• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Putusan Pengadilan Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap Tentang Tanggung Gugat Berdasarkan Perbuatan Melanggar Hukum Karena Risiko

N/A
N/A
olive

Academic year: 2024

Membagikan "Analisis Putusan Pengadilan Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap Tentang Tanggung Gugat Berdasarkan Perbuatan Melanggar Hukum Karena Risiko"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Olivia Cherie Comeito

NIM : 032111133069

Kelas : Hukum Perikatan A-1

Tugas Hukum Perikatan

(Analisis Putusan Pengadilan Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap Tentang Tanggung Gugat Berdasarkan Perbuatan Melanggar Hukum Karena Risiko)

PUTUSAN

No. 123/PDT/2016/PT.DKI 1. Posisi Kasus (Statement of Facts)

Pada kasus ini, Rosneini Birman selaku Istri almarhum Birman Zubir,SH yang disebut sebagai Penggugat melawan Direktur Utama Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) sebagai Terbanding I, semula Tergugat I, Dr. Sugiarto, Sp.PD, selaku Dokter Penanggung Jawab Pasien Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) sebagai Terbanding II, semula Tergugat II, serta Dr. Nurita, selaku Dokter Jaga Umum Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) sebagai Terbanding III, semula Tergugat III.

Dalam gugatannya, Rosneini meminta pertanggung jawaban RSPAD Gatot Soebroto karena merasa dirugikan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit tempat dimana almarhum suaminya menjalankan perawatan karena hilangnya nyawa Birman Zubir dan menetapkan bahwa Tergugat telah melakukan Perbuatan Melanggar Hukum atas perbuatan pembiaran tersebut, bahwa seharusnya terdapat kewajiban kehati-hatian yang dilakukan oleh para Tergugat dengan tidak mengabaikan sesuatu yang semestinya dilakukan sehingga menimbulkan kerugian pada diri Penggugat yaitu hilangnya nyawa suaminya.

Pada tanggal 27 Pebruari 2013 Pukul 18.00 WIB Pasien Alm. Birman Zubir,SH (suami Penggugat) menggigil karena akibat infeksi, keadaan tersebut diperburuk dengan Ruang Rawat Kamar 103 yang terlalu dingin, sehingga anak Pasien (Dr. Farida Oktavina) meminta agar AC dimatikan. Kemudian AC dimatikan. Anak Pasien juga meminta selimut tebal untuk pasien, tetapi Dr. Nurita (Tergugat III) tidak memberikannya, dengan

(2)

alasan bahwa selimut tebal dapat menghalangi penguapan tubuh Pasien. Atas dasar tersebut, Tergugat III hanya memberikan kain putih tipis seperti sperai alas tempat tidur untuk menutupi tubuh pasien, dan memberikan obat Farmadol drip melalui infuse, kemudian Pasien tertidur pada Pukul 21.00 WIB. Saat Pasien tertidur, anak Pasien (Dr.

Farida Oktavina) berganti jaga dengan suaminya. Namun ternyata AC dihidupkan kembali oleh Suster pada pukul 22.00 WIB atas perintah Tergugat III selaku dokter jaga pada saat itu, hal ini diketahui setelah seminggu kemudian dari suami anak Pasien (orang awam tidak mengerti tentang medis).

Menurut pernyataan Penggugat, Tergugat III selaku dokter jaga pada saat itu tidak mengindahkan permintaan keluarga Pasien Kondisi dingin yang berlebihan, bahwa Tergugat III tidak toleran dengan kondisi tubuh Pasien, dengan hanya memberikan kain putih tipis. Sehingga Pasien dibiarkan kedinginan dan tidak dilakukan konsultasi ke dokter spesialis sebagaimana yang tercantum dalam SOP menghidupkan kode biru.

Kemudian Anak Pasien (Dr. Farida Oktaviana) berkonsultasi kepada Pakar kesehatan mengenai masalah kain putih tipis untuk Pasien Infeksi, saat Pasien sudah meninggal tiga minggu kemudian. Pakar Kesehatan menjawab bahwa Tidak Ada Teori atau Penelitian seperti yang disebutkan oleh tergugat III. Pasien yang sakit demam dan Parah, seharusnya dibuat nyaman dan ketika Pasien merasa tubuhnya kedinginan, maka seharusnya diselimuti dengan selimut tebal dan dibuat nyaman. Karena secara tidak langsung kondisi ruangan yang dingin tersebut merupakan faktor yang menyebabkan Pasien Syok (tekanan darah menurun), lalu pada tanggal 28 Pebruari 2013 Pukul 05.45 WIB, Pasien dikabarkan meninggal dunia oleh Tergugat III (Dr. Nurita).

Akan tetapi, Tergugat dalam konvensinya menyebutkan bahwa dalil Penggugat tersebut tidaklah benar dan sangat mengada-ada karena tidak sesuai fakta yang terjadi serta tidak beralasan karena pasien tidak menandakan gejala kedinginan meskipun AC dalam ruangan dihidupkan dan pasien tidak menggunakan selimut tebal, pasien pun tidak pernah mengeluh kedinginan atau meminta AC kamar dimatikan kepada suster pada saat perawat-perawat Tergugat I bergantian mengecek pasien. Hal ini dapat dilihat dan dibuktikan, bahwa tidak ada keluhan dari penunggu pasien malam itu yaitu suami dr Farida Oktavina (anak pasien dan Penggugat) maupun kondisi nyata pasien yang dilihat oleh perawat dan Tergugat I yang bertugas pada malam hari tanggal 27 Februari 2013 sampai dengan dini hari tanggal 28 Februari 2013. Selebihnya, tidak terdapat relevansi

(3)

antara masalah “kain tipis” yang dipakai pasien dengan faktor yang menyebabkan pasien syok sebagaimana didalilkan oleh Penggugat.

Tergugat juga menyebutkan bahwa penanganan pasien dan tindakan medis atas nama pasien (alm) Birman Zubir,SH, suami Penggugat, yang dilakukan oleh Para Tergugat adalah telah sesuai dengan Standar Pelayanan Medis dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dimiliki dan diterapkan oleh Tergugat I (RSPAD) dan Penggugat bukanlah instansi atau orang yang berkompeten/berwenang serta memiliki kompetensi untuk menilai apalagi menyatakan bahwa SOP yang dimiliki dan diterapkan oleh Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III adalah SOP suatu kekeliruan yang nyata. Hal tersebut jelas telah melampui kewenangan dari Penggugat. Tergugat juga menegaskan bahwa pasien (alm) Birman Zubir, SH bukanlah pasien yang dalam kondisi kesehatan baik pada saat datang dan juga merupakan pasien yang sudah sangat lanjut usia (76 tahun 8 bulan), dan pada saat menerima pasien, baik Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III hanyalah berusaha memberikan pelayanan kesehatan namun tidak menjamin bahwa nyawa pasien pasti bisa diperpanjang oleh Para Tergugat.

Sebagaimana telah diuraikan oleh Tergugat, maka tidak ada kesalahan ataupun kelalaian dalam memberikan Pelayanan Kesehatan oleh Tergugat I dan tidak ada kesalahan atau kelalaian medis apapun yang dilakukan oleh Tergugat II dan Tergugat III dalam menangani pasien ( alm) Birman Sehingga terbukti bahwa Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III tidak melakukan Perbuatan Melanggar Hukum dalam memberikan Pelayanan Kesehatan dan dalam melakukan tindakan medis/kedokteran terhadap pasien (alm) Birman Zubir, SH, suami Penggugat. Bahwa sebaliknya, justru Para Tergugat sangat dirugikan baik secara materiil mapun secara immateriil dengan adanya dalil-dalil gugatan Penggugat yang mengada-ada yang ditujukan kepada Para Tergugat. Hal ini menyebabkan Para Tergugat mengalami kerugian immaterial karena tercemarnya nama baik mereka dalam profesinya serta hilangnya kepercayaan pasien-pasien pada rumah sakit RSPAD tersebut.

2. Permasalahan (Problem Statement)

1. Pihak mana yang telah terbukti melakukan Perbuatan Melanggar Hukum?

(4)

2. Bagaimana aspek/bentuk pertanggungjawaban yang terdapat pada perkara tersebut apabila dikaitkan dengan Pasal 1367 Ayat (1) dan (3)?

3. Aturan Hukum (Applicable rules)

 Pasal 1367 Ayat (1) dan (3), yang mengatur :

“Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang- orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.”

“Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan ole pelayan-pelavan atau bawahan-bawahan mereka didalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya.”

 Putusan Hoge Raad tanggal 4 November 1938, yaitu:

“Pertanggungjawaban berdasarkan Pasal 1367 KUHPerdata dimaksudkan untuk mencakup pula kerugian yang disebabkan oleh perbuatan yang tidak termasuk tugas yang diberikan pada bawahan, namun ada hubungannya sedemikian rupa dengan tugas bawahan tersebut, sehingga perbuatan tersebut dianggap dilakukan dalam pekerjaan untuk mana bawahan tersebut dianggap dilakukan dalam pekerjaan, untuk mana bawahan tersebut digunakan.”

 Pasal 58 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

“Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.”

 Pasal 4 UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

“Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.”

(5)

 Pasal 46 UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

“Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.”

 UU No. 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura, Reglement Indonesia yang Diperbaharui (HIR) dan Ketentuan Hukum lain yang bersangkutan.

4. Analisis Kasus (Analysis)

Berdasarkan Akta Permohonan Banding Nomor

130/SRT.PDT.PDG/2014/PN.JKT.PST, jo. Nomor 569/PDT.G/2013/PN.JKT.PST.

menyatakan pada tanggal 09 September 2014, diketahui bahwa Pembanding yang semula adalah para Tergugat telah menyatakan banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 569/PDT.G/2013/PN.JKT.PST. dan permohonan banding tersebut telah diberitahukan kepada Terbanding yang semula Penggugat pada tanggal 07 Nopember 2014. Majelis Hakim Tingkat Pertama menimbang bahwa tidak dapat dibuktikan bahwa para Tergugat tidak memberikan selimut kepada pasien yang mengakibatkan pasien meninggal akibat menggigil kedinginan ditambah dengan ruangan ber AC yang terlalu dingin, dan Penggugat juga tidak dapat membuktikan bahwa pemberian obat Parmadol drip menyebabkan pasien meninggal dunia.

Selebihnya, berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, terhadap pasien sudah dilakukan evaluasi oleh Tergugat II (Spesialis Penyakit Dalam) sebelum keluar ICU dan dinyatakan kondisi pasien stabil sehingga tidak benar Tergugat III (Dokter Umum) sebagai Dokter jaga mengambil alih tindakan sendiri terhadap pasien dan berakibat pasien meninggal dunia, demikian juga SOP menghidupkan kode biru tidak dapat dibuktikan oleh Penggugat karena berdasarkan keterangan saksi menerangkan bahwa Tergugat III selaku Dokter jaga terhadap pasien. Sehingga memori banding yang diajukan Pembanding serta Kontra memori banding dari para Terbanding tidak memuat hal-hal yang baru yang perlu dipertimbangkan, dengan demikian Majelis Tingkat Banding menyetujui dan membenarkan putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama serta menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 26 Agustus 2014 No 569/Pdt.G/2013/PN.JKT.PST yang diajukan banding tersebut oleh karena pertimbangan-

(6)

pertimbangan hukumnya telah memuat dan menguraikan dengan tepat dan benar semua keadaan serta alasan-alasan yang menjadi dasar dalam putusannya dan dianggap telah tercantum pula dalam putusan di tingkat banding.

ž Perbuatan Melanggar Hukum (PMH)

Perbuatan Melanggar Hukum di Indonesia secara normatif merujuk pada Pasal 1365 BW yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum dan menimbulkan kerugian akan bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkannya. Secara umum, untuk dapat mengatakan bahwa seseorang telah melakukan Perbuatan Melanggar Hukum, penggugat harus dapat menunjukkan telah terpenuhinya/terbuktinya syarat-syarat berikut:

1. Perbuatan Melanggar Hukum

Perbuatan Melanggar Hukum terjadi tidak hanya ketika terjadi pelanggaran hukum tertulis yaitu undang-undang, tetapi juga melanggar hukum tidak tertulis berupa kepatutan, ketelitian atau kehati- hatian. Dalam hal ini, melanggar hukum dianggap sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, atau bertentangan dengan kesusilaan, dan juga bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik.

2. Adanya Kesalahan

Unsur kesalahan mencakup kealpaan yaitu kesalahan dalam arti luas dan kesalahan dalam arti sempit. Kesalahan dalam arti luas diwujudkan dalam bentuk tidak melakukan sesuatu, atau telah melakukan sesuatu, secara lain daripada yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang umumnya dalam keadaan yang sama. Dalam arti sempit, kesalahan berarti kesengajaan yaitu apabila pelaku tahu betul bahwa perbuatannya akan mengakibatkan kerugian pada pihak lain. Selain itu, unsur kesalahan juga terdiri dari dua pengertian, pertama pengertian yang obyektif yaitu suatu ukuran tingkah laku yang ditentukan menurut ukuran yang umum untuk mencegah terjadinya kerugian. Kedua, pengertian subyektif, yaitu berkenaan dengan pelaku itu sendiri, apakah mempunyai suatu kecakapan untuk mengatasi kerugian

(7)

yang mungkin timbul, hal ini akan yang akan menentukan apakah bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan.

3. Adanya Kerugian

Pada dasarnya, kerugian terbagi ke dalam dua bentuk, yaitu kerugian materiil dan kerugian immateriil. Kerugian materiil adalah kerugian yang ditimbulkan oleh pihak lain dan dapat diminta sejumlah nilai untuk ganti rugi tersebut. Sedangkan kerugian immateriil adalah kerugian yang tidak dapat dinilai dengan sejumlah pembayaran tapi menimbulkan rasa tidak tenang, rasa malu, seperti penghinaan dan pencemaran nama baik. Dimungkinkannya ganti kerugian untuk kerugian immateriil bertujuan sebagai upaya mengembalikan keadaan seperti semula, yaitu keadaan sebelum perbuatan melanggar hukum terjadi.

4. Adanya Hubungan Sebab Akibat (Kausalitas)

Diperlukan hubungan sebab akibat untuk mengetahui bagaimanakah hubungan suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian pada pihak lain.

Apabila merujuk pada kasus tersebut, dapat dipahami bahwa kedua belah pihak, yaitu Penggugat dan Tergugat saling mendalilkan kepada satu sama lain bahwa telah terjadi Perbuatan Melanggar Hukum yang merugikan masing-masing pihak, yang mana Penggugat mendalilkan bahwa sikap Tergugat III yang tidak melakukan tindakan apapun terhadap Pasien dalam kondisi yang buruk, sehingga menyebabkan Pasien meninggal dunia, yang artinya perbuatan tersebut sama dengan pembiaran, dan hal tersebut dapat dikwalifisir sebagai perbuatan melanggar hukum. Akan tetapi Majelis Hakim dalam putusannya mempunyai pertimbangan bahwa Pasien meninggal secara wajar (naturally death) saat menjalani perawatan, dan bukan meninggal pada saat dilakukan tindakan medis atau tindakan kedokteran oleh Tergugat II maupun tergugat III. Penyebab kematian pasien adalah sudden death suspect pulmonary embolism yang menyebabkan kegagalan kardio vascular (sudden cardiac arrest). Maka dari itu Majelis Hakim menyatakan Penggugat lah yang telah terbukti melakukan Perbuatan Melanggar Hukum kepada Para Tergugat dan menghukum Penggugat untuk membayar ganti rugi Immateriil atas tercemarnya nama baik Para Tergugat dalam profesinya serta hilangnya kepercayaan

(8)

pasien-pasien pada rumah sakit RSPAD terhadap institusi pelayanan kesehatan, yaitu sebesar Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).

ž Aspek Pertanggungjawaban pada Pasal 1367 Ayat (1) dan (3)

Pertanggungjawaban dalam perbuatan melanggar hukum salah satunya dirumuskan dalam Pasal 1367 ayat (1) BW yang menentukan bahwa seseorang tidak hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga terhadap perbuatan orang yang menjadi tanggungannya atau barang-barang yang berada dalam pengawasannya. Pertanggungjawaban ini dikenal sebagai tanggung gugat atau yang dalam istilah Belanda disebut sebagai aanprakelijkheid yaitu teori yang menentukan siapakah yang harus menerima gugatan atau siapa yang harus digugat karena adanya suatu perbuatan melanggar hukum. Terhadap tanggung gugat atas perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh orang lain ini dalam ilmu hukum dikenal dengan teori tanggung jawab pengganti atau vicarious liability.

Vicarious liability atau tanggung gugat pengganti dapat dipahami sebagai suatu pertanggungjawaban pengganti yang dibebankan kepada pihak yang bertanggungjawab atas seseorang terhadap tindakan yang dilakukan oleh pihak yang berada di bawah tanggungannya. yaitu adanya perjanjian kerja dan tidak adanya ikatan kerja namun adanya penyerahan pekerjaan dari orang yang memimpin sendiri pekerjaannya. Adanya hubungan majikan dengan bawahan dalam badan hukum dengan organnya ini juga tidak terlepas dari adanya ikatan kerja yang terdapat pada Pasal 1601 a yang menentukan:

“Persetujuan perburuhan adalah dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak yang lain, si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah.” Sehingga adanya hubungan pekerjaan berdasarkan perjanjian kerja menyebabkan seorang menjadi majikan dan seorang menjadi bawahan.

Adanya pertanggungjawaban berdasarkan pasal 1367 KUHPerdata adalah hanya kerugian yang timbul saat bawahan menjalankan pekerjaannya yang sesuai dengan tujuan bawahan tersebut dipekerjakan. Selain itu, dapat juga dikenakan tanggung jawab apabila perbuatan bawahan tersebut walaupun tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan tetapi setidaknya masih terdapat hubungan dengan pekerjaan yang dilakukannya.

(9)

Jika merujuk pada isu hukum di atas, maka lewat putusan tersebut dapat diketahui bahwa :

 Tergugat I digugat karena Pertanggung jawaban Rumah Sakit sebagai Employer dari seorang Dokter yang menjadi Subordinat sebagaimana disebut dalam pasal 1367 BW, bahwa Direktur Rumah Sakit ikut berbagi tanggung jawab bila ada kesalahan yang dilakukan oleh sebagai pekerja dalam rumah sakit tersebut, hal ini dapat disebut sebagai Vicarious Liabiity. Dengan prinsip ini maka Rumah Sakit dapat bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan oleh Dokternya (subordinat). Tergugat I juga merupakan pimpinan tertinggi organisasi RSPAD Gatot Soebroto yang berperan sebagai pembuat kebijakan dan mengatur segala aktivitas internal Rumah Sakit serta bertanggung jawab membawahi Staf-staf maupun Dokter-Dokter dalam fungsi pelayanan Rumah Sakit terhadap masyarakat/pasien sehingga bertanggung jawab atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya ataupun yang mengatas namakan Rumah Sakit.

 Tergugat II adalah selaku Dokter Penanggung Jawab Pasien baik diruang ICU maupun di Paviliun Darmawan RSPAD Gatot Soebroto, memiliki otoritas dan tanggung jawab penuh dalam pengambilan segala tindakan yang dilakukan terkait kesehatan pasien/suami Penggugat. Sehingga terhadap hal-hal yang mengakibatkan kerugian atau membahayakan kesehatan Penggugat, secara langsung ataupun tidak langsung merupakan kesalahan maupun kelalaian Tergugat II sebagai Dokter yang bertanggung jawab terhadap Pasien

 Tergugat III adalah selaku Dokter Jaga yang bertugas mengawasi Pasien (Almarhum suami Penggugat) pada waktu itu, yang terdaftar dan bekerja di Rumah Sakit RSPAD Gatot Soebroto, serta memiliki hubungan kerja dengan Tergugat II. Oleh karena itu segala tindak tanduk Tergugat III juga merupakan tanggung jawab Tergugat II sepanjang aktifitas pekerjaan Tergugat III sebagai Dokter di lingkungan RSPAD Gatot Soebroto.

5. Konklusi (Conclusion)

Sesuai dengan fakta di persidangan dalam kasus ini, Penggugat telah terbukti melakukan Perbuatan Melanggar Hukum yang secara layak diatur dalam Pasal 1365 BW

(10)

karena telah memenuhi unsur-unsur pada pasal tersebut, yaitu adanya hubungan kausal yang timbul dari perbuatan Penggugat dengan kerugian yang dialami oleh Para Tergugat, yang mana Penggugat menyatakan dalam dalilnya bahwa Para Tergugat telah melakukan Perbuatan Melanggar Hukum dan bertentangan dengan unsur adanya suatu kewajiban kehati-hatian sebagaimana dimaksud pada butir 20 dan 21 dalam gugatan Penggugat.

Majelis Hakim tidak menemukan adanya kesalahan ataupun kelalaian dalam memberikan Pelayanan Kesehatan oleh Tergugat I dan tidak ada kesalahan atau kelalaian medis apapun yang dilakukan oleh Tergugat II dan Tergugat III dalam menangani pasien (alm) Birman Zubir, SH, suami Penggugat. Kematian pasien tersebut adalah merupakan kematian alami/natural dead, merupakan hak dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa pada setiap manusia ciptaan-Nya, sehingga tidak ada Perbuatan Melanggar Hukum yang dilakukan Para Tergugat kepada Penggugat, oleh karenanya Penggugat tidak berhak menuntut ganti-rugi apapun kepada Para Tergugat berdasarkan ketentuan Pasal 1365 jo Pasal 1366 jo Pasal 1367 BW. Sehingga atas hal tersebut, Para Tergugat merasa sangat dirugikan dengan adanya dalil-dalil/tuduhan mengada-ada, tidak benar dan tidak berdasarkan fakta hukum yang terjadi yang ditujukan kepadanya karena tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terjadi sebagaimana didalilkan oleh Penggugat.

Berkaitan dengan aspek/bentuk pertanggungjawaban berdasarkan Pasal 1367 BW, maka jika pada kenyataannya yang terbukti melakukan Perbuatan Melanggar Hukum adalah pihak Tergugat, maka Tergugat I yang merupakan Direktur dari Rumah Sakit tempat pegawainya (dalam kasus ini adalah dokter) bekerja dapat dibebankan tanggung jawab risiko. Dimana berdasarkan Pasal 1367 ayat (1) BW diatur bahwa seseorang tidak hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga terhadap perbuatan orang yang menjadi tanggungannya atau barang-barang yang berada dalam pengawasannya (vicarious liability). Sehingga terdapat tanggung jawab pada Tergugat I yang menjadi Subordinat dan harus ikut berbagi tanggung jawab bila ada kesalahan yang dilakukan oleh pekerja dalam rumah sakit tersebut. Dengan prinsip ini maka Rumah Sakit dapat bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan oleh Dokternya (subordinat). Tergugat I dapat dibebankan risiko untuk bertanggung gugat karena ia merupakan pimpinan tertinggi organisasi RSPAD Gatot Soebroto yang berperan sebagai pembuat kebijakan dan mengatur segala aktivitas internal Rumah Sakit serta bertanggung jawab membawahi staf-staf maupun dokter-dokter dalam fungsi pelayanan Rumah Sakit terhadap masyarakat/pasien sehingga bertanggung jawab atas

(11)

kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya ataupun yang mengatas namakan Rumah Sakit.

Berdasarkan pertimbangan di atas, putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi Jakarta dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi I Rosneini Birman dan Para Pemohon Kasasi II Direktur Utama Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto dan kawan-kawan tersebut harus ditolak sebagaimana putusan No. 1145 K/Pdt/2017 yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung.

ž Referensi

Rivo Krisna Winastri, Ery Agus Priyono, Dewi Hendrawati, (2017).

“Tinjauan Normatif Terhadap Ganti Rugi Dalam Perkara Perbuatan Melawan Hukum Yang Menimbulkan Kerugian Immateriil (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta No. 568/1968.G), Diponegoro Law Journal Volume 6, Nomor 2.

Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum : Tanggung Gugat (aansprakelijkheid) Untuk Kerugian, Yang Disebabkan Karena Perbuatan Melawan Hukum, cet. 1 Jakarta: Pradnya Paramita, 1979.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Pasal 1 ayat 5 UUPT disebutkan bahwa direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan