• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of ANALISIS SPASIAL TEMPORAL ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN (SAWAH) KE NON PERTANIAN TAHUN 2012-2021 DI KECAMATAN WIDODAREN, KABUPATEN NGAWI

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "View of ANALISIS SPASIAL TEMPORAL ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN (SAWAH) KE NON PERTANIAN TAHUN 2012-2021 DI KECAMATAN WIDODAREN, KABUPATEN NGAWI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

http://jtsl.ub.ac.id 37

ANALISIS SPASIAL TEMPORAL ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN (SAWAH) KE NON PERTANIAN TAHUN 2012-2021 DI KECAMATAN

WIDODAREN, KABUPATEN NGAWI

Temporal Spatial Analysis of Transfer of Agricultural Land Functions to Non Agricultural Lands 2012-2021 in Widodaren District, Ngawi Regency

Aufa Arifana Faisal*, Yuli Priyana, Danardono, Taryono, Rudiyanto

Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. A Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta 57102

* Penulis korespondensi: e100150038@student.ums.ac.id

Abstrak

Kecamatan Widodaren memiliki wilayah yang Sebagian besar masih berupa lahan pertanian. Namun saat ini telah mengalami alih funsgi lahan, sehingga berdampak pada produktivitas tanaman pangan. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis alih funsgi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian secara spasial temporal mulai tahun 2012-2021. Metode yang digunakan adalah metode analisis data sekunder yang disertai dengan kegiatan observasi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kurun waktu tahun 2012-2021 luas alih fungsi lahan mencapai 1.226 ha. Alih funsgi lahan terjadi dari lahan sawah ke permukiman seluas seluas 422,29 ha, sawah ke kebun campur seluas 477,62 ha, dan sawah ke tegalan seluas 326,09 ha. Alih fungsi lahan terjadi di semua desa di Kecamatan Widodaren, yakni di Desa Banyubiru, Gendingan, Karangbanyu, Kauman, Kayutrejo, Kedunggudel, Sekaralas, Sekarputih, Sidolaju, Sidomakmur, Walikukun, dan Widodaren.

Keywords : alih fungsi lahan, non pertanian, pertanian, spasial, temporal

Abstract

Widodaren district has an area that is mostly still in the form of agricultural land. However, at this time, it has undergone a land function change, so it has an impact on the productivity of food crops. The purpose of this study was to analyze the function transfer of agricultural land (paddy fields) to non-agricultural land spatially temporally from 2012-2021. The method used was a secondary data analysis method accompanied by field observations. The results showed that in the period 2012-2021 the area of land conversion reached 1,226 ha . The transfer of land functions occurred from rice fields to settlements covering an area of 422.29 hectares, rice fields to mixed gardens covering an area of 477.62 ha, and rice fields to fields covering an area of 326.09 ha. Land conversion occurred in all villages in Widodaren District, namely in Banyubiru, Gendingan, Karangbanyu, Kauman, Kayutrejo, Kedunggudel, Sekaralas, Sekarputih, Sidolaju, Sidomakmur, Walikukun, and Widodaren villages.

Keywords : land use change, agriculture, non-agriculture, spatial, temporal

Pendahuluan

Pertambahan jumlah penduduk akan berdampak pada kebutuhan lahan terutama untuk pemenuhan tempat tinggal. Ketersediaan lahan untuk permukiman di wilayah perkotaan yang semakin sedikit serta harga yang semakin tinggi menyebabkan masyarakat beralih ke wilayah

pedesaan terjadinya pergeseran, yakni pencarian lahan di wilayah pinggiran Kota. Perubahan alih fungsi lahan ini Sebagian besar merupakan perubahan dari lahan pertanian ke non pertanian (Sadono et al., 2017; Susanti dan Miardini, 2017;

Soemantri, 2020). Fenomena alih fungsi lahan yang umumnya saat ini terjadi apabila tidak terkendali akan berdampak pada sektor pangan suatu wilayah

(2)

http://jtsl.ub.ac.id 38 bahkan apabila terjadi secara masif dan dalam skala

nasional akan berdampak pada ketahanan pangan nasional (Nurpita et al., 2017; Prasada et al., 2018;

Alamsyar, 2022). Ketahanan pangan (food security) sangat erat kaitannya dengan persediaan pangan.

Pangan merupakan komoditas penting dan strategis, karena posisinya sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Kecamatan Widodaren merupakan salah satu kecamatan yang lokasinya berada di pinggiran kota Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, yang sebagian besar wilayahnya masih

berupa lahan pertanian produktif dengan tanah relatif subur dan dilengkapi irigasi teknis yang memadai. Saat ini berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Daerah Kabupaten Ngawi dan survei lapangan yang telah dilakukan peneliti, terdapat beberapa desa di Kecamatan Widodaren yang telah mengalami alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan tersebut umumnya terjadi dari lahan pertanian (sawah) ke lahan non pertanian (non sawah). Secara lengkap kejadian alih fungsi lahan di Kecamatan Widodaren disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas penggunaan lahan di Kecamatan Widodaren Tahun 2011-2020.

Desa Lahan Sawah

(ha) Selisih Lahan

Sawah (ha) Lahan Bukan Sawah

(ha) Selisih Lahan Bukan Sawa

(ha) Tahun

2011

Tahun 2020

Tahun 2011

Tahun 2020

Banyubiru 479,80 479,80 0 468.20 468.20 0

Kedunggudel 288,30 288,30 0 144.70 144.70 0

Kayutrejo 450,00 450,00 0 141.00 141.00 0

Sekaralas 450,00 450,00 0 367.00 367.00 0

Sekarputih 423,80 423,80 0 313.20 313.20 0

Sidomakmur 476,70 476,70 0 182.30 182.30 0

Sidolaju 527,00 509,63 -17,37 920.00 937.37 +17,37

Karangbanyu 463,00 454,13 -8,87 464.00 472.87 +8,87

Walikukun 236,20 236,20 0 364.80 364.80 0

Widodaren 205,20 195,65 -9,55 289.00 298.55 +9,55

Gendingan 295,00 288,13 -6,87 139.00 145.87 +6,87

Kauman 542,70 532,87 -9,83 211.30 221.13 +9,83

Sumber: BPS Kabupaten Ngawi, 2012 dan 2021.

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada kurun waktu tahun 2011-2020 telah terjadi alih fungsi lahan sawah di beberapa desa di Kecamatan Widodaren, yakni di Desa Sidolaju, Karangbanyu, Widodaren, Gendingan, dan Desa Kauman. Luas wilayah yang mengalami alih fungsi lahan seluas 26,25 ha. Hasil survei lapangan yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa alih fungsi lahan terjadi dari lahan sawah ke non sawah seperti permukiman, tegalan, dan kebun campur. Alih fungsi lahan yang terjadi di Kecamatan Widodaren tidak dapat dicegah. Hal ini karena semakin meningkatnya kebutuhan lahan masyarakat untuk berbagai macam kegiatan lain seperti: tempat tinggal (Gudo et al., 2022), perkantoran (Nyamushosho et al., 2022), industri (Csorba et al., 2022), pasar, perbankan, jasa, dan fasilitas publik lainnya. Alih fungsi lahan yang tidak terkontrol berpotensi menimbulkan dampak negatif antara lain seperti: (a) menurunnya ketahanan pangan suatu wilayah (Nurpita et al., 2017; Prasada et al., 2018; Alamsyar, 2022), dan (b)

meningkatknya potensi terjadi bencana banjir genangan maupun luapan (Villarreal-Rosas et al., 2022; Ardiansyah et al., 2021).

Salah satu tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk mengontrol alih fungsi lahan sawah ke non sawah di Kecamatan Widodaren adalah dengan melakukan monitoring terhadap trend atau pola perkembangan alih fungsi lahannya.

Pola alih fungsi lahan di suatu wilayah dapat dinyatakan dengan model spasial maupun model temporal (Araki et al., 2018; Fahad et al., 2020; Das et al., 2022). Model spasial temporal merupakan sebuah model yang merepresentasikan fenomena alam yang diobservasi dalam dimensi spasial dan temporal (Islami et al., 2021; Osman, 2022; Bao et al., 2022). Analisis datanya mempertimbangkan dependensi spasial antar wilayah pengamatan dan korelasi satu atau beberapa lag waktu. Observasi secara temporal memiliki kecenderungan yang tidak independen tapi membentuk sebuah runtun waktu.

(3)

http://jtsl.ub.ac.id 39 Penelitian mengenai model spasial temporal

juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti tedahulu seperti: Wiatkowska et al. (2021) yang meneliti mengenai kajian spasial temporal perubahan penggunaan lahan di wilayah urban di Opole, Polandia, Zhai et al. (2021) yang meneliti mengenai kajian pola spasial temporal perubahan penggunaan lahan pasca urbanisasi di Wuhan, China. Metode yang dipakai oleh kedua peneliti terdahulu tersebut dalam mengkaji spasial temporal perubahan penggunaan lahan adalah dengan métode GIS dan penginderaan jauh dengan objek penelitian berupa semua jenis penggunaan lahan.

Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini adalah dengan metode analisis data sekunder yang disertai dengan observasi lapangan.

Metode pengolahan datanya memanfaatkan teknologi GIS dan penginderaan jauh. Fokus kajian yang dilakukan peneliti saat ini adalah alih fungsi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian pada wilayah penyangga kota. Peneliti juga memanfaatkan teknologi GIS dan penginderaan jauh dalam kegiatan pengolahan datanya karena beberapa hal antara lain mampu mengolah data dalam jumlah banyak secara cepat, tepat dan fleksibel (Junarto et al., 2020; Kumar et al., 2021; Kumar, 2022).

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis spasial temporal alih fungsi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian tahun 2012-2021 di Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi.

Bahan dan Metode Bahan penelitian

Penelitian ini mengkaji mengenai alih fungsi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian. Objek dari penelitian ini adalah penggunaan lahan di Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi. Bahan yang dipakai dalam penelitian ini antara lain adalah (a) Citra Landsat ETM+ tahun 2012 dan Tahun 2021. Sumber citra tersebut diperoleh melalui website United States Geological Survey (USGS), (b) kuosioner penelitian terkait dengan faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian di Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi.

Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis data sekunder yang disertai dengan kegiatan observasi di lapangan. Kegiatan Observasi dilakukan untuk menguji akurasi hasil interpertasi penggunaan lahan

dari Citra Landsat ETM+ dan wawancara dengan pemilik lahan pertanian (sawah) yang mengalami kejaian alih fungsi lahan.

Tahapan penelitian

Penelitian ini meliputi beberapa tahap, yakni tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pelaporan.

Tahap persiapan dalam penelitian ini meliputi:

tahap pengumpulan data sekunder berupa Citra Landsat ETM+ tahun 2012 dan 2021. Pada tahap pelaksanaan penelitian meliputi beberapa kegiatan antara lain: (a) pengolahan Citra Landsat ETM+

dengan metode supervised, (b) kegiatan Observasi lapangan untuk kegiatan wawancara dengan kuosioner dan uji validasi penggunaan lahan hasil interpretasi citra di lapangan, (c) kegiatan analisis data alih fungsi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian dengan metode spasial temporal, dan (d) analisis faktor penyebab alih funsgi lahan dengan metode analisis geografi (5W1H). Secara detail mengenai tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Sampel penelitian

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, dengan populasi penelitian meliputi semua desa di Kecamatan Widodaren yang berjumlah 12 desa sehingga unit analisis dalam penelitian ini adalah desa. Sementara itu untuk Pengumpulan dan pengolahan data

Data dalam penelitian ini meliputi primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari kegiatan wawancara di lapangan dengan kuosioner pertanyaan terbuka dan data sekunder diperoleh dari survei instansional. Data primer dalam penelitian ini berupa data hasil wawancara dengan kuosioner terkait faktor penyebab alih fungsi lahan.

Pengolahan data terkait faktor penyebab alih fungsi lahan dilakukan dengan metode tabulasi. Sementara itu data sekunder berupa peta klasifikasi penggunaan lahan menurut Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) dengan klasifikasi menggunakan metode supervised classification yang sumber datanya dperoleh dari USGS.

Analisis data

Analisis data alih fungsi lahan dilakukan dengan metode spasial temporal dan analisis data faktor penyebab alih fungsi lahan dilakukan dengan metode analisis geografi yang menekankan pada pertanyaan 5W1H (what, who, where, why, dan how).

(4)

http://jtsl.ub.ac.id 40 Gambar 1. Diagram alir penelitian.

Hasil dan Pembahasan Deskripsi wilayah penelitian

Kecamatan Widodaren merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Ngawi dengan ketinggian rata-rata mencapai ± 75 meter di atas permukaan laut dan memiliki topografi yang datar dengan kemiringan antara 0-8%. Luas wilayah Kecamatan Widodaren sebesar 110,10 km2. Secara administratif, wilayah Kecamatan Widodaren memiliki batas-batas area sebagai berikut (a) Batas Utara: Kecamatan Karanganyar, (b) Batas Selatan:

Kecamatan Sine dan Kecamatan Ngrambe, (c) Batas Barat: Kecamatan Mantingan, dan (d) Batas Timur: Kecamatan Kedunggala. Kecamatan Widodaren terbagi kedalam 12 desa, 78 RW, 378 RT dan 56 dusun. Berdasarkan klasifikasinya 9 desa berklasifikasi swakarya dan 3 desa berkasifikasi swasembada. Jumlah penduduk Kecamatan Widodaren akhir tahun 2020 adalah 76.024 jiwa, terdiri atas 35.234 penduduk laki-laki dan 35.390 penduduk perempuan, dengan rasio jenis kelamin sebesar 99,6 yang artinya bahwa setiap 100 penduduk Wanita terdapat sekitar 99,6 penduduk Laki-laki. Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Widodaren pada tahun 2020 mencapai 798,64 jiwa km-2 dengan kepadatan tertinggi terdapat di Desa Gendingan sebesar 1.480 jiwa

km-2 dan kepadatan terendah terdapat di Desa Kayutrejo sebesar 529 jiwa km-2. Pada tahun 2020 Kecamatan Widodaren memiliki rata-rata curah hujan sebesar 24,44 mm3 dengan rata-rata hari hujan sebanyak 10,25. Secara spasial mengenai letak, luas dan batas Kecamatan Widodaren dapat dilihat pada Gambar 2.

Analisis spasial temporal alih fungsi lahan Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Widodaren diperoleh melalui overlay antara peta penggunaan lahan tahun 2012 dengan peta penggunaan lahan tahun 2021.

Berdasarkan klasifikasi Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI), maka jenis penggunaan lahan di daerah penelitian meliputi: kebun campur, permukiman, tegalan, dan sawah. Secara detail mengenai jenis dan luas penggunaan lahan tahun 2012 dan tahun 2021 dapat dilihat pada Tabel 2.

Sementara agihan spasial penggunaan lahan tahun 2012 dan tahun 2021 dapat dilihat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa jenis penggunaan lahan tertinggi pada tahun 2012 di Kecamatan Widodaren berupa lahan sawah seluas 5.412,02 ha atau sebesar 49,2% dari total luas wilayah dan terendah berupa tegalan seluas 430,41 ha atau sebesar 3,9% dari luas total wilayah.

Citra Landsat ETM+

Tahun 2012

Start

Peta Administrasi Kecamatan Widodaren

Skala 1:50.000 Citra Landsat ETM+

Tahun 2021

Peta Penggunaan Lahan Tahun 2021

Skala 1: 50.000

Wawancara dengan kuosioner Peta Penggunaan

Lahan Tahun 2012 Skala 1: 50.000

Overlay

Peta Alih Fungsi Lahan Skala 1:50.000

Overlay

Agihan Spasial Perubahan Penggunaan Lahan Data Sekunder

Penyebab alih fungsi lahan Observasi Lapangan

Supervised

Analisis Geografi

Faktor-faktor pemicu dan pendorong Perubahan

Penggunaan Lahan Analisis Spasial

Temporal

(5)

http://jtsl.ub.ac.id 41 Gambar 2. Peta administrasi Kecamatan Widodaren, Ngawi.

Tabel 2. Jenis dan luas penggunaan lahan tahun 2012 di Kecamatan Widodaren.

Jenis Penggunaan Lahan

Luas Tahun 2012 (ha)

Persentase Tahun 2012 (%)

Luas Tahun 2021 (ha)

Persentase Tahun 2021 (%)

Permukiman 1.507,82 13,7 1.918,15 17,4

Kebun Campur 3.659,75 33,2 2.512,94 22,8

Tegalan 430,41 3,9 1.761,25 16,0

Sawah 5.412,02 49,2 4.817,66 43,8

Jumlah 11.010,00 100,0 11.010,00 100,0

Sementara pada tahun 2021 jenis penggunaan lahan tertinggi di Kecamatan Widodaren adalah berupa lahan sawah seluas 4.817,66 ha atau sebesar 43,8%

dari total luas wilayah dan terendah berupa tegalan seluas 1.761,25 ha atau sebesar 16,0% dari luas total wilayah. Semua jenis penggunaan lahan dari kurun waktu tahun 2012 sampai dengan tahun 2021 telah mengalami perubahan luas penggunaan lahan, yakni mengalami kenaikan maupun penurunan.

Penggunaan lahan berupa permukiman pada pada tahun 2012 sebesar 13,7% kemudian naik 3,7%

menjadi 17,4% pada tahun 2021. Penggunaan lahan berupa kebun campur pada pada tahun 2012 sebesar 33,2% kemudian turun 10,4% menjadi

22,8% pada tahun 2021. Penggunaan lahan berupa tegalan pada pada tahun 2012 sebesar 3,9%

kemudian naik 12,1% menjadi 16,0% pada tahun 2021, dan penggunaan lahan berupa sawah pada pada tahun 2012 sebesar 49,2% kemudian turun 5,4% menjadi 43,8% pada tahun 2021. Walaupun luas sawah mengalami penurunan luas, persentasenya masih tetap tinggi dibandingkan dengan jenis penggunaan lahan lainnya. Masih tingginya persentase luas sawah di daerah penelitian baik pada tahun 2012 maupun tahun 2021 akan berdampak pada tingginya produktivitas tanaman pangan, sehingga ketersediaan pangan akan tetap terjaga dan terpenuhi di Kecamatan Widodaren.

(6)

http://jtsl.ub.ac.id 42 Gambar 3. Peta penggunaan lahan di Kecamatan Widodaren tahun 2012.

Gambar 4. Peta penggunaan lahan di Kecamatan Widodaren Tahun 2021.

(7)

http://jtsl.ub.ac.id 43 Gambar 5. Trend luas penggunaan lahan di Kecamatan Widodaren tahun 2012 dan tahun 2021.

Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngawi (2021), produksi pertanian tanaman pangan yang dihasilkan di Kecamatan Widodaren pada tahun 2012 meliputi: padi, jagung, ubu kayu, ubi jalar, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan kentang sebesar 108.717,2 ton dan pada tahun 2021 produksi pertanian tanaman pangan sebesar 73.053 ton. Berdasarkan pada data tersebut, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah terjadinya alih fungsi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian mulai kurun waktu tahun 2012-2021 di Kecamatan Widodaren berdampak ada jumlah produksi pertanian yang dihasilkan. Hal ini juga sejalan dengan peneliti terdahulu Rifa’i dan Mardiansjah (2018) yang menyatakan bahwa perubahan fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian akan berdampak pada produktivitas hasil pertanian dan akan berdampak pada ketahanan pangan suatu wilayah. Berdasarkan pada Gambar 5 dapat diketahui bahwa luas penggunaan lahan permukiman dan tegalan mulai tahun 2012 sampai tahun 2021 mengalami kenaikan. Sementara itu luas penggunaan lahan sawah dan perkebunan mengalami penurunan. Produktivitas tanaman pangan yang menurun sebagai akibat alih fungsi lahan tersebut akan berdampak negatif pada menurunnya ketahanan pangan di Kabupaten Ngawi. Hal ini karena Kecamatan Widodaren merupakan salah satu kecamatan penyangga Kabupaten Ngawi yang selalu mensuplai produk pertanian ke wilayah perkotaan. Secara spasial sebaran alih fungsi lahan hampir terjadi di semua desa di Kecamatan Widodaren meliputi Desa Banyubiru, Gendingan, Karangbanyu, Kauman, Kayutrejo, Kedunggudel, Sekaralas, Sekarputih,

Sidolaju, Sidomakmur, Walikukun, dan Widodaren.

Alih fungsi lahan tersebut antara lain penggunaan lahan sawah ke permukiman, sawah ke kebun campur, dan sawah ke tegalan. Secara detail mengenai alih fungsi lahan dari lahan pertanian (sawah) ke non pertanian dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa alih fungsi lahan sawah ke permukiman terjadi seluas 422,29 ha, sawah ke kebun campur seluas 477,62 ha, dan sawah ke tegalan seluas 326,09 ha.

Alih fungsi lahan sawah ke permukiman tertinggi terjadi di Desa Kauman sebesar 57,49 ha dan terendah terdapat di Desa Widodaren seluas 5,1 ha.

Alih fungsi lahan pertanian (sawah) ke kebun campur tertinggi terdapat di Desa Gendingan seluas 83,87 ha dan terendah terdapat di Desa Walikukun seluas 15,3 ha. Alih fungsi lahan pertanian (sawah) ke tegalan tertinggi terdapat di Desa Walikukun seluas 97,34 ha dan terendah terdapat di Desa Sidolaju seluas 4,7 ha. Alih fungsi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian yang terjadi pada kurun waktu tahun 2012-2021 di Kecamatan Widodaren cukup tinggi, yakni sebesar 1.226 ha dari total luas wilayah sebesar 11.010 ha. Sementara itu secara spasial mengenai sebaran alih fungsi lahan yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan pada Gambar 6 dapat diketahui bahwa alih fungsi lahan terjadi di semua desa di Kecamatan Widodaren. Alih fungsi lahan sawah ke non pertanian terbesar terjadi di Desa Gendingan seluas 195,10 ha dan terendah terjadi di Desa Widodaren seluas 23,79 ha. Semakin luas alih fungsi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian maka akan bedampak pada jumlah produktivitas tanaman pangan yang ada dan sebaliknya.

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

Permukiman Kebun Campur Tegalan Sawah

Luas Penggunaan Lahan (ha)

Penggunaan Lahan Luas Tahun 2012 Luas Tahun 2021

(8)

http://jtsl.ub.ac.id 44 Tabel 3. Jenis dan luas alih fungsi lahan pertanian

(sawah) ke non pertanian di Kecamatan Widodaren Tahun 2012-2021.

Nama Desa Jenis Alih Fungsi Lahan Luas (ha) Banyubiru Sawah ke Kebun Campur 59,72

Sawah ke Tegalan 24,97

Sawah ke Permukiman 38,64

Gendingan Sawah ke Kebun Campur 83,87

Sawah ke Tegalan 56,94

Sawah ke Permukiman 33,55

Karangbanyu Sawah ke Kebun Campur 54,29

Sawah ke Tegalan 62,02

Sawah ke Permukiman 33,96

Kauman Sawah ke Kebun Campur 24,31

Sawah ke Tegalan 16,71

Sawah ke Permukiman 57,49

Kayutrejo Sawah ke Kebun Campur 16,78

Sawah ke Tegalan 5,96

Sawah ke Permukiman 26,35

Kedunggudel Sawah ke Kebun Campur 25,27

Sawah ke Tegalan 25,15

Sawah ke Permukiman 49,13

Sekaralas Sawah ke Kebun Campur 35,9

Sawah keTegalan 25,1

Sawah ke Permukiman 44,5

Sekarputih Sawah ke Kebun Campur 69,21

Sawah ke Tegalan 24,57

Sawah ke Permukiman 41,88

Sidolaju Sawah ke Kebun Campur 31,41

Sawah ke Tegalan 4,7

Sawah ke Permukiman 17,47

Sidomakmur Sawah ke Kebun Campur 21,52

Sawah ke Permukiman 46,9

Sawah ke Kebun Campur 17,81

Walikukun Sawah ke Kebun Campur 15,13

Sawah ke Tegalan 97,34

Sawah ke Permukiman 13,66

Widodaren Sawah ke Kebun Campur 18,69

Sawah ke Permukiman 5,1

Analisis penyebab alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Widodaren Secara umum terdapat beberapa faktor yang pemicu dan penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian antara lain:

faktor kondisi sosial ekonomi petani (Ridwan, 2018), kesuburan tanah (Prilyscia, 2018; Wiwaha dan Kurniawan, 2020), ketersediaan air (Rahayu et al., 2018), pertumbuhan penduduk (Noeraga et al., 2020; Setyowati et al., 2021) harga pupuk, harga jual produk pertanian, dan faktor kebijakan pemerintah daerah. Sementara itu faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian di Kecamatan Widodaren berdasarkan hasil

wawancara dengan responden (petani) antara lain:

harga jual produk yang murah di pasaran, ketersediaan pupuk yang langka dan harga pupuk yang mahal, kebutuhan hidup semakin naik, kebijakan pemerintah daerah yang kurang memonitoring keberlanjutan kegiatan petani. Perlu diketahui bahwa saat ini harga gabah pada tingkatan petani dengan kualitas baik hanya berkisar antara Rp 7.000-Rp. 9.000 saja. Sementara itu jumlah produksi tidak bisa optimal karena ketersediaan pupuk bersubsidi yang terbatas dan harga pupuk juga naik di tingkat eceran. Sebagai contoh saat ini harga normal pupuk ZA di eceran adalah Rp.

150.000 per 50 kg, namun karena produk yang langka, maka harga bisa mencapai Rp. 200.000 per 50 kg. Adanya problem tersebut, maka banyak petani yang mengalihkan lahan sawah menjadi lahan kebun campur maupun tegalan seperti untuk tanaman sengon laut, mahoni, buah pisang dan lainnya yang memiliki harga yang relatif lebih menguntungkan dan biaya perawatan yang murah.

Problem lain yang juga menyebabkan alih fungsi lahan yakni meningkatnya harga bahan makanan pokok. Meningkatnya harga bahan pokok akan mengurangi daya beli petani, sehingga sebagian besar petani di Kecamatan Widodaren rela menjual lahan sawahnya untuk dialih fungsikan ke perumahan karena harga jual yang relatif tinggi, sehingga daya beli petani meningkat. Pemerintah daerah juga kurang optimal dalam melakukan upaya pendampingan dalam menjaga keberlangsungan aktivitas pertanian di wilayahnya, sehingga banyak petani yang tidak mampu melanjutkan aktivitas pertanian, sehingga sawah-sawah yang ada menjadi terlantar. Saat ini kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah masih sebatas memberikan bantuan berupa alat mesin pertanian, bibit, menyusun perda lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan memberikan penyuluhan. Namun semua kebijakan yang telah dilakukan tetap belum mampu mampu mencegah terjadinya alih fungsi lahan tersebut.

Kesimpulan

Secara temporal alih fungsi lahan pertanian di Kecamatan Widodaren dari tahun 2012 sampai dengan 2021 mengalami trend yang meningkat dengan luas sebesar 1.226 ha. Trend alih fungsi lahan terjadi dari lahan sawah ke permukiman seluas 422,29 ha, sawah ke kebun campur seluas 477,62 ha, dan sawah ke tegalan seluas 326,09 ha.

Secara spasial sebaran alih fungsi lahan terjadi di semua desa di Kecamatan Widodaren, yakni di Desa Banyubiru, Gendingan, Karangbanyu,

(9)

http://jtsl.ub.ac.id 45 Kauman, Kayutrejo, Kedunggudel, Sekaralas,

Sekarputih, Sidolaju, Sidomakmur, Walikukun, dan Widodaren. Alih fungsi lahan sawah ke non

pertanian terbesar terjadi di Desa Gendingan seluas 195,10 ha dan terendah terjadi di Desa Widodaren seluas 23,79 ha.

Gambar 6. Peta alih fungsi lahan di Kecamatan Widodaren tahun 2012 dan tahun 2021.

Faktor penyebab terjadinya alih funsgi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian di Kecamatan Widodaren antara lain: harga jual produksi yang murah di pasaran, ketersediaan pupuk yang langka dan harga pupuk yang mahal, kebutuhan hidup semakin naik, kebijakan pemerintah daerah yang kurang memonitoring keberlanjutan kegiatan petani, sehingga banyak sawah yang terbengkelai karena aktivitas mengolah sawah oleh petani tidak berlanjut. Solusi jangka pendek yang dapat dilakukan untuk mencegah meningkatnya alih funsgi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian antara lain: mempertahankan kebijakan pemerintah daerah yang sudah ada saat ini, memberikan insentif bagi petani yang mampu mempertahankan produksinya dan pemerintah daerah bersedia membeli produk hasil pertanian petani di atas harga pasar. Kebijakan ini penting dilakukan agar keberlangsungan aktivitas pertanian tetap terjaga, sehingga ketahanan pangan daerah tetap terjaga.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prodi Geografi, Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan teknisi laboratorium yang membantu pelaksanaan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Alamsyar, A. 2022. Dampak alih fungsi lahan padi sawah terhadap ketahanan pangan di Kabupaten Sigi.

Agrotekbis: E-Jurnal Ilmu Pertanian 10(1):176.

Araki, S., Shima, M. and Yamamoto, K. 2018.

Spatiotemporal land use random forest model for estimating metropolitan NO2 exposure in Japan.

Science of the Total Environment 634:1269-1277, doi:10.1016/j.scitotenv.2018.03.324.

Ardiansyah, M., Nugraha R.A., Iman L.O.S. and Djatmiko, S.D. 2021. Impact of land use and climate changes on flood inundation areas in the lower Cimanuk watershed, West Java Province. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 23(2): 51-58, doi:10.29244/jitl.23.2.53-60.

(10)

http://jtsl.ub.ac.id 46 Bao, S. and Yang, F. 2022. Spatio-temporal dynamic of

the land use/cover change and scenario simulation in the southeast coastal shelterbelt system construction project region of China. Sustainability 2022, 14:8952, doi:10.3390/su14148952.

BPS Kabupaten Ngawi, 2012. Kecamatan Widodaren dalam Angka Tahun 2012. Kabupaten Ngawi: BPS Kabupaten Ngawi.

BPS Kabupaten Ngawi, 2021. Kecamatan Widodaren dalam Angka Tahun 2021. Kabupaten Ngawi: BPS Kabupaten Ngawi.

Csorba, P., Bánóczki, K. and Túri, Z. 2022. Land use changes in peri-urban open spaces of small towns in Eastern Hungary. Sustainability 2022, 14:10680, doi:10.3390/su141710680.

Das, T., Jana, A., Mandal B. and Sutradhar, A. 2022.

Spatio-temporal pattern of land use and land cover and its effects on land surface temperature using remote sensing and GIS techniques: a case study of Bhubaneswar city, Eastern India (1991-2021).

GeoJournal, doi:10.1007/s10708-021-10541-z.

Fahad, K., Hussein, S. and Dibs, H. 2020. Spatial- temporal analysis of land use and land cover change detection using remote sensing and GIS techniques.

IOP Conference Series: Materials Science and Engineering 671:012046, doi:10.1088/1757- 899X/671/1/012046.1007/s10708-021-10541- z(0123456789.

Gudo, A.J.A., Deng, J. and Qureshi, A.S. 2022. Analysis of spatiotemporal dynamics of land use/cover changes in Jubek State, South Sudan. Sustainability 2022, 14:10753, doi:10.3390/su141710753.

Islami, M.I., Rahim, A., Jaya, A.K. and Bakri, B. 2021.

Spatio-temporal model of rainfall data using kalman filter and expectation-maximization algorithm. Jurnal Matematika, Statistika & Komputasi 17(2):304-313, doi:10.20956/jmsk.v17i2.11918.

Junarto, R. dan Djurjani, D. 2020. Pemanfaatan teknologi Unmanned Aerial Vehicle (UAV) untuk pemetaan kadaster. BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan 6:105-118, doi:10.31292/jb.v6i1.428.

Kumar, R. 2022. Remote sensing and GIS-based land use and land cover change detection mapping of Jind District, Haryana. International Journal of Research Publication and Reviews 3(3):869-874

Kumar, S. and Khan, N. 2021. Application of remote sensing and GIS in land resource management.

Journal of Geography and Cartography 3(1):16-19, doi:10.24294/jgc.v4i2.437.

Noeraga, M.A.A., Yudana, G. dan Rahayu, P. 2020.

Pengaruh pertumbuhan penduduk dan penggunaan lahan terhadap kualitas air. Desa-Kota 2:70-80, doi:10.20961/desa-kota.v2i1.17058.70-85.

Nurpita, A., Wihastuti, L. dan Andjani, I. 2018. Dampak alih fungsi lahan terhadap ketahanan pangan rumah tangga tani di Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progro. Jurnal Gama Societa 1(1):103-110, doi:10.22146/jgs.34055.

Nyamushosho, R.T., Chirikure, S., Sitas, A. and Maṱhoho, E.N. 2022. Modelling land use in the gold belt territories of iron age Southern Zambezia. Land 2022, 11: 1425, doi:10.3390/land11091425.

Osman, A. 2022. Implications of spatio-temporal land use/cover changes for ecosystem services supply in the coastal landscapes of Southwestern Ghana, West Africa. Land 11:1408, doi:10.3390/land11091408.

Prasada, I.M. . and Rosa, T.A. 2018. Dampak alih fungsi lahan sawah terhadap ketahanan pangan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Sosial Ekonomi

Pertanian 14(3):210-224,

doi:10.20956/jsep.v14i3.4805.

Prilyscia, A. 2018 Hubungan alih fungsi lahan dan perubahan iklim terhadap hasil komoditas pertanian di Jumantono. Agrotechnology Research Journal 2(1):28-34, doi:10.20961/agrotechresj.v2i1.19424.

Rahayu, N., Sutarno, S. dan Komariah, K. 2018. Alih fungsi lahan dan curah hujan terhadap perubahan hidrologi Sub DAS Samin. Agrotechnology Research

Journal 1(1):13-20,

doi:10.20961/agrotechresj.v1i1.18864.

Ridwan, I. 2016. Faktor-faktor penyebab dan dampak konversi lahan pertanian. Jurnal Geografi Gea 9(2), doi:https://doi.org/10.17509/gea.v9i2.2448.

Rifa’i, A. dan Mardiansjah, F.H.. 2018. Dampak perubahan penggunaan lahan pertanian terhadap sosial ekonomi petani sekitar lokasi pertambangan Banyu Urip Kecamatan Gayam Kabupaten Bojonegoro. Tataloka 20: 50-64, doi:10.14710/tataloka.20.1.

Sadono, R., Hartono, Machfoedz, Maksum, M. and Setiaji. 2017. Monitoring land cover changes in the disaster-prone area: a case study of Cangkringan Sub- District, the Flanks of Mount Merapi, Indonesia.

Forum Geografi 31(1):209-219,

doi:10.23917/forgeo.v31i2.5324.

Setyowati, D., Wilaksono, S., Aji, A. and Amin, M. 2021.

Assessment of watershed carrying capacity and land use change on flood vulnerability areas in Semarang City. Forum Geografi 35(2), doi:

10.23917/forgeo.v35i2.15542

Soemantri. 2020. Land price mapping in the northern suburbs of Bandung City. Forum Geografi 34(1), doi:10.23917/forgeo.v34i1.10412.

Susanti, P. D. and Miardini, A.. 2017. The impact of land use change on water pollution index of Kali Madiun Sub-watershed. Forum Geografi 31(1):128-137, doi:10.23917/forgeo.v31i1.2686

Villarreal-Rosas, J., Wells, J.A., Sonter, L.J., Possingham, H.P. and R. Rhodes, J.R. 2022. The impacts of land use change on flood protection services among multiple beneficiaries. Science of the Total

Environment 806, 150577,

doi:10.1016/j.scitotenv.2021.150577.

Wiatkowska, B., Słodczyk, J. and Stokowska, A. 2021.

Spatial-temporal land use and land cover changes in urban areas using remote sensing images and GIS Analysis: the case study of Opole, Poland.

(11)

http://jtsl.ub.ac.id 47 Geosciences 11:312, doi:10.3390/

geosciences11080312.

Wiwaha, R.A. dan Kurniawan, S. 2020. Analisis perubahan cadangan hara pada berbagai penggunaan lahan dan kelerengan di DAS Mikro Kali Kungkuk, Kota Batu. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan 8(1):1-8, doi:10.21776/ub.jtsl.2021.008.1.1.

Zhai, H., Lv, C., Liu, W., Yang, C., Fan, D., Wang, Z.

and Guan, Q. 2021. Understanding spatio-temporal patterns of land use/land cover change under urbanization in Wuhan, China, 2000-2019. Remote Sensing 13:3331, doi:10.3390/rs13163331.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis ucapkan kepada, Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Alih Fungsi Lahan Pertanian