• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KUAT TEKAN BETON FAST TRACK DENGAN BAHAN TAMBAH MASTER GLENIUM ACE 8111 - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS KUAT TEKAN BETON FAST TRACK DENGAN BAHAN TAMBAH MASTER GLENIUM ACE 8111 - repository perpustakaan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Definisi Beton

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah atau agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Kadang, satu atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu pengerasan. (Mc Cormac, 2003).

Beton diperoleh dengan cara mencampurkan semen, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan (admixture) tertentu. Material pembentuk beton tersebut dicampur dengan merata dengan komposisi tertentu menghasilkan suatu campuran yang plastis sehingga dapat dituang dalam cetakan untuk dibentuk sesuai keinginan.

Campuran tersebut bila dibiarkan akan mengalami pengerasan sebagai akibat reaksi kimia antara semen dan air yang berlangsung selama jangka waktuyang panjang atau dengan kata lain campuran beton akan bertambah keras sejalan dengan umurnya.

(Wicaksono, 2005)

Pada beton yang baik, setiap butir agregat seluruhnya terbungkus dengan mortar.

Demikian halnya dengan ruang antar agregat, harus terisi oleh mortar. Jadi kualitas pasta atau mortar menentukan kualitas beton. Semen adalah unsur kunci dalam beton, meskipun jumlahnya hanya 7-15% dari campuran. Sifat masing-masing bahan juga berbeda dalam hal perilaku beton segar maupun pada saat sudah mengeras, selain faktor biaya yang perlu diperhatikan. Di lain pihak, secara volumetris beton diisi oleh agregat sebanyak 70-75%, jadi agregat juga mempunyai peran yang sama pentingnya sebagai material pengisi beton.

(2)

Beton memiliki kelebihan dibanding material lain, diantaranya:

1) Beton termasuk bahan yang mempunyai kuat tekan yang tinggi, serta mempunyai sifat tahan terhadap pengkaratan atau pembusukan dan tahan terhadap kebakaran.

2) Harga relatif murah karena menggunakan bahan dasar dari lokal, kecuali semen portland.

3) Beton segar dapat dengan mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk yang sesuai keinginan.

4) Kuat tekan yang tinggi, apabila dikombinasikan dengan baja tulangan dapat digunakan untuk sruktur berat.

5) Beton segar dapat disemprotkan pada permukaan beton lama yang retak, maupun diisikan ke dalam cetakan beton pada saat perbaikan, dan memungkinkan untuk dituang pada tempat-tempat yang posisinya sulit.

6) Beton segar dapat dipompakan sehingga memungkinkan untuk dituang pada tempat-tempat yang posisinya sulit.

7) Beton termasuk tahan aus dan kebakaran, sehingga biaya perawatannya relatif rendah.

Adapun kekurangan beton adalah sebagai berikut:

1) Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak.

2) Beton segar mengalami susut pada saat pengeringan, dan beton segar mengembang jika basah.

3) Beton keras mengeras dan menyusut apabila terjadi perubahan suhu.

4) Beton sulit kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak tulangan beton.

(3)

5) Beton bersifat getas sehingga harus dihitung dan didetail secara seksama agar setelah dikombinasikan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail.

Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah, atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Agregat halus dan kasar , disebut sebagai bahan susun kasar campuran, merupakan komponen utama beton. Nilai kekuatan serta daya tahan (durability) beton merupakan fungsi dari banyak faktor, diantaranya ialah nilai banding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksanaan finishing, temperatur, dan kondisi perawatan pengerasannya.

Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya, dan beton merupakan bahan bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9% - 15% saja dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai komponen struktural bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu membantu kelemahannya, terutama pada bagian yang menahan gaya tarik, dengan demikian tersusun pembagian tugas, dimana batang tulangan baja bertugas memperkuat dan menahan gaya tarik, sedangkan beton hanya diperhitungkan untuk menahan gaya tekan. Komponen struktur beton dengan kerja sama seperti itu disebut sebagai beton bertulang baja atau lazim disebut beton bertulang saja. Dalam perkembangannya, didasarkan pada tujuan peningkatan kemampuan kekuatan komponen, sering juga dijumpai beton dan tulangan baja bersama-sama ditempatkan pada bagian struktur dimana keduanya menahan gaya tekan.

Dengan sendirinya untuk mengatur kerja sama antar dua macam bahan yang berbeda sifat dan perilakunya dalam rangka membentuk satu kesatuan perilaku struktural untuk mendukung beban, diperlukan cara hitung berbeda dengan apabila hanya

(4)

digunakan satu macam bahan saja seperti halnya pada struktur baja, kayu, alumunium, dan sebagainya.

Kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan hanya dapat terwujud dengan didasarkan pada keadaan-keadaan;

1) Lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran diantara keduanya;

2) beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat baja;

3) angka muai kedua bahan hampie sama dimana untuk setiap kenaikan suhu satu derajat Celcius angka muai beton 0,000010 sampai 0,000013 sedangkan baja 0,000012, sehingga tegangan yang timbul karena perbedaan nilai dapat diabaikan.

Sebagai konsekuensi dari lekatan yang sempurna antara kedua bahan, di daerah tarik suatu komponen struktur akan terjadi retak-retak beton di dekat baja tulangan.

Retak halus yang demikian dapat diabaikan sejauh tidak mempengaruhi penampilan struktural komponen yang bersangkutan.

2.2. Material Penyusun Beton 2.2.1 Semen

Fungsi semen adalah untuk merekatkan butiran-butiran agregat agar menjadi suatu massa yang kompak, padat dan kuat. Selain itu semen juga berfungsi untuk mengisi rongga-rongga diantara butiran agregat. Semen yang dimaksud dalam konstruksi beton adalah bahan yang mengeras jika bereaksi dengan air dan lazim dikenal dengan semen hidraulik (hydraulic cement). Salah satu jenis semen yang biasa dipakai dalam pembuatan beton ialah semen Portland (Portland cement).

(5)

Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan menghaluskan klinker terutama terdiri dari atas silikat calsium yang bersifat hidrolis, dengan gips sebagai bahan tambahnya. Semen Portland diperoleh dengan membakar secara bersamaan suatu campuran dari calcareous (yang mengandung kalsium karbonat atau batu gamping) dan argillaceous (yang mengandung alumina) dengan perbandingan tertentu. Secara mudahnya kandungan semen Portland adalah kapur, silika, dan alumina.

Ketiga bahan tadi dicampur dan dibakar dengan suhu 1550°C dan menjadi klinker.

Setelah itu kemudian dikeluarkan, didinginkan, dan dihaluskan sampai halus seperti bubuk. Biasanya lalu klinker digiling halus secara mekanis sambil ditambahkan gips atau kalsium sulfat (CaSO

4) kira-kira 2-4% sebagai bahan pengontrol waktu pengikatan.

Bahan tambah lain kadang ditambahkan untuk membentuk semen khusus (Tjokrodimuljo, 1996).

Material-material utama dari semen Portland adalah batu kapur yang mengandung komponen-pomponen utama CaO (kapur) dan tanah liat yang mengandung komponen- komponen SiO

2 (silica), Al

2O

3 (alumina), Fe

2O

3 (oksida besi), MgO (magnesium), SO

3

(sulfur) serta Na

2+K

2O (soda/potash). Komposisi dari bahan utama pembuatan semen dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Komposisi Bahan Utama Semen

(6)

Walaupun demikian pada dasarnya ada 4 unsur yang paling utama dari semen, yaitu:

1) Trikalsium silikat (C

3S) atau 3CaO.SiO

2 Senyawa ini mengalami hidrasi sangat cepat disertai pelepasan sejumlah besar panas, berpengaruh besar pada pengerasan semen sebelum umur 14 hari, kurang ketahanan terhadap agresi kimiawi, paling menonjol mengalami disintegrasi oleh sulfat air tanah dan kemungkinan sangat besar untuk retakretak oleh perubahan volume.

2) Dikalsium silikat (C

2S) atau 2CaO.SiO

2 Formasi senyawa ini berlangsung perlahan dengan pelepasan panas lambat. Senyawa ini berpengaruh terhadap proses peningkatan kekuatan yang terjadi dari umur 14 hari sampai dengan 28 hari dan seterusnya. Dengan kadar C

2S banyak maka akan memiliki ketahanan tehadap agresi kimiawi yang relatif tinggi, pengerasan yang lambat, dan panas hidrasi yang rendah.

3) Trikalsium aluminat (C

3A) atau 3CaO.Al

2O

3 Senyawa ini mengeras dalam beberapa jam dengan melepas sejumlah panas. Jika kandungan unsur ini lebih besar dari 10% akan menyebabkan kurang tahan terhadap asam sulfat. Kuantitas yang terbentuk dalam ikatan menentukan pengaruhnya terhadap kekuatan beton pada awal umurnya terutama dalam 14 hari.

4) Tetrakalsium aluminoferit (C

4AF) atau 4CaO.Al

2O

3.Fe

2O

3 Senyawa ini kurang penting karena tidak begitu besar pengaruhnya terhadap kekuatan dan kekerasan semen. C

4AF hanya berfungsi untuk menyempurnakan reaksi pada dapur pembakaran pembentukan semen.

Dua unsur pertama (1 dan 2) biasanya merupakan 70-80% dan kandungan berat semen sehingga merupakan bagian yang paling dominan dalam memberikan sifat semen (Tjokrodimuljo, 1996) Selanjutnya dalam proses setting dan hardening akibat reaksi

(7)

antara semen dan air, senyawa-senyawa C

3S, C

2S, C

3A, dan C

4AF mengalami hidrasi yang mekanismenya dapat digambarkan sebagai berikut :

a) Hidrasi kalsium silikat (C

3S dan C

2S)

Kalsium silikat akan terhidrasi menjadi kalsium hidroksida dan kalsium silikat hidrat 2(3CaO.SiO2)+6H2O→3CaO.2SiO2.3H2O+Ca(OH)2

2(2CaO.SiO2)+4H2O→3CaO.2SiO2.2H2O+Ca(OH)2

Terbentuknya kalsium hidroksida pada proses hidrasi diatas menyebabkan pasta semen bersifat basa, hal ini dapat mencegah korosi pada baja akan tetapi menyebabkan pasta semen cukup reaktif terhadap asam.

b) Hidrasi Kalsium Aluminat (C3A) Proses hidrasi C3A akan menghasilkan kalsium aluminat hidrat setelah semua kandungan gypsum (CaO.SO3.2H2O) habis bereaksi.

3CaO.Al2O3+CaO.SO3.2H2O+10H2O→4CaO.Al2O3.SO3.12H2O (kalsium sulpho aluminat)

3CaO.Al2O3+Ca(OH)2+12H2O→4CaO.Al2O3.13H2O (kalsium aluminat hidrat) c) Hidrasi Kalsium Aluminat Ferrite (C4AF)

4CaO.Al2O3.Fe2O3+2CaO.SO3.2H2O+18H2O→8CaO.Al2O3.Fe2O3.2SO3.24HO Sesuai dengan tujuan dari penggunaannya, semen Portland di Indonesia dibagi menjadi 5 jenis berdasarkan ASTM C-150, yaitu :

1) Tipe I adalah semen Portland untuk tujuan umum. Jenis ini paling banyak diproduksi karena digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi.

2) Tipe II adalah semen Portland modifikasi, adalah tipe yang sifatnya setengah tipe IV dan setengah tipe V (moderat).

3) Tipe III adalah semen Portland dengan kekuatan awal tinggi. Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini umum dipakai ketika

(8)

acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus dapat cepat dipakai.

4) Tipe IV adalah semen Portland dengan panas hidrasi rendah, yang dipakai untuk kondisi dimana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum.

Misalnya pada bangunan masif seperti bendungan gravitasi yang besar.

Pertumbuhan kekuatannya lebih lambat daripada semen tipe I.

5) Tipe V adalah semen Portland tahan sulfat, yang dipakai untuk menghadapi aksi sulfat yang ganas. Umumnya dipakai di daerah dimana tanah atau airnya memiliki kandungan sulfat yang tinggi.

Tabel 2.2. Jenis-Jenis Semen Portland Dengan Sifat-sifatnya.

Sumber: Antoni, Paul Nugraha (2007)

(9)

2.2.2 Air

Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting namun harganya paling murah. Dalam pembuatan beton air diperlukan untuk :

1) Bereaksi dengan semen Portland.

2) Menjadi pelumas antara butir-butir agregat, agar dapat mudah dikerjakan (diaduk, dituang dan dipadatkan).

Untuk bereaksi dengan semen portland, air yang diperlukan hanya sekitar 25-30%

saja dari berat semen, namun dalam kenyataanya jika nilai faktor air semen (berat air dibagi berat semen) kurang dari 0,35 aadukan beton akan dikerjakan, sehingga umumnya nilai faktor air semen lebih dari 0,40 (Kardiyono Tjokrodimulyo dalam Risdhika Anggita Ghozali 2010).

Air sebagai bahan bangunan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut (Standar SK SNI S-04-1989-F, Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A)

1) Air harus bersih.

2) Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda melayang, yang dapat dilihat secara visual. Benda-benda tersuspensi ini tidak boleh lebih dari 2 gram per liter.

3) Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak beton (asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

4) Tidak mengandung klorida (CI) lebih dari 0,5 gram/liter.

5) Tidak mengandung senyawa sulfat (sebagai SO3) lebih dari 1 gram/liter.

(10)

Air harus terbebas dari zat-zat yang membahayakan beton, dimana pengaruh zat tersebut antara lain :

1) Pengaruh adanya garam-garam mangan, timah, seng, tembaga dan timah hitam dengan jumlah cukup besar pada air adukan akan menyebabkan pengurangan kekuatan beton.

2) Pengaruh adanya seng klorida dapat memperlambat ikatan awal beton sehingga beton belum memiliki kekuatan yang cukup dalam umur 2-3 hari.

3) Pengaruh adanya sodium karbonat dan pontasoium dapat menyebabkan ikat awal sangat cepat dan dalam konsentrasi yang besar akan mengurangi kekuatan beton.

4) Pengaruh air laut yang umumnya mengandung 3,5% larutan garam, sekitar 78 persennya adalah sodium klorida dan 15 persennya adalah magnesium sulfat akan dapat mengurangi kekuatan beton sampai 20% dan dapat memperbesar resiko terhadap korosi tulangan.

5) Pengaruh adanya ganggang yang mungkin terdapat dalam air atau pada permukaan butir-butir agregat, bila tercampur dalam adukan akan mengurangi rekatan antara permukaan butir agregat dan pasta.

6) Pengaruh adanya kandungan gula yang mungkin juga terdapat dalam air. Bila kandungan itu kurang dari 0,05 persen berat air tampaknya tidak berpengaruh terhadap kekuatanya beton. Namun dalam jmlah lebih banyak dapat memperlambat ikatan awal dan kekuatan beton dapat berkurang. (Risdhika, Anggita, Ghozali 2010).

2.2.3 Agregat

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini kira-kira menempati sebanyak 70% volume

(11)

mortar atau beton. Walaupun namanya hanya sebagai bahan pengisi, akan tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat mortar/betonnya, sehingga pemilihan agragat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar/beton.

Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan adalah dengan didasarkan pada ukuran butir-butirnya. Agregat yang mempunyai ukuran butir-butir besar disebut dengan agregat kasar, sedangkan agregat yang berbutir kecil disebut agregat halus, sebagai batas antara ukuran butir yang kasar dan yang halus tampaknya belum ada nilai yang pasti, masih berbeda antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain dan mungkin juga dari satu daerah dengan daerah yang lain. (Tjokrodimulyo dalam Kumala Chandra Gandhi 2010).

1. Agregat halus (pasir)

a. Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil desintegrasi alam dari batuan-batuan atau pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu. Sesuai dengan syarat-syarat pengawasan mutu agregat untuk berbagai-bagai mutu beton menurut pasal 4.2. ayat (1), maka agregat halus harus memenuhi satu, beberapa atau semua ayat berikut ini.

b. Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butiran-butiran agregat halus harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan.

c. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm, apabila kadar lumpu rmelampaui 5%, maka agregat halus harus dicuci.

d. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organis terlalu banyak yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-harder (dengan

(12)

larutan NaOH). Agregat halus yang tidak memenuhi percobaan warna ini dapat juga dipakai, asal kekuatan tekan adukan agregat tersebut pada umur 7 dan 28 hari tidak kurang dari 95% dari kekuatan adukan agregat yang sama tetapi dicuci dalam larutan 3% NaOH yang kemudian dicuci hingga bersih dengan air, pada umur yang sama.

e. Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan. Agregat halus harus memenuhi syarat-syarat berikut :

1. Sisa diatas ayakan 4 mm, harus minimum 2% berat ; 2. Sisa diatas ayakan 1 mm, harus minimum 10% berat ;

3. Sisa diatas ayakan 0,25 mm, harus berkisar antara 80% dan 95% berat ; f. Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu beton,

kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui.

2. Agregat kasar (kerikil dan batu pecah)

a. Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil sebagai hasil dari desintegrasi alami dari batuan-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pecahan batu. Pada umumnya yang dimaksudkan dengan agregat kasar adalah agregat dengan besar butir lebih dari 5 mm. Sesuai dengan syarat-syarat pengawasan mutu agregat untuk berbagai-bagai mutu beton menurut pasal 4.2. ayat (1), maka agregat kasar harus memenuhi satu, beberapa atau semua ayat berikut ini.

b. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori. Agregat kasar yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai, apabila butir- butir pipih tersebut tidak melampaui 20% dari berat agregat seluruhnya. Butir-

(13)

butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan.

c. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm, apabila kadar lumpur melampaui 1%, maka agregat kasar harus dicuci.

d. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, seperti zat-zat yang reaktif alkali.

e. Kekerasan dari butir-butir agregat kasar diperiksa dengan bejana penguji dari Rudeloff dengan beban penguji 20T, dengan mana harus dipenuhi dengan syarat-syarat sebagai berikut :

1) Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 – 19 mm lebih dari 24% berat ; 2) Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19 – 30 mm lebih dari 22% berat ; atau dengan mesin pengaus Los Angelos, dengan mana tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50%.

f. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan. Agregat kasar harus memenuhi syarat-syarat berikut :

1) Sisa diatas ayakan 31,5 mm, harus 0% berat ;

2) Sisa diatas ayakan 4 mm, harus berkisar antara 90% dan 98% berat ;

3) Selisih antara sisa-sisa kumulatif diatas dua ayakan yang berurutan, adalah maksimum 60% dan minimum 10% berat ;

g. Besar butir agregat maksimum tidak boleh lebih dari pada seperlima jarak terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan, sepertiga dari tebal plat atau tiga perempat dari jarak bersih minimum diantara batang-batang atau berkas-

(14)

berkas tulangan. Penyimpangan dari batasan ini diijinkan, apabila menurut penilaian pengawas ahli, cara-cara pengecoran beton adalah sedemikian rupa hingga menjamin tidak terjadi sarang-sarang kerikil.

Tabel. 2.3. Gradasi Agregat Halus Ukuran Saringan Ayakan

% Lolos Saringan / Ayakan Pasir

Kasar

Pasir Sedang

Pasir Agak Halus

Pasir Halus Mm SNI ASTM Inch Gradasi

no.1

Gradasi

no.2 Gradasi no.3 Gradasi no .4 9,5 9,6 3/8 in 0,375 100 –

100 100 – 100 100 – 100 100 - 100 4,75 4,8 no.4 0,187 90 – 100 90 – 100 90 – 100 95 - 100 2,36 2,4 no.8 0,0937 60 – 95 75 – 100 85 – 100 95 – 100 1,18 1,2 no.16 0,0469 30 – 70 55 – 90 75 – 100 90 – 100 0,6 0,6 no.30 0,0234 15 – 34 35 – 59 60 – 79 80 – 100 0,3 0,3 no.50 0,0117 5' – 20 8' – 30 12' – 40 15 – 50 0,15 0,15 no.100 0,0059 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 15

Sumber : SNI 03 – 2834 – 2000

Tabel 2.4. Gradasi Agregat Kasar Ukuran Saringan Ayakan

% Lolos Saringan / Ayakan Ukuran

Maks.

10mm

Ukuran Maks. 20

mm

Ukuran Maks. 40

Mm SNI ASTM Inch mm

75 76 3 in 3 100 - 100

37,5 38 1 1/2 in 1,5 100 –

100 95 – 100 19 19 3/4 in 0,75 100 - 100 95 – 100 35 – 70 9,5 9,6 3/8 in 0,375 50 – 85 30 – 60 10 – 40

4,75 4,8 no.4 0,187 0 – 10 0 – 10 0 – 5

Sumber : SNI 03 – 2834 – 2000.

(15)

2.2.4 Bahan Tambah

Bahan tambah adalah suatu bahan bubuk atau cairan, yang ditambahkan ke dalam campuran adukan beton selama pengadukan, dengan tujuan untuk mengubah sifat adukan atau betonnya. Bahan tambah ada 2 jenis yaitu additive dan admixture.

Bahan Tambah (Additive) adalah bahan tambah yang ditambahkan pada saat proses pembuatan semen di pabrik, bahan tambah additive yang ditambahkan pada beton untuk meningkatkan kinerja kuat tekan beton. Beton yang kekurangan butiran halus dalam agregat menjadi tidak kohesif dan mudah bleending, untuk mengatasi kondisi ini biasanya ditambahkan bahan tambah additive yang berbentuk butiran padat yang halus.

Penambahan additive dilakukan pada beton yang kekurangan agregat halus dan beton dengan kadar semen biasa tetapi perlu dipompa pada jarak yang jauh. Yang termasuk jenis additive adalah pozzzolan, fly ash, slag, dan silica fume.

Adapun keuntungan penggunaan additive adalah (Mulyono T,2003) adalah dapat memperbaiki workability beton, mengurangi panas hidrasi beton, mengurangi biaya pekerjaan beton, mempertinggi daya tahan terhadap serangan sulfat, meningkatkan usia beton, dan mengurangi penyusutan.

Bahan tambah (admixture) adalah bahan atau material selain air, semen dan agregat ditambahkan ke dalam beton selama pengadukan. Admixture digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik beton.

Tujuan penggunaan admixture pada beton segar adalah untuk memperbaiki workability beton, mengatur faktor air semen pada beton segar, mengatur waktu pengikatan aduk beton, meningkatkan kekuatan beton keras, meningkatkan sifat kedap air pada beton keras, dan meningkatkan sifat tahan (210 INFO TEKNIK, Volume 17 No.2 Desember 2016) lama pada beton keras termasuk terhadap zat-zat kimia dan tahan terhadap gesekan.

(16)

Ketentuan dan syarat mutu bahan tambah admixture sesuai dengan ASTM C 494-81

Standard Specification For Chemical Admixture For Concrete”. Defenisi tipe dan jenis bahan tambah kimia tersebut dapat diterangkan sebagai berikut:

1) Tipe A, Water Reducing Admixture. Adalah bahan tambah yang bersifat mengurangi jumlah air pencampuran beton untuk menghasilkan beton yang konsentitensinya tertentu.

2) Tipe B, Retarding Admixture. Adalah bahan tambahan yang berfungsi yang menghambat pengikatan beton.

3) Tipe C, Accelerating Admixture. Adalah bahan tambahan berfungsi mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton.

4) Tipe D, Water Reducing And Retarding Admixture. Adalah bahan tambahan yang berfungsi ganda untuk mengurangi jumlah air pencampuran yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan menghambat pengikatan beton.

5) Tipe E, Water Reducing And Accelerating Admixture. Adalah bahan tambahan berfungsi ganda untuk mengurangi jumlah air pencampuran yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan memercepat pengikatan beton.

6) Tipe F, Water Reducing And High Range Admixture. Adalah bahan tambahan yang berfungsi mengurangi jumlah air pencampuran yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu sebanyak 12%.

7) Tipe G, Water Reducing, High Range and Retarding Admixture. Adalah bahan tambahan yang berfungsi mengurangi jumlah air pencampuran yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu sebanyak 12% atau lebih dan juga menghambat pengikatan beton

(17)

2.3. Tata Cara Pengujian Material Dan Pengujian Beton 2.3.1 Uji Gradasi

Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pemeriksaan untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat halus dan agregat kasar dengan menggunakan saringan. Tujuan pada uji ini adalah untuk memperoleh distribusi besaran atau jumlah persentase butiran baik agregat halus dan agregat kasar. Metode pengujian jenis tanah ini mencangkup jumlah dan jenis - jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. Analisis saringan agregat ialah penentuan persentase berat butiran agregat yang lolos dari satu set saringan kemudian angka-angka persentase digambarkan pada grafik pembagian butir. (SNI 03-1968-1990).

2.3.2 Uji Keausan Agregat Kasar

Metode ini dilakukan sebagai pegangan untuk menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan dengan menggunakan mesin Abrasi Los Angeles. Dalam pengujian ini guna untuk mengetahui angka keausan tersebut, yang dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lolos saringan No.12 (1,7 mm) terhadap berat semula, dalam persen. Pengujian ini dapat digunakan untuk mengukur keausan agregat kasar. Hasil pengujian bahan ini dapatdigunakan dalam perencanaan dan pelaksanaan bahan perkerasan jalan atau konstruksi beton. (SK–SNI M O2–1990–F SNI 03–2417–1991).

2.3.3 Uji Berat Jenis dan Penyerapan air Agregat

Standar ini untuk menentukan berat jenis dan penyerapan air agregat kasar.

Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya lebih besar dari 4,75 mm (Saringan No.4). Berat jenis dapat dinyatakan dengan berat jenis curah kering, berat jenis curah pada kondisi jenuh kering permukaan atau berat jenis semu. Berat jenis curah (jenuh kering permukaan) dan penyerapan air berdasarkan pada kondisi setelah (24+4) jam

(18)

direndam di dalam air. Cara uji ini tidak ditujukan untuk digunakan pada pengujian agregat ringan. (SNI 03-1969-2008)

2.3.4 Uji Kuat Tekan Beton

Standar uji kuat tekan beton ini terdiri dari penggunaan beban tekan aksial terhadap benda uji beton berbentuk silinder yang telah dicetak. Kemudian dilakukan pembebanan yang berada dalam batas yang telah ditentukan dengan menggunakan alat uji tekan beton (Compressive Strength Test) hingga terjadi kehancuran. Kuat tekan benda uji dihitung dengan membagi beban maksimum yang diterima selama pengujian dengan luas penampang benda uji. Hasil pengujian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk pengendalian mutu dari komposisi campuran beton, proses pencampuran dan kegiatan pengecoran beton; penentuan hasil pekerjaan yang memenuhi spesifikasi; dan evaluasi keefektifan bahan tambah serta pengendalian kesetaraan penggunannya. (SNI 03-1974- 2011).

Untuk pengujian kuat tekan beton, benda uji berupa silinder beton berdiameter 15 cm dan tingginya 30 cm ditekan dengan beban P sampai runtuh. Karena ada beban tekan P, maka terjadi tegangan tekan pada beton (σc) sebesar beban (P) dibagi dengan luas penampang beton (A), sehingga dirumuskan :

σc = P/A ...(2.1) dengan

σc = Tegangan tekan beton, MPa P = Besar beban tekan, N

A = Luas penampang beton, mm2

(19)

2.4. Tata Cara Pembuatan Rencana Mix Design

Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal atau mix design beton normal Berdasarkan SNI 03-2834-2000 dapat dilihat dalam langkah-langkah seperti dibawah ini:

1. Menentukan Kuat Tekan Beton Karakteristik Yang Disyaratkan (fc’) Pada Umur Tertentu.

Tabel 2.5. Notasi Kuat Tekan Beton Notasi Bentuk Benda

Uji Ukuran Umur

K Kubus 15 x 15 x 15 cm 28 hari

F'c Silinder Ø 15 cm x Tinggi 30 cm 28 hari Sumber : SNI 03 2834-2000

2. Menetapkan Deviasi Standar

Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pengendalian pelaksanaan pencampuran beton. Semakin baik mutu pelaksanaan maka nilai deviasi standar semakin kecil. Deviasi standar yang didapat dari pengalaman di lapangan selama produksi beton menurut rumus (SNI 03 2834-2000):

... (2.2) Keterangan:

S = Standar deviasi

X1 = Kuat tekan beton yang didapat dari masing-masing benda uji X = Kuat tekan beton rata-rata menurut rumus:

...(2.3)

(20)

n = Jumlah nilai hasil uji, yang harus diambil minimum 30 buah (satu hasil uji adalahn nilai uji rata – rata dari 2 buah benda uji)

3. Menghitung Nilai Tambah

a. Jika nilai tambah sudah ditetapkan sebesar 12 MPa, maka langsung ke Langkah 4.

b. Jika nilai tambah dihitung berdasarkan deviasi standar (Sr), maka dilakukan dengan rumus berikut:

M = k × Sr ...

(2.4) Keterangan:

M = Nilai tambah (MPa).

Sr = Deviasi standar (MPa).

k = Tetapan statistik yang nilainya tergantung pada presentase hasil uji yang lebih rendah dari f’c. Dalam hal ini diambil 5%, sehingga nilai k = 1,64 4. Menetapkan Kuat Tekan Rata-Rata (F’cr)

fcr’ = fc + M ... (2.5) Keterangan :

fcr’ = Kuat tekan rata-rata (MPa).

fc’ = Kuat tekan yang disyaratkan (MPa).

M = Nilai tambah (MPa).

5. Menentukan Jenis Semen Portland

Menurut SNI 15-2049-1994 di Indonesia semen Portland dibedakan menjadi lima jenis yaitu tipe I,II,III,IV,V. Jenis I merupakan jenis semen biasa, sedangkan jenis III merupakan semen yang dipakai untuk struktur yang menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi, atau dengan kata lain sering disebut cepat mengeras. Pada langkah ini ditetapkan apakah dipakai semen biasa atau semen yang cepat mengeras. Dan pada

(21)

penelitian ini digunakan semen Portland tipe I karena beton yang akan digunakan tidak memerlukan persyaratan khusus dan.

6. Menetapkan Jenis Agregat

Jenis agregat kasar dan agregat halus ditetapkan, apakah berupa alami atau batu pecah. Pada penelitian ini digunakan agregat kasar batu pecah dan agregat halus alami.

7. Menentukan Faktor Air Semen (fas)

Faktor air semen yang diperlukan untuk mencapai kuat tekan rata-rata yang ditargetkan berdasarkan hubungan kuat tekan dan kondisi pekerjaan yang diusulkan. Bila tidak tersedia data hasil penelitian sebagai pedoman dapat dipergunakan Tabel 2.6 dan Gambar 2.1.

Tabel 2.6. Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan Air Semen dan Agregat Yang Biasa Dipakai di Indonesia

Jenis Semen

Jenis Agregat

Kasar

Umur 3 hari

Umur 7 hari

Umur 28 hari

Umur 91 hari

Bentuk Uji Semen tipe I Alami

Pecah

17 19

23 27

33 37

40 45

Silinder Semen tahan

Sulfat Tipe II, V

Alami Pecah

20 25

28 32

40 45

48 54

Kubus Semen Tipe III Alami

Pecah

21 25

28 33

38 44

44 48

Silinder

Sumber : SNI 03 2834-2000

(22)

Gambar 2.1. Grafik Penetapan FAS Berdasarkan Jenis Semen dan Kuat Tekan Rata-Rata Sumber : SNI 03 2834-2000

(23)

Tabel 2.7. Persyaratan Jumlah Semen Minimum dan Faktor Air Semen Maksimum Untuk Berbagai Macam Pembetonan Dalam Lingkungan Khusus

Lokasi

Jumlah Semen Minimum Per m3

Beton (kg)

Nilai Faktor Air Semen Maksimum

Beton di dalam Ruang Bangunan : a. Keadaan kelilingnon-korosif

b. Keadaan kelilih korosif disebabkan oleh kondensasi atau

korosif

Beton di luar ruangan bangunan : a. Tidak terlindungi dari hujan dan

terik matahari langsung b. Terlindungi dari hujan dan terik

matahari langsung Beton masuk ke dalam tanah : a. Mengalami keadaan basah dan

kering berganti-ganti b. Mendapat pengaruh sulfat dan

alkali dari tanah

Beton yang kontinu berhubungan : a. Air tawar

b. Air laut

275 325

325 275

325

0,60 0,52

0,60 0,60

0,55 -

- Sumber : SNI 03 2834-2000

(24)

8. Menentukan Kadar Air Bebas

Tabel 2.8. Perkiraan Kebutuhan Air Bebas (Kg/m3)

Ukuran Maks Jenis Slump

Kerikil (mm) Batuan 0 - 10 10 - 30 30 – 60 60 – 180

10

Alami 150 180 205 225

Pecah 180 205 230 250

20

Alami 135 160 180 195

Pecah 170 190 210 255

40

Alami 115 140 160 175

Pecah 155 175 190 205

Sumber : SNI 03 2834-2000 9. Menentukan Daerah Gradasi Agregat Halus

Berdasarkan gradasinya (hasil analisis ayakan) agregat halus yang akan dipakai diklasifikasikan menjadi 4 daerah. Penentuan daerah gradasi tersebut didasarkan atas grafik gradasi yang ada dalam tabel berikut:

Tabel 2.9. Batas Gradasi Agregat Halus

Lubang Ayakan (mm)

Persen Butir Yang Lewat Ayakan Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4

9,5 100 100 100 100

4,75 90-100 90-100 90-100 95-100 2,36 60-95 75-100 85-100 95-100 1,18 30-70 55-90 75-100 90-100

0,6 15-34 35-59 60-79 80-90

0,3 5-20 8-30 12-40 15-50

0,15 0-10 0-10 0-10 0-15

Sumber : SNI 03 2834-2000

(25)

10. Menghitung Perbandingan Agregat Halus dan Agregat Kasar

Nilai banding antara berat agregat halus dan agregat kasar diperlukan untuk memperoleh gradasi agregat campuran yang baik. Dalam penelitian ini agregat kasar yang digunakan maksimum 40 mm.

Gambar 2.2 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat Keseluruhan Sumber : SNI 03-3834-2000

11. Menghitung Berat Jenis Agregat Campuran

Berat jenis agregat campuran dapat dihitung dengan rumus:

Bj camp. = P100 𝑋 bj. Agregat halus + K100 x bj. Agregat kasar ... (2.5) Dengan:

Bj campuran = berat jenis agregat campuran kg/m3. Bj agr halus = berat jenis agregat halus kg/m3. Bj agr kasar = berat jenis agregat kasar kg/m3.

P = persentase agregat halus terhadap agregat kasar (%).

K = persentase agregat kasar terhadap agregat halus (%).

(26)

12. Penentuan Berat Beton

Untuk menentukan berat beton dapat digunakan data berat jenis campuran dan kebutuhan air tiap m3, setelah itu kemudian data dimasukan dalam grafik berikut :

Gambar 2.3 Grafik Hubungan Kandungan Air, Berat Jenis Agregat Campuran Dan Berat Beton

Sumber : SNI 03-2834-2000 Berat

Jenis Beton

Referensi

Dokumen terkait

Proses mixing dan perawatan (curing) beton dengan suhu manakah yang dapat menghasilkan kuat tekan beton yang lebih optimal sebagai bahan pertimbangan perencanaan

Berapa nilai slump yang dihasilkan dari beton dengan bahan limbah karbit sebagai pengganti sebagian semen dengan variasi 0% 1,25% 2,25% 3,25%.. Bagaimana pengaruh limbah karbit