S K R I P S I
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh:
ARIEF JUANDA SIREGAR 130200231
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
Arief Juanda Siregar*) Saidin**)
Zulfi Chairi ***)
Perjanjian pinjam meminjam menimbulkan suatu hubungan hukum antara para pihak. Apabila salah satu pihak lalai dalam melakukan kewajibannya, maka ia harus bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan kepada pihak lain atas dasar ingkar janji (wanprestasi). Di dalam perjanjian pinjam meminjam terdapat dua pihak yang melakukan perjanjian, merupakan pihak yang memberi pinjaman uang dan pihak yang menerima pinjaman uang. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana aspek hukum perjanjian pinjam meminjam.
Bagaimana perbuatan melawan hukum dalam perjanjian pinjam meminjam.
Bagaiman analisis putusan Nomor 6/Pdt.G-S/2018/PN-Mdn dalam perbuatan melawan hukum pada perjanjian pinjam meminjam.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian ini bersumber pada studi kepustakaan.
Teknik pengumpulan data dilakukan secara studi kepustakaan. Metode penelitian deskriptif.
Aspek hukum perjanjian pinjam meminjam, peminjam harus melaksanakan kewajibannya membayar pinjaman tepat pada waktu, jika waktu yang diberikan belum juga membayar alan dikenakansanksi berupa bunga, besarnya jumlah bunga yang akan dikenakan berdasarkan lamanya hutang yang tertunggak yang dilakukan oleh pihak peminjam. Perbuatan melawan hukum dalam perjanjian pinjam meminjam, yaitu timbulnya kerugian bagi korban.
Kerugian tersebut harus diganti oleh orang-orang yang dibebankan oleh hukum untuk mengganti kerugian tersebut. Analisis putusan Nomor 6/Pdt.G-S/2018/PN- Mdn dalam perbuatan melawan hukum pada perjanjian pinjam meminjam.
Gugatan yang diajukan oleh Penggugat tidak dapat diterima oleh Majelis Hakim.
Penulis setuju dengan putusan hakim karena Penggugat tidak serius mengajukan gugatan dan karenanya gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Gugatan Penggugat tidak dapat diterima sedangkan gugatan ini adalah untuk kepentingan Penggugat maka Penggugat akan dihukum untuk membayar biaya perkara.
Kata Kunci: Perjanjian, Perbuatan Melawan Hukum, Pinjam Meminjam
1*) Arief Juanda Siregar, Mahasiswa FH USU
**) OK. Saidin, Dosen Pembimbing I
***) Zulfi Chair, Dosen Pembimbing II
SWT yang telah melimpahkan kasih dan sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM (Analisis Putusan Nomor 6/Pdt.G-S/2018/PN-Mdn)” Maksud dari penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak mungkin dapat selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik dukungan moral maupun materil. Untuk itu penulis mengucapakan terima kasih banyak kepada semua pihak yang terlibat:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. OK. Saidin SH, M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus dosen pembimbing I dalam penulisan skripsi ini, terima kasih atas waktu yang diberikan dan masukan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H, M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak Syamsul Rizal, S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
8. Ibu Zulfi Chairi, SH.M.Humm selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan untuk menyelesaikan skripsi.
9. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
10. Kedua orang tua penulis Papa dan Mama yang dengan tulus, kasih sayang dan kesabaran memberikan kepercayaan, dorongan semangat, dukungan materil dan doa yang tidak pernah putus sehingga dapat menyelesaikan studi.
Semoga Allah memberikan balasan atas semua bantuan yang diberikan, penulis menyadari skripsi ini masih jauh terlengkapi. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk skripsi ini dimasa yang akan datang.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah dan memperluas pengetahuan kita semua, terima kasih.
Medan, Desember 2019 Penulis
Arief Juanda Siregar
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Keaslian Penelitian ... 8
E. Tinjauan Kepustakaan ... 11
F. Metode Penelitian ... 16
G. Sistematika Penulisan ... 19
BAB II ASPEK HUKUM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM ... 21
A. Perjanjian Pinjam Meminjam ... 21
B. Faktor Penyebab Terjadinya Perbuatan Hukum dalam Perjanjian Pinjam Meminjam ... 35
C. Aspek Hukum Perjanjian Pinjam Meminjam ... 37
BAB III PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM ... 42
A. Sejarah Perbuatan Melawan Hukum ... 42
B. Perbuatan Melawan Hukum ... 48
C. Perbuatan Melawan Hukum Dalam Perjanjian
Pinjam Meminjam ... 54
A. Duduk Perkara dalam Putusan Nomor 6/Pdt.G-S/2018/PN-Mdn 64
B. Putusan Kasus Nomor 6/Pdt.G-S/2018/PN-Mdn ... 68
C. Analisis Putusan Nomor 6/Pdt.G-S/2018/PN-Mdn ... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74
A. Kesimpulan ... 74
B. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 76
A. Latar Belakang
Manusia dalam hidupnya berinteraksi dengan manusia lainnya, sehingga manusia sebagai makhluk hidup bersifat zoon politicon. Interaksi sosial yang dilakukan oleh manusia yang satu dengan manusia yang lainnya tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. Adanya interaksi sosial tersebut memerlukan suatu aturan agar kehidupam dalam masyarakat menjadi tertib dan aman. Ruang lingkup interaksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya tersebut menimbulkan adanya suatu perbuatan hukum yang berada dalam ranah hukum privat.
1Keperluan akan dana dalam kehidupan sehari- hari guna menggerakkan roda perekonomian dirasa semakin meningkat. Disatu sisi terdapat masyarakat yang mempunyai dana, namun tidak memiliki kemampuan untuk mengelolanya, dan disisi lain terdapat kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan untuk berusaha, namun terkandala oleh dana karena hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki dana sama sekali.
2Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
3Perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya
1
Moch. Isnaeni, Pijar Pendar Hukum Perdata, Surabaya, Revka Petra Media, 2016, hlm.
117
2
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Jaminan Fidusia, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2000, hlm 1
3
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bandung, Mandar Maju, 2000,
hlm. 4
disebut KUHPerdata), yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.
Dengan terpenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka secara hukum mengikat bagi para pihak yang membuatnya perjanjian tersebut.
4Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak mengikatkan dirinya terhadap pihak lain atau dengan kata lain suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Berdasarkan peristiwa, timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.
5Salah satu jenis perikatan yang dilahirkan dari perjanjian adalah pinjam peminjam sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata, yaitu perjanjian pinjam meminjam merupakan persetujuan dengan mana pihak kesatu
"memberikan" kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabiskan, karena pemakaian, dengan syarat pihak yang belakangan ini akan mengembalikan jumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
Secara umum dapat dikatakan bahwa peminjam dalam meminjam uang dipergunakan untuk membiayai kebutuhan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari atau untuk memenuhi keperluan dana guna pembiayaan kegiatan usaha. Dengan demikian, kegiatan pinjam-meminjam uang sudah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat saat ini.
64
Ibid
5
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa, 2010, hlm 1
6
M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2008, hlm. 1
Pinjam meminjam merupakan suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabiskan karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.
7Perjanjian pinjam meminjam menimbulkan suatu hubungan hukum antara para pihak. Apabila salah satu pihak lalai dalam melakukan kewajibannya, maka ia harus bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan kepada pihak lain atas dasar ingkar janji (wanprestasi). Di dalam perjanjian pinjam meminjam terdapat dua pihak yang melakukan perjanjian, merupakan pihak yang memberi pinjaman uang dan pihak yang menerima pinjaman uang. Istilah yang sering dipakai dalam perjanjian pinjam meminjam tersebut, untuk pihak yang memberikan pinjaman adalah pihak yang berpiutang atau kreditur, sedang pihak yang menerima pinjaman disebut pihak yang berutang atau debitur.
8Kegiatan pinjam-meminjam uang yang dikaitkan dengan persyaratan penyerahan jaminan utang banyak dilakukan oleh perorangan dan berbagai badan usaha. Badan usaha umumnya secara tegas mensyaratkan kepada pihak peminjam untuk menyerahkan suatu barang (benda) sebagai objek jaminan utang pihak peminjam. Jaminan utang yang ditawarkan (diajukan) oleh pihak peminjam umumnya akan dinilai oleh badan usaha tersebut sebelum diterima sebagai objek jaminan atas pinjaman yang diberikannya.
97
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2014, hlm.125
8
Gatot Supramono, Perjanjian Pinjam meminjam, Cetakan Pertama, Jakarta, Kencana Prenada Media Grup, 2014, hlm. 9
9
M. Bahsan, Op.Cit., hlm.3
Pinjam-meminjam sudah menjadi kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat luas di Indonesia, sehingga pengaturan hukumnya juga sudah jelas di Indonesia. Pengaturan hukumnya diatur lengkap dalam Buku Ke-III KUHPerdata.
Defenisi pinjam-meminjam yaitu suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir itu akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula (Pasal 1754 KUHPerdata).
10Hubungan pinjam meminjam tersebut dapat dilakukan dengan kesepakatan antara peminjam (debitur) dan yang meminjamkan (kreditur) yang dituangkan dalam suatu bentuk perjanjian. Perjanjian utang piutang dalam KUHPerdata dapat diidentikkan dengan perjanjian pinjam meminjam, yaitu merupakan perjanjian pinjam meminjam barang berupa uang dengan ketentuan yang meminjam akan mengganti dengan jumlah nilai yang sama seperti pada saat ia meminjam.
11Pihak pemberi pinjaman seharusnya melakukannya berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku berkaitan dengan objek jaminan utang dan ketentuan hukum tentang penjaminan utang yang disebut sebagai hukum jaminan. Hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan Indonesia yang berlaku saat ini.
12Penetapan ingkar janji (wanprestasi) merupakan pesan dari kreditur kepada debitur dengan mana kreditur memberitahukan pada saat kapankah selambat-
10
R. Subekti, Op.Cit, hlm 125
11
M. Bahsan, Op.Cit., hlm 1
12
Ibid, hlm 3
lambatnya debitur mengharapkan pemenuhan prestasi. Dengan pesan ini kreditur menentukan dengan pasti, pada saat manakah debitur dalam keadaan ingkar janji (wanprestasi), manakala debitur tidak memenuhi prestasinya. Sejak saat itu pulalah debitur harus menanggung akibat-akibat yang merugikan yang disebabkan tidak dipenuhinya prestasi. Jadi penetapan lalai adalah syarat terjadinya ingkar janji (wanprestasi).
13Wanprestasi merupakan suatu peristiwa atau keadaan dimana debitur tidak memenuhi kewajiban prestasi perikatannya dengan baik.
14Wanprestasi (ingkar janji) mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang (debitur) melakukan wanprestasi (ingkar janji). Apabila atas perjanjian yang disepakati terjadi pelanggaran, maka dapat diajukan gugatan wanprestasi, karena ada hubungan hukum antara pihak yang menimbulkan kerugian dan pihak yang menderita kerugian.
15Tuntutan wanprestasi perjanjian pinjam meminjam, tuntutan-tuntutan tersebut satu dengan yang lainnya saling berkaitan, karena untuk dapat mengatakan perbuatan Tergugat sebagai wanprestasi, maka perbuatan itu harus didasarkan pada suatu perjanjian yang sah. Begitu pula dengan tuntutan Penggugat dihukum untuk membayar kewajibannya kepada Penggugat, maka harus didasarkan tentang adanya wanprestasi yang dilakukan oleh Tergugat.
Seperti yang terjadi dalam perkara wanprestasi (ingkar janji) dalam Putusan Nomor 6/Pdt.G-S/2018/PN-Mdn) tentang perjanjian pinjam meminjam yang akan penulis uraikan sebagai berikut:
13
R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung, Putra A Bardin, 2006, hlm 3
14
J. Satrio, Wanprestasi Menurut KUHPerdata, Doktrin, Dan Yurisprudensi, Bandung, Citra Aditya Bakti,2012, hlm 2
15
Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisis Kasus, Jakarta, Prenadamedia Group,
2014, hlm 111
Elyfer Pangihutan Situmorang, selaku Penggugat beralamat di Jalan Pertiwi Baru Gang Tapanuli No.01 Kelurahan Bantan, Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan, Provinsi Sumatera, dengan Andigan Hasudungan Hutagaol, selaku Tergugat yang beralamat di Jalan Bersama Gang Jaya No.01 Kelurahan Bantan, Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Penggugat dengan surat gugatan tanggal 9 Maret 2018 yang diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 14 Maret 2018 dalam Register Nomor 6/Pdt.G-S/2018/PN-Mdn. Penggugat dan Tergugat merupakan sahabat yang kebetulan satu kelurahan yaitu di Kelurahan Bantan, Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan.
16Hubungan baik antara Penggugat dan Tergugat, dan pada suatu hari Tergugat datang ke rumah Penggugat untuk meminjam uang dengan alasan ada keperluan yang sangat mendesak dan Tergugat memohon agar Penggugat menolong dan memberi pinjaman kepada agar Penggugat menolong dan memberi pinjaman kepada Tergugat sebesar Rp. 175. 000.000 (seratus tujuh puluh lima juta rupiah).
17Sehingga dalam putusan perkara tersebut majelis hakim pengadilan negeri didalam amar putusannya menyatakan bahwa mengabulkan sebagian gugatan dari pada Penggugat.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dilakukan penelitian lebih lanjut dalam bentuk skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Terhadap Perbuatan Melawan Hukum Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam (Analisis Putusan Nomor 6/Pdt.G-S/2018/PN-Mdn).
16
Putusan Nomor 6/Pdt.G-S/2018/PN-Mdn
17
Ibid
B. Rumusan Masalah
Latar belakang yang telah dijelaskan di atas, timbul permasalahan terkait dengan perbuatan melawan hukum dalam perjanjian pinjam meminjam, adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana aspek hukum perjanjian pinjam meminjam?
2. Bagaimana perbuatan melawan hukum dalam perjanjian pinjam meminjam?
3. Bagaimana analisis putusan Nomor 6/Pdt.G-S/2018/PN-Mdn dalam perbuatan melawan hukum pada perjanjian pinjam meminjam?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian skripsi ini adalah
a. Untuk mengetahui aspek hukum perjanjian pinjam meminjam.
b. Untuk mengetahui perbuatan melawan hukum dalam perjanjian pinjam meminjam.
c. Untuk menganalisis putusan Nomor 6/Pdt.G-S/2018/PN-Mdn dalam perbuatan melawan hukum pada perjanjian pinjam meminjam.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut terbagi dalam dua
bagian yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Berikut penjelesannya di bawah
ini:
a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pengembangan dan sumbangsih ilmu pengetahuan khususnya hukum keperdataan berkaitan dengan masalah pinjam meminjam (utang piutang) dalam kehidupan sehari- hari.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan bagi pembaca dan pemahaman tentang perjanjian pinjam-meminjam yang terjadi dalam kehidupan sehari bagi pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian.
D. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelesuran yang telah dilakukan diperpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum yang ada di Indonesia, baik fisik maupun online tidak ditemukan terkait judul Tinjauan Hukum Terhadap Perbuatan Melawan Hukum Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam (Analisis Putusan Nomor 6/Pdt.G-S/2018/PN-Mdn), namun ada beberapa judul penelitian terkait dengan perbuatan melawan hukum dalam perjanjian hutang piitang, seperti:
Muhammad Nur Ukasyah (2016), Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin Makassar, dengan judul penelitian Tinjauan Yuridis Terhadap
Perjanjian Pinjam-Meminjam Uang Yang Dinyatakan Batal Demi Hukum (Studi
Kasus Putusan Nomor 451/Pdt.G/2012/PN.JkT.Bar). Adapun permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
1. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memutus Loan Agreement antara Nine AM Ltd. Dengan PT. Bangun Karya Pratama Lestari batal demi hukum sudah sesuai dengan hukum perjanjian.
2. Implikasi yuridis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam Perkara Nomor 451/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar. tentang pembatalan perjanjian pinjam-meminjam uang.
Hendri Sahputra (2017) Fakultas Hukum Universitas Medan Area Medan, dengan judul penelitian Tinjauan Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Debitur Dalam Perjanjian Kredit Bank (Studi Putusan Pengadilan Nomor 540/Pdt.G/2014/Pn.Mdn). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Akibat hukum terhadap perbuatan melawan hukum dalam peristiwa perjanjian
kredit bank.
2. Faktor-faktor penyebab terjadinya perbuatan melawan hukum dalam peristiwa perjanjian kredit bank.
3. Pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor:
364/Pdt.G/2009/PN.Mdn dikaitkan dengan perbuatan melawan hukum dalam perjanjian kredit bank.
Rohani Ruth Monisa Simarmata (2018), Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, dengan judul penelitian Akibat Hukum Perjanjian Pinjam-Meminjam Dengan Jaminan Harta Bersama Tanpa Persetujuan Suami Atau Istri (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Nomor : 56/ Pdt.G/
2013/ PN. TTD). Adapun permasalahan dalam penelitian ini :
1. Akibat hukum perjanjian yang tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
2. Pengaturan tentang harta bersama jika dijadikan sebagai objek jaminan.
3. Dasar pertimbangan hakim dalam menilai perjanjian tidak berkekuatan hukum sudah sesuai dengan hukum perjanjian.
Simson R Silalahi. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan (2019), dengan judul penelitian Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Dengan Jaminan BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) di PT. Prioritas Rakyat Sejahtera (PRS) Multi Finance, Cab. Medan Petisah. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah
1. Perjanjian antara nasabah dengan PT. Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
2. Hubungan hukum antara nasabah dengan PT. Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah dalam hal pinjam meminjam uang.
3. Penyelesaian sengketa apabila timbul wanprestasi dalam perjanjian antara nasabah dengan PT. Prioritas Rakyat Sejahtera Multi Finance Cab. Medan Petisah.
Berdasarkan penjelasan di atas terlihat perbedaan dan persamaan dalam
penelitian sebelum, dimana penelitian sebelumnya objek putusan korporasi
sedangkan penelitian ini objek penelitian pinjam meminjam antara
sahabat/tetangga satu kelurahan, dan didukung dengan pendapat para ahli, jurrnal-
jurnal, artikel serta putusan pengadilan. Penulis dapat mempertanggungjawabkan
baik secara akademik maupun ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Perjanjian
Istilah perjanjian ini mempunyai cakupan yang lebih sempit dibandingkan istilah perikatan. Dimana istilah perjanjian ini hanya mencakup perikatan yang lahir dari perjanjian saja.
18Perjanjian merupakan suatu pristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Berdasarkan peristiwa tersebut timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
19Menurut KRMT Tirtodiningrat sebagaimana dikutip oleh Agus Yudha Hernoko mengemukakan bahwa perjanjian yaitu suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undang-undang.
20Sedangkan menurut Pasal 1313 KUHPerdata, suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih
21Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum yang dilakukan antara satu atau lebih subjek
18
Amir Fuady, Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Bisnis,Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 2
19
Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit, hlm 1.
20
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsiobalitas dalam Kontrak Komersial, Yogyakarta, LaksBang Mediatama, 2008, hlm. 43
21
Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: Rincka Cipta, 2007, hlm. 363
hukum dengan satu atau lebih subjek hukum lainnya yang sepakat mengikatkan diri satu dengan lainnya tentang hal tertentu dalam lapangan harta kekayaan.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, antara lain sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; cakap untuk membuat suatu perjanjian; suatu hal tertentu; Suatu sebab yang halal. Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat- syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat- syarat objektif, karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
22Persyaratan tersebut di atas berkenaan baik mengenai subjek maupun objek perjanjian. Persyaratan yang pertama dan kedua berkenaan dengan subjek perjanjian atau syarat subjektif. Persyaratan yang ketiga dan keempat berkenaan dengan objek perjanjian atau syarat objektif. Pembedaan kedua persyaratan tersebut dikaitkan pula dengan masalah batal demi hukumnya dan dapat dibatalkannya suatu perjanjian. Apabila syarat objektif dalam perjanjian tidak terpenuhi, maka Perjanjian tersebut batal demi hukum atau perjanjian yang sejak semula sudah batal, hukum menganggap perjanjian tersebut tidak pernah ada.
Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau sepanjang perjanjian tersebut belum atau tidak dibatalkan pengadilan, maka perjanjian yang bersangkutan masih terus berlaku.
2322
Subekti, Hukum Perjanjian, Loc.Cit.
23
Gunawan Widjaja, Hapusnya Perikatan, Jakarta, Grafindo Persada, 2003, hlm. 13.
2. Perjanjian Pinjam Meminjam
Perjanjian pinjam-meminjam uang menurut KUHPerdata Pasal 1754 yang dinyatakan bahwa pinjam meminjam yakni perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
Perjanjian pinjam-meminjam menurut Bab XIII Buku III KUHPerdata mempunyai sifat riil. Pinjam meminjam yang murni terjadi atas dasar perjanjian pinjam meminjam disini tidak ada latar belakang persoalan lain, dan perjanjian itu dibuat hanya semata-mata untuk melakukan pinjam meminjam
24Hal ini dapat disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUHPerdata yang dinyatakan bahwa pinjam-meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis, karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Dikarenakan suatu perjanjian pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian riil, maka perjanjian baru terjadi setelah ada penyerahan, selama benda (uang) yang dipinjamkan belum diserahkan kepada debitur, maka Pasal 1754 Bab XIII KUHPerdata belum dapat diterapkan.
Objek perjanjian pinjam meminjam dalam Pasal 1754 KUH Perdata tersebut berupa barang-barang yang menghabiskan pemakaian. Buah-buahan, minyak tanah, pupuk, cat, dan kapur merupakan barang-barang yang habis karena
24
Gatot Supramono, Op.Cit, hlm 11
pemakaian. Uang dapat merupakan objek perjanjian utang piutang, karena termasuk barang yang habis, karena pemakaian. Uang yang fungsinya sebagai alat tukar, akan habis karena di pakai berbelanja. Kemudian dalam perjanjian pinjam meminjam tersebut, pihak yang meminjam akan mengembalikan barang yang di pinjam dalam jumlah yang sama dan keadaan yang sama pula.
3. Penyalahgunaan Keadaan
Penyalahgunaan merupakan bujukan, tekanan dan/atau dampak tanpa kekuatan fisik atau nyata, yang lebih dari nasihat biasa, yang mempengaruhi pendapat dan/atau kemauan pihak lain yang dikuasai, sehingga tidak dapat bertindak secara bebas dan arif, tetapi bertindak sesuai dengan kemauan atau maksud pihak yang mempengaruhinya.
25Penyalahgunaan keadaan terjadi apabila seseorang sudah tahu atau sepatutnya mengerti bahwa pihak lain disebabkan suatu keadaan khusus (seperti dalam keadaan darurat, ketergantungan, tidak dapat berpikir panjang, keadaan jiwa yang abnormal, atau tidak berpengalaman) tergerak untuk melakukan suatu perbuatan hukum, sedangkan orang tersebut mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa sebenarnya perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak lain tersebut seharusnya dicegah. Pengertian penyalahgunaan keadaan yang diungkapkan oleh Purwahid Patrik sebagaimana dikutip oleh Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, tersebut sudah ada dan ditentukan di dalam Pasal 3.2.10 Nieuw Burgerlijk Wetboek.
2625
Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Jakarta, Program Pascasarjana, FHUniversitas Indonesia, 2003, hlm 38.
26
Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2004, hlm 120.
Terbentuknya ajaran tentang penyalahgunaan keadaan disebabkan, karena belum adanya (waktu itu) ketentuan Burgerlijk Wetboek (Belanda) yang mengatur hal itu. Salah satu penerapan Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian (kesepakatan, kecakapan, pokok persoalan, bukan sebab yang terlarang), apakah tepat menggolongkan penyalahgunaan keadaan itu ke dalam sebab (causa) yang tidak dibolehkan (syarat sah yang keempat) atau tidak.
27Penyalahgunaan keadaan tidak dimasukkan lagi ke dalam kausa yang tidak halal melainkan dimasukkan ke dalam kategori cacat kehendak. Penyalahgunaan dikategorikan sebagai kehendak yang cacat, karena lebih sesuai dengan isi dan hakikat penyalahgunaan keadaan itu sendiri, penyalahgunaan keadaan tidak berhubungan dengan syarat-syarat objektif perjanjian, melainkan mempengaruhi syarat-syarat subjektif.
28Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi, maka akibatnya perjanjian tersebut dapat dibatalkan (vernietigbaar/voidable), sedangkan apabila syarat objektif tidak terpenuhi, maka berakibat perjanjian tersebut batal demi hukum (nietigbaar/null and void).
294. Perbuatan Melawan Hukum
Terminologi dari “Perbuatan Melawan Hukum” merupakan terjemahan dari kata onrechtmatigedaad, yang terdapat dalam KUHPerdata Buku III tentang Perikatan, Pasal 1365 sampai dengan Pasal 1380. Beberapa sarjana ada yang mempergunakan istilah “melanggar” dan ada yang mempergunakan istilah
“melawan”. Istilah “perbuatan melanggar hukum”, dengan mengatakan: “Istilah
27
H.P. Panggabean, Penyalahgunaan Keadaan sebagai Alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjian, Yogyakarta, Liberty, 2010, hlm 49
28
Ridwan Kharandy, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama), Yogyakarta, FH UII Pres, 2014, hlm 231.
29
Siti Malikhatun Badriyah, Sistem Penemuan Hukum dalam Masyarakat Prismatik,
Jakarta, Sinar Grafika, 2016, hlm 48.
onrechtmatigedaad dalam bahasa Belanda lazimnya mempunyai arti yang sempit, yaitu arti yang dipakai dalam Pasal 1365 Burgerlijk Wetboek (BW) dan yang hanya berhubungan dengan penafsiran dari pasal tersebut, sedangkan saat ini istilah perbuatan melanggar hukum ditujukan kepada hukum yang pada umumnya berlaku di Indonesia dan yang sebagian terbesar merupakan hukum adat”.
30Subekti juga menggunakan istilah perbuatan melanggar hukum.
31Perbuatan hukum yaitu setiap perbuatan subjek hukum yang dilakukan secara sengaja untuk menimbulkan hak-hak dan kewajiban yang dikehendaki oleh pelaku yang bersangkutan. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat dibingkai dalam bentuk perjanjian, baik itu perjanjian timbal balik ataupun perjanjian sepihak.
32F. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktirn- doktrin hukum untuk menjawab permasalah hukum yang dihadapi.
33Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian normatif yakni dengan cara meneliti bahan kepustakaan (library research) atau bahan data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum
30
Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, Bandung, Sumur 2008, hlm.7
31
R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab UndangUndang Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya Paramita, 2006, hlm.346
32
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris, Jakarta, Ichtisar Baru Van Hoeve, 2007, hlm. 402
33
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana,2005, hlm. 35.
serta mengkaji ketentuan perundang-undangan, putusan pengadilan dan bahan hukum lainnya.
342. Sifat penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian bersifat deskriptif yaitu penelitian yang hanya menggambarkan fakta-fakta tentang objek penelitian baik dalam kerangka sistematisasi maupun sinkronisasi berdasarkan aspek yurisdis, dengan tujuan menjawab permasalahan yang menjadi objek penelitian.
35.
3. Sumber data
Penelitian ini bersumber pada studi kepustakaan (library research), sehingga jenis data yang akan dikaji dengan data sekunder.
36Penelitian ini jenis data sekunder yang peneliti gunakan terdiri dari :
a. Bahan hukum primer: terdiri dari peraturan perundang-undangan yang tata urutannya sesuai dengan tata cara pembentukan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Bahan hukum primer tersebut merupakan bahan yang terkait dengan perbuatan melawan hukum meliputi :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
3) Perma Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Gugatan Sederhana.
4) Putusan Pengadilan Nomor 6/Pdt.G-S/2018/PN-Mdn.
34
Ibrahim Johni, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang, Bayu Media Publishing, 2005, hlm. 336
35
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001, hlm. 116-117.
36
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2011, hlm. 12.
b. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya undang- undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan jurnal serta artikel. Penelitian ini menggunakan bahan hukum sekunder yang terdiri dari buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan dalam penulisan skripsi ini.
c. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, kamus Bahasa Indonesia dan internet.
4. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan secara studi kepustakaan (library research) artinya data yang diperoleh melalui penelusuran studi kepustakaan berupa data sekunder ditabulasi yang kemudian disistematisasikan dengan memilih perangkat-perangkat hukum yang relevan dengan objek penelitian.
Penelitian kepustakaan yaitu melakukan penelitian terhadap buku-buku, literatur- literatur, serta peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan perbuatan melawan hukum.
5. Analisis data
Penelitan ini merupakan penelitian deskriptif. Metode penelitian
deskriptif yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai
dengan permasalahan yang terjadi. Analisis yang digunakan adalah pendekatan
kualitatif terhadap data sekunder yang didapat. Bahan hukum yang dianalisis
secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan
menjelaskan hubungan antara berbagai jenis bahan hukum, selanjutnya semua
bahan hukum diseleksi dan diolah, kemudian dinyatakan secara deskriptif
sehingga menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, sehingga memberikan jawaban terhadap permasalahan yang dimaksud dalam penelitian.
Berdasarkan dari hasil tersebut selanjutnya ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan ini dalam penelitian.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan menjadi salah satu metode yang digunakan dalam
melakukan penulisan skripsi ini, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun serta mempermudah pembaca guna memahami dan mengerti isi dari skripsi ini. Keseluruhan skripsi ini, meliputi 5 (lima) bab yang secara garis besar isi bab-bab diuraikan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan kepustakaan, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II ASPEK HUKUM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM
Bab ini berisikan perjanjian pinjam meminjam. faktor penyebab terjadinya perbuatan hukum dalam perjanjian pinjam meminjam dan aspek hukum perjanjian pinjam meminjam.
BAB III PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM
Bab ini berisikan sejarah perbuatan melawan hukum. perbuatan
melawan hukum dan perbuatan melawan hukum dalam perjanjian
pinjam meminjam.
BAB IV ANALISIS PUTUSAN NOMOR 6/PDT.G-S/2018/PN-MDN
DALAM PERBUATAN MELAWAN HUKUM PADA
PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM
Bab ini membahas tentang duduk perkara dalam Putusan Nomor 6/Pdt.G-S/2018/PN-Mdn. Putusan Kasus Nomor 6/Pdt.G-S/2018/PN- Mdn dan Analisis Putusan Nomor 6/Pdt.G-S/2018/PN-Mdn
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini beriskan kesimpulan dan saran yang terdiri dari 2 (dua) sub
bab, yaitu kesimpulan dan saran. Dimana bab ini merupakan bab
penutup dari keseluruhan materi skripsi.
A. Perjanjian Pinjam Meminjam
Perjanjian pinjam-meminjam menurut Bab XIII Buku III KUHPerdata mempunyai sifat riil. Perjanjian pinjam-meminjam uang menurut KUHPerdata Pasal 1754 yang dinyatakan bahwa pinjam meminjam yakni perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
37Pinjam meminjam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu uang yang dipinjamkan dari orang lain. Sedangkan piutang mempunyai arti uang yang dipinjamkan (dapat ditagih dari orang lain).
38Perjanjian pinjam meminjam uang atau perjanjian kredit yang dilakukan antara para pihak pada umumnya dalam bentuk perjanjian baku. Menurut Sudikno Mertokusumo sebagaimana dikutip Kelik Wardiono, perjanjian baku itu sendiri adalah perjanjian yang isinya ditentukan secara a-priori oleh penguasa atau perorangan yang pada umumnya kedudukannya lebih kuat atau lebih unggul secara ekonomis atau secara psikologis dengan pihak lawannya.
39Pinjam meminjam yang dilatarbelakangi oleh perjanjian lain yaitu perjanjian pinjam meminjam yang terjadi, karena sebelumnya ada perjanjian lain. Perjanjian
37
Gatot Supramono, Op.Cit, hlm. 11
38
Poerwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2003, hlm.1136
39
Kelik Wardiono, Perjanjian Baku, Klausul Eksonerasi dan Konsumen: sebuah Deskripsi Tentang Landasan Normatif, Doktrin, dan Praktiknya, Yogyakarta, Ombak, 2014, hlm.
10
sebelumnya dengan perjanjian berikutnya yaitu perjanjian pinjam meminjam kedudukannya berdiri sendiri. Apabila perjanjian sebelumnya telah selesai dilaksanakan, maka perjanjian pinjam meminjam yang terjadi sesudahnya tidak bersifat accessoire atau keberadaannya bergantung dengan perjanjian sebelumnya, karena kedua perjanjian tersebut sama-sama perjanjian pokok.
40Dikarenakan suatu perjanjian pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian riil, maka perjanjian baru terjadi setelah ada penyerahan, selama benda (uang) yang dipinjamkan belum diserahkan, maka Bab XIII KUHPerdata belum dapat diterapkan. Apabila dua pihak telah sepakat tentang semua unsur-unsur dalam perjanjian pinjam-mengganti, maka tidak serta-merta bahwa perjanjian tentang pinjam mengganti itu telah terjadi, yang terjadi baru hanya perjanjian untuk mengadakan perjanjian pinjam-mengganti.
Berdasarkan definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa piutang adalah memberikan sesuatu kepada seseorang dengan pengembalian yang sama.
Sedangkan hutang adalah menerima sesuatu (uang atau barang) dari seseorang dengan perjanjian dia akan membayar atau mengembalikan hutang tersebut dalam jumlah yang sama.
Pinjam-meminjam uang, terjadi hanyalah terdiri dari jumlah uang yang disebutkan dalam perjanjian tersebut. Bila sebelum saat pelunasan terjadi kenaikan atau kemunduran harga atau nilai atau ada perubahan mengenai berlakunya mata uang, maka pengembalian jumlah yang dipinjam harus dilakukan dalam mata uang yang berlaku pada waktu pelunasan dihitung menurut harga
40
Gatot Supramono, Loc.Cit
yang berlaku pada saat itu (Pasal 1756 KUHPerdata). Dengan demikian untuk menetapkan jumlah uang yang terutang, harus berpedoman pada jumlah uang yang disebutkan dalam perjanjian.
41Para pihak yang terlibat dalam perjanjian pinjam-meminjam tersebut, baik kreditur maupun debitur ketika melakukan perjanjian, maka akan menimbulkan suatu hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian yang dibuat.
Adapun yang menjadi hak kreditur dalam perjanjian pinjam-meminjam adalah : 1. Berhak mendapatkan pengembalian pinjaman sesuai dengan perjanjian.
2. Jika objek pinjaman tersebut adalah uang, maka pemilik uang itu berhak menetapkan bunga (komisi).
3. Berhak menuntut peminjam jika tidak mengembalikan barang sesuai perjanjian.
4. Berhak menuntut ganti rugi jika peminjam terlambat atau lalai melaksanakan kewajibannya.
5. Berhak menyita barang milik peminjam dalam rangka memaksa peminjam melaksanakan kewajibannya.
42Perjanjian yang bertimbal balik seperti perjanjian pinjam meminjam, hak dan kewajiban kreditur bertimbul balik dengan hak dan kewajiban debitur. Hak kreditur di satu pihak, merupakan kewajiban debitur di lain pihak. Begitu pula sebaliknya, kewajiban kreditur merupakan hak debitur.
43Pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian pinjam meminjam, yaitu
41
Lukman Santoso, Hukum Perjanjian Kontrak, Jakarta, Cakrawala, 2012, hlm.39
42
Ibid, hlm 44-45
43
Gatot Supramono, Op.Cit, hlm 29
a. Kreditur pihak kreditur atau yang sering juga disebut dengan pihak yang memberi pinjaman utang (pihak yang berpiutang). Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pada Pasal 1 angka 2 telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang- undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.
b. Debitur pihak debitur atau yang sering disebut dengan pihak yang menerima pinjaman utang (pihak yang berutang). Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pada Pasal 1 angka 3 telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan debitur adalah orang yang mempunyai utang piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.
Latar belakang terjadinya pinjam meminjam hutang piutang, antara lain 1. Under earning ini terjadi karena penghasilan terlalu kecil dibandingkan
kebutuhan sehari-hari.
2. Over spending boros merupakan gaya hidup seseorang mana mereka yang memiliki penghasilan yang cukup tapi pengeluarannya pun cukup besar.
Penghasilannya mungkin akan menutupi kebutuhan hidupnya, tapi mereka bisa mengontrol keinginan pribadinya yang begitu besar.
3. Un-expected biasanya terjadi, karena kecelakaan dan sesuatu yang diduga-
duga. Seperti halnya tertipu orang, terkena musibah dan lain-lain sehingga
mereka terpaksa berutang karena harus menanggung kerugian
tersebut.dalam bukunya hukum perdata Islam di indonesia dijelaskan bahwa faktor yang mendorong seseorang berutang , yaitu:
44a. Keadaan ekonomi yang memaksa (darurat) atau tuntunan kebutuhan ekonomi.
b. Kebiasaan berutang sehingga jika utangnya sudah lunas menimbulkan perasaan ingin berutang lagi.
c. Karena kalah judi, sehingga ia berutang untuk membayar kekalahannya
d. Ingin menikmati kemewahan yang tidak (belum) bisa dicapainya.
e. Untuk dipuji orang lain, sehingga berutang demi memenuhi yang diinginkannya (gengsi).
f. Sudut pandang hukum perdata dalam utang-piutang dan perceraian.
45Objek perjanjian pinjam-meminjam dalam Pasal 1754 KUHPerdata tersebut berupa barang-barang yang habis, karena pemakaian. Buah-buahan, minyak tanah, pupuk, cat, kapur merupakan barang-barang yang habis karena pemakaian. Uang dapat merupakan objek perjanjian utang piutang, karena termasuk barang yang habis karena pemakaian. Uang yang fungsinya sebagai alat tukar, akan habis karena dipakai berbelanja.
46Sebagaimana halnya perjanjian pada umumnya perjanjian pinjam meminjam yang dibuat oleh para pihak harus memenuhi persyaratan yang ditentukan undang-undang. Perjanjian yang sah adalah perjanjiann yang syarat-
44
Khumedi Ja‟Far, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Bandar Lampung, IAIN Raden Intan Lampung, 2015, hlm 172.
45
Ibid
46
Gatot Supranomo, Op.Cit, hlm 10
syaratnya telah ditentukan dalam undang-undang, sehingga dapat diakui oleh hukum (legally conchide). Perjanjian pinjam meminjam baru dapat dikatakan sah dan meningkat serta mempunyai kekuatan hukum, apabila telah memenuhi unsur sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Pasal 1320 KUHPertada.
47Pinjam meminjam dengan bunga Pasal 1765 KUHPerdata menyebutkan bahwa diperbolehkan memperjanjikan bunga atas pinjaman uang atau lain barang yang telah menghabiskan, karena pemakaian. Pasal 1766 KUHPerdata menegaskan bahwa : Siapa yang telah menerima pinjaman dan membayar bunga yang telah tidak diperjanjikan tidak dapat menuntutnya kembali maupun menguranginya dari jumlah pokok, kecuali apabila bunga yang dibayar itu melebihi bunga menurut undang-undang,dalam hal mana uang yang telah dibayar dikurangkan dari jumlah pokok. Pembayaran bunga telah sudah dibayar tidak diwajibkan seberutang untuk membayarnya seterusnya, tetapi bunga yang telah diperjanjikan harus dibayar sampai ada pengembalian atau penetipan uang pokoknya, biarpun pengembalian atau penitipan ini telah dilakukan setelah atau lewatnya waku hutangnya dapat ditagih.
48Perjanjian utang-piutang sebagai sebuah perjanjian menimbulkan hak dan kewajiban kepada kreditur dan debitur yang bertimbal balik. Inti dari perjanjian utang-piutang adalah kreditur memberikan pinjaman uang kepada debitur, dan debitur wajib mengembalikannya dalam waktu yang telah ditentukan disertai dengan bunganya. Lazimnya, pengembalian utang dilakukan dengan cara mengangsur setiap bulan.
4947
M. Saipul https://www.kompasiana.com/kamedunt/ 5517dddea333114c07b661ec/
pinjam-meminjam/diakses tanggal 29 November 2019.
48
Ibid
49
Gatot Supranomo, Op.Cit, hlm 146
Kewajiban debitur dalam perjanjian pinjam meminjam sebenarnya tidak banyak, pada pokoknya mengembalikan utang dalam jumlah yang sama, disertai dengan pembayaran bunga yang telah diperjanjikan, dalam jangka waktu yang telah diperjanjikan, dalam jangka waktu yang telah ditentukan Pasal 1763 KUH Perdata. Pembayaran utang tergantung perjanjiannya, ada yang diperjanjikan pembayarannya cukup sekali langsung lunas, biasanya jika utangnya tidak begitu besar seperti kredit bank, pada umumnya pembayaran utang dilakukan debitur secara mengangsur tiap bulan selama waktu yang telah diperjanjikan disertai dengan bunganya.
50Kewajiban para pihak dalam perjanjian pinjam meminjam 1. Kewajiban pemberi pinjaman
Perjanjian pinjam meminjam merupakan perjanjian timbal balik, maka kewajiban dari kreditur merupakan hak dari debitur, kewajiban utama dalam perjanjian pinjam meminjam yaitu menyerahkan sejumlah uang sebesar nilai nominal yang telah disepakati oleh peminjam tersebut. Ketentuan bahwa pemberi pinjaman hanya mempunyai satu kewajiban pokok yaitu menyerahkan uang pinjaman tersebut pada tempat yang telah diperjanjikan.
2. Kewajiban penerima pinjaman (debitur)
Pasal 1793 KUHPerdata, penerima pinjaman berkewajiban untuk mengembalikan apa yang dipinjamkan dalam jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang telah ditentukan, jika barang yang telah maksud Pasal tersebut diartikan dengan uang maka penerima pinjaman akan memikul suatu kewajiban
50
Ibid, hlm 10
utama untuk mengembalikan uang yang telah dipinjamkan tepat pada waktunya, selain kewajiban itu dalam suatu perjanjian pinjam meminjam uang dibebankan kewajiban tambahan yaitu membayar bunga yang telah ditetapkan.
51Hak para pihak dalam perjanjian pinjam meminjam adalah sebagai berikut:
a. Menerima kembali uang yang telah dipinjam setelah sampai batas waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian
b. Pemberi bunga atas pinjaman yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang telah dicantumkan dalam perjanjian.
Debitur mempunyai hak yaitu :
a. Menerima uang pinjaman sebesar jumlah yang dicantumkan dalam perjanjian b. Dalam hal memang membutuhkan berhak menerima bimbingan dan
pengarahan dari kreditur sehubungan dengan kegiatan pengaktifan usaha serta mendapatkan pembinaan yang optimal dari pihak kreditur.
52Berakhirnya perjanjain merupakan selesai atau hapusnya sebuah kontrak yang dibuat antara dua pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur tentang sesuatu hal.
Pihak kreditur adalah pihak atau orang yang berhak atas suatu prestasi, sedangkan debitur adalah pihak yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi. Sesuatu hal disini berarti segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh kedua belah pihak, bisa jual-beli, utang-piutang, sewa-menyewa, dan lain-lain.
53Bab IV buku III KUHPerdata yang mengatur hapusnya perikatan yang timbul dari perjanjian maupun dari undang-undang, Pasal 1381 KUHPerdata
51
M. Saipul Loc,Cit.
52
Ibid
53
Salim HS, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta, Sinar
Grafika, 2011, hlm. 96.
menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan, delapan diantaranya terdapat dalam dalam Buku IV tentang Daluwarsa, yaitu:
541. Pembayaran. Pembayaran yang dimaksud dengan undang-undang dengan kata pembayaran adalah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka rela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi. Jadi perkataan itu oleh undang-undang tidak melulu ditujukan pada penyerahan uang saja, tetapi penyerahan tiap barang menurut perjanjian, dinamakan pembayaran, bahkan si pekerja yang melakukan pekerjaannya untuk majikannya dikatakan
“membayar”. Dalam hal debitur membayar hutangnya dan dapat terjadi bahwa pihak ketiga muncul untuk membayar hutang debitur kepada kreditur sehingga terjadi penggantian kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1382 KUHPerdata.
552. Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan, prosedur penawaran diatur oleh Pasal 1405 KUHPerdata. Penawaran tersebut dilakukan oleh notaris atau juru sita, keduanya disertai dua orang saksi. Apabila kreditur menolak penawaran tersebut, maka debitur menggugat kreditur di pengadilan negeri dengan permohonan agar penawara tersebut disahkan. Apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang dilakukan oleh debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas uangnya, dan jika kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di pengadilan.
Penawaran pembayaran yang diikuti dengan penitipan uang atau barang di pengadilan, membebaskan debitur dan berlaku baginya sebagai pembayaran
54
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni, 1994, hlm. 155- 198
55Gunawan Widjaja, Op.Cit, hlm. 13.
asal penawaran itu dilakukan berdasarkan undang-undang dan apa yang dititipkan itu merupakan atas tanggungan si kreditur.
563. Pembaharuan hutang (novatie), suatu pembuatan baru yang menghapuskan suatu perikatan lama, sambil meletakkan suatu perikatan baru. Pasal 1415 KUHPerdata dinyatakan bahwa, kehendak untuk melakukan suatu pembaharun hutang itu, harus ternyata secara jelas dari pembuatan para pihak (dalam Pasal ini perikatan akte berarti pembuatan). Suatu pembaharuan hutang misalnya, akan terjadi jika seseorang penjual barang membebaskan si pembeli dari pembayaran harga barang, tetapi si pembeli itu disuruh menandatangani suatu perjanjian pinjaman uang yang jumlahnya sama dengan harga barang itu, pembaharuan hutang dapat juga terjadi, jika si berhutang dengan persetujuan si berpiutang diganti oleh seorang lain yang menyyanggupi akan membayar hutang itu. Disini juga ada perjanjian baru yang membebaskan si berpiutang yang lama dengan timbulnya perikatan baru antara si berpiutang dengan orang yang baru itu.
574. Karena perjumpaan utang atau kompensasi.
Perjumapaan utang atau kompensasi ini terjadi apabila antara dua pihak saling berutang antara satu dan yang lain, sehingga apabila utang tersebut masing- masing diperhitungkan dan sama nilainya, kedua belah pihak akan bebas dari utangnya. Perjumpaan utang ini terjadi secara hukum walaupun hal ini tidak diketahui oleh debitur. Perjumpaan ini hanya dapat terjadi jika utang tersebut berupa uang atau barang habis karena pemakaian yang sama jenisnya serta
56
R. Soeroso, Perjanjian dibawah Tangan, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm. 66
57
Gunawan Widjaja, Op.Cit, hlm. 8
dapat ditetapkan dan jatuh tempo. Walaupun sudah disebutkan bahwa utang tersebut harus sudah jatuh tempo untuk dapat dijumpakan, namun dalam hal terjadi penundaan pembayaran, tetap saja dapat dilakukan perjumpaan utang.
585. Pencampuran utang, berdasarkan Pasal 1436 KUHPerdata yaitu pencampuran
kedudukan dari para pihak yang mengadakan perjanjian sehingga kualitas sebagai kreditur menjadi satu dengan kualitas debitur. Dalam hal ini demi hukum secara otomatis, hapuslah perikatan yang semula ada di antara kedua belah pihak tersebut. Pencampuran kedudukan tersebut dapat terjadi berdasarkan alas hak umum. Contohnya, apabila kreditur meninggal dunia dan sebagai satu-satunya ahli waris yang ditinggalkannya ialah debitur atau sebaliknya; atau pencampuran kedudukan itu dapat terjadi berdasarkan alas hak khusus, misalnya pada jual beli. Akibat dari pencampuran utang adalah bahwa perikatan menjadi hapus.
6. Pembebasan utang Suatu perjanjian baru dimana si berpiutang dengan sukarela membebaskan si berhutang dari segala kewajibannya. Pembebasan itu diterima baik oleh si berhutang. Sebab ada juga kemungkinan seseorang yang berhutang tidak suka dibebaskan dari hutangnya. Pasal 1439 KUHPerdata dihnyatakan bahwa jika si berpiutang dengan sukarela memberikan surat perjanjian hutang dengan si berhutang, itu dapat dianggap suatu pembuktian tentang adanya suatu pembebasan hutang. Ketentuan Pasal 1441 KUHPerdata dinyatakan bahwa Jika suatu barang tanggungan
58
Ibid, hlm 41
dikembalikan, itu belum dianggap menimbulkan persangkaan tentang adanya pembebasan hutang.
597. Hapusnya Barang yang Dimaksudkan dalam Perjanjian Dalam Pasal 1444 KUHPerdatadinyatakan bahwa, Jika suatu barang tertentu yang dimaksudkan dalam perjanjian hapus atau karena suatu larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah, tidak boleh di perdagangkan atau hilang sampai tidak terang keadaannya, maka perikatan menjadi hapus, asal saja hapus atau hilangnya barang tersebut sama sekali di luar kesalahan si berhutang dan sebelumnya ia lalai menyerahkannya. Bahkan meskipun ia lalai menyerahkan barang itu, ia pun akan bebas dari perikaan apabila ia dapat membuktikan bahwa hapusnya barang itu disebabkan karena suatu kejadian diluar kekuasaannya.
608. Kebatalan dan pembatalan, bidang kebatalan ini terdiri dari batal demi hukum dan dapat dibatalkan, batal demi hukum kebatalannya terjadi karena undang- undang dan berakibat bahwa perbuatan hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi. Kalau yang dimaksudkan oleh undang-undang itu untuk melindungi suatu pihak yang membuat perjanjian sebagaimana halnya dengan orang-orang yang masih dibawah umur atau dalam hal terjadi suatu paksaan, khilafan atau penipuan, maka pembatalan itu hanya dpat dituntut oleh orang yang hendak dilindungi oleh undang-undang itu.
Penuntutan pembatalan akan tidak diterima oleh hakim, jika ternyata sudah ada penerimaan baik dari pihak yang dirugikan. Karena orang yang telah menerima baik sutu kekurangan atau suatu perbuatan yang merugikan
59
J. Satrio, Op.Cit, hlm 47
60
Gunawan Widjaja, Op.Cit, hlm. 127
padanya, dapat dianggap telah melepaskan haknya untuk meminta pembatalan.
619. Karena berlakunya syarat batal. Hapusnya perikatan yang diakibatkan oleh berlakunya syarat batal berlaku jika kontrak yang dibuat oleh para pihak dibuat dengan syarat tangguh atau syarat batal. Karena apabila kontrak tersebut dibuat dengan syarat tangguh dan ternyata syarat yang dijadikan syarat penangguhan tersebut tidak terpenuhi, kontral tersebut dengan sendirinya batal. Demikian pula dengan kontrak yang dibuat dengan syarat batal, apabila syarat batal tersebut terpenuhi, kontrak tersebut dengan sendirinya telah batal yang berarti mengakibatkan hapusnya kontrak tersebut.
6210. Karena kadaluwarsa. Kadaluwarsa atau lewat waktu juga dapat
mengakibatkan hapusnya kontrak antara para pihak. Hal ini diatur dalam KUHPerdata Pasal 1967 dan seterusnya.
63Hapusnya suatu perjanjian harus dibedakan dari hapusnya suatu perikatan, karena dengan hapusnya perikatan belum tentu menghapus adanya suatu perjanjian. Adanya kemungkinan perikatan telah hapus sednagkan perjanjian yang menjadi sumbernya masih tetap ada. Umumnya perjanjian akan hapus bila tujuan perjanjian telah tercapai. Dan masing-masing pihak telah saling menunaikan kewajibannya atau prestasinya sebagaimana yang dikehendaki mereka bersama.
Perjanjian dapat hapus karena:
a. Tujuan dari perjanjian telah tercapai dan masing-masing pihak telah memenuhi kewajibannya atau prestasinya.
61
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit, hlm 161
62
R. Soeroso, Op. Cit, hlm. 8
63
Ibid, hlm 49
b. Perjanjian hapus karena adanya putusan oleh hakim.
c. Salah satu pihak mengakhirinya dengan memeperhatikan kebiasaan- kebiasaan setempat terutama dalam hal jangka waktu mengakhiran.
d. Para pihak sepakat untuk mengakhiri perjanjian yang sedang berlangsung, contohnya dalam peristiwa tertentu perjanjian akan hapus seperti yang disebutkan dalam Pasal 1603 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan dengan meninggalnya salah satu pihak perjanjian akan hapus.
e. Perjanjian akan hapus apabila telah lewat waktu yang ditentukan bersama.
f. Perjanjian akan berkahir menurut batas waktu yang ditentukan Undang- undang
64Unsur-unsur dari pinjam meminjam adalah :
1. Adanya kesepakatan atau persetujuan antara peminjam dengan pemberi pinjaman;
2. Adanya suatu jumlah barang tertentu yang dapat habis karena memberi pinjaman;
3. Adanya pihak penerima pinjaman yang nantinya akan mengganti barang yang sama;
4. Peminjam wajib membayar bunga bila diperjanjikan.
6564
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Op.Cit, hlm. 2
65
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan Edisi Revisi, Bandung, Mandar Maju, 2012,
hlm. 191
B. Faktor Penyebab Terjadinya Perbuatan Melawan Hukum dalam Perjanjian Pinjam Meminjam
Suatu perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak menimbulkan suatu hubungan hukum. Di mana para pihak tersebut sama-sama terikat untuk melaksanakan isi perjanjian yang telah disepakati secara timbal balilk. Di dalam perjanjian tersebut telah ditegaskan apa yag menjadi hak dan kewajiban masing- masing pihak dalam perjanjian.
Perjanjian pinjam meminjam yang terjadi secara perorangan, pada umumnya yang terjadi setelah dibuat perjanian pinjammeminjam uang dengan jaminan atau utang-piutang dengan jaminan dibuat kemudian dibuatlah pengikatan jual-beli dan kuasa jual dengan maksud jika si peminjam uang wanprestasi, maka yang memberikan pinjaman akan langsung menjual tanah tersebut kepada dirinya sendiri atau pihak lain. Maksud tindakkan hukum tersebut untuk mempermudah pembayaran jika peminjam wanprestasi. Perjanjian yang seperti itu posisi peminjam berada dalam posisi lemah dan terdesak sehingga menanda-tangani surat perjanjian tersebut yang telah memberatkannya dan dapat disimpulkan bahwa perjanjian tersebut merupakan perjanjian sebagai kehendak satu pihak serta merupakan penyalahgunaan keadaan.
66Terjadinya suatu perbuatan melawan hukum harus dipenuhinya adanya unsur kesalahan (schuld). Dengan mensyaratkan adanya kesalahan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, pembuat undang-undang berkehendak menekankan bahwa si pelaku perbuatan melawan hukum hanyalah bertanggung jawab atas kerugian
66
Wardah, “Penyalahgunaan Keadaan Dalam Perjanjian Jual Beli Dengan Hak Membeli
Kembali (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 3191 K/Pdt/2016)”, Artikel Magister
Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Narotama Surabaya, 2017, hlm 51
tersebut yang dipersalahkan padanya
67Unsur kesalahan yakni bahwa untuk adanya kesalahan tidak boleh mensyaratkan adanya syarat tentang dapatnya dipertanggungjawabkan.
68Peristiwa yang banyak terjadi di bidang utang-piutang, pengembalian utang yang wajib dibayar oleh debitur seringkali tidak sebagaimana yang telah diperjanjikan sehingga terjadi perbuatan melawan hukum, apabila debitur tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dapat dikatakan debitur melakukan wanprestasi atau ingkar janji atau juga melanggar perjanjian tersebut. Wanprestasi (ingkar janji) merupakan bentuk pelanggaran terhadap perjanjian utang piutang sebagai sumber persengketaan antara kreditur dengan debitur. Kreditur sudah menagih utangnya, di lain pihak debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya lagi, maka debitur tersebut harus bertanggung jawab.
Pasal 1883 KUHPerdata, wanprestasi (ingkar janji) seorang debitur dapat berupa:
1. Debitur tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Debitur melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikannya (melaksanakan tetapi salah);
3. Debitur melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat;
4. Debitur melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
6967
Martiman Prodjohamidjojo, Ganti Rugi dan Rehabilitasi, Seri pemerataan Keadilan, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2009, hlm 66
68
M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta, Pradnya Paramitha, 2010, hlm 25-26.
69