• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENANGANAN KEPOLISIAN PADA TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA MELALUI RESTORATIVE JUSTICE DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESOR KOTA PATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENANGANAN KEPOLISIAN PADA TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA MELALUI RESTORATIVE JUSTICE DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESOR KOTA PATI"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENANGANAN

KEPOLISIAN PADA TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA MELALUI RESTORATIVE JUSTICE DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESOR KOTA PATI

TESIS

Oleh : NURUL ARIFIN

NIM : 20302100074

Konsentrasi : Hukum Pidana

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2023

(2)

ii

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENANGANAN

KEPOLISIAN PADA TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA MELALUI RESTORATIVE JUSTICE DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESOR KOTA PATI

TESIS

Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna mencapai derajat S2 dalam Ilmu Hukum

Oleh : NURUL ARIFIN

NIM : 20302100074

Konsentrasi : Hukum Pidana

PROGRAM MAGISTER (S2) ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2023

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi

(7)

vii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Nowhere has the codification process progressed without difficulties”

(Hannes Veinla)

PERSEMBAHAN :

Tesis ini kupersembahkan kepada :

 Tesis ini adalah bagian dari ibadahku kepada Allah SWT, karena kepadaNyalah kami menyemba dan kepadaNyala kami mohon pertolongan

 Kedua orang tua saya Bapak H.

Hartono dan Ibu Wakini (Almh) yang tak pernah lelah membesarkan ku dengan penuh kasih sayang, serta memberi dukungan, perjuangan, motivasi dan pengorbanan dalam hidup ini.

 Istriku Devia Rahma Santika dan anakku Hakan Yunus Al Madani yang selalu memberikan dukungan, semangat dan selalu mengisi hari-hari saya dengan canda tawa dan kasih sayangnya.

 Untuk kedua kakak saya Zhainul Arifin dan Arif Rahmansyah, selalu memberikan semangat untuk tetap menuntut ilmu dan selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan study ini.

 Teman-teman Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unissula

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, dan sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Penghulu alam Nabi Besar Muhammad SAW., karena atas perkenanNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul:

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENANGANAN KEPOLISIAN PADA TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA MELALUI RESTORATIVE JUSTICE DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESOR KOTA PATI, sebagai syarat akhir studi Pascasarjana Magister Ilmu Hukum di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang setinggi-tinggi kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. Gunarto, S.H., S.E., Akt., M.Hum, selaku Rektor Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

2. Dr. Bambang Tri Bawono, SH MH., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

3. Dr. Denny Suwondo.,S.H.,M.H., selaku Ketua Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang

4. Dr. Andri Winjaya Laksana.,S.H.,M.H selaku Sekretaris Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

5. Dr. Bambang Tri Bawono, SH MH, selaku dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis serta memberikan petunjuk serta saran yang sangat berguna bagi penulis, sehingga tesis ini dapat terselesaikan

(9)

ix

6. Bapak dan Ibu Dosen Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang yang telah memberikan khasanah ilmu pengetahuan yang bermanfaat kepada penulis.

7. Staf administrasi, tata usaha, perpustakaan pada Fakultas Hukum Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang yang telah memberikan kemudahan serta memenuhi kebutuhan dalam rangka penyelesaian tesis ini.

8. Kedua orang tua saya Bapak H. Hartono dan Ibu Wakini (Almh) yang tak pernah lelah membesarkan ku dengan penuh kasih sayang, serta memberi dukungan, perjuangan, motivasi dan pengorbanan dalam hidup ini.

9. Istriku Devia Rahma Santika dan anakku Hakan Yunus Al Madani yang selalu memberikan dukungan, semangat dan selalu mengisi hari-hari saya dengan canda tawa dan kasih sayangnya.

10. Untuk kedua kakak saya Zhainul Arifin dan Arif Rahmansyah, selalu memberikan semangat untuk tetap menuntut ilmu dan selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan study ini.

11. Rekan-rekan angkatan Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang serta semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan sehingga dapat terselesaikannya penyusunan tesis ini.

(10)

x

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang mambangun peneliti harapkan demi penyempurnaan tesis ini. Akhirnya peneliti berharap semoga tesis yang sederhana ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi penulis sendiri, almamater dan pembaca yang budiman.

Semarang, 2023 Peneliti

NURUL ARIFIN NIM. 20302100074

(11)

xi ABSTRAK

Penerapan Keadilan restoratif dalam perkara penyalahgunaan Narkotika merupakan pendekatan penyelesaian masalah yang menitik beratkan pada kondisi terciptanya keadilan bagi kepentingan pelaku tindak pidana sekaligus korban penyalahgunaan nartkotika dengan penjatuhan hukuman berupa rehabilitasi.

Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme penanganan kepolisian pada tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui Restorative Justice di wilayah hukum Kepolisian Resor Kota Pati. Untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan kepolisian dalam penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui Restorative Justice di wilayah hukum Kepolisian Resor Kota Pati.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis, dengan spesifikasi penelitian deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan data primer yang diperoleh melalui penelitian lapangan wawancara dengan Penyidik Polres Kota Pati dan Hakim di Pengadilan Negeri Pati yang kemudian dianalisis secara kualitatif menggunakan teori Kepastian Hukum dan teori efektivitas hukum.

Hasil penelitian ini adalah Mekanisme Penanganan Kepolisian Pada Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Restorative Justice Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Kota Pati adalah pembuatan administrasi penyidikan (interogasi awal, celebrate alat komunikasi, gelar perkara, buat laporan polisi, surat perintah penyidikan, berita acara pemeriksaan saksi, uji urine), tersangka mengajukan surat permohonan ke Kapolda/Kapolres, penyidik membuat administrasi penyidikan (permintaan assessmen, penetapan status barang bukti, penetapan setuju sita, Berita Acara Pemeriksaan Tersangka), pelaksanaan assessmen, koordinasi dengan Balai POM, hasil assessmen dan rekomendasi Kapolda/Kapolres, gelar perkara (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).

Pertimbangan Kepolisian Dalam Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Restorative Justice Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Kota Pati bahwa tersangka adalah korban penyalahguna narkotika, hasil urin positif, tersangka tidak terlibat jaringan, telah dilakukan assessment, tersangka belum pernah dihukum dan tersangka bersedia bekerjasama dengan penyidik dalam memberantas peredaran narkotika. Hendaknya dalam penyelesaian perkara tindak pidana narkotika dengan Restorative Justice terhadap tersangka, penyidik tetap mempertimbangkan dan memperhatikan persyaratan dalam Peraturan Kepolisian Nomor 8 tahun 2021 sehingga penanganan tindak pidana narkotika berdasarkan keadilan restoratif dapat terwujud.

.

Kata Kunci : Analisis Yuridis, Penanganan, Kepolisian, Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika, Restorative Justice

(12)

xii ABSTRACT

The application of restorative justice in cases of narcotics abuse is a problem solving approach that focuses on conditions for the creation of justice for the interests of perpetrators of criminal acts as well as victims of narcotics abuse with punishment in the form of rehabilitation. The purpose of this study was to find out and analyze the police handling mechanism for criminal acts of narcotics abuse through Restorative Justice in the jurisdiction of the Pati City Police. To find out and analyze the police's considerations in solving cases of criminal acts of narcotics abuse through Restorative Justice in the jurisdiction of the Pati City Police.

This study uses a sociological juridical approach, with descriptive research specifications. The data used in this study were secondary data obtained through library research and primary data obtained through field research interviews with Pati City Police Investigators and Judges at the Pati District Court which were then analyzed qualitatively using the theory of legal certainty and the theory of legal effectiveness.

The results of this study are the Police Handling Mechanisms for Narcotics Abuse Crimes Through Restorative Justice in the Legal Area of the Pati City Police Resort, namely making investigative administration (initial interrogation, celebrating communication tools, case titles, making police reports, investigative orders, minutes of witness examinations, urine test), the suspect submits an application letter to the Kapolda/Kapolres, the investigator makes the administration of the investigation (request for assessment, determination of the status of evidence, determination of consent to confiscation, Minutes of Examination of the Suspect), implementation of the assessment, coordination with Balai POM, results of the assessment and recommendations from the Kapolda/Kapolda Chief of Police, case title (Warranty for Termination of Investigation). Police Considerations in Settlement of Narcotics Abuse Crime Cases Through Restorative Justice in the Legal Area of the Pati City Police Resort that the suspect is a victim of narcotics abuse, the urine result is positive, the suspect is not involved in a network, an assessment has been carried out, the suspect has never been convicted and the suspect is willing to cooperate with investigators in eradicate drug trafficking. In resolving narcotics crime cases with Restorative Justice against suspects, investigators should continue to consider and pay attention to the requirements in Police Regulation Number 8 of 2021 so that the handling of narcotics crimes based on restorative justice can be realized.

.

Keywords : Juridical Analysis, Handling, Police, Crime of Narcotics Abuse, Restorative Justice

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. SURAT PERNYATAAN KEASLIAN... Error! Bookmark not defined. PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... Error! Bookmark not defined. MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Kerangka Konseptual ... 14

F. Kerangka Teoritis... 16

1. Teori Kepastian Hukum menurut Gustav Radbruch ... 16

2. Teori Efektivitas Hukum menurut Soerjono Soekanto ... 18

G. Metode Penelitian ... 24

1. Metode Pendekatan ... 24

(14)

xiv

2. Spesifikasi Penelitian ... 25

3. Jenis dan Sumber Data ... 25

4. Metode Pengumpulan Data ... 27

5. Metode Analisis Data ... 27

H. Sistematika Penulisan ... 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 30

A. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian ... 30

1. Pengertrian Polisi ... 30

2. Fungsi dan Peranan Polisi ... 32

3. Wewenang Polisi ... 34

B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana ... 34

1. Pengertian Tindak Pidana... 34

2. Unsur Tindak Pidana ... 39

3. Sanksi Pidana ... 43

4. Jenis Sanksi Pidana ... 46

5. Pemidanaan ... 47

C. Tinjauan Umum Tentang Narkotika ... 50

1. Pengertian Narkotika ... 50

2. Golongan Narkotika ... 52

3. Kedudukan Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Menurut KUHP ... 53

4. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Narkotika ... 56

D. Tinjauan Umum Tentang Restorative Justice ... 57

(15)

xv

1. Pengertian Restorative Justice ... 57

2. Konsep Restorative Justice ... 60

3. Prinsip Restorative Justice ... 64

4. Dasar Penerapan Restorative Justice dalam penyelesaian Tindak Pidana. ... 70

5. Model Sistem Pendekatan Restoratif ... 73

E. Restorative Justice menurut Perspektif Islam ... 76

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 83

A. Mekanisme Penanganan Kepolisian Pada Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Restorative Justice Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Kota Pati ... 83

B. Pertimbangan Kepolisian Dalam Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Restorative Justice Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Kota Pati ... 102

BAB IV PENUTUP ... 121

A. Kesimpulan ... 121

B. Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 123

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan negara Indonesia secara konstitusional adalah terwujudnya masyarakat Indonesia, adil, dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal pembangunan nasional perlu ditingkatkan secara terus menerus termasuk derajat kesehatannya.

Peredaran narkotika yang terjadi di Indonesia sangat bertentangan dengan dengan tujuan pembangunan Indonesia untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia selurruhnya yang adil, makmur, dan sejahtera tertib dan damai berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan manusia indonesia yang sejahtera perlu perlu peningkatan secara terus menerus usaha-usaha dibidang pengobatan dang pelayanan kesehatan termasuk ketersediaan narkotika sebagai obat, disamping untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Meskipun narkotika sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan sesuai dengan standar pengobatan, terlebih jika disertai dengan peredaran narkotika secara gelap akan menimbulkan akibat yang sangat merugikan perorangan maupum masyarakat khususnya generasi muda bahkan dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilainilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan melemahkan ketahanan nasional.

(17)

Seiring dengan perkembangan zaman, tuntutan hidup mendorong terjadinya berbagai kejahatan dilakukan oleh manusia. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi saat ini adalah narkotika penyalahgunaan yang cukup umum di kalangan masyarakat, bahkan saat ini distribusi Narkoba tidak memandang siapa pemakainya, tanpa memandang kedudukan, pendidikan dan latar belakang orang tersebut, mulai dari orang biasa hingga pejabat negara, dari masyarakat dewasa bahkan pelajar di usia pelajar juga terjerumus dalam narkotika melecehkan.1

Penegakkan hukum terhadap kejahatan di Indonesia, khususnya dalam hal pemidanaan, seharusnya merujuk padda pendekatan norma hukum yang bersifat menghukum kejahatan sehingga dapat memberikan efek jera. Hal ini memberikan wacana kepada hakim dalam merumuskan vonis penjatuhan sanksi kepada para pelaku kejahatan agar mampu menangkap aspirasi keadilan manyarakat. Kenyataan empiris di bidang pemidanaan secara umum masih menganut, memperbaiki terpidana di lembaga pemasyarakatan sehingga memberikan gambaran bahwa kejahatan tersebut hanya terhenti sesaat dan hanya muncul kembali dalam lingkungan kehidupan sosial masyarakat.2

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) merupakan bagian dari sistem peradilan pidana di Indonesia. Dimana kerangka formal sistem peradilan pidana (criminal justice system) yang dilakukan oleh Kepolisian Negara

1 Ageng Fajar Wicaksono, Siti Rodhiyah Dwi Istinah, Andi Aina Ilmih, 2022, The Investigation Process of Children Suspects in Narcotics Crime in National Anti Narcotics Agency (BNN), Law Development Journal, Volume 4 Issue 3, Faculty of Law Unissula, h. 440

2 Sunarso, Siswantoro, 2004, Penegakan Hukum Psikotropika, Raja grafindo, Jakarta, h. 7

(18)

Republik Indonesia (Polri) berupa proses pra peradilan atau tahapan (pre- trial process). Proses ini dimulai dari sebuah input, yang kemudian diproses (process), lalu menghasilkan sebuah output. Masukkan terhadap suatu kasus dimulai dari laporan yang disampaikan kepada polisi dan atau kasus yang ditemukan oleh polisi itu sendiri. Proses yang dilakukan Polri akan menghasilkan output, apakah akan diselesaikan di Polri atau diserahkan ke Kejaksaan Negeri (JPU) untuk diajukan ke persidangan. Jika kasusnya diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum, output dari Kepolisian akan menjadi masukan bagi Jaksa Penuntut Umum. Demikian seterusnya, proses dalam sistem peradilan pidana terus berlangsung, sampai ada suatu putusan inkracht dan sampai terpidana selesai menjalani hukumannya dan kembali ke masyarakat.3

Proses yang cenderung mengedepankan sistem hukum formil tersebut dapat melahirkan beberapa perkara yang melukai rasa keadilan masyarakat, sehingga melahirkan ide penyelesaian kasus dengan pendekatan Restorative Justice yang membebani pelaku kejahatan dengan kesadaran mengakui kesalahan, meminta maaf, dan mengembalikan kerusakan dan kerugian korban dalam keadaan semula atau setidak-tidaknya menyerupai keadaan semula, yang dapat memenuhi rasa keadilan korban.

Peran serta masyarakat, aparat penegak hukum yang termasuk dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) yaitu : kepolisian, kejaksaan, lembaga peradilan sampai pada lembaga pemasyarakatan termasuk

3 I Made Tambir, 2019, “Pendekatan Restorative Justice Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Di Tingkat Penyidikan,” Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) 8, no. 4, h. 549–74.

(19)

perngacara harus harus benar-benar bekerja dengan jujur dan profesional demi tegaknya hukum. Khusus dalam tulisan ini penulis ingin menyoroti kinerja hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkoba.Hakim sebagai bagian dari lembaga peradilan berperan sangat penting demi tegaknya supremasi hukum.Bukan itu saja hakim juga dianggap sebagai wakil Tuhan di dunia bagi orang-orang yang ingin mencari kebenaran dan keadilan.

Salah satu faktor dalam penegakan hukum adalah aparat penegak hukum yang bertugas melaksanakan aturan hukum yang berlaku. Memberikan pelayanan yang adil, memberikan perlindungan kepada masyarakat dan saksi, baik untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, serta penerapan sanksi pidana merupakan operasionalisasi hukum (ius operatum) terkait dengan aparat penegak hukum. Salah satu aparat penegak hukum adalah Kejaksaan sebagai penuntut umum. Seperti prinsip dominus litis, penuntut umum memiliki peran sebagai case controller dalam menangani suatu perkara pidana.4

Narkotika sering digunakan di luar kepentingan medis dan ilmu pengetahuan, yang pada akhirnya akan menjadi suatu bahaya bagi si pemakai, yang pada akhirnya juga dapat menjadi pengaruh pada tatanan kehidupan sosial masyarakat ber-Bangsa dan ber-Negara. Penanggulangan penyalahgunaan narkotika bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan tetapi negara telah bertekad untuk memberantasnya. Penyalahgunaan

4 Rudiana and Bambang Tri Bawono, 2022, The Investigation Process of Drug Criminal Actions by Police Investigators, Ratio Legis Journal, Volume 1 Nomor 2, Faculty of Law Unissula, h. 146

(20)

narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang akhirnya merugikan kader-kader penerus bangsa. Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi masalah narkotika adalah melalui penyempurnaan dalam pengaturan dibidang hukumnya. Penyempurnaan tersebut sangat perlu dilakukan karena pengaruh narkotika sangat besar terhadap kelangsungan hidup suatu bangsa.

Upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, ketersediaan narkotika diperlukan namun apabila disalahgunakan akan menimbulkan dampak yang berbahaya bagi penggunanya karena pengguna akan mengalami ketergantungan yang sangat merugikan sehingga harus dilakukan pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Oleh karena itu Indonesia menyediakan regulasi yang mengatur tentang peredaran narkotika, penggunaan narkotika untuk pengobatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, larangan tanpa hak memperjualbelikan, menyimpan, menguasai, membawa dan menyalahgunakan narkotika.5

Regulasi ini merupakan dasar hukum dan pedoman bagi penyidik dan penyidik Polri yang melakukan penyidikan, dalam memberikan jaminan perlindungan dan pengendalian hukum. Hal ini sejalan dengan menerapkan prinsip keadilan restoratif (Restorative Justice) dalam konsep penyidikan tindak pidana guna mewujudkan kepentingan umum dan rasa keadilan masyarakat, sehingga terwujud keseragaman pemahaman dan penerapan

5 Dafit Supriyanto Daris Warsito, 2018, Sistem Pemidanaan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika, Jurnal Daulat Hukum, Vol. 1. No. 1, Universitas Islam Sultan Agung Semarang, h. 32

(21)

keadilan restoratif di lingkungan Polri. Penanganan Tindak Pidana Berbasis keadilan restorasi Justice adalah tahapan kepolisian dalam mewujudkan penyelesaian perkara dengan mengutamakan rasa keadilan yang menekankan pada restorasi kembali. Ke keadaan semula serta memberikan keseimbangan perlindungan dan kepentingan korban dan pelaku tindak pidana dengan tidak berorientasi pada pemidanaan.

Peraturan Polisi tentang Penanganan Tindak Pidana Berbasis Restoratif Justice merupakan konsep baru dalam penegakan hukum pidana yang mengakomodir norma dan nilai yang berlaku di masyarakat sebagai solusi sekaligus memberikan kepastian hukum, terutama kemaslahatan dan rasa keadilan masyarakat, guna menjawab perkembangan kebutuhan hukum masyarakat yang memenuhi rasa keadilan semua pihak yang merupakan perwujudan kewenangan Polri sesuai dengan Pasal 16 dan Pasal 18 Undang- Undang Nomor 02 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Polri no 8 tahun 2021 dalam Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa : “Keadilan Restoratif adalah Penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemilihan kembali pada keadaan semula.”

Penyelesaian perkara pidana berdasarkan keadilan restoratif harus memenuhi persyaratan umum dan khusus. Persyaratan umum berlaku untuk

(22)

kegiatan menjalankan fungsi Reserse Kriminal, penyidikan, atau penyidikan, sedangkan persyaratan khusus hanya berlaku bagi tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif dalam kegiatan penyidikan atau penyidikan. Dewasa ini tindak pidana narkoba telah bersifat transnasional dengan disertai cara-cara melakukannya melalui teknologi yang canggih. Aparat penegak hukum harapkan mampu mencegah dan menanggulangi kejahatan tersebut guna meningkatkan moralitas dan kualitas sumber daya manusia di Indonesia khususnya bagi generasi penerus bangsa.6

Penerapan Keadilan restoratif dalam perkara penyalahgunaan Narkotika merupakan pendekatan penyelesaian masalah yang menitik beratkan pada kondisi terciptanya keadilan bagi kepentingan pelaku tindak pidana sekaligus korban penyalahgunaan nartkotika dengan penjatuhan hukuman berupa rehabilitasi.

Penegakan Hukum Berkeadilan Restorative Justice Penyalahguna Narkotika adalah salah satu upaya dalam strategi penanganan permasalahan narkoba yakni penurunan Demand Reduction. Dimana para pecandu, pengguna dan korban penyalahguna narkoba yang tertangkap penyidik dengan barang bukti dibawah SEMA atau pemakaian sehari, dilakukan Asesmen oleh Tim Asesmen Terpadu atau yang sering disebut TAT untuk mengetahui apakah murni pengguna pecandu dan tidak terkait jaringan, akan mendapatkan rekomendasi oleh Tim TAT untuk menjalani rehabilitasi

6 Andi Hamzah, 1994, Kejahatan Narkotika Dan Psikotropika, Sinar Grafika, Jakarta.

(23)

sebagai wujud Restorative Justice /penegakan hukum yang berkeadilan sedangkan perkaranya di hentikan atau SP3 setelah dilakukan rehabilitasi.

Gelar perkara khusus dengan menghadirkan Pengawasan Internal maupun eksternal merupakan tools pelaksanaan Restorative Justice agar tidak transaksional. Agar memberi kemanfaatan terhadap masyarakat dan meningkatkan kepercayaan terhadap Polri, Keadilan Restoratif memberikan upaya alternatif dalam terwujudnya budaya hukum yang berkeadilan, dalam pelaksanaan Restorative Justice terhadap pecandu atau penyalahguna narkoba guna mendapat hak layanan rehabilitasi sehingga strategi demand reduction dapat berjalan dan memberikan dampak efektifitas dan efisiensi agar dalam penanganan permasalahan narkotika khusunya penanganan pecandu atau pengguna narkotika.7

Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia sekarang ini sudah sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain karena Indonesia yang terletak pada pada posisi diantara dua benua dan mengingat perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengauh globalisasi, dan transportasi yang sangat maju dan pergeseran nilai materialistis dengan dinamika sasaran opini peredaran gelap.

Kekhawatiran ini semakin dipertajam akibat maraknya peredaran gelap narkotika yang telah merebak di segala lapisan masyarakat.Hal ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara pada masa mendatang.Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika, telah banyak

7 https://ditresnarkobajateng.com/video-keadilan-restoratif-menuju-penegakan-hukum- berkeadilan/

(24)

dilakukan oleh aparat penegak hukum dan telah banyak mendapat putusan hakim. Dengan demikian, penegakan hukum ini diharapkan mampu menjadi faktor penangkal terhadap merebaknya perdagangan gelap serta peredaran narkotika, tapi dalam kenyataannya justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran serta perdagangan gelap narkotika tersebut. Ketentuan perundang-undangan yang mengatur masalah narkotika telah disusun dan diberlakukan, namun demikian kejahatan yang menyangkut narkotika ini belum dapat diredakan. Dalam kasus-kasus terakhir telah banyak bandar-bandar dan pengedar narkoba tertangkap dan menangkap sanksi berat, namun pelaku yang lain seperti tidak mengacuhkan bahkan lebih cenderung untuk memperluas daerah operasinya. Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia, khususnya dalam hal pemidanaan, seharusnya merujuk pada pendekatan norma hukum yang bersifat membina penjahat dengan cara melakukan pembinaan di lembaga permasyarakatan, dengan demikian dapat memperbaiki terpidana di lembaga permasyarakatan tersebut. Seharusnya hal ini mampu memberikan wacana kepada para hakim dalam merumuskan vonis penjatuhan pidana kepada para pelaku kejahatan agar mampu menangkap aspirasi keadilan masyarakat. Sementara itu, dalam kenyataan empiris di bidang pemidanaan secara umum masih menganut konsep hanya menghukum terpidana di lembaga pemasyarakatan, dengan demikian dapat memberikan gambaran bahwa kejahatan tersebut hanya terhenti sesaat dan akan muncul kembali dalam lingkungan kehidupan sosial masyarakat. Tindak pidana narkotika yang dimaksud dalam Undang-Undang

(25)

Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika memberikan sanksi pidana yang cukup berat, namun demikian dalam kenyataannya para pelaku kejahatan justru semakin meningkat, dan bagi para terpidana dalam kenyataannya tidak jera dan justru ada kecenderungan untuk mengulanginya lagi. Hal ini dapat diakibatkan oleh adanya faktor penjatuhan pidana yang tidak memberikan dampak atau deterrent effect terhadap pelakunya.

Penelitian tentang penyalahgunaan narkotika telah banyak dilakukan sebelumnya seperti Bunker;8 Dewangga;9 Reza;10 Suherdin & Maryanto11 membahas tentag putusan penjara karena penyalahgunaan narkoba.

Permasalahan peredaran obat-obatan terlarang tersebut semakin merajalela ketika adanya narkotika jenis baru yang beredar di Indonesia. Keberadaan obat-obatan terlarang yang semakin variatif, turut menyulitkan aparat untuk mengontrol peredarannya. Saat ini, jenis obat-obatan terlarang tidak lagi terbatas hanya pada ekstasi dan sabu sabu, melainkan telah bermunculan nama-nama baru yang terdengar asing di telinga masyarakat awam.

Kebanyakan penamaan obat-obatan terlarang tersebut sering mengusung nama ilmiah dengan mengacu pada bahan pokok yang dikandung benda tersebut. Perkembangan teknologi dan informasi yang sangat pesat turut

8 Bunker, R. J, 2010, Strategic Threat: Narcos and Narcotics Overview. Small Wars and Insurgencies, 21(1), h. 8–29.

9 Dewangga, W. J, 2014, Penegakan Hukum Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dengan Pelaku Anggota Kepolisian (Studi Kasus di Wilayah Hukum Boyolali). Jurnal Jurisprudence, 4(2).

10 Reza, F, 2018, Verdict Prison for Drug Abuse. Jurnal Daulat Hukum, 1(2), Unissula, h.

365–370.

11 Suherdin, A., & Maryanto, M. 2019, Analysis of Law Enforcement to Drugs Criminal Act in Military Environment (Case Study in Jurisdiction of Military Court II/09 Bandung). Jurnal Daulat Hukum, 2(4), Unissula, h. 507–512.

(26)

berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan obat-obatan terlarang jenis baru tersebut.

Aparat penegak hukum diharapkan mampu mencegah dan menanggulangi kejahatan tersebut guna meningkatkan moralitas dan kualitas sumber daya manusia di Indonesia khususnya bagi generasi penerus bangsa.

Masalah penyalahgunaan Narkotika, istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai Narkotika (Narkotika dan Bahan/Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Penyidikan merupakan tahapan awal pemeriksaan perkara pidana yang dilakukan oleh penyidik dan menjadi penting dalam mencari, mengumpulkan bukti dan dengan bukti itu menjadi terang tindak pidana serta berperan menyelesaikan tindak pidana narkotika dan dalam penyelesaiannya bekerjasama dengan instansi lainnya.

Contoh kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang terjadi di wilayah hukum kepolisian resor kota Pati bahwa pada hari Minggu tanggal 16 Januari 2022, sekira pukul 17.00 Wib, di dalam kamar rumah milik Sdr. TS, petugas dari Satres Narkoba Polres Kota Pati telah melakukan penangkapan terhadap Sdr. TS; Petugas dari Satres Narkoba Polres Kota Pati melakukan penangkapan tersebut karena setelah petugas melakukan penggledahan di dalam kamar tempat penangkapan, petugas menemukan barang bukti berupa 1 (satu) bungkus plastik klip berisi serbuk Kristal (sabu) yang dibungkus

(27)

menggunakan kertas grenjeng warna silver, dan pada saat ditanyakan tentang kepemilikan dari sabu tersebut Sdr. TS mengaku bahwa, sabu tersebut adalah milik temanya yang bernama Sdr. N (orang yang telah melarikan diri pada saat penangkapan) dan Sdr. TS hanya membelikan sabu tersebut; dari membelikan narkotika jenis sabu yang ditemukan petugas saat penggledahan, Sdr. TS, mendapatkan upah berupa sabu, dimana upah sabu tersebut akan diambil dari sebagian paket sabu yang ditemukan petugas pada saat penggledahan, namun sebelum Sdr. TS mengambil upahnya, ia telah tertangkap petugas dari Polres Kota Pati, dan paket sabu yang akan dikurangi (diambil sebagian) oleh Sdr. TS disita etugas pada saat penangkapan. Atas kejadian tersebut, Sdr. TS beserta barang bukti dibawa ke Polres Kota Pati, guna proses penyidikan lebih lanjut.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, setiap pelaku penyalahgunaan narkotika dapat dikenakan sanksi pidana, yang berarti penyalahguna narkotika dapat disebut sebagai pelaku perbuatan pidana narkotika. Harus disadari bahwa masalah penyalahgunaan narkotika adalah suatu problema yang sangat kompleks, oleh karena itu diperlukan upaya dan dukungan dari semua pihak agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan, karena pelaksanaan undang-undang, sangat tergantung pada partisipasi semua pihak baik pemerintah, aparat keamanan, keluarga, lingkungan, sebab hal tersebut tidak dapat hilang dengan sendirinya. Perkembangan penyalahgunaan narkotika yang semakin meningkat dan bervariasi motif penyalahgunaan dan pelakunya, karena tidak sedikit yang melakukannya

(28)

adalah dari kalangan anak-anak dan remaja yang merupakan generasi penerus bangsa.

Berdasarkan uraian tersebut, maka Penulis tertarik melakukan penelitian tentang Analisis Yuridis Terhadap Penanganan Kepolisian Pada Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Restorative Justice Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Kota Pati.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme penanganan kepolisian pada tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui Restorative Justice di wilayah hukum Kepolisian Resor Kota Pati?

2. Bagaimana pertimbangan kepolisian dalam penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui Restorative Justice di wilayah hukum Kepolisian Resor Kota Pati?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang akan diambil dalam rencana penelitian yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme penanganan kepolisian pada tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui Restorative Justice di wilayah hukum Kepolisian Resor Kota Pati.

(29)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan kepolisian dalam penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui Restorative Justice di wilayah hukum Kepolisian Resor Kota Pati.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini di harapkan dapat di gunakan sebagai bahan untuk referensi bagi pengaturan lainnya yang berkaitan. Selain itu dapat menambahkan informasi yang berkaitan dengan mekanisme penanganan kepolisian pada tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui Restorative Justice di wilayah hukum Kepolisian Resor Kota Pati.

2. Secara Praktis

Sebagai bahan pedoman bagi para penegak hukum dalam meningkatkan kemampuan untuk menangani perkara penyalahgunaan narkotika, sehingga dengan demikian dapat meningkatkan profesionalisme aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, khususnya yang berkaitan dengan peredaran narkotika di wilayah hukum pengadilan negeri Pati.

E. Kerangka Konseptual

1. Analisis Yuridis adalah serangkaian perilaku mengamati, mendeskripsikan, dan/atau menyusun kembali suatu objek dengan

(30)

menggunakan parameter hukum sebagai standar guna menarik suatu kesimpulan terhadap objek tersebut terhadap hukum.12 .

2. Penanganan memiliki arti yang menyatakan sebuah tindakan yang dilakukan dalam melakukan sesuatu. Penanganan juga dapat berarti proses, cara, perbuatan menangani sesuatu yang sedang dialami.

3. Kepolisian menurut Satjipto Raharjo polisi merupakan alat negara yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memberikan pengayoman, dan memberikan perlindungan kepada masyarakat.13 Selanjutnya Satjipto Raharjo yang mengutip pendapat Bitner menyebutkan bahwa apabila hukum bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat, diantaranya melawan kejahatan. Akhirnya polisi yang akan menentukan secara konkrit apa yang disebut sebagai penegakan ketertiban.14

4. Penyalahgunaan adalah penggunaan atau perlakuan yang tidak tepat terhadap sesuatu, seringkali untuk mendapatkan keuntungan secara tidak adil atau tidak semestinya.15

5. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.16

12 https://kamushukum.web.id/arti-kata/analisis-

yuridis/#:~:text=Definisi%20dan%20Arti%20Kata%20Analisis%20Yuridis%20adalah%20serang kaian%20perilaku%20mengamati,terhadap%20objek%20tersebut%20terhadap%20hukum.

13 Satjipto Rahardjo, 2009, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta, h. 111

14 Ibid, h. 117.

15 https://en.wikipedia.org/wiki/Abuse

16 Moelijatno, 1993. Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Bandung, h. 26

(31)

6. Narkotika adalah Perkataan narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu

“narke” yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa – apa.

Sebagian orang berpendapat bahwa narkotika berasal dari kata

narcissus” yang berarti sejenis tumbuh-tumbuhan yang mempunyai bunga yang dapat menyebabkan orang menjadi tidak sadarkan diri.17

F. Kerangka Teoritis

1. Teori Kepastian Hukum menurut Gustav Radbruch

Teori Kepastian Hukum dipandang sebagai sesuatu yang otonom, karena hukum tak lain hanyalah kumpulan aturan-aturan hukum, norma- norma hukum, dan asas-asas hukum. Bagi penganut aliran-aliran ini, tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan kepastian hukum. Gustav Radbruch, seorang filsuf hukum Jerman mengajakan adanya tiga ide dasar hukum yang oleh sebagian besar pakar teori hukum dan filsafat hukum juga diidentikan sebagai tiga tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Masalah kepastian hukum dalam kaitan dengan pelaksanaan hukum, memang sama sekali tidak dapat dilepaskan dari prilaku manusia. Kepastian hukum bukan mengikuti prinsip “pencet tombol” (subsumsi otomat), melainkan sesuatu yang cukup rumit, yang banyak berkaitan dengan faktor di luar hukum itu sendiri.

Keberlakuan hukum dalam masyarakat harus memperhatikan kepastian hukum didalamnya agar hukum tersebut diterima oleh

17 Hari Sasangka, 2003, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Mandar Maju, Bandung, h. 35

(32)

masyarakat. Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten, dan konsekuen yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaaan yang sifatnya subjektif.

Kepastian hukum menurut Gustav Radbruch dalam Theo Huijbers adalah:

Hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan.

Oleh sebab itu kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, pun pula kalau isinya kurang adil, atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum.

tetapi terdapat kekecualian, yakni bilamana pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar, sehingga tata hukum itu nampak tidak adil pada saat itu tata hukum itu boleh dilepaskan.18 Menurut Gustav Radbruch menyebutkan bahwa terdapat 4 (empat) hal mendasar dari makna kepastian hukum diantaranya ialah :19

a. Hukum positif yaitu undang-undang

b. Hukum didasarkan pada fakta-fakta atau hukum yang ditetapkan.

c. Kenyataan fakta harus dirumuskan dengan jelas, sehingga menghindari kekeliruan pemaknaan dan mudan untuk dilaksanakan.

d. Hukum positif tidak boleh mudah berubah.

Kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.

18 Theo Huijbers, 1982, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, h.

163

19 Gustav Radbruch, 1961, Einfuehrung In Die Rechtswissenchaft, Koehler Verlag, Stuttgart, h. 36

(33)

Kepastian hukum bukan hanya berupa Pasal-Pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim yang lainnya untuk kasus serupa yang telah diputus.20 Kepastian hukum mempunyai dua segi. Pertama, mengenai soal dapat ditentukannya (bepaalbaarheid) hukum dalam hal-hal uang konkret. Artinya pihak-pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui apakah yang menjadi hukumnya dalam hal yang khusus, sebelum ia memulai perkara. Kedua, kepastian hukum berarti keamanan hukum. Artinya, perlindungan bagi para pihak terhadap kesewenangan hakim.21

Teori Kepastian Hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan; dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.22

2. Teori Efektivitas Hukum menurut Soerjono Soekanto

Penelitian ini, Penulis akan melakukan pengkajian permasalahan dengan menggunakan teori efektivitas hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto.

20 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat Peter Mahmud Marzuki I) h. 158

21 Shidarta, 2006, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berfikir, Revika Aditama, Bandung, h. 82-83.

22 Peter Mahmud Marzuki I, Op.cit, h.137

(34)

Kata “efektif” berasal dari bahasa inggris yaitu effecctive yang artinya sesuatu yang dilaksanakan berhasil dengan baik. Kata “efektif”

dapat juga di artikan sebagai sesuatu yang ada efek timbulnya (pengaruhnya, kesannya akibatnya) sejak dimulai berlaku suatu undang- undang atau peraturan, menurut kamus besar bahasa Indonesia.23 Sedangkan efektivitas itu sendiri adalah keadaan dimana dia diperankan untuk memantau.24 Jika dilihat dari segi hukum, yang dimaksud dengan

“dia” disini adalah pihak yang berwenang yaitu polisi. Kata efektivitas sendiri lahir dari kata efektif, yang artinya terjadi suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan.

Menurut Soerjono Soekanto salah satu fungsi hukum, baik sebagai kaidah maupun sebagai sikap atau perilaku adalah menimbang perilaku manusia, masalah pengaruh hukum tidak hanya terbatas pada timbulnya ketaatan atau kepatuhan pada hukum, tapi mencakup efek total dari hukum terhadap sikap tindak atau perilaku baik yang berifat positif maupun negative. Efektivitas penengak hukum sangat berkaitan erat dengan efektivitas hukum. Agar hukum itu efektif, maka diperlukan aparat penegak hukum untuk menegakan sanksi tersebut. Suatu sanksi dapat diaktualisasikan kepada masyarakat dalam bentuk kekuatan (compliance), dengan kondisi tersebut menunjukkan adanya indikator bahwa hukum

23 Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, Balai Pustaka, Jakarta, h 284

24 Ibid, KBBI

(35)

tersebut adalah efektif. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto antara lain sebagai berikut:25

a. Faktor hukum

Hukum mengandung unsur keadilan, kepastian dan kemanfaatan.

Dalam praktik penerapannya tidak jarang terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Kepastian hukum sifatnya konkreet seseorang berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak sehingga ketika hakim memutuskan suatu perkara secara penerapan undang- undang saja, maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Maka, ketika melihat suatu permasalahan mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. Karena hukum tidak semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja, melainkan juga ikut mempertimbangkan faktor-faktor lain yang berkembang dalam masyarakat. Sementara dari sisi lain, keadilan pun masih menjadi perdebatan disebabkan keadilan mengandung unsur subyektif dari masing-masing orang.

b. Faktor Penegak Hukum

Penegakan hukum berkaitan dengan pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum (law enforcement). Bagian-bagian law enforcement itu adalah aparatur penegak hukum yang mampu memberikan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum secara proporsional. Aparatur penegak hukum melingkupi pengertian

25 Soerjono Soekanto, 2007, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 110.

(36)

mengenai insitusi penegak hukum dan aparat penegak hukum, sedangkan aparat penegak hukum dalam arti sempit dimulai dari kepolisian, kejaksaan, kehakiman, penasehat hukum dan petugas sipil lembaga permasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur diberikan kewenangan dalam melaksanakan tugasnya masing-masing yang meliputi kegiatan penerimaan laporan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi serta upaya pembinaan kembali terpidana.

Ada tiga elemen penting mempengaruhi mekanisme bekerjanya aparat dan aparatur penegak hukum, antara lain:

1) Insitusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaanya;

2) Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya;

3) Dan perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaanya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum acaranya.

Upaya penegak hukum secara sistematik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan secara internal dapat diwujudkan secara nyata.

(37)

c. Faktor Sarana atau Fasilitas Hukum

Fasilitas pendukung secara sederhana dapat dirumuskan sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Ruangan lingkupnya terutama adalah sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Fasilitas pendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang mendai, keuangan yang cukup, dan sebagainya. Selain ketersediaan fasilitas, pemeliharaan pun sangat penting demi menjadi keberlangsungan. Sering terjadi bahwa suatu peraturan sudah difungsikan, sementara fasilitasnya belum tersedia lengkap. Kondisi semacam ini hanya akan menyebabkan kontra- produktif yang harusnya memperlancar proses justru mengakibatkan terjadinya kemacetan.

d. Faktor Masyarakat

Penegak hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat. Masyarakat mempunyai pendapat-pendapat tertentu mengenai hukum. Artinya, efektivitas hukum juga bergantung pada kemuan dan kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran yang rendah dari masyarakat akan mempersulit penegak hukum, adapun langkah yang bisa dilakukan adalah sosialisasi dengan melibatkan lapisan-lapisan social, pemegang kekuasaan dan penegak hukum itu sendiri. Perumusan hukum juga harus memerhatikan hubungan antara perubahan-perubahan sosial dengan hukum yang pada akhirnya hukum bisa efektif sebagai sarana pengatur perilaku masyarakat.

(38)

e. Faktor Kebudayaan

Faktor kebudayaan yang sebenarnya bersatu padu dengan faktor masyarakat sengaja dibedakan. Karena di dalam pembahasannya diketengahkan masalah sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau nonmaterial. Hal ini dibedakan sebab sebagai suatu sistem (atau subsistem dari sistem kemasyarakatan), maka hukum mencakup, struktur, subtansi dari sistem kemasyarakatan), maka hukum mencakup, struktur, subtansi, dan kebudayaan. Struktur mencangkup wadah atau bentuk dari sistem tersebut umpamanya, menyangkup tatanan lembaga-lembaga hukum formal, hukum antara lembaga- lembaga tersebut, hak-hak dan kewajiban-kewajiban, dan seterusnya.

Hukum mempunyai pengaruh langsung atau pengaruh yang tidak langsung didalam mendorong terjadinya perubahan social. Cara-cara untuk memengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu dinamakan social engineering atau social planning.26 Agar hukum benar-benar dapat memengaruhi perlakuan masyarakat, maka hukum harus disebar luaskan, sehingga melembaga dalam masyarakat. Adanya alat-alat komunikasi tertentu merupakan dalam masyarakat. Adanya alat-alat komunikasi tertentu merupakan salah satu syarat bagi penyebaran serta pelembagaan hukum.

Komunikasi hukum tersebut dapat dilakukan secara formal yaitu, melalui suatu tata cara yang teroganisasi dengan resmi.

26 Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h 115

(39)

Ditemukan oleh Soerjono Soekanto, bahwa suatu sikap tindak perilaku hukum dianggap efektif, apabila sikap tindakan atau perilaku lain menuju pada tujuan yang dikehendaki, artinya apabila pihak lain tersebut mematuhi hukum.27 Undang-undang dapat menjadi efektif jika peranan yang dilakukan pejabat penegak hukum semakin mendekati apa yang diharapkan oleh undang-undang dan sebaliknya menjadi efektif jika peranan yang dilakukan oleh penegak hukum jauh dari apa yang diharapkan undang-undang.28

G. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis sosiologis adalah mengidentifikasi dan mengkonsepsikan hukum sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan yang nyata”.29 Pendekatan yuridis sosiologis adalah menekankan penelitian yang bertujuan memperoleh pengetahuan hukum secara empiris dengan jalan terjun langsung ke obyeknya yaitu mengetahui penanganan kepolisian pada tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui Restorative Justice di wilayah hukum Kepolisian Resor Kota Pati.

27 Ibid, h. 116.

28 Soerjono Soekanto, 2005, Faktor-Faktor yang Memegaruhi Penengak Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 9

29 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta, h. 51

(40)

2. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yakni penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.30

3. Jenis dan Sumber Data

Dalam penulisan ini data yang digunakan adalah:

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari subjek dari sumber pertama baik dari penelitian individu atau perseorangan.31 Pada umumnya bahan primer mengandung bahan yang bersifat aktual yang diperoleh langsung dari lapangan dengan wawancara. Penulis langsung dari sumber asalnya yang belum diolah dan diuraikan, dalam penulisan ini peneliti melakukan wawancara dengan IPDA Suprapto, SH, selaku Penyidik di Polres Kota Pati dan Ibu Erni Priliawati, SH.,SE.,MH selaku Hakim Ketua di Pengadilan Negeri Pati.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan terhadap berbagai macam bacaan yaitu dengan menelaah literatur, artikel, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku,

30 Amiruddin dan Zainal Asikin. 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 24.

31 Umar, Husein. 2013. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Thesis Bisnis. Rajawali Press.

Jakarta, h. 42

(41)

maupun sumber lainnya yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian, yang terdiri dari:. Data sekunder terdiri dari :

1) Bahan hukum primer, merupakan bahan yang mempunyai kekuatan mengikat terdiri dari :

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP),

c) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana;

d) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia .

e) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika;

f) Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif

2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berbentuk buku-buku yang ditulis oleh para sarjana hukum, putusan, literatur hasil penelitian, jurnal hukum dan lain-lain.

3) Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan informasi-informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum

(42)

sekunder berupa kamus hukum, KBBI, ensiklopedia, dan sebagainya.

4. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah :

a. Studi Dokumen

Studi yang dilakukan di lapangan tempat peneliti melakukan penelitian di wilayah hukum Kepolisian Resor Kota Pati untuk mendapatkan data-data tentang kasus penyalahgunaan narkotika.

b. Wawancara (Interview)

Penulis mengumpukan data dengan cara melakukan wawancara langsung. Wawancara ini dilakukan dengan semi terstruktur yaitu disamping menyiapkan daftar pertanyaan juga mengembangkan pertanyaan lain berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

5. Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul kemudian dianalisa menggunakan metode analisis kualitatif.32 Oleh karena itu, data yang diperoleh dari peraturan perundangundangan yang terkait dengan upaya penegakan hukum khususnya dalam upaya pemberantasan tindak pidana narkotika yang akan didiskusikan dengan data yang diperoleh dari wilayah hukum Kepolisian

32 Winarno Surakhmad. 1998. Papper, Skripsi, Thesis, Desertasi. Tarsito. Bandung : h 16.

(43)

Resor Kota Pati, sehingga pada akhirnya akan ditemukan hukum dalam kenyataannya. Data yang diperoleh disusun dalam bentuk penyusunan data kemudian dilakukan reduksi data atau pengolahan data menghasilkan sajian data penelitian hukum dan dapat diambil kesimpulannya.

H. Sistematika Penulisan

Adapun penelitian ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitan, Manfaat Penelitian, Kerangka Teoritis, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada tinjauan kepustakaan akan diuraikan tinjauan umum tentang kepolisian, tinjauan umum tentang tindak pidana, tinjauan umum tentang narkotika, tinjauan umum tentang Restorative Justice dan Restorative Justice menurut Perspektif Islam

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini merupakan pembahasan rumusan masalah yaitu mekanisme penanganan kepolisian pada tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui Restorative Justice di wilayah hukum Kepolisian Resor Kota Pati dan

(44)

pertimbangan kepolisian dalam penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui Restorative Justice di wilayah hukum Kepolisian Resor Kota Pati

BAB IV PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran.

(45)

30 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian 1. Pengertrian Polisi

Polisi adalah suatu pranata umum sipil yang mengatur tata tertib (orde) dan hukum. Namun kadangkala pranata ini bersifat militaris, seperti di Indonesia sebelum Polri dilepas dari ABRI. Polisi dalam lingkungan pengadilan bertugas sebagai penyidik. Dalam tugasnya dia mencari barang bukti, keterangan-keterangan dari beberapa sumber, baik keterangan saksisaksi maupun keterangan saksi ahli.33

Penguatan sumber data maka dalam penulisan ini, penulis melampirkan beberapa kutipan yang menjadi vital untuk memberikan pengertian terhadap beberapa permasalahan yang diteliti, baik itu sumber berupa kajian undang-undang ataupun sumber pendukung lainnya.

Keamanan dan ketertiban masyarakat keberadaan peranan lembaga Kepolisian sangat signifikan untuk mengendalikan situasisituasi genting , sehingga kepolisian menjadi alat negara untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat indonesia. Dalam proses penyelesaian kepolisian merupakan bagian terpenting untuk melakukan aksi-aksi untuk memediator pihak-pihak yang terlibat yang bertikai yang melakukan pelanggaran yang berupa melawan hukum.

33 Warsiti Adi Utomo, 2005, Hukum Kepolisiandi Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta, h.3

(46)

Berbicara kepolisian berarti berbicara tentang fungsi dan lembaga kepolisian. Pemberian makna dari kepolisian ini dipengaruhi dari konsep fungsi kepolisian yang yang diembannya dan dirumuskan dalam tugas dan wewenangnya. polisi, termasuk pengertian kepolisian. Hanya saja definisi tentang kepolisian tidak dirumuskan secara lengkap karena hanya menyangkut soal fungsi dan lembaga polisi sesuai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Selengkapnya Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 berbunyi:

Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :

1. Kepolisian adalah segala hal yang ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan Peraturan PerundangUndangan.

2. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Undang- Undang memiliki wewenang umum kepolisian.

4. Peraturan kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan.

5. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

6. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

7. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri.

(47)

8. Penyelidik adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi kewenangan oleh Undang-Undang untuk melakukan penyelidikan.

9. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang.

10. Penyidik adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi kewenangan oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan.

11. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup UndangUndang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

12. Penyidik pembantu adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan dan diberi wewenang tertentu dalam melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam Undang-Undang.

13. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

14. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kapolri adalah Pimpinan Kepolisian Negera Republik Indonesia dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian.

2. Fungsi dan Peranan Polisi

Fungsi utama dari polisi adalah menegakkan hukum dan melayani kepentingan masyarakat umum. Sehingga dapat dikatakan bahwa tugas polisi adalah melakukan pencegahan terhadap kejahatan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat.34

Polisi merupakan instrumen hukum yang hidup. Dengan keberadaan polisi dapat meminimalisir sangsi hukum yang dijerat dan

34 Mahmud Mulyadi, 2009, Kepolisian dalam sistem peradilan pidana, USU press, Medan, h. 40

(48)

mengakibatkan kepada masyarakat dan juga tujuan-tujuan hukum untuk mengamankan dan melindungi serta mengayomi masyarakat menjadi satu keniscahyaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perincian tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, misalnya membuktikan hal tersebut, diantaranya yaitu :35

a. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.

b. Memelihara keselamatan orang, benda dan masyarakat, termasuk memberi perlindungan dan pertolongan.

c. Memelihara keselamatan Negara terhadap gangguan dari dalam.

d. Mencegah dan memberantas menjalarnya penyakit-penyakit masyarakat.

e. Mengusahakan ketaatan warga Negara dan masyarakat terhadap peraturan peraturan Negara

Fungsi kepolisian salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Fungsi kepolisian (POLRI) terkait erat dengan Good Govermance, yakni sebagai alat Negara yang menjaga kamtibnas (keamanan dan ketertiban masyarakat) yang bertugas melindung, mengayomi dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum yaitu sebagai salah satu fungsi pemerintahan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat yang diperoleh secara atrubutuf melalui ketentuan Undang- undang (pasal 30 UUD 1945 dan pasal 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang POLRI).

35 Undang-undang No 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anggota polisi di. wilayah hukum

Permasalahan pada skripsi ini yaitu bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan mengapa putusan hakim tersebut tidak

Berdasarkan hasil penelitian penulis, pertimbangan Polisi dalam menentukan tindak pidana dan tersangka penyalahgunaan narkotika apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya dua

Ketiga, hambatan dan upaya yang dilakukan oleh Polri khususnya Polres Binjai dalam penerapan restorative justice pada proses penanganan perkara pidana.. Metode penelitian

Penulisan skripsi yang berjudul “ Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Dalam Upaya Penjatuhan Rehabilitasi Bagi Terdakwa

Dalam memandang penyelesaian perkara tindak pidana ringan dari perspektif restorative justice maka penyelesaian melalui sarana mediasi penal dapat dipandang sebagai hal yang

Secara prinsip melalui Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 telah mengedepankan pendekatan restorative justice dan proses diversi sebagai upaya penyelesaian

Untuk itulah perlu alternatif penyelesaian perkara tindak pidana ringan yang berperspektif pendekatan restorative justice , yaitu suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan