KELAS : C KELOMPOK : 1
NAMA (NIM) : 1. Annisa Fitri H0919015 2. Jasmine Veldina G. H0919055 3. Mahardika Aria K H0919061 4. M Naufal S H0919068 5. Sumayyah Hanaani H0919097
Aplikasi Ekstrak Daun Salam (Syzygium polyanthum) sebagai Pengawet Nugget Ikan Tuna
A. Nugget Ikan Tuna
Nugget merupakan salah satu jenis makanan modern yang banyak disukai oleh masyarakat dari anak kecil sampai dengan orang dewasa. Nugget dibuat dari daging melalui proses penggilingan dengan penambahan bumbu serta dicampur dengan bahan pengikat kemudian dicetak menjadi bentuk tertentu yang selanjutnya dilumuri dengan tepung roti. Kebanyakan nugget yang dijual dibuat dari daging ayam dan sapi, tetapi beberapa tahun ini seiring dengan inovasi produk terdapat nugget yang terbuat dari daging ikan. Menurut SNI 7758 : 2013, nugget ikan adalah produk olahan hasil perikanan dengan menggunakan lumatan daging ikan dan atau surimi, minimum 30%, dicampur dengan tepung dan bahan-bahan lainnya dibaluri dengan tepung pengikat (predust), dimasukkan dalam adonan batter mix kemudian dilapisi tepung roti dan mengalami pemasakan.
Salah satu nugget dengan bahan dasar ikan adalah nugget ikan tuna. Menurut data statistic KKP, produksi ikan tuna di Indonesia sendiri cukup besar. Pada tahun 2019, produksi ikan tuna di Indonesia mencapai 319.325 ton walaupun di tahun 2020 mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu sebesar 69.650 ton. Akan tetapi, ikan tuna merupakan salah satu jenis ikan yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Kontribusi konsumsi rata-rata konsumsi ikan lebih besar daripada sektor peternakan. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya bahan baku dari ikan cukup potensial untuk diolah menjadi produk jadi.
Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi antara 22,6 – 26,2 g/100 g daging dan lemak yang rendah antara 0,2-2,7 g/100 g daging. Di samping itu ikan tuna mengandung mineral, kalsium, fosfor, zat besi, sodium, vitamin A, dan vitamin B (Achmad dkk., 2020). Selain dari kandungan gizi yang tinggi dari ikan tuna, nugget berbahan dasar ikan juga memiliki daging yang halus sehingga memudahkan untuk dicerna
lebih cepat serta daging ikan memiliki harga yang relatif lebih murah dibandingkan ayam dan sapi. Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak (highly perishable food). Ada tiga kerusakan pada ikan yaitu, kerusakan biologi atau kerusakan akibat aktivitas mikroorganisme, kerusakan kimia, dan kerusakan fisik. Pada umumnya, kerusakan ikan disebabkan oleh kerusakan mikroorganisme akibat adanya aktivitas enzimatis. Menurut Burt (2001) ikan sendiri memiliki kandungan air yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 65-80%. Kandungan air yang cukup tinggi inilah yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk berkembang biak yang menyebabkan produk dengan bahan baku ikan cenderung memiliki waktu simpan yang tidak terlalu lama.
Metode pengawetan yang umum digunakan pada proses pengolahan pangan ada beberapa macam. Yang pertama adalah memanfaatkan kitosan dengan merendam bahan pangan pada kitosan. Kitosan digunakan sebagai bahan pengawet karena memiliki sifat- sifat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak dan dapat melindungi bahan pangan karena kitosan juga melapisi bahan pangan (Hadwiger dan Adams, 1978).
Sebagai contoh, perendaman sosis daging sapi dalam kitosan (0%, 1%, 1,5%, dan 2%) selama 60 menit dapat memperpanjang umur simpan sosis pada suhu ruang hingga 2 hari.
Konsentrasi perendaman sosis daging sapi dalam kitosan yang optimal untuk menghasilkan sosis daging sapi yang memiliki umur simpan lebih lama dari sosis daging sapi yang tidak direndam kitosan, ditinjau secara kimia, fisik, dan mikrobiologis adalah 1%. Yang kedua adalah memanfaatkan alpukat sebagai antibakteri. Di dalam alpukat terdapat beberapa senyawa seperti saponin, alkaloid, dan flavonoid pada buah dan daunnya. Daunnya juga mengandung polifenol, sedangkan buahnya mengandung tanin (Permadi, 2006). Kulit buah alpukat juga mengandung alkaloid, saponin, glukosida sianogen, dan glukosinolat (Foidl et al., 2001). Konsentrasi 250 mg/ml ekstrak kulit buah alpukat mampu menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio alginolyticus.
Pengawetan juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan angkak yang dapat menggantikan fungsi dari NaNO3, atau sendawa. Angkak memiliki aktivitas antibakteri dengan adanya senyawa monascidin A. Antimikroba ini dapat membunuh bakteri gram- positif dari genus Bacillus, Pseudomonas, dan Streptococcus pada daging (Erdogrul dan Azirak, 2004). Cara kerja dari monascidin A adalah dengan menghambat sintesis peptidoglikan dari dinding sel bakteri yang berfungsi menyediakan komponen
struktural yang kaku dan kuat yang dapat menahan tekanan osmosis yang tinggi yang disebabkan oleh kadar ion organik dalam sel (Srikandi Fardiaz, 1997). Dengan menggunakan contoh sosis sapi, penggunaan berbagai konsentrasi angkak berpengaruh terhadap daya awet sosis sapi dan penggunaan angkak dengan konsentrasi 1,6% (P5) menghasilkan daya awet sosis sapi yang paling lama.
B. Rancangan Inovasi Pengawetan Nugget Ikan Tuna
Aplikasi pengawetan nugget ikan tuna dengan penambahan ekstrak daun salam dalam pembuatan nugget diawali dengan proses pengeringan daun salam pada suhu ruang (25oC) selama 1-2 hari. Daun salam yang telah kering dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh bubuk daun salam. Bubuk daun salam kemudian direndam dengan etanol 96% selama 24 jam lalu disaring dan dilakukan evaporasi dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak pekat. Ekstrak daun salam dengan konsentrasi 10% ditambahkan aquades yang sebelumnya telah disterilisasi pada suhu 121°C selama 15 menit. Kemudian dihomogenisasi selama 1 menit dengan kecepatan putar 1000 rpm. Setelah diperoleh ekstrak homogen, ekstrak daun salam 10% kemudian dicampurkan ke dalam adonan nugget ikan tuna (Parnanto dkk., 2014).
Alasan pemilihan konsentrasi 10% ekstrak daun salam sebagai biopreservatives nugget ikan tuna yaitu pada konsentrasi 10%, ekstrak daun salam memiliki aktivitas antimikrobia yang optimal terhadap Bacillus sp., Pseudomonas sp., Salmonella enteric, dan E.coli (Olaitan et al., 2010 dalam Parnanto dkk., 2014). Selain itu, pada konsentrasi ekstrak daun salam yang lebih tinggi menunjukkan peningkatan kadar protein pada ikan dikarenakan penguraian ikatan peptida protein oleh enzim proteolitik bakteri dapat dihambat (Susilowati dan Harningsih., 2017). Penurunan total mikroba pada konsentrasi ekstrak daun salam 10% cukup signifikan yaitu dari 5,07 log CFU/g menjadi 4,05 log CFU/g sampel. Kandungan senyawa antioksidan dan antimikroba pada daun salam seperti flavonoid, polifenol, minyak atsiri berperan dalam menghambat pertumbuhan mikroba, sehingga pada konsentrasi 10% (konsentrasi tertinggi) optimum untuk mengawetkan nugget ikan tuna. Secara organoleptik, konsentrasi 10% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 9% sehingga masih dapat diterima panelis.
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Daun Salam (Parnanto dkk., 2014)
Gambar 2. Diagram Alir Pencampuran Ekstrak dan Pembuatan Nugget (Parnanto dkk., 2014)
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, M., Darmawaty., Nursanti, A., Ardan, S., Iswar, T. 2020. Analisis Kualitas Kerupuk Ikan Tuna Dengan Uji Mikroorganisme Dan Organoleptik Di Kota Ternate. Jurnal Agribisnis Perikanan. 13 (1): 60-68.
Burt, M. 2001. The Composition Of Fish. Torry Advisory Nite, Ministry Of Technolgy. Torry Research Station, U.K., 14 Pp.
Erdogrul, O Dan S. Azirak. 2004. Review Of The Studies On The Red Yeast Rice (Monascus Purpureus). Turkish Electronic Journal Of Biotechnology. Biotechnology Association. Vol.
2: 37- 49.
Foidl, N., Makkar, H.P.S. And Becker, K., 2001. The Potential Of Moringa Oleifera For Agricultural And Industrial Uses. What Development Potential For Moringa Products, 20.
Hadwiger, L.A. And Adams, M.J., 1978. Nuclear Changes Associated With The Host-Parasite Interaction Between Fusarium Solani And Peas. Physiological Plant Pathology. 12 (1): 63- 72.
Parnanto, N. H., Atmaka, W., Dan Happy, A. 2014. Aplikasi Ekstrak Daun Salam (Syzygium Polyanthum) Dan Ekstrak Biji Pinang (Areca Catechu L.) Sebagai Pengawet Daging Ayam Broiler Giling Selama Proses Penyimpanan. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 7 (1): 48- 58.
Permadi A. 2006. Tanaman Obat Pelancar Air Seni. Penebar Swadaya. Depok
SNI. 2013. Standar Nasional Indonesia No. 7758 : 2013 Tentang Nagget Ikan. Jakarta (IDN) : Badan Standarisasi Nasional Indonesia.
Susilowati, Indah Tri Dan Harningsih, Tri. 2017. Potensi Ekstrak Daun Salam (Syzygium Polyanthum) Sebagai Pengawet Pada Ikan Layur (Trichirius Sp). Jurnal Kesehatan Kusuma Husada. 8116-122