dan LAZ juga dapat menerapkan berbagai strategi seperti membentuk program pengembangan usaha produktif jangka panjang, memberikan pelatihan usaha produktif, dan membuka peluang kerja bagi mustahik melalui kerjasama dengan pihak pemerintah dan swasta.
Kendala yang dihadapi oleh lembaga- lembaga tersebut meliputi kurangnya SDM, itikad baik dari penerima dana, dan literasi masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengubah mindset dan meningkatkan literasi masyarakat serta menjalin kerjasama dengan dinas-dinas terkait untuk meningkatkan efektivitas program pemberdayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Afrina, D. (2020). Manajemen Zakat Di Indonesia Sebagai Pemberdayaan Ekonomi Umat. EkBis: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 2(2), 201–212.
Ansori, T. (2018). Pengelolaan dana zakat produktif untuk pemberdayaan mustahik pada Lazisnu Ponorogo.
Muslim Heritage, 3(1), 177–196.
Ardani, R., Kosim, A., & Yuniartie, E.
(2019). Analisis kinerja lembaga amil zakat pada badan amil zakat nasional (Baznas) Kabupaten Ogan Ilir dengan metode Indonesia magnificence zakat (IMZ). Akuntabilitas, 13(1), 19–32.
Arsyad, A. R. (2014). Pondok Pesantren Annur Lopo Kab Gorontalo dalam Khazanah Pemberdayaan Santri.
PUSAKA, 2(2), 205–218.
Asfi, N., & Wijaya, H. B. (2015). Efektivitas pemberdayaan masyarakat dalam pengentasan kemiskinan pada program gerdu kempling di Kelurahan Kemijen Kota Semarang. Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota), 4(2), 253–268.
BPS, K. T. (2023). Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota (Ribu Jiwa), 2016-2020. Diambil 26 Mei
2023, dari
https://kotimkab.bps.go.id/indicator /23/653/1/penduduk-miskin- menurut-kabupaten-kota.html
14 Analisis Program Pemberdayaan Organisasi Pengelola Zakat di ……….
Chaniago, S. A. (2014). Perumusan manajemen strategi pemberdayaan zakat. Jurnal hukum islam, 12(1).
Darwis, R. S. (2016). Membangun desain dan model action research dalam studi dan aksi pemberdayaan masyarakat. KOMUNIKA: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, 10(1), 142–153.
Fadillah, S., Lestari, R., & Rosdiana, Y.
(2017). Organisasi pengelola zakat (OPZ): Deskripsi pengelolaan zakat dari aspek lembaga zakat. Kajian Akuntansi, 18(2), 148–163.
https://doi.org/10.29313/ka.v18i1.3 085
Hamid, H. (2018). Manajemen pemberdayaan masyarakat.
INDONESIA, P. R. (1999). UNDANG-
UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 23
TAHUN 2011 TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT.
Kalimah, S. (2018). Urgensi Peran Amil Zakat di Indonesia dalam Mewujudkan Kesejahteraan Mustahiq. El-Faqih: Jurnal Pemikiran Dan Hukum Islam, 4(2), 24–49.
KBBI. (2008). KAMUS BESAR INDONESIA PUSAT BAHASA (4 ed.). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Khoirudin, A. (2019). Muhammadiyah dan Pemberdayaan Masyarakat: Habitus, Modal, dan Arena. Dialog, 42(2), 165–
184.
Pratama, Y. C. (2015). Peran zakat dalam penanggulangan kemiskinan (Studi kasus: Program zakat produktif pada Badan Amil Zakat Nasional).
Tauhidinomics: Journal Of Islamic Banking And Economics, 1(1), 93–
104.
Setiawan, A. I. (2012). Dakwah Berbasis Pemberdayaan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Mad’u.
Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies, 6(2), 262–347.
Sovia, A. K., Lubis, D. S., & Zein, A. S.
(2020). Digitalisasi Pemberdayaan Ekonomi Mustahiq Berbasis Zakat Produktif. Journal of Islamic Social Finance Management, 1(1), 62–75.
Suherman, D. (2020). Implementasi kebijakan pengelolaan zakat mal melalui badan amil zakat nasional kabupaten Garut tahun 2019.
Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama, 3(2), 67–76.
Susiadi, A., & Putra, A. E. (2020).
Pengelolaan Harta Zakat Perspektif Hukum dan Dampaknya pada Sosio- ekonomi Masyarakat (Studi pada Lembaga Amil Zakat Masjid dan
Online Access: http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/zawa Musholla Se-bandar Lampung).
ASAS, 12(01), 106–118.
Tinggi, S., & Bukit, H. A. S. (2021).
Pemberdayaan Masyarakat. Ekonomi Lingkungan, 33.
Zein, A. S. (2020). Strategi Pemberdayaan Ekonomi Mustahiq Melalui Pendistribusian Zakat Produktif. Al- Masharif: Jurnal Ilmu Ekonomi dan Keislaman, 8(2), 266–282.