Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, karunia, dan hidayah-Nya yang tak ternilai harganya sehingga penulis dapat merasakan indahnya menyelesaikan studi kasus ini. Dalam penyusunan dan penyelesaian studi kasus ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih. Dewi Pusparani Sinambella, SST., M.Kes selaku Sekretaris Jurusan DIII Kebidanan Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia.
Sarkiah, SST., M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan arahan, bimbingan dan dukungan dalam penyusunan dan penyempurnaan penulisan studi kasus. Sismeri Dona, M.Keb selaku pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan dan dukungan dalam penyusunan dan penyempurnaan penulisan studi kasus. Fitri Yuliana, SST., M.Kes selaku penguji utama yang memberikan arahan, bimbingan dan dukungan dalam penyusunan dan penyempurnaan penulisan studi kasus.
Latar Belakang
Berdasarkan data Survei Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2015, angka kejadian penyakit kuning neonatal pada bayi baru lahir di Indonesia sebesar 51,47%, dengan faktor penyebab antara lain asfiksia 51%, BBLR 42,9%, prematuritas 33,3% dan sepsis 12% (2018, Indrianita) , . Di Kalimantan Selatan khususnya wilayah Banjarmasin, angka kejadian penyakit kuning neonatal pada tahun 2013 sebesar 12%, tahun 2014 sebesar 27% dan tahun 2015 sebesar 36%. Berdasarkan data tersebut, kasus penyakit kuning semakin meningkat dari tahun ke tahun (Hasiyati, dkk, 2015). Berdasarkan studi pendahuluan yang saya lakukan di RSUD Dr.H.Moch Ansari Saleh Banjarmasin yang memperoleh data rekam medis, angka kejadian penyakit kuning neonatal pada tahun 2017 sebesar 1,4% bayi, tahun 2018 sebesar 2,8%, dan tahun 2019 sebesar 1,6%.
Ansari Saleh telah berkurangan, tetapi memandangkan komplikasi yang boleh ditimbulkan sekiranya bayi jaundis tidak dirawat dengan segera dan paras bilirubinnya menjadi lebih tinggi, ia boleh menyebabkan nukleus jaundis di mana bayi dengan keadaan ini berisiko mati.
Rumusan Masalah
Tujuan penyusunan Studi Kasus
Manfaat
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan studi kasus dengan judul “Pelayanan Obstetri pada Bayi Baru Lahir dengan Penyakit Kuning”. Diharapkan dapat dijadikan tambahan informasi untuk menambah pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam memberikan asuhan obstetri pada bayi baru lahir dengan penyakit kuning.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Teori
Penyakit kuning neonatal adalah warna kuning yang muncul pada sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain pada bayi baru lahir akibat kadar bilirubin darah lebih dari 10 mg/dl dalam 24 jam pertama kehidupan (Purnaningrum, 2012). Berdasarkan beberapa referensi di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit kuning neonatal adalah suatu kondisi dimana kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10 mg/dl yang ditandai dengan warna kuning pada sklera, kulit atau organ tubuh lainnya. Menurut Kusuma dan Anik, dkk (2013), penyakit kuning pada bayi baru lahir lebih sering terjadi karena belum sempurnanya fungsi hati dalam mengeluarkan bilirubin dari aliran darah.
Jika konsentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung meningkat pada bayi yang mendapat fototerapi intensif, besar kemungkinan terjadi hemolisis. Penyakit kuning yang terjadi 25-48 jam setelah kelahiran, terapi cahaya dianjurkan jika kadar bilirubin serum total >12mg/dl (170mmol/L). Jika kadar bilirubin serum total 20 mg/dl (>340mmol/L), fototerapi diberikan dan transfusi harus diberikan.
Jika kadar bilirubin serum total >15 mg/dl (>260 mmol/L) pada 25-48 jam setelah lahir, hal ini menunjukkan perlunya pemeriksaan laboratorium untuk hemolisis. Jika fototerapi 2x24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total <25mg/dl (430mmol/L), maka dianjurkan dilakukan transfusi tukar. Jika kadar bilirubin serum total >18 mg.dl (>310mmol/L), fototerapi dilakukan sambil mempersiapkan transfusi tukar.
Jika bilirubin total serum > 25 mg/dL (> 430 mmol/L) 49-72 jam setelah lahir, hal ini menunjukkan perlunya pemeriksaan laboratorium untuk penyakit hemolitik. Selain itu, pada usia > 72 jam setelah kelahiran, sebaiknya diberikan fototerapi bila kadar bilirubin serum total >17 mg/dl (290 mmol/L), bila fototerapi 2 x 24 jam tidak menurunkan kadar bilirubin serum total menjadi <20, transfusi tukar harus dilakukan. Jika kadar bilirubin serum total telah mencapai >20 mg/dl (340 mmol/L), fototerapi diberikan selama persiapan transfusi tukar.
Apabila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mmol/L) pada usia > 72 jam setelah lahir, pemeriksaan laboratorium untuk penyakit hemolitik tetap dianjurkan. d) Efek samping fototerapi. Pada bayi ikterik akibat isoimunisasi, transfusi tukar mempunyai beberapa keuntungan karena akan membantu menghilangkan antibodi ibu dari sirkulasi bayi baru lahir. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama dan tidak memberikan cairan tambahan pada bayi yang disusui.
CLINICAL PATHWAY
METODE PENELITIAN
- Rancangan Strategi Pencarian Literatur Review
- Kriteria Literatur Review
- TahapanLiteratur Review
- Peta Literatur Review
Terdapat hubungan antara berat badan lahir, usia kehamilan dan komplikasi perinatal dengan kejadian penyakit kuning neonatal, dan tidak terdapat hubungan. Terdapat hubungan antara ketidaksesuaian ABO, pengobatan, cukup ASI, dan terjadinya infeksi dengan terjadinya penyakit kuning. Berat badan lahir mempunyai pengaruh yang besar terhadap kejadian penyakit kuning, karena berat badan lahir <2.500 gram dapat mengakibatkan berbagai kelainan seperti ketidakmatangan hati.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Devi (2017) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara BBLR dengan kejadian penyakit kuning neonatal. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara persalinan sesar dengan kejadian penyakit kuning neonatal di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Ditemukan hubungan antara ketidakcocokan ABO, obat-obatan, kecukupan ASI, kejadian infeksi dan kejadian penyakit kuning.
Ada hubungan antara obat dengan kejadian penyakit kuning pada bayi baru lahir, karena obat yang dapat menyebabkan penyakit kuning adalah antibiotik dan obat flu. Ditemukan adanya pengaruh antara pemberian ASI dini terhadap kejadian penyakit kuning pada bayi baru lahir 0-7 hari. Oleh karena itu, selain waktu pemberian dan jumlah ASI yang mempengaruhi terjadinya penyakit kuning neonatal, proses penjemuran pada pagi hari juga harus sesuai dengan kebutuhan bayi.
Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan penyakit kuning patologis adalah melakukan fototerapi yang berguna dalam menurunkan kadar bilirubin serum dalam darah, sehingga tindakan ini mengurangi kebutuhan akan transfusi tukar. Risiko terjadinya penyakit kuning neonatal pada bayi baru lahir dengan riwayat asfiksia bayi baru lahir di RSUD Dr. Soeban di Jember pada tahun 2017. Penatalaksanaan asuhan ibu pada neonatus dengan penyakit kuning neonatal di RSUD Syekh Yusuf Gowa. Karya ilmiah.
2018. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Penyakit Kuning Fisiologis pada Bayi Baru Lahir di BPM Sri Wahyuni.
HASIL KAJIAN LITERATUR DAN PEMBAHASAN
Hasil Kajian Literatur Review
Proses pengumpulan literatur dilakukan dengan memilih jumlah jurnal atau artikel dari 23 literatur menjadi 10 literatur. Perbandingan efektivitas terapi sinar tunggal setelah 6 jam dengan dan tanpa kain putih pada bayi berat lahir rendah dengan hiperbilirubinemia.
Pembahasan
OR= 4,46 berarti bayi BBLR mempunyai risiko 4,46 kali lebih besar terkena penyakit kuning dibandingkan bayi non BBLR. Hal ini terjadi ketika golongan darah ibu dan bayi berbeda saat hamil, dimana ibu bergolongan darah O dan bayi bergolongan darah A atau B. Perubahan golongan darah ini juga menyebabkan hemolisis pada bayi, atau rusaknya darah merah. sel. sel yang menyebabkan peningkatan produksi bilirubin.
Tanda dan gejala penyakit kuning adalah warna kuning yang terlihat pada sklera, kulit atau organ lain yang muncul pada hari kedua atau ketiga setelah bayi lahir dan terlihat jelas pada hari kelima atau keenam dan kemudian menghilang pada hari kesepuluh. hari dengan peningkatan konsentrasi bilirubin 10 mg/dl, laju peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg/dl per hari, Kadar bilirubin langsung tidak lebih dari 1 mg/dl, Tidak ada hubungan dengan kondisi patologis yang berpotensi menjadi kernikterus. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memeriksa derajat kekuningan pada BBL adalah dengan menggunakan pemeriksaan krimer dimana jari telunjuk ditekan pada tempat menonjolnya tulang seperti hidung, dada, lutut dan dapat juga menggunakan tes darah untuk mengetahui derajat kekuningan pada BBL tersebut. kadar bilirubin tidak langsung (tidak terkonjugasi) menggunakan bilirubin total dikurangi jumlah bilirubin langsung (terkonjugasi). ASI merupakan makanan terbaik yang dapat diberikan pada bayi baru lahir, karena di dalam ASI terdapat kolostrum yang mengandung sel darah putih, antibodi dengan kadar tertinggi terutama IgA, IgG, IgM dan mengandung vitamin larut lemak sehingga membantu. melapisi usus bayi yang masih rentan terhadap virus dan bakteri serta mencegah bayi mengalami alergi makanan.
Kandungan sinar matahari yang dapat berdampak pada penurunan penyakit kuning adalah cahaya biru yang merupakan salah satu komponen sinar ultraviolet. Waktu penjemuran yang efektif adalah maksimal 30 menit jika terkena sinar matahari, karena penjemuran yang lebih lama dikhawatirkan akan membuat bayi dehidrasi dan menyebabkan luka bakar. Saat menjemur bayi, sebaiknya perhatikan kondisi cuaca agar tidak mengganggu bayi.
Menyatakan bahwa fototerapi bekerja dengan mengubah bilirubin agar larut dalam air sehingga dapat dikeluarkan melalui empedu atau urin. Durasi fototerapi ditentukan berdasarkan kadar bilirubin bayi baru lahir, dan masa fototerapi dilakukan selama 24 jam tergantung perubahan kadar bilirubin dan diulangi hingga kadar bilirubin kembali normal. Selain itu, fototerapi akan mengurangi kebutuhan akan transfusi tukar. Disebutkan juga bahwa penurunan kadar bilirubin serum total setelah 6 jam perlakuan ringan dengan kain satin sebesar 2,51 mg/dL, sedangkan penurunan tanpa kain satin sebesar 0,85 mg/dL dan penurunan kadar bilirubin serum tidak langsung setelah 6 jam penyinaran. . terapi dengan kain satin 2,57 mg/dL, sedangkan tanpa satin 0,47 mg/dL.
Intensitas cahaya lebih tinggi pada fototerapi dengan kain satin dibandingkan tanpa menggunakan kain satin karena kain satin berfungsi sebagai bahan reflektif yang mengelilingi terapi cahaya.
Keterbatasan
- Gambar Pemeriksaan Derajat Ikterus
- Clinical Pathway
- Tahapan Literatur Review
- Peta Literatur Review
- Tabel Klasifikasi Derajat Ikterus
- Petunjuk Pelaksanaan Ikterus
- Hasil Temuan Literatur
- Review Jurnal atau Artikel Ikterus
Asuhan kebidanan yang dapat diberikan pada bayi baru lahir dengan penyakit kuning fisiologis adalah dengan memberikan ASI sedini mungkin dan sesering mungkin, karena frekuensi dan jumlah ASI yang diterima bayi harus sesuai dengan kebutuhan bayi, sehingga bilirubin dapat diperoleh. akan dikeluarkan melalui urine dan feses. Jadi menyusui akan sangat efektif dalam mengendalikan kadar bilirubin dan mencegah penyakit kuning patologis. Selain itu, penjemuran di bawah paparan sinar matahari pagi juga dapat dilakukan untuk memeriksa kadar bilirubin dengan memperhatikan lama penjemuran dan kondisi cuaca saat itu.
Fototerapi akan lebih efektif menggunakan kain satin, karena intensitas cahayanya lebih tinggi sehingga mempercepat penurunan kadar bilirubin. Peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti pengaruh jumlah ASI terhadap efektivitas penurunan bilirubin pada bayi atau melakukan penelitian lebih lanjut dengan analisis mendalam mengenai penatalaksanaan yang lebih efektif untuk menurunkan kadar bilirubin serum dalam darah. 1(1). pada 27 Desember 2017].
Kesesuaian hasil penelitian krim dengan penelitian kadar bilirubin darah pada neonatus cukup bulan usia 0-7 hari yang mengalami hiperbilirubinemia.