Dalam tesis ini, penulis mengangkat permasalahan legalitas perjanjian pinjaman online berdasarkan hukum perdata. Berdasarkan latar belakang tersebut, makalah ini membahas rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana keabsahan perjanjian pinjaman online berdasarkan hukum perdata, apa akibat hukum jika salah satu pihak melanggar perjanjian pinjaman online, dan bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi pihak lain yang dirugikan dalam perjanjian pinjaman online. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sahnya perjanjian pinjaman online berbasis financial technology (Fintech) Dari segi hukum, perjanjian pinjaman online sah menurut hukum karena memiliki dasar yaitu Pasal 1320 KUH Perdata Belanda dan Pasal 47 ayat 2 Peraturan Pemerintah nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Transaksi Elektronik (PP PSTE).
Perlindungan hukum kreditur dalam perjanjian pinjaman online berbasis financial technology (Fintech) terdiri dari perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Akad sebagai salah satu peristiwa hukum merupakan salah satu sumber usaha, selain akad, ada ketentuan hukum yang dapat menimbulkan akad tersebut.1 Oleh karena itu, Fintech sebagai layanan dalam penyelenggaraan pembiayaan dan perkreditan harus memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tentang perjanjian, yaitu sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata sebagai dasar hukum, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1313, yang mengartikan perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih. . 2 Karena merupakan akad, maka kegiatan pinjam meminjam online juga tunduk pada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa akad yang sah harus dipenuhi empat syarat; Perjanjian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian pinjaman online dapat dikategorikan sebagai kontrak/kontrak elektronik.
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, penulis akan meneliti keabsahan perjanjian pinjaman online (pinjaman fintech) legal atau ilegal. Oleh karena itu, penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Analisis Hukum Legalitas Perjanjian Pinjaman Online Berdasarkan KUH Perdata”.
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis
Penelitian Terdahulu
Disertasi pertama berjudul “LEGALABILITAS PERJANJIAN PINJAMAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PEMBERIAN BIAYA PINJAMAN (STUDI PADA UANGTEMAN.COM)” yang disusun oleh Taufiq Ilham Azhari, mahasiswi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, memiliki persamaan yaitu sama-sama membahas tentang validitas perjanjian pinjaman online. Sedangkan perbedaannya terletak pada pembahasannya, bahwa tesis ini membahas tentang keabsahan perjanjian dalam hal pengenaan bunga kepada fintech Uangteman.com. Kontribusi penelitian ini adalah memberikan manfaat bagi kalangan akademisi atau masyarakat yang membutuhkan pengetahuan tentang keabsahan perjanjian pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Disertasi kedua berjudul “ANALISIS FINTECH LURIDICAL DALAM PERJANJIAN PINJAMAN DANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERSPEKTIF” yang disusun oleh Diniyosa Arteriovani Tinindra memiliki kemiripan dengan penelitian penulis, yaitu sama-sama membahas tentang keabsahan perjanjian pinjaman online berdasarkan KUH Perdata. Sementara perbedaannya, dalam penelitian ini penulis mengkaji konstruksi hukum dan membahas tanggung jawab hukum para pihak dalam fintech loan. Bagaimana legitimasi perjanjian pinjaman berbasis teknologi informasi dalam hal pembebanan bunga pinjaman berdasarkan kajian pada Uangteman.com.
Penyedia pinjaman uang berbasis teknologi informasi atau fintech Uangteman.com menawarkan tingkat bunga pinjaman sekitar 34% (tiga puluh empat) persen per bulan dimana tingkat pinjaman akan sangat memberatkan debitur meskipun tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata dan Peraturan Perundang-undangan - Peraturan di luar KUH Perdata, tetapi KUH Perdata telah membatasi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dengan acuan sebab-akibat yang halal dan kebiasaan. Bedanya pada pembahasan, bahwa disertasi ini membahas tentang keabsahan perjanjian dalam hal pengenaan bunga pinjaman di Uangteman.com Memberikan Manfaat Fintech kepada Akademisi atau. Konstruksi hukum perjanjian fintech loan dari perspektif hukum perdata terdiri dari 2 unsur, yaitu subyektif dan obyektif.
Dalam penelitian ini, penulis mengkaji konstruksi hukum dan membahas tanggung jawab hukum para pihak dalam fintech lending. Meninjau dan menganalisis keabsahan perjanjian pinjaman online berdasarkan beberapa pasal KUH Perdata, termasuk UU ITE. Serta pembahasan tentang bentuk perlindungan hukum pihak lain yang dirugikan dalam perjanjian pinjaman online.
Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
- Pendekatan Penelitian
- Sumber Bahan Hukum
- Teknik Pengumpulan Bahan
- Analisis Bahan Hukum
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan studi kasus. Langkah awal yang peneliti lakukan sebelum melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan adalah terlebih dahulu menginventarisasi hukum positif yang berlaku. Inventarisasi bahan hukum merupakan kegiatan pendahuluan yang pada dasarnya bersifat melanjutkan ke tahapan atau tahapan berikutnya.
Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan tujuan untuk menemukan asas dan doktrin hukum positif yang berlaku. Menurut pengertian ini, asas memiliki dua segi, pertama asas dapat berupa suatu norma hukum yang tinggi, dan banyak hal yang bergantung padanya. Upaya untuk menemukan hukum-hukum concreto hanya dimungkinkan jika orang (peneliti) sebelumnya memiliki koleksi yang luas atau dapat dengan mudah memperoleh akses pengetahuan tentang hukum-hukum positif dan abstracto yang berlaku saat itu.
Dimana dalam penelitian ini dilakukan kajian dan analisis terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan dinas, atau perjanjian dalam pembuatan peraturan perundang-undangan 12 Peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang mendukung dan memperkuat bahan hukum primer memberikan penjelasan tentang bahan-bahan tersebut. Teknik pengumpulan data sekunder adalah dengan melakukan survey kepustakaan yaitu dengan mengkaji dan mempelajari buku, jurnal, makalah, artikel, dan peraturan perundang-undangan.
Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang bersifat pelengkap dalam memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier dapat dicontohkan seperti: Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ensiklopedi, indeks kumulatif dan sebagainya. Setelah bahan hukum terkumpul, baik bahan hukum primer, sekunder maupun tersier dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis bahan hukum dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Analisis deskriptif kualitatif adalah penelitian hukum yang bersifat eksplanatori dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) hukum yang berlaku di suatu tempat dan waktu tertentu secara lengkap atau mengenai fenomena hukum yang ada atau peristiwa tertentu yang terjadi di masyarakat, kemudian menarik kesimpulan.
Sistematika Penulisan
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Keabsahan perjanjian pinjaman online berbasis Fintech Peer To Peer Lending dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang dibuat secara tertulis atau elektronik melalui media online adalah sah apabila memenuhi syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 sampai dengan Pasal 1338 KUH Perdata, dimana syarat-syarat tersebut merupakan syarat subyektif dan syarat obyektif untuk suatu perjanjian. Apabila syarat tersebut tidak dipenuhi maka dapat menimbulkan akibat hukum yaitu apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan oleh pihak yang merasa dirugikan. Akibat hukum akibat wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak yang dalam hal ini adalah debitur dalam perjanjian online dapat dijelaskan menurut beberapa pasal yaitu: Pasal 1243 KUHPerdata yaitu Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian mulai diwajibkan, jika debitur walaupun dinyatakan lalai, tetap lalai dalam memenuhi perjanjian, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukan hanya dapat diberikan atau dilakukan dalam waktu telah melampaui waktu yang ditentukan dan menurut pasal 1267 KUH Perdata yang mengatur tentang hak-hak kreditur. sebagai alternatif penyelesaian upaya hukum untuk mendapatkan kembali hak-haknya.
Yaitu: 1) Permintaan pelaksanaan perjanjian, atau 2) Permintaan ganti rugi, atau 3) Permintaan pelaksanaan perjanjian sambil meminta ganti rugi, atau 4) Dalam kesepakatan bersama, dapat dimintakan pembatalan perjanjian sambil meminta ganti rugi. Baik debitur maupun orang yang melakukan wanprestasi harus menanggung biaya perkara jika perkara itu diajukan ke pengadilan berdasarkan Pasal 181 ayat 2, HIR. Perlindungan hukum bagi pihak lain yang dirugikan yaitu kreditur dalam Perjanjian Pinjaman Online Berbasis Financial Technology (Fintech) diatur dalam POJK Nornor 77/POJK.0I/2016.
Perlindungan hukum kreditur diupayakan melalui perlindungan preventif yaitu melalui upaya penyedia jasa Fintech yaitu melalui penerapan prinsip dasar perlindungan hukum terhadap Pengguna jasa Fintech. Prinsip-prinsip tersebut diatur dalam Pasal 29 POJK nomor 77/POJK.01/2016, antara lain prinsip transparansi, perlakuan yang adil, kehandalan, kerahasiaan dan keamanan data, serta penyelesaian sengketa pengguna yang sederhana, cepat dan terjangkau. Dan dilaksanakan melalui perlindungan represif yaitu melalui perlindungan hukum yang tujuannya untuk menyelesaikan sengketa.
Apabila keterlambatan tersebut disebabkan oleh kelalaian debitur dan kurangnya itikad baik untuk memenuhi akad, kreditur dapat mengajukan pengaduan kepada penyelenggara agar wali amanat segera menindaklanjuti pengaduan kreditur tersebut. berdasarkan Pasal. Namun, jika pengaduan kreditur kepada penyelenggara tidak mencapai kata sepakat, maka sesuai Pasal 25 POJK No. 18/POJK.07/2018 tentang Pelayanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan. Jika kreditur memutuskan untuk pergi ke pengadilan, kreditur dapat mengajukan gugatan di pengadilan negeri tempat tinggal tetap debitur.
Namun, jika kreditur memilih untuk menyelesaikan di luar pengadilan, dapat dilakukan melalui badan Penyelesaian Sengketa Alternatif.
Saran
Diharapkan pemerintah mampu memberikan jaminan kepastian hukum bagi perlindungan hukum bagi kreditur selaku pemberi pinjaman. Maka, dipandang sangat perlu untuk memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi kreditur yang dirugikan ketika debitur wanprestasi. Muhammad Syaifuddin, (2012), Hukum Kontrak, Pengertian Kontrak dalam Perspektif Filsafat, Teori dan Praktek Hukum, Bandung: Mandar Maju.
Soerjono Suekanto dan Sri Mamudi, (2003), Tinjauan Singkat Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sutan Remy Sjahdeini, (1993), Kebebasan berkontrak dan perlindungan yang seimbang bagi para pihak dalam perjanjian kredit Perjanjian kredit bank di Indonesia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia. Sutan Remy Sjahdeny, (1993), Kebebasan Kontrak dan Perlindungan Berimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta: Institut Perbankan Indonesia.
Benny Krestian Heriawanto, (2016), Peran Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Lembaga Pengawas Dalam Perlindungan Nasabah, Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum, Vol.24 No.42, Januari-Agustus 2016. Benny Krestian Heriawanto, (2019) , Pelaksanaan objek jaminan fidusia berdasarkan titel pelaksana, legalitas, Vol.27 No.1, Maret-Agustus 2019. Darman, (2019), “Financial technology (Fintech): Karakteristik dan kualitas pinjaman dalam peer-to-peer lending di Indonesia”, Jurnal Manajemen Teknologi, Vol.