• Tidak ada hasil yang ditemukan

perbandingan ketebalan koroid pada pasien diabetes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "perbandingan ketebalan koroid pada pasien diabetes"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

Namun perubahan ketebalan koroid pada pasien DM dan bila disertai retinopati diabetik (RD) masih bervariasi dan kontroversial. Budiman, Ph.D., Sp.M(K), M.Kes., selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Ph.D. 36 Tabel 4.3 Perbandingan ketebalan koroid pada kelompok kontrol, DM tanpa retinopati diabetik dan DM dengan retinopati diabetik.

Namun, beberapa penelitian yang meneliti ketebalan koroid pada pasien diabetes melitus dan bila dikaitkan dengan retinopati diabetik masih memberikan hasil yang kontroversial. Penelitian ini akan menilai perbandingan ketebalan koroid pada pasien diabetes melitus tipe 2 tanpa dan dengan retinopati diabetik. Untuk menambah pengetahuan di bidang oftalmologi mengenai perbedaan ketebalan koroid pada pasien diabetes melitus tipe 2 tanpa dan dengan retinopati diabetik.

Hasil penelitian ini menjadikan ketebalan koroid sebagai penanda pemantauan perkembangan retinopati diabetik.

  • Latar Belakang Penelitian
  • Rumusan Masalah
  • Tujuan Penelitian
  • Kegunaan Penelitian
    • Kegunaan Ilmiah
    • Kegunaan Praktis

Hiperglikemia kronis pada diabetes pada retinopati diabetik menyebabkan perubahan biokimia dan fisiologis yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah. Hilangnya perisit mengakibatkan terganggunya kontak antar sel pembuluh darah dan terganggunya sawar darah-retina bagian dalam. Terganggunya sambungan antar sel pada pembuluh darah juga meningkatkan proliferasi sel endotel sehingga mengakibatkan tumbuhnya neovaskularisasi.

Kerusakan pembuluh darah pada retinopati diabetik tidak hanya terjadi pada pembuluh darah retina saja, namun juga terjadi pada koroid. Beberapa modalitas ini digunakan untuk melihat kelainan pembuluh darah atau kelainan aliran darah koroid, namun tidak memberikan informasi anatomi tiga dimensi tentang RPE atau lapisan koroid.9,12,13.

Gambar 2.1 Skematik pembuluh darah koroid
Gambar 2.1 Skematik pembuluh darah koroid
  • Kajian Pustaka
    • Vaskularisasi Retina dan Koroid
    • Diabetes Melitus
    • Retinopati Diabetik
    • Koroidopati Diabetik
    • Pencitraan Ketebalan Koroid
  • Kerangka Pemikiran
  • Premis
  • Hipotesis

Variabel bebas pada penelitian ini adalah diabetes melitus tanpa dan dengan retinopati diabetik, sedangkan variabel terikatnya adalah ketebalan koroid. Rata-rata durasi menderita DM pada kelompok DM (N=34) tanpa dan dengan retinopati diabetik adalah tahun. Rerata kadar HbA1C tertinggi terdapat pada kelompok DM tanpa retinopati diabetik dengan ambang batas tertinggi sebesar 12,7.

Rata-rata ketebalan koroid adalah mikrometer pada kelompok kontrol, mikrometer pada kelompok DM tanpa retinopati diabetik, dan mikrometer pada kelompok DM dengan retinopati diabetik, seperti ditunjukkan pada Tabel 4.3. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan ketebalan koroid pada pasien diabetes tipe 2 tanpa dan dengan retinopati diabetik. DM tipe 2 tanpa retinopati diabetik dan dengan retinopati diabetik memiliki perbedaan rata-rata yang signifikan secara statistik (P<0,05).

Penelitian kami memperoleh hasil ketebalan koroid yang cenderung serupa pada kelompok kontrol μm) dan kelompok DM tanpa retinopati diabetik μm), dan tidak ditemukan perbedaan signifikan pada kedua kelompok (P=0.698). Rata-rata ketebalan koroid yang diperoleh pada penelitian ini adalah pada kelompok DM (266 ± 108 µm) sedikit lebih tebal dari biasanya (250 ± 103 µm). Terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan seluruh kelompok retinopati diabetik (P<0,001), namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok DM tanpa retinopati diabetik (P=0,846) atau antara masing-masing kelompok DM (P >0,05).

Kelompok DM dengan retinopati diabetik pada penelitian ini mempunyai rata-rata ketebalan koroid tertipis, berbeda bermakna dengan kelompok DM tanpa retinopati diabetik (P <0,017). Penelitian ini memperoleh hasil penurunan ketebalan koroid yang signifikan pada masing-masing kelompok retinopati diabetik dibandingkan kelompok kontrol. Terdapat perbedaan ketebalan koroid antara pasien diabetes tipe 2 tanpa retinopati diabetik dan pasien dengan retinopati diabetik.

Subjek Penelitian

  • Kriteria Inklusi
  • Kriteria Eksklusi
  • Cara Pemilihan Sampel
  • Penentuan Ukuran Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah konsekutif, dilakukan berdasarkan first-come, first serve dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Zα, Zβ = Z nilai deviasi yang diperoleh dari tabel distribusi normal/standar untuk tingkat kepercayaan dan parameter yang dipilih. Tambahan 10% sampel digunakan untuk kemungkinan pengecualian sampel, sehingga ukuran sampel untuk setiap kelompok adalah 18 mata.

Metode Penelitian

  • Rancangan Penelitian
  • Identifikasi Variabel
  • Alat, Bahan, dan Cara Kerja
  • Rancangan Pengolahan dan Analisis Data

Ketebalan koroid diperiksa menggunakan SD-OCT dengan software EDI, menggunakan alat ukur secara manual pada garis horizontal tegak lurus melalui bagian tengah fovea, dengan tepi atas garis hiperreflektif dari membran Bruch hingga garis hiperreflektif terluar sklera. Kelainan mikrovaskuler retina yang terjadi sebagai komplikasi DM tipe 2 didasarkan pada hasil pembacaan foto fundus ETDRS 7 bidang non-portabel dengan midriatik oleh dokter spesialis mata vitreoretinal. Deskripsi: SD-OCT: Tomografi Koherensi Domain-Optik Spektral, EDI: Pencitraan Kedalaman yang Ditingkatkan, ETDR: Perawatan Dini Retinopati Diabetik.

Pemeriksaan tekanan intraokular menggunakan tonometri non kontak kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan kelainan refraksi menggunakan refraktometri otomatis. Obat midriatik diberikan di setiap mata. Setelah pelebaran pupil, foto fundus diambil di 7 lapang pandang menggunakan foto fundus non-portabel Zeiss Visucam. Ambil gambar ketebalan koroid menggunakan SD-OCT dengan software EDI kemudian diukur menggunakan jangka sorong.

Foto ketebalan fundus dan koroid diambil oleh satu operator pada hari dan periode waktu yang sama. Setiap foto fundus disimpan dalam format JPEG dan dianalisis oleh dokter mata di retina. Selanjutnya dilakukan uji signifikansi untuk membandingkan karakteristik kedua kelompok penelitian dengan menggunakan uji t tidak berpasangan jika data berdistribusi normal dan uji Mann Whitney jika data tidak berdistribusi normal.

Uji signifikansi untuk membandingkan karakteristik ketiga kelompok penelitian menggunakan uji ANOVA jika data berdistribusi normal dan uji Krusskall Wallis sebagai alternatif jika data tidak berdistribusi normal. Sedangkan analisis statistik untuk data kategorikal diuji dengan menggunakan uji chi-square. Jika syarat Chi-kuadrat tidak terpenuhi maka digunakan uji Fisher's Exact untuk tabel 2 x 2 dan Kolmogorov Smirnov untuk tabel selain 2 x 2. Syarat uji Chi-kuadrat adalah tidak ada nilai yang diharapkan, kurang dari 5 tetapi tidak kurang dari 20% dari tabel.

Foto  fundus   non-portabel  Zeiss  Visucam  ProNM
Foto fundus non-portabel Zeiss Visucam ProNM

Tempat dan Waktu Penelitian

Kriteria signifikansi yang digunakan adalah nilai P, jika P≤0,05 berarti signifikan atau signifikan secara statistik, dan P>0,05 berarti tidak signifikan atau signifikan secara statistik.

Implikasi/Aspek Etik Penelitian

Setiap penyidik ​​akan mendapat penjelasan mengenai prosedur pemeriksaan penelitian, risiko, manfaat, dan ketidaknyamanan yang mungkin dialami dengan pelebaran pupil dan pencitraan OCT fundus multipel atau makula. Jika hal ini sudah dijelaskan dan pasien menyetujuinya, maka pasien tersebut akan menjadi subjek penelitian. Seorang peneliti di bawah pengawasan dokter mata di bagian vitreoretinal bertanggung jawab untuk memeriksa pasien dalam penelitian ini.

Skema Alur Penelitian

Hasil Penelitian

  • Karakteristik Individu Subjek Penelitian
  • Perbandingan Karakteristik Individu Subjek Penelitian
  • Perbandingan Ketebalan Koroid pada Kelompok Kontrol, DM tanpa
  • Korelasi antara Ketebalan Koroid dengan Usia, Durasi DM, Hba1c dan

Hasil uji normalitas menunjukkan data umur, jenis kelamin dan kadar HbA1C berdistribusi normal, sedangkan ketajaman penglihatan dan tekanan intraokular ditemukan tidak berdistribusi normal. Nilai P diuji menggunakan One way ANOVA untuk data berdistribusi normal dan Kruskal Wallis untuk data berdistribusi tidak normal. Untuk data dua kelompok diuji nilai P-nya dengan menggunakan uji T tidak berpasangan karena berdistribusi normal.

Analisis data ketebalan koroid diuji menggunakan uji Kruskal Wallis karena data tidak berdistribusi normal. Hasil uji statistik pada kelompok penelitian di atas menunjukkan bahwa P-value pada variabel ketebalan koroid lebih besar dari 0,05 (P-value > 0,05) yang berarti tidak signifikan secara statistik, oleh karena itu dapat dijelaskan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam nilai rata-rata. Analisis data ketebalan koroid diuji menggunakan uji Mann Whitney karena data tidak berdistribusi normal.

Hasil uji statistik pada kelompok penelitian di atas menunjukkan bahwa nilai P value pada variabel ketebalan koroid lebih besar dari 0,05 (P value > 0,05) yang berarti tidak signifikan atau tidak signifikan secara statistik, sehingga dapat dijelaskan bahwa terdapat Tidak ada perbedaan mean statistik yang signifikan antara ketebalan koroid pada kelompok kontrol dan kelompok DM tanpa retinopati diabetik dan kelompok kontrol. Sedangkan hasil analisis statistik uji korelasi ketebalan koroid dengan ketajaman penglihatan menunjukkan korelasi yang kecil dan signifikan (r=0.239; P=0.039).

Tabel 4.1 Karakteristik individu subjek penelitian
Tabel 4.1 Karakteristik individu subjek penelitian

Uji Hipotesis

Pembahasan

Teori mengenai penebalan lapisan koroid pada DM terjadi pada retinopati diabetik stadium lanjut. Teori lain dari penelitian ini adalah bahwa koroid dapat mempertahankan integritasnya setelah terjadi kerusakan pada tahap awal retinopati diabetik. Penelitian lain dengan menggunakan group split serupa dilakukan oleh Esmaeelpour dkk, yang memperoleh hasil bahwa lapisan koroid sub-foveal pada pasien DM lebih tipis dibandingkan kontrol, P<0,01), namun tidak terdapat perbedaan antara kelompok DM tanpa dan dengan diabetes. retinopati (291,6±64 µm; 303,6±82 µm, P>0,05).

Penelitian ini dilakukan pada subjek DM tipe 1 yang memiliki durasi DM lebih lama yaitu 16±8 tahun pada kelompok DM tanpa retinopati diabetik dan 23±8 tahun pada kelompok DM dengan retinopati diabetik, namun serupa dengan penelitian ini, mempunyai tidak berpengaruh. hubungan yang signifikan ditemukan antara durasi DM dan ketebalan koroid dalam penelitian tersebut. Hasil dari kedua penelitian tersebut serupa, yaitu rata-rata ketebalan koroid pada orang kulit putih lebih besar dibandingkan orang Asia, namun tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik (P>0,05). Penelitian kami memperoleh rata-rata ketebalan koroid pada kelompok kontrol yang lebih tipis dibandingkan rata-rata ketebalan koroid normal pada ras Kaukasia pada penelitian lain.

Penelitian kami juga menganalisis durasi DM karena durasi DM memiliki hubungan yang konsisten dengan memburuknya keparahan retinopati diabetik dan edema makula. Penelitian yang kami lakukan menemukan korelasi negatif antara ketebalan koroid dan durasi DM, namun korelasinya sangat lemah dan tidak signifikan secara statistik (r=0,170, P=0,145). Namun, durasi DM pada penelitian tersebut lebih lama dibandingkan penelitian kami pada kelompok retinopati diabetik nonproliferatif (tahun) dan proliferatif (tahun).

Penelitian kami membandingkan ketebalan koroid menggunakan SD-OCT dengan perangkat lunak EDI yang dihitung secara manual menggunakan alat kaliper di OCT. Perangkat lunak OCT bawaan yang secara otomatis menghitung ketebalan koroid dapat meminimalkan batasan ini. Perhitungan ketebalan koroid juga dilakukan pada jendela waktu dan lingkungan yang sama dengan mempertimbangkan variasi diurnal.

Simpulan

Saran

Global estimates of the number of people blind or visually impaired from diabetic retinopathy: a meta-analysis from 1990 to 2010. A pilot study of enhanced depth imaging optical coherence tomography of the choroid in normal eyes. Choroidal thickness measured by swept-source optical coherence tomography is reduced in patients with type 2 diabetes.

Choroidal structure analysis in eyes with diabetic retinopathy and diabetic macular edema - A new OCT-based imaging biomarker. The thickness and volume of the choroid, outer retinal layers and retinal pigment epithelium layer change in patients with diabetic retinopathy. Looking at the choroid: where we stand, challenges and controversies in diabetic retinopathy and diabetic macular edema.

Repeatability and reproducibility of subfoveal choroidal thickness in normal eyes of Japanese using different SD-OCT devices. Comparisons of choroidal thickness of normal eyes obtained by two different spectral-domain OCT instruments and one swept-source OCT instrument. Diurnal variation of choroidal thickness in normal, healthy subjects measured by spectral domain optical coherence tomography.

Smoking and choroidal thickness in patients over 65 years with early atrophic age-related macular degeneration and normals. Systemic and ocular determinants of choroidal structures on optical coherence tomography of eyes with diabetes and diabetic retinopathy. Age, sex, and ethnic variations in inner and outer retinal and choroidal thickness on spectral domain optical coherence tomography.

Reproducibility of subfoveal choroidal thickness measurements with enhanced depth imaging by spectral domain optical coherence tomography. Repeatability of manual subfoveal choroidal thickness measurements in healthy subjects using the enhanced depth imaging technique, optical coherence tomography.

Gambar

Gambar 2.1 Skematik pembuluh darah koroid
Gambar 2.2 Gambaran aktivitas alkalin fosfatase pada lapisan koroid  pasien DM
Gambar 2.3 Gambaran ketebalan koroid normal dengan Cirrus-HD OCT  Dikutip dari: Regatieri dkk
Foto  fundus   non-portabel  Zeiss  Visucam  ProNM
+6

Referensi

Dokumen terkait

2 Pada penelitian ini variable dependen adalah indikator titrasi iodimetri 3.5 Definisi Operasional Variabel Tabel 3 1 Definisi Operasional Variabel 3.6 Metode Penelitian 3.6.1