• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analysis of Inflation, Rupiah Exchange Rate, and BI Rate on Islamic Mutual Fund NAV in Indonesia (2013-2017)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Analysis of Inflation, Rupiah Exchange Rate, and BI Rate on Islamic Mutual Fund NAV in Indonesia (2013-2017)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH, DAN BI RATE TERHADAP NILAI AKTIVA BERSIH REKSADANA SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2013 – 2017

Diyan Faranayli (20141113005) ABSTRACT

This research examined the analysis of the effect of the Inflation, Rupiah Exchange Rate and BI Rate on the Net Asset Value (NAV) of Islamic Mutual Fund. Data used in this research is annualy, data start from 2013 until 2017. Sampling method used in this research is purposive sampling. This research used quantitative approach method and the analysis techniques used is multiple linear regression that using Eviews Version 10.

Based on the result of this research showed that Inflation, Rupiah Exchange Rate and BI Rate stimultaneously has significant effect to Net Asset Value (NAV) of Sharia Mutual Balanced Fund. The results also show that inflation has a significant negative effect on the NAV of Islamic mutual funds. The Rupiah Exchange Rate (Exchange Rate) has a significant negative effect on the NAV of Islamic mutual funds and Bank Indonesia (BI) Rate significant positive effect of the NAV of Islamic mutual funds.

Keywords : Inflation, Rupiah Exchange Rate, BI Rate and Net Asset Value (NAV) of Islamic Mutual Fund

1. PENDAHULUAN

Seiring meningkatnya industri keuangan syariah di Indonesia yang berada di tengah- tengah dominasi industri keuangan konvensional yang mulai goyah akibat guncangan ekonomi global membuat hal tersebut menjadi tonggak awal perkembangan industri keuangan syariah.

Peningkatan yang terjadi di industri keuangan syariah dikarenakan industri keuangan syariah lebih berbasis syariah dimana lebih megutamakan nilai Islam yang tujuan akhirnya adalah mencapai falah. Kini perkembangan keuangan syariah mulai merambah ke sektor pasar modal yakni dengan adanya pasar modal syariah. Gagasan untuk mendirikan pasar modal syariah di Indonesia dimulai sejak munculnya instrumen pasar modal syariah yakni reksadana syariah.

Pertumbuhan reksadana di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan dan positif. Belum sampai 1,5 tahun, jumlah investor reksadana melonjak hampir dua kali lipat atau tepatnya tumbuh 82 persen dalam periode akhir Agustus 2016 sampai 20 Desember 2017. Indeks reksadana saham tercatat tumbuh 1,75 persen per 15 Februari 2018. Menariknya, di tengah pertumbuhan return tersebut, jenis reksadana syariah berhasil mengalahkan performa return reksadana konvensional (bareksa.com).

Sebagai salah satu bentuk investasi, reksadana syariah memiliki kriteria yang berbeda dengan reksadana konvensional pada umumnya. Menurut (Firdaus et al, 2005), perbedaan paling mendasar antara reksadana konvensional dengan reksadana syariah terletak pada proses screening, dimana proses tersebut berfungsi untuk mengeluarkan segala aktivitas riba, amoral, haram dan lainnya. (Ryandono, 2009) menjelaskan bahwa: ”Islam memandang semua perbuatan yang dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-hari, termasuk aktivitas ekonominya sebagai investasi yang akan mendapatkan hasil (return). Return investasi dalam Islam sesuai dengan besarnya sumber daya yang dikorbankan dan Islam mengajarkan untuk selalu mendahulukan perintah Allah dan menjauhkan diri dari larangan-Nya”.

Salah satu ukuran kinerja investasi di reksa dana syariah adalah Nilai Aktiva Bersih (NAB).

Nilai Aktiva Bersih (NAB) berkaitan dengan nilai portofolio reksa dana yang bersangkutan.

Besarnya Nilai Aktiva Bersih (NAB) bisa berfluktuatif setiap hari, tergantung pada perubahan nilai efek dalam portofolio reksadana. Meningkatnya Nilai Aktiva Bersih (NAB) mengindifikasikan meningkatnya investasi pemegang saham per unit pernyertaan.

(2)

Kinerja investasi reksadana syariah yang dimana di ukur dari Nilai Aktiva Bersih (NAB) dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor internal maupun faktor eksternal perusahaan.

Menurut (Kartonegoro, 1995) faktor – faktor penentu investasi bagi seorang investor yang hendak melakukan investasi, yaitu analisis kondisi makro ekonomi, analisis pada jenis industri dan analisis fundamental suatu perusahaan. Faktor makro ekonomi suatu negara merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) seperti inflasi, nilai tukar dan BI Rate.

Berikut adalah gambaran perkembangan kinerja reksadana syariah periode 2013 -2017 di Indonesia:

Gambar 1.1 Perkembangan Jumlah Reksadana di Indonesia Sumber: Statistik Reksadana Syariah Otoritas Jasa Keuangan

Tabel 1.1

Perkembangan NAB Reksadana Syariah di Indonesia Tahun 2013 – 2017 Tahun Jumlah Reksadana Syariah NAB Reksadana Syariah (Miliar)

2013 65 9.432,19

2014 74 11.158,00

2015 93 11.019,43

2016 136 14.914,63

2017 181 28.311,77

Sumber: Statistik Reksadana Syariah Otoritas Jasa Keuangan

Berdasarkan Grafik 1.1 dan Tabel 1.1 di atas, dapat diketahui bahwa jumlah dan total nilai aktiva bersih reksadana syariah terus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data statistik hingga tahun 2017 jumlah nilai aktiva bersih mencapai Rp 28.311,77 miliar dengan jumlah reksadana syariah sebanyak 181. Hal ini membuktikan bahwa reksadana syariah mendapat sambutan yang baik di masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Akan tetapi, di tahun 2015 nilai aktiva bersih reksadana syariah mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan karena adanya berbagai pergeseran fundamental dalam perekonomian dunia. Kondisi ekonomi global yang tidak stabil akan memberikan dampak pada kondisi perekonomian Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, mengindikasikan bahwa terdapat adanya research gap dari ketiga variabel independen yaitu inflasi, nilai tukar rupiah dan Bi rate yang mempengaruhi NAB. Inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (Mankiw, 2005). Sehingga menurut (Putratama, 2007) dengan adanya peningkatan harga tersebut meyebabkan laba perusahaan turun, akibatnya menurunkan bagi hasil yang akan di bagikan kepada investor, sehingga investasi di anggap sebagai hal yang tidak menarik. Selanjutnya harga saham perusahaan juga akan turun, dengan diikuti dengan menurunnya NAB. Dalam penilitian Rachman (2015) menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap

(3)

NAB. Namun hasil penilitian Rachman (2015) bertentangan dengan hasil penilitian Ali (2012) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap NAB.

Variabel kedua yaitu nilai tukar rupiah. Nilai tukar adalah harga mata uang suatu negara terhadap negara lain. Jika nilai tukar menurun maka biaya produksi akan meningkat dan hutang perusahaan akan meningkat, sehingga bagi hasil yang diberikan pun akan menurun hal tersebut menyebabkan investasi tidak lagi menarik, sehingga menurunkan nilai investasi yang berdampak pada menurunnya NAB suatu reksadana. Dalam penilitian (Ali, 2012; Wiradiyasa,2016) menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah berpengaruh positif dan signifikan. Namun hasil (Ali, 2012;

Wiradiyasa,2016) bertentangan dengan penelitian Rachman (2015) yang menyatakan bahwa nilai tukar rupiah berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap NAB.

Variabel ketiga yaitu Bi Rate. BI rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh BI dan diumumkan kepada publik. Jika BI rate naik maka pengembalian terhadap pinjaman yang di lakukan emiten juka akan mengalami kenaikan, akibatnya return yang dibagi akan mengalami penurunan. Sehingga NAB juga akan mengalami penurunan. Dalam penilitian Rachman (2015) menunjukkan bahwa Bi Rate berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap NAB.

Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat ketidakkonsistensian pada hasil penelitian. Maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, dan Bi Rate terhadap Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah di Indonesia Periode 2013 – 2017”.

2. KAJIAN TEORI 2.1 Signalling theory

Signalling theory menekankan kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak eksternal. Teori ini menjelaskan bagaimana perusahaan memberikan sinyal kepada para pengguna laporan keuangan. Menurut Jama’an (2008) dalam Lestari (2017) sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Pada saat informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar akan mnginterpretasikan dan menganalisis apakah informasi tersebut tergolong sebagai sinyal yang baik (good news) atau sinyal yang buruk (bad news). Sinyal ini dapat mempengaruhi opini investor dan keputusan pihak-pihak yang berkepentingan.

Pada penelitian ini, perusahaan mengirimkan sinyal melalui laporan keuangan, dimana kinerja perusahaan digambarkan oleh rasio-rasio didalamnya. Calon investor akan menerima sinyal-sinyal tersebut dan akan mempengaruhi keputusan investasi mereka. Hal ini akan berpengaruh terhadap harga reksadana di pasar bursa, karena harga reksadana terbentuk akibat adanya penawaran dan permintaan antara penjual dan pembeli.

2.2 Reksadana Syariah

Menurut fatwa No.20/DSNMUI/IV/2001, Reksadana Syariah adalah reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara investor sebagai pemilik harta (shahib almal) dengan manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara manajer investasi dengan pengguna investasi (pemilik aset yang diinvestasikan).

2.3 Nilai Aktiva Bersih (NAB)

Menurut Alwi (Tricahyadinata, 2016), Nilai Aktiva Bersih (NAB) merupakan jumlah aktiva setelah dikurangi kewajiban-kewajiban yang ada. Sedangkan, NAB per unit penyertaan adalah harga wajar dari portofolio suatu reksadana setelah dikurangi biaya operasional kemudian dibagi jumlah unit penyertaan yang telah beredar (dimiliki investor) pada saat tersebut. NAB tidak bisa dipisahkan dari reksadana karena ini merupakan salah satu tolak ukur dalam memantau hasil dari suatu reksadana. Rumus untuk menghitung NAB adalah sebagai berikut:

NAB = Nilai Aktiva − Total Kewajiban

(4)

2.4 Inflasi

Inflasi adalah suatu kondisi atau keadaan terjadinya kenaikan harga untuk semua barang secara terus menerus yang berlaku pada suatu perekonomian tertentu (Mankiw, 2005). Kenaikan harga dari satu atau dua jenis barang tidak dapat disebut sebagai inflasi, kecuali kenaikan harga barang tersebut menyebabkan kenaikan sebagian besar harga barang-barang lain. Rumus untuk menghitung NAB adalah sebagai berikut:

2.5 Nilai Tukar Rupiah

Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga atau nilai mata uang suatu negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Kurs valuta asing dapat juga didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing (Sukirno, 2015).Rumus untuk menghitung NAB adalah sebagai berikut:

2.6 Suku Bunga (BI Rate)

Suku bunga dapat mempengaruhi keputusan ekonomi seseorang atau rumah tangga dalam mengkonsumsi. Suku bunga juga dapat mempengaruhi keputusan ekonomi bagi pengusaha untuk melakukan investasi pada proyek baru, perluasan usaha atau menundanya.

Ketika suku bunga tinggi, masyarakat biasanya akan lebih suka menyimpan uang mereka di bank karena akan mendapat bunga yang tinggi. Sebaliknya, jika suku bunga rendah, masyarakat cenderung tidak tertarik lagi untuk menyimpan uang di bank dan berinvestasi di tempat lain yang lebih menguntungkan (OJK, 2016).

Secara leksikal, bunga sebagai terjemahan dari kata interest. Secara istilah sebagaimana diungkapkan dalam suatu kamus dinyatakan, bahwa ‘interest is a charge for a financial loan, usually a percentage of the amount loaned’. Artinya bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang yang biasanya dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan (Muhamad, 2016).

2.7 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini menguji pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, dan BI rate. Kerangka pemikiran ini akan dijelaskan pada gambar sebagai berikut :

Ha1

Ha2

Ha3

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 𝐈𝐧𝐟𝐥𝐚𝐬𝐢 =𝑰𝑯𝑲 − 𝑰𝑯𝑲−𝟏

𝑰𝑯𝑲−𝟏 𝒙 𝟏𝟎𝟎%

P = е ṕ

Inflasi (X

1

)

Nilai Tukar Rupiah (X

2

)

BI Rate (X

3

)

Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah

(Y)

(5)

3. METODE PENELITIAN

Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah reksadana syariah yang terdaftar di OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan aktif hingga tahun 2017. Dengan periode pengamatan selama 5 tahun yaitu pada tahun 2013 hingga 2017. Terhitung hingga tahun 2017, sudah terdapat 181 reksadana syariah yang terdapat di OJK. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu purposive sampling. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dalam penilaian pengambilan sampel penelitian ini yaitu reksadana syariah yang terdaftar di OJK pada periode 2013-2017, reksadana syariah jenis campuran yang efektif di OJK selama periode 2013-2017 dan reksadana syariah jenis campuran yang memiliki nilai NAB Sehingga diperoleh sampel penelitian sebagai berikut:

Tabel 3.1 Sampel Perusahaan

No Nama Perusahaan Nama Reksadana

1 PT. Danareksa Investment Management Danareksa Syariah Berimbang 2 PT. Mandiri Manajemen Investasi Mandiri Investa Syariah Berimbang 3 PT. AAA Asset Management AAA Amanah Syariah Fund

4 PT. Trimegah Asset Management TRIM Syariah Berimbang 5 PT. Ciptadana Asset Management Cipta Syariah Balance 6

PT. Schroder Investment Management

Indonesia Schroder Syariah Balanced Fund

7 PT. Samuel Aset Manajemen SAM Syariah Berimbang

8 PT. Panin Asset Management Panin Dana Syariah Berimbang 9 PT. MNC Asset Management MNC Dana Syariah Kombinasi 10 PT. Insight Investments Management Insight Syariah Berimbang (I-Share) 11 PT. Pacific Capital Investment Pacific Balance Syariah

12 PT. Mega Asset Management Mega Asset Madania Syariah

13 PT. CIMB-Principal Asset Management CIMB-Principal Balanced Growth Syariah 14

PT. Pratama Capital Assets

Management Pratama Syariah Imbang

15 PT. Ciptadana Asset Management Cipta Nusantara Syariah berimbang 16 PT. Asia Raya Kapital Asia Raya Syariah Taktis Berimbang 17 PT. Maybank Asset Management MAM Dana Berimbang Syariah 18 PT. Asia Raya Kapital

Asia Raya Syariah Berimbang Pemberdayaan Ekonomi Umat

19 PT. Sinarmas Asset Management Simas Balance Syariah

(6)

3.1 Operasional Variabel Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel independen.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah. Nilai Aktiva Bersih (NAB) merupakan jumlah aktiva setelah dikurangi kewajiban-kewajiban yang ada (Tricahyadinata, 2016).

Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel bebas yang nilainya mempengaruhi nilai variabel dependen. Variabel independen yang digunakan pada penelitian ini yaitu Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Bi Rate.

Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel No Jenis

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala

1 Nilai Aktiva Bersih

Jumlah aktiva setelah dikurangi kewajiban-kewajiban yang ada

Nilai Aktiva − Total

Kewajiban Nominal

2 Inflasi

Suatu kondisi atau keadaan terjadinya kenaikan harga untuk semua barang secara terus menerus yang berlaku pada suatu perekonomian

tertentu

𝐼𝐻𝐾𝑛− 𝐼𝐻𝐾𝑛−1

𝐼𝐻𝐾𝑛−1 𝑥100 Rasio

3 Nilai Tukar Rupiah

Menunjukkan harga atau nilai mata uang suatu negara dinyatakan dalam nilai

mata uang negara lain

P = е ṕ

Nominal

4 Bi Rate

Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank

Indonesia dan diumumkan kepada publik

Ketetapan Bank

Indonesia Rasio

Sumber: Data diolah

3.2 Model Penelitian

Dapat diketahui hasil regresi data panel model penelitian adalah sebagai berikut:

𝑵𝑨𝑩𝒊𝒕 = α + β1X1+ β2 X2 + β3X3 + 𝒆𝒊𝒕 Keterangan:

NAB : Nilai Aktiva Bersih (NAB)

α : Konstanta

β1, β2, β3 : Koefisien Determinasi

X1 : Inflasi

X2 : Nilai Tukar Rupiah (Kurs)

X3 : BI Rate

e : residual (error)

i : Cross Section Identifiers t : Time Series Identifiers

(7)

4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis Statistik Deskriptif

Tabel 4.1 Hasil Statistik Deskriptif

NAB INFLASI NTR BIRA

Mean 24.38317 4.995205 9.478197 6.099315 Median 24.25477 3.610000 9.505693 7.500000 Maximum 27.52621 8.380000 9.532061 7.750000 Minimum 20.61882 3.020000 9.408289 4.250000 Std. Dev. 1.415817 2.385861 0.049723 1.578248 Jarque-Bera 1.415868 12.61574 10.08541 11.46984 Probability 0.492661 0.001822 0.006456 0.003231

Observations 73 73 73 73

Sumber: Output Eviews 10, data diolah 2018

Dapat dilihat pada tabel 4.1, bahwa pada variabel NAB, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Bi Rate memiliki nilai standar deviasi lebih kecil dari mean. Hal ini menunjukkan sebaran data variabel NAB, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Bi Rate memiliki penyimpangan data yang sedikit, karena perubahan datanya tidak bergerak secara variatif

Uji Chow

Tabel 4.2 Hasil Uji Chow Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 4.546503 (18,52) 0.0000 Cross-section Chi-square 69.958073 18 0.0000

Sumber: Output Eviews 10, data diolah 2018

Diketahui probabilitas chi-square hasil regresi persamaan dengan fixed effect sebesar 0.0000. Nilai tersebut lebih kecil dari tingkat signifikan 0.05. Dengan demikian H0 dapat ditolak atau dapat dinyatakan tidak diterima, sehingga dikatan bahwa hasil regresi persamaan dalam penelitian ini menggunakan model fixed effect dan dilanjutkan ke uji Hausman.

Uji Hausman

Tabel 4.3 Hasil Uji Hausman

Sumber: Output Eviews 10, data diolah 2018

Diketahui probabilitas cross section random sebesar 0.0508. Nilai probabilitas ini lebih tinggi dari kriteria batasan Cross-section Random yaitu sebesar 0.05 (Widarjono,2009). Dengan

Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled

Test cross-section random effects

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 7.778045 3 0.0508

(8)

demikian H0 dapat diterima, sehingga dikatakan bahwa hasil regresi persamaan dalam penelitian ini menggunakan model random effect.

Uji Normalitas

0 2 4 6 8 10

-3 -2 -1 0 1 2 3

Series: Standardized Residuals Sample 2013 2017

Observations 73

Mean 0.116816 Median -0.038114 Maximum 3.122793 Minimum -3.215145 Std. Dev. 1.368974 Skewness 0.120542 Kurtosis 3.149993

Jarque-Bera 0.245216 Probability 0.884610

Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Sumber: Output Eviews 10, data diolah 2018

Berdasarkan Gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa semua variabel telah terdistribusi dengan normal. Hal tersebut ditunjukkan pada nilai probability 0.884610 yang berada di atas α = 0.05. Dengan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa data telah terdistribusi normal yang berarti menerima H0 dan menolak Ha.

Uji Multikolinieritas

Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinieritas

INFLASI NTR BIRA

INFLASI 1 -0.7350732601816066 0.6794994609539904

NTR -0.7350732601816066 1 -0.4220576455222029

BIRA 0.6794994609539904 -0.4220576455222029 1

Sumber: Output Eviews 10, data diolah 2018

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa tidak terdapat multikolinearitas karena semua variabel memiliki nilai kurang dari 0.08 antar variabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya multikolinearitas antar variabel independen.

Uji Autokorelasi

Tabel 4.5 Hasil Uji Durbin Watson Durbin-Watson Statistic

DW-stat 2.011129

Sumber: Data diolah penulis menggunakan Eviews 10

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai DW adalah sebesar 2.011129 setelah dilakukan treatment. Pengujian ini menggunakan signifikan sebesaar 0,05 (5%) dengan 73 observasi (n) 3 variabel independen (k) sehingga akan didapatkan dL = 1.5360 dan dU = 1.7067 dilihat dari tabel DW. Berdasarkan pada penjelasan bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini tidak terdapat autokorelasi karena nilai dU < nilai DW dan nilai DW < nilai 4-dU maka menerima H0

yaitu tidak terdapat autokorelasi positif dan negatif.

(9)

Uji Heteroskedastisitas

Tabel 4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 0.843074 Prob. F(7,65) 0.5559

Obs*R-squared 6.076189 Prob. Chi-Square(7) 0.5309 Scaled explained SS 6.242424 Prob. Chi-Square(7) 0.5117

Sumber: Output Eviews 10, data diolah 2018

Pada tabel 4.6 diatas, terlihat bahwa probabilitas chi-square sebesar 0.5309 dimana nilainya lebih besar jika dibandingkan dengan  (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya heteroskedastisitas antar variabel independen dalam penelitian ini

Analisis Regresi

Tabel 4.7 Hasil Uji Regresi Berganda

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 100.3070 17.24818 5.815512 0.0000

INFLASI -0.176756 0.044943 -3.932915 0.0002 NTR -8.058323 1.807514 -4.458237 0.0000 BIRA 0.200134 0.049893 4.011250 0.0002

R-squared 0.298899 Mean dependent var 4.814438 Adjusted R-squared 0.268417 S.D. dependent var 1.157381 S.E. of regression 0.499832 Sum squared resid 17.23838 F-statistic 9.805557 Durbin-Watson stat 1.404737 Prob(F-statistic) 0.000018

Sumber: Output Eviews 10, data diolah 2018

Berdasarkan tabel 4.7 diatas dapat dibentuk persamaan regresi sebagai berikut:

NABit = 100.3070 + (-0.176756) Inflasiit + (-8.058323) NTRit + 0.200134 BIRAit + eit

Adapun interpretasi dari persamaan di atas adalah:

1. Apabila tingkat Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Bi Rate, diasumsikan konstan, maka NAB yang dihasilkan sebesar 100.3070.

2. Koefisien regresi untuk Inflasi sebesar -0.176756. Hal ini menunjukkan bahwa jika inflasi meningkat 1% diasumsikan Nilai Tukar Rupiah dan Bi Rate konstan maka NAB akan mengalami penurunan sebesar 0.176756.

(10)

3. Koefisien regresi untuk Nilai Tukar Rupiah sebesar -8.058323. Hal ini menunjukkan bahwa jika Nilai Tukar Rupiah meningkat 1% diasumsikan Inflasi dan Bi Rate konstan maka NAB akan mengalami penurunan sebesar 8.058323.

4. Koefisien regresi untuk Bi Rate sebesar 0.200134. Hal ini menunjukkan bahwa jika Nilai Tukar Rupiah meningkat 1% diasumsikan Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah konstan maka NAB akan mengalami peningkatan sebesar 0.200134.

Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi menerangkan seberapa jauh kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen. Dalam hal ini, seberapa jauh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Bi Rate menjelaskan NAB. Nilainya berada di antara 0 dan 1. Jika nilainya lebih kecil menunjukkan bahwa kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas, namun jika nilainya mendekati 1 menunjukkan bahwa variabel independen memberikan informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen.

Berdasarkan Tabel 4.7 diatas, hasil Adjusted R2 dalam penelitian ini adalah sebesar 0.268417. Angka tersebut melebihi angka 0 namun belum mendekati angka 1 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Bi Rate mempengaruhi profitabilitas sebesar 0.268417 atau 26,8417%. Sisanya yaitu sebesar 73,1583% di pengaruhi oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini.

Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

1. Pengaruh Inflasi terhadap Nilai Aktiva Bersih

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus- menerus (Mankiw, 2005). Jika inflasi naik, maka akan diikuti kenaikan harga di sektor lainnya juga. Berdasarkan tabel 4.7 uji t menunjukan nilai probabilitas variabel inflasi 0.0002 < 0.005, dengan nilai koefisien regresi sebesar -0.176756 yang berarti sesuai dengan hipotesa yang diajukan bahwa inflasi berpengaruh negatif secara signifikan.

Inflasi dalam penelitian ini memiliki pengaruh kearah negatif. Artinya saat terjadinya kenaikan inflasi maka akan membuat perusahaaan mengefisiensi biaya operasionalnya.

Hal ini membuat kinerja perusahaan menurun, sehingga nilai reksadana juga akan turun dan menyebabkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) menurun. Kenaikan tingkat inflasi menyebabkan daya beli konsumen menurun karena semua harga barang meningkat, sedangkan pendapatan konsumen tetap.

Jika dilihat dari sektor pasar modal, ketika inflasi tinggi menyebabkan suku bunga yang tinggi pula, hal ini memungkinkan investor akan mengalihkan investasi ke pasar uang.

Dengan cara menjual reksadananya, maka mengakibatkan harga reksadana menurun, dan Nilai Aktiva Bersih (NAB) juga menurun.

2. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Nilai Aktiva Bersih

Nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara diukur dari nilai satu unit mata uang terhadap mata uang negara lain. Besarnya jumlah mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh satu unit valuta asing disebut dengan Kurs Mata Uang Asing.

Perubahan nilai tukar uang yang tidak diantisipasi oleh perusahaan akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan tersebut.

Berdasarkan tabel 4.7 uji t menunjukan nilai probabilitas variabel nilai tukar rupiah 0.0000 < 0.005, dengan nilai koefisien regresi sebesar -8.058323 yang berarti sesuai dengan hipotesa yang diajukan bahwa nilai tukar rupiah berpengaruh negatif secara signifikan. Penelitian ini memiliki pengaruh ke arah negatif artinya turunnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing membuat para investor ragu akan kinerja emiten dapat berkembang dengan baik. Selain itu, sulitnya untuk mengantisipasi gerak fluktuasi rupiah membuat para investor bimbang. Hal tersebut dapat menyebabkan indeks-indeks di bursa efek yang terus menerus berfluktuasi tersebut cenderung menurun dengan tajam, maka akan menyebabkan total investasi menurun hal ini berakibat NAB perusahaan emiten turun pula.

(11)

3. Pengaruh Bi Rate terhadap Nilai Aktiva Bersih

Bi Rate merupakan suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Berdasarkan tabel 4.7 uji t menunjukan nilai probabilitas variabel Bi Rate 0.0002 < 0.005, dengan nilai koefisien regresi sebesar 0.200134 yang berarti bahwa nilai Bi Rate berpengaruh positif secara signifikan.

Dari sisi investor BI rate menjadi penggerak untuk berinvestasi. Gerakan ini dapat menguatkan investasi ketika BI rate menurun sehingga semua investasi dialihkan ke pasar modal. Seiring dengan itu maka kinerja perusahaan akan meningkat sehingga nilai saham juga meningkat, hal ini berdampak Nilai Aktiva Bersih (NAB) juga meningkat (Huda dan Nasution, 2007).

Dari sisi emiten BI rate dipandang sangat mempengaruhi kinerja perusahaan. Jika BI rate meningkat maka mengurangi modal pinjaman, hal ini membuat kinerja perusahaan menurun, sehingga nilai saham dipasaran anjlok, akibatnya saham yang dibagi juga akan turun. Karena kinerja perusahaan melemah maka Nilai Aktiva Bersih (NAB) di pasar modal juga menjadi buruk. Menurut Nurlaili (2012)., perubahan suku bunga SBI dapat mempengaruhi variablitas dari return suatu investasi. Hal ini dapat terjadi karena jika suku bunga meningkat, maka harga saham akan cenderung turun turun, begitupun sebaliknya.

Karena jika tingkat suku bunga naik maka investor akan berekspektasi memperoleh return yang lebih baik dari instrumen investasi yang terkait hal itu, seperti contohnya deposito.

Sehingga minat investor akan berpindah dari investasi saham ke deposito. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa BI rate berpengaruh secara signifikan terhadap nilai aktiva bersih reksa dana saham.

5. KESIMPULAN & SARAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, disimpulkan bahwa Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah di Indonesia periode 2013-2017. Sedangkan Bi Rate berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah di Indonesia periode 2013-2017.

SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diajukan pada penelitian ini sebagai berikut :

1. Peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian ini dengan obyek penelitian bukan dari Nilai Aktiva Bersih reksadana campuran syariah tetapi bisa mengambil jenis reksadana syariah yang lain. Serta peneliti selanjutnya dapat menambahkan variable lain yang mempengaruhi Nilai Aktiva Bersih reksadana syariah selain inflasi, nilai tukar rupiah dan Bi Rate.

2. Manajer investasi disarankan untuk tetap memperhatikan faktor-faktor ekonomi makro seperti inflasi, nilai tukar rupiah dan BI Rate. Supaya dalam berinvestasi pada reksa dana syariah dapat memberikan konstribusi laba yang maksimal.

3. Untuk masyarakat berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada masyarakat jika hendak berinvestasi ke reksadana syariah untuk tetap melihat faktor-faktor makro ekonomi seperti inflasi, nilai tukar rupiah dan BI rate, agar dapat mengurangi resiko terjadinya kerugian dalam berinvestasi pada reksa dana syariah.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul. "Manajemen Investasi Syari'ah". ALFABETA, Bandung, 2012.

Ali, Kasyfurrohman. (2012). "Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Reksadana Syariah di Indonesia". Skripsi, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2012.

Badan Pusat Statistik. “Pengertian BI Rate” dalam www.bpsi.go.id diakses 07 Mei 2018.

Fatwa DSN-MUI. 2001. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 20/DSN-MUI/IX/2001 tentang Reksadana Syari'ah.

Firdaus, M. S. Ghufron, M.A. Hakim, dan M. Alshodiq. 2005. Investasi Halal di Reksadana Syariah.

Jakarta: Erlangga.

Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS (7th ed.). Semarang:

Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2010). Essentials Of Econometrics (4th ed.). Singapore: McGraw- Hill Education.

Harahap, S. S., Wiroso, & Yusuf, M. (2010). Akuntansi Perbankan Syariah (4th ed.). Jakarta Barat:

LPFE Usakti.

Hasibuan, Malayu S.P. "Dasar-dasar Perbankan". PT Bumi Aksara, Jakarta, 2015.

Hamid, Abdul. "Pasar Modal Syariah". Lembaga Penelitian UIN Jakarta, Jakarta, 2009.

Hernawan, Denny. (2016). “Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Ukuran Reksadana dan Umur Reksadana Terhadap Kinerja Reksadana.” E-Jurnal Manajemen Unud Vol.5 No.5 2016.

Jama’an., 2008. “Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, dan Kualitas Kantor Akuntan Publik Terhadap Integritas Informasi Laporan Keuangan (Studi kasus Perusahaan Publik yang Listing di BEJ).” E-Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Universitas Diponogoro:

Semarang.

Kartonegoro, Sentanoe. 1995. Analisis dan Manajemen Investsi. Jakarta: Widya Press.

Karya, Detri, dan Syamsuddin, Syamri. "Makro Ekonomi: Pengantar Untuk Manajemen". PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2016.

Kuncoro, Mudrajad. "Mudah Memahami dan Menganalisis Indikator Ekonomi". UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2015.

Karim, Adiwarman A. "Ekonomi Makro Islami". PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015.

Kasmir. "Dasar-dasar Perbankan". PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014.

Manan, Abdul. "Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama".

Kencana, Jakarta, 2012.

Mankiw, N.Gregory. 2007. Teori Makroekonomi. Edisi Ke-6. Fitria Liza dan Imam Nurmawan [Penerjemah]. Jakarta: Erlangga.

Maulana, Akbar. (2013). “Pengaruh SBI, Jumlah Uang Beredar, Inflasi Terhadap Kinerja Reksadana Saham di Indonesia periode 2004-2012.” Jurnal Ilmu Manajemen Volume 1 Nomor. 3 Mei 2013.

Muhamad. "Manajemen Keuangan Syari'ah Analisis Fiqh & Keuangan". UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2016.

Mesthi, Andriani. (2018, Februari 19). Lampaui Konvensional, Ini 5 Reksa Dana Saham Syariah

Return Tertinggi Sepekan. Retrieved from bareksa.com:

http://www.bareksa.com/id/text/2018/02/19/lampaui-konvensional-ini-5-reksa-dana-saham- syariah-return-tertinggi-sepekan/18443/news

Ni, Putu Kurniasari. (2017, Desember 29). Kurang dari 1,5 Tahun, Jumlah Investor Reksa Dana Melonjak Hampir 2 Kali Lipat. Retrieved from bareksa.com:

http://www.bareksa.com/id/text/2017/12/29/kurang-dari-15-tahun-jumlah-investor-reksa- dana-melonjak-hampir-2-kali-lipat/17916/news

Nugraha, Diko Surya. "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Investor Berinvestasi pada Reksadana Syariah". Skripsi, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2015.

Pandia, Frianto, dkk. "Lembaga Keuangan". PT RINEKA CIPTA, Jakarta, 2009.

(13)

Pasaribu, Rowland Bismark Fernando. (2014). “Pengaruh Suku Bunga SBI, Tingkat Inflasi, IHSG dan Bursa Asing terhadap Tingkat Pengembalian Reksa Dana Saham”. Jurnal Akuntansi &

Manajemen Vol.25, No.1, April 2014: 53-65

Putong, Iskandar. "Economics, Edisi 5: Pengantar Mikro dan Makro". Mitra Wacana Media, Bogor, 2013.

Putratama, Hendra. (2007). “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai Aktiva Bersih Reksa Sana Syariah di Indonesia”. Bogor: Skripsi Institut Pertanian Bogor 2007.

Ryandono, M Nafik. 2009. Bursa Efek dan Investasi Syariah. Jakarta :Serambi.

Rodoni, Ahmad. "Investasi Syariah". Lembaga Penelitian UIN Jakarta, Jakarta, 2009.

Rachman, Ainur. (2015). “Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Bi Rate terhadap Net Asst Value Reksa Dana Saham Syariah.” JESTT Vol.2 No.12 Desember 2015.

Rahardja, Prathama, dan Manurung, Mandala. "Teori Ekonomi Makro". Edisi 5, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2014.

Sudarsono, Heri. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Syarih Edisi 3. Yogyakarta: Ekonisa. Hal 201.

Soemitra, Andri. "Bank dan Lembaga Keuangan Syariah". Edisi Kedua, Kencana, 2016.

Susyanti, Jeni. "Pengelolaan Lembaga Keuangan Syariah". Empat Dua (Kelompok Intrans Publishing), Malang, 2016.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D (1st ed.). Bandung: Alfabeta.

Sukirno, Sadono. "Makroekonomi Teori Pengantar". PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015.

Tayibnapis, Shandy Rahmadani. (2008). “Analisis Pengaruh Sertifikasi Wadiah Bank Indonesia, Jakarta Islamic Index, Inflasi dan Valuta Asing Terhadap Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah (Studi Kasus Reksadana Danareksa Syariah Berimbang)”. Tesis, Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Tricahyadinata, Irsan. "Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR); Kinerja Reksadana Campuran". INOVASI: Jurnal Ekonomi Keuangan dan Manajemen, Volume 12, 2016.

Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Wiradiyasa, Imam. (2016). “Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga SBI, dan Kurs Terhadap Kinerja Reksadana Syariah di Indonesia (Periode Waktu Tahun 2010-2014). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB.

Winarno, W. W. (2011). Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan EViews (3rd ed.).

Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Widarjono, A. (2009). Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya Untuk Ekonomi dan Bisnis.

Yogyakarta: Ekonisia.

Yuniarti, Vinna Sri. "Ekonomi Makro Syariah". CV Pustaka Setia, Bandung, 2016.

(14)

14

Referensi

Dokumen terkait

3.3.2.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Diabetes melitus Pasien yang didiagnosis diabetes

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian Variabel Definisi Operasional Alat ukur Hasil Ukur Skala Psikologi Perasaan positif; kemampuan berpikir, belajar, memori,

1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Cara Ukur ALat Ukur Skala Independen : poster yang berisi informasi hak dan kewajiban

Definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian Variabel Definisi Parameter Skala Ukur Alat Ukur Tingkat

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Variabel Alat Ukur Skala Ukur Kategori Media video animasi cara menggosok gigi Alat bantu untuk upaya pemberian

Definisi Operasional Variabel No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala 1 Perilaku hidup bersih sehat PHBS Mengetahui penyebab terjadinya penyakit

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Pembuatan Aplikasi Filing Menggunakan QR Code Berbasis Website Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur

34 3.6 Definisi Operasional Variabel Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala data Kriteria Variabel Independen: Tingkat Kecemasan