ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN DAN REPRODUKSI PADA KLIEN
DEWASA
Disusun Oleh : Kelompok 3B
1. Larry Gilbert Purba (032022070) 2. Agnes Yesica Pakpahan (032022051) 3. Denni Faustina Limbong (032022055) 4. Nifah Bernadeth (032022080)
5. Hayati Noferwina Telaumbanua (032022064) 6. Maria Vera Wati Gracella Purba (032022075) 7. Tiaman Kardesta Puraba (032022093)
8. Elsa Marizt Stella Manik (032022058)
Dosen Pembimbing : Friska Sembring S.kep., Ns., M.kep PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
STIKES SANTA ELIABETH MEDAN TAHUN AJARAN 2024/2025
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunianya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan bai k .
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam ma kalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kami b erharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang akan kami b uat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa s aran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang memba canya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacannya. Sebelumnya kami mohon maaf jika ada terdap at kesalahan kata- kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik saran yan g membangun demi perbaikan dimasa depan.
Medan, 28 November 2024
Kelompok 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...iii
BAB IPENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Tujuan Umum...2
1.3 Tujuan Khusus...2
BAB IITINJAUAN TEORI...3
2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik (GGK)...3
2.1.1 Defenisi...3
2.2 Etiologi...4
2.3 Patofisiologi...4
2.4 Tanda dan Gejala...6
2.5 Farmakologi...7
2.6 Terapi Diet...10
2.7 Persiapan,Pelaksanaan dan Paska Pemeriksaan Diagnostik dan laboratorium pada kasus GGK...12
2.9 Pendidikan kesehatan dan upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier pada kasus GGK...14
2.10 Hasil-hasil penelitian tentang penatalaksanaan kasus GGK...17
2.11 Peran dan fungsi perawat serta fungsi advokasi pada Kasus GGK...19
2.12 Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gagal GinjalKronik...22
BAB IIIPENUTUP...41
3.1 KESIMPULAN...41
DAFTAR PUSTAKA...42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
PTM (Penyakit Tidak Menular) adalah penyakit yang cara
penularannya tidak ditularkan dari manusia kemanusia, dan perkembangan penyakit ini tidak menular, cenderung lambat dan berdurasi panjang.
Penyakit tidak menular antara lain adalah asma, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), kanker, stroke, batu ginjal, penyakit sendi, jantung koroner, hipertiroid, hipertensi dan gagal ginjal kroni (Saragih, 2021)
Salah satu Penyakit Tidak Menular (PTM) yang memiliki angka kesakitan cukup tinggi yaitu Gagal Ginjal Kronis (GGK) (Permatasari &
Maliya, 2019).Penyakit ginjal kronis kondisi yang terjadinya karena penurunan kemampuan ginjal dalam mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh, Kerusakan ginjal terjadi pada nefron termasuk pada glomerulus dan tubulus ginjal, nefron yang mengalami kerusakan tidak dapat kembali berfungsi normal (Siregar, 2020).
Ginjal memainkan peran penting dalam mengatur keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa dan hormon. Kerusakan pada ginjal akan mengakibatkan gangguan elektrolit seperti hiperkalemia, hipokalsemia, asidosis metabolik, dan selanjutnya menimbulkan gangguan pada otot, kelainan tulang, kalsifikasi pembuluh darah dan kematian (Brunzel, 2018).
Ginjal berfungsi sebagai organ pengatur keseimbangan air dan elektrolit, keseimbangan asam basa, ekskresi air dari produk metabolit dan toksin, serta mengeluarkan beberapa hormon (misal hormon renin,
eritropoietin, prostaglandin, 1-25 dihidroksikalsiferol).Hal ini
mengakibatkan terjadinya gangguan organ atau sel yang dipengaruhi oleh hormon tersebut, bila terjadi kerusakan ginjal. Saat terjadi PGK akan menimbulkan penurunan produksi eritropoietin, sehingga mengakibatkan anemia. Ginjal juga mengatur transportasi garam, air dan elektrolit.
(Rifai et al., 2018).
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit gagal ginjal kronis berkontribusi pada beban penyakit dunia dengan angka kematian sebesar 850.000 jiwa per tahun (Pongsibidang, 2016). Hasil penelitian
Global Burden of Disease tahun 2010, penyakit gagal ginjal kronis merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia, tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010 (Saragih, 2021).
1.2 Tujuan Umum
Mampu melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus gangguan sistem perkemihan dan reproduksi pada klien dewasa dengan
memperhatikan aspek legal dan etis 1.3 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui Defenisi GGK Untuk mengetahui Etilogi GGK Untuk mengetahui Patofisiologi GGK Untuk mengetahui Tanda dan Gejala GGK Untuk mengetahi Farmakologi Pada Kasus GGK Untuk mengetahui Terapi Diet Pada Kasus GGK
Untuk mengetahui Persiapan Pelaksanaan dan Pemeriksaan Diagnostik dan LaboratoriumPada Kasus GGK
Untuk Mengetahui Pendidikan Kesehatan Dan Upaya Pencengahan Primer, Sekunder, Dan Tersier Pada Kasus GGK
Untuk mengetahui hasil-hasil penelitian tentang penatalaksanaan kasus GGK
Untuk mengetahui Peran dan Fungsi Perawat Serta Fungsi Advokasi Pada Kasus GGK
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik (GGK)
2.1.1 Defenisi
Gagal ginjal kronis adalah ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan fungsi dalam hal metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit akibat kerusakan struktur ginjal yang bersifat progresif (Idzharrusman & Budhiana, 2022). Pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal akan dianjurkan untuk membatasi asupan cairan ke dalam tubuhnya guna menjaga kondisi ginjalnya sehat (Melianna & Wiarsih, 2019).
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal yang progesif yang berakibat fatal yang ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transpalantasi ginjal)
Gagal ginjal terjadi Ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya di eliminasi diurin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa.
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk memeprtahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolik yang menyebabkan uremia (retens urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (KMB volume II, hal 1448)
Gagal ginjal kronis atau chronic kidney disease merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irefersibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Dafriani et al., 2022)
2.2 Etiologi
Diabetes mellitus merupakan penyebab utama GGK pada pasien yang memulai terapi penggantian ginjal. Penyebab utama kedua adalah hipertensi, diikuti oleh glomerulonefritis dan pielonefritis, gangguan polikistik, herediter atau bawaan dan kanker ginjal (Smeltzer et al., 2012).
Penyebab tersering penyakit GGK yang membutuhkan terapi penggantian ginjal adalah diabetes mellitus 40%, 8 hipertensi 25%, glomerulonefritis 15%, penyakit ginjal polikistik 4%, urologis 6%, tidak diketahui dan lain – lain (O’callaghan, 2009). Penyebab lain dikelompokkan sebagai berikut penyakit ginjal penyakit pada saringan (glumorelunefritis), infeksi kuman (pyelonefritis, ureteritis), batu ginjal (nefrolitiasis), kista di ginjal (polcystis kidney), trauma langsung pada ginjal, keganasan pada ginjal, sumbatan (batu, tumor,
penyempitan/ striktur) penyakit umum diluar ginjal (penyakit sistemik (diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi), dyslipidemia, SLE, infeksi di badan (TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis), preeklampsi, obat – obatan, kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar) (Keperawatan et al., 2018)
Penyebab dari gagal ginjal kronik adalah:
1. Infeksi saluran kemih/pielonefritis kronis 2. Penyakit peradangan glumerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis artem renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE poliarterites nodus sklerosi sistemik) 5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gocit, hiperparatiroirisme) 7. Netropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih) (price dan wilson, 1994)
2.3 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab seperti penyebab prarenal, intra renal dan postrenal yang menyebabkan kerusakan pada glomerulus dan pada akhirnya akan terjadi kerusakan nefron pada
glomerulus sehingga menyebabkan penurunan GFR (Glomerulus Filtration Rate) dan berakhir menjadi Penyakit Ginjal Kronis (PGK) dimana ginjal mengalami gangguan dalam fungsi ekskresi dan sekresi. Akibat rusaknya glomerulus, protein tidak dapat disaring sehingga sering lolos kedalam urin dan mengakibatkan proteinuria. Hilangnya protein yang mengandung albumin dan antibody yang dapat mengakibatkan tubuh mudah terkena infeksi dan mengakibatkan penurunan aliran darah. (Silbernagl & Lang, 2014) 22 Normalnya, albumin berbentuk seperti spons yang berfungsi sebagai pengatur cairan, menarik cairan ekstra dari tubuh dan membersihkannya didalam ginjal. Ketika glomerulus mengalami kebocoran dan albumin dapat masuk kedalam urin, darah kehilangan kemampuannya dalam menyerap cairan ekstra dari tubuh. Akibatnya cairan dapat menumpuk di rongga antar sel atau di ruang interstisial yang mengakibatkan pembengkakan pada kedua ekstremitas atas dan bawah, terutama ekstremitas bawah, pergelangan kaki, wajah, hingga bawah mata. (Silbernagl & Lang, 2014) Ginjal juga kehilangan fungsinya dalam mengeluarkan produk sisa (sampah dari tubuh) sehingga produk sampah tetap tertahan didalam tubuh. Produk sampah ini berupa ureum dan kreatinin, dimana dalam jangka waktu panjang, penderita dapat mengalami sindrom uremia yang dapat mengakibatkan pruritus kemudian dapat mengakibatkan perubahan pada warna kulit. Sindrom uremia juga mengakibatkan asidosis metabolik yang dapat meningkatkan produksi asam didalam tubuh dan mengakibatkan penderita mengalami mual, muntah hingga gastritis akibat iritasi lambung. Kelebihan komponen asam didalam tubuh juga mengakibatkan penderita bernapas dengan cepat dan pernapasan yang dalam dan lambat (kusmaul), serta dalam keadaan berat, dapat menyebabkan koma. (Silbernagl & Lang, 2014) Ginjal juga mengalami penurunan dalam mengeksresikan kalium, sehingga penderita mengalami hiperkalemia. Hiperkalemia dapat menyebabkan gangguan ritme jantung, dimana hal ini berkaitan dengan keseimbangan ion – 23 ion dalam jaringan otot yang mengatur elektrofisiologi jantung. Pompa natrium kalium berperan penting dalam menjaga keseimbangan proses bioelektrikal sel – sel pacu jantung. Penghantaran listrik dalam jantung terganggu akibatnya terjadi
penurunan COP (Cardiac Output), sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung dan terganggunya aliran darah ke seluruh tubuh. (Smeltzer & Bare, 2015) Ginjal juga mengalami penurunan dalam memproduksi hormon eritopoetin dimana tugas dari hormone tersebut yaitu untuk merangsang sumsum tulang belakang dalam memproduksi sel darah merah. Hal ini mengakibatkan produksi
sel darah merah yang mengandung hemoglobin menurun sehingga klien mengalami anemia. Sel darah merah juga berfungsi dalam mengedarkan suplai oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh, maka ketika sel darah merah mengalami penurunan, tubuh tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup sehingga tubuh menjadi lemas, tidak bertenaga, dan sesak. (Smeltzer & Bare, 2015)
2.4 Tanda dan Gejala
1. Manifestasi klinik antara lain (Rahma et al., 2022)
a. Gejala dini: lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung. depresi
b. Gejala yang lebih lanjut anoreksia, mual disertai muntah, gatal-gatal pada kulit, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001: 1449) antara lain:
a. Hipertenss (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin angiotensin aldosteron)
b. Gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) c. Perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis,
anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstremitas).
e. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolicglukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
2.5 Farmakologi
Terdapat beberapa cara pengobatan & penatalaksanaan pasien Penyakit Ginjal Kronis tergantung penyebabnya. Berikut ini beberapa cara
penatalaksanaan yang umum dilakukan : a. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi berupa pemberian obat salah satunya seperti obat furosemide yang berfungsi untuk mengurangi penumpukan cairan pada bagian tubuh seperti tungkai. Sementara untuk penderita gagal ginjal kronik tahap akhir atau berada pada stadium, maka penanganan yang dapat
dilakukan mengganti tugas ginjal dalam tubuh dengan terapi pengganti
ginjal untuk dapat mempertahankan hidup dengan tindakan hemodialisis (HD). Terapi hemodialisis merupakan suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkansisa- sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi prosesdifusi, osmosis dan ultra filtrasi (Aini &Wahyuni, 2018). Pasien gagal ginjal menjalani proses hemodialisa 1-3 kali seminggu dan setiap kalinya memerlukan waktu 2-5jam, kegiatan ini akan berlangsung terus3-4jam per kali terapi. Kegiatan ini akan berlangsung terus menerus sepanjang
hidupnya (Rachmawati et al., 2019).
Zat besi
Langkah awal dalam penatalakssanaan anemia adalah dengan meningkatkan kadar zat besi. Pemberian tambahan zat besi membantu meningkatkan kadar besi dan hemoglobin.
1. Eritropoitin
Eritropoitin diberikan apabila kadar hemoglobin pasien dibawah 10g/dL. Pasien yang diberikan eritropoitin disarankan untuk
melakukan
pemeriksaan darah secara rutin untuk mengetahui kadar hemoglobin sehingga dokter dapat menyesuaikan dosis yang diperlukan.
2. Anti hipertensi
Hipertensi salah satu penyebab yang sering dialami oleh pasien PGK. Pemberian obat anti hipertensi diberikan secara rutin
berdasarkan
rekomendasi dokter.
3. Tambahan vitamin B12 & asam folat
Tambahan vitamin B12 dan asam folat biasa disarankan bagi pasien PGK untuk menangani kekurangan vitamin B12 dan asam folat yang merupakan satu penyebab anemia. Pemberian tambahan vitamin B12 dan asam folat diberikan berdasarkan rekomendasi dokter.
4. CaCo3
CaCo3 diberikan mengikat fosfat untuk menghindari tulang keropos.
Pemberian CaCo3 diminum saat makan secara teratur sesuai rekomendasi dokter.
5. Asam keto
Asam keto merupakan bentuk sederhana dari protein yang bebas nitrogen, sehingga dapat lebih mudah diserap oleh tubuh untuk mencukupi kebutuhan protein tanpa memperburuk kondisi ginjal.
Konsumsi asam keto secara teratur ditambah dengan konsumsi makanan yang cukup, akan memperbaiki status gisi pasien, sehingga kualitas hidup pasien dapat meningkat contoh obat : Kidmin
b. Terapi Nonmorfologi
a. Tindakan nonfarmakologi yang dapat dilakukan pada pasien GGK dengan masalah ketidak efektifan pola napas yaitu dengan
mengajarkan latihan nafas dalam. Latihan nafas dalam bertujuan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi udara yang terperangkap dan mengurangi kerja bernapas.
Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan menarik nafas melalui hidung dengan mulut tertutup, kemudian mengeluarkan nafas pelan- pelan melalui mulut dengan posisi bersiul, purse lips breathing dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selam ekspirasi dan tidak ada udara yang keluar melalui hidung, dengan purse lips breathing akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping kolaps saluran nafas kecil pada waktu ekspirasi (Kartikasari, 2018).
b. Sleep hygiene training merupakan management non farmakologis yang dapat meningkatkan kualitas tidur pasien pada pasien
hemodialisis. Adapun materi dalam sleep hygiene training mencakup : 1) bangun setiap hari pada waktu yang sama termasuk akhir pekan, hindari tidur siang, hindari mengkonsumsi produk yang
mengandung kafein, nikotin dan alcohol terutama diwaktu sore hari
2) hindari makan berat dalam waktu 2 jam sebelum tidur, menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai untuk kebutuhan tidur, hindari aktivitas yang membuat stress dalam beberapa jam sebelum tidur (missal: lingkungan yang bising)
3) lakukan aktivitas fisik secara teratur seperti berjalan kaki atau berkebun namun hindari olah raga berat menjelang waktu tidur.
4) Hindari aktivitas apapun pada saat berangkat tidur dikamar tidur kecuali aktivitas seksual
5) mandi air hangat. Setelah selesai intervensi, kedua kelompok diukur menggunakan instrument PSQI (Pitsburg Sleep Quality Index), hasilnya adalah score PSQI menurun secara signifikan pada kelompok intervensi. Hal ini menunjukkan bahwa sleep hygiene training dapat digunakan sebagai intervensi pada pasien hemodialisisdengan penurunan kualitas tidur (Soleimani et al., 2016).
c. Terapi mimdfulness memiliki pengaruh terhadap penurunan kecemasan yang dapat miningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis (Health et al., 2023)
d. Pemberian aroma terapi peppermint 2.6 Terapi Diet
Diet gagal ginjal kronik adalah diberikan kepada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal yang menahun dengan hasil test kreatinin
(Djamaludin et al., 2022)
Tujuan diet penyakit ginjal kronik
Menurut Amelia (2020), tujuan diet penyakit ginjal kronik yaitu:
1. Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan memperhitungkan sisa fungsi ginjal, agar tidak memberatkan kerja ginjal.
2. Mencegah dan menurunkan kadar ureum darah yang tinggi (ureum) 3. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Mencegah atau mengurangi progresivitas gagal ginjal, dengan memperlambat turunnya laju filtrasi glomerulus
Syarat Diet Syarat-syarat diet pada penyakit Gagal Ginjal Kronik 1. Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB.
2. Protein rendah, yaitu 0,6-0,75 g/kg BB. Sebagian harus bernilai biologic tinggi.
3. Lemak cukup, yaitu 20-30% dari kebutuhan energy total.
Diutamakan lemak tidak jenuh ganda.
4. Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi energi yang bearsal dari protein dan lemak.
5. Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, asites, oliguria, atau anuria. Banyaknya natrium yang diberikan antara 1-3 g.
6. Kalium dibatasi (40-70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium darah >5,5 mEq), oliguria, atau anuria.
7. Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah pengeluaran cairan melalui keringat dan pernapasan (±500ml) 8. Vitamin cukup, bila perlu diberikan suplemen pridoksin, asam folat,
vitamin C dan vitamin D.
Bahan Makanan yang Dianjurkan
Sumber Karbohidrat: nasi, bihun, mie, makaroni, jagng, roti, kwethiau, kentang, tepungtepungan, madu, sirup, permen, dan gula.
Sumber Protein Hewani: telur, susu, daging, ikan, ayam.
Bahan Makanan Pengganti Protein Hewani Hasil olahan kacang kedele yaitu tempe, tahu, susu kacang kedele, dapat dipakai sebagai pengganti protein hewani untuk pasien yang menyukai sebagai variasi menu atau untuk pasien vegetarian asalkan kebutuhan protein tetap diperhitungkan. Beberapa kebaikan dan kelemahan sumber protein nabati untuk pasien penyakit ginjal kronik akan dibahas.
Sumber Lemak: minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedele, margarine rendah garam, mentega.
Sumber Vitamin dan Mineral Semua sayur dan buah, kecuali jika pasien mengalami hipekalemi perlu menghindari buah dan sayur tinggi kalium dan perlu pengelolaan khusus yaitu dengan cara merendam sayur dan buah dalam air hangat selama 2 jam, setelah itu air rendaman dibuang, sayur/buah dicuci kembali dengan air yang mengalir dan untuk buah dapat dimasak menjadi stup buah/coktail buah.
Bahan Makanan yang Dihindari
Sumber Vitamin dan Mineral
Hindari sayur dan buah tinggi kalium jika pasien mengalami hiperkalemi. Bahan makanan tinggi kalium diantaranya adalah bayam, gambas, daun singkong, leci, daun pepaya, kelapa muda, pisang, durian, dan nangka.
Hindari/batasi makanan tinggi natrium jika pasien hipertensi, udema dan asites. Bahan makanan tinggi natrium diantaranya adalah garam, vetsin, penyedap rasa/kaldu kering, makanan yang diawetkan, dikalengkan dan diasinkan.
2.7 Persiapan,Pelaksanaan dan Paska Pemeriksaan Diagnostik dan laboratorium pada kasus GGK
Pemeriksaan Laboratorium 1) Laju endap darah
Laju endap darah akan meninggi diperberat oleh anemia, hipoalbuminemia, dan retikulosit yang rendah.
2) Ureum dan Kreatinin
Ureum dan kreatinin meninggi. Biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin 20:1. Biasanya perbandingan ini bisa meninggi karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,
pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
3) Hiponatremi
Umumnya karena kelebihan cairan dan bersamaan dengan menurunnya diuresis
4) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
Hipokalsemia dan hiperfosfatemia terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3 pada Gagal Ginjal Kronik
5) Phospat Alkaline
meninggi Phospat alkaline meninggi diakibatkan gangguan metabolisme tulang, terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
6) Hipoalbuminemia
Biasanya disebabkan oleh gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
7) Kadar gula darah meningkat
Diakibatkan oleh gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
8) Hipertrigliserida
Diakibatkan oleh gangguan metabolisme lemak yang disebabkan peninggian hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
9) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semua disebabkan retensi asam organik dalam gagal ginjal.
Pemeriksaan Diagnostik lain 1) Foto polos abdomen
Untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
2) Intra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya: lanjut usia, diabetes mellitus, nefropati asam urat.
3) Ultrasonografi (USG)
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih, dan prostat.
4) Renogram
Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
5) Elektokardiogram (EKG)
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit.
1. Urine a. Volume b. Warna c. Sendimen d. Berat jenis e. Kreatinin f. Protein 2. Darah
a.BUN/ kreatinin
b.Hitung darah lengkap c. Sel darah merah d. Natrium serum e. Kalium
f. Magnesium fosfat g. Osmolaritas serum 3. Pielografi intravena
a. Menunjukan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
b. Pielografi dilakukan bila di curigai adanya obstruksi yang refersibel c. Arteriogram ginjal
d. Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, massa 4. Sistouretrogram
berkemih Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalaman, ureter, retenssi
5. Ultrasono ginjal
Menunjukan ukuran kandung kemih dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran kemih bagian atas
6. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menemukan sel jaringan untuk diagnosis histology
7. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor efektif
8. EKG
Mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertropi ventrikel dan tanda-tanda perikarditis
2.9 Pendidikan kesehatan dan upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier pada kasus GGK
a.Pendidikan Kesehatan
1. Edukasi pada penyakit gagal ginjal kronik meliputi pemberian informasi mengenai penyakit ginjal, pengelolaan penyakit ginjal kronik sebelum dialisis dimulai (termasuk terapi farmakologis dan intervensi diet) serta pilihan terapi pengganti ginjal.
2. Persiapan terhadap kondisi gagal ginjal dilakukan dengan memberikan edukasi pada pasien PGK stadium 4 dengan LFG< 30 ml/menit/1,73 m2 tentang kondisi gagal ginjal dan pilihan terapi termasuk transplantasi, dialisis atau konservatif. Edukasi ini juga diberikan kepada anggota keluarga dan orang yang merawat(Pustaka, 2018).
3. Edukasi yang diberikan dengan topik penyuluhan berhubungan dengan penyakit CKD, dan kepatuhan terhadap pembatasan cairan. Dengan diberikan edukasi pembatasan intake cairan diharapkan dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengurangi terjadinya komplikasi (Bangsa & Cairan, 2023)
b. Upaya Pencegahan Primer, Sekunder Dan Tersier Pada Kasus GGK Pencegahan penyakit gagal ginjal kronik dibagi atas 3 pencegahan yang terdiri dari pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier :
1. Pencegahan Primer
Komplikasi penyakit ginjal kronik dapat dicegah dengan melakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan adalah pencegahan yang efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan Universitas Sumatera Utara karena berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.30 Pencegahan primer terhadap penyakit GGK dapat berupa :
a. Penghambatan hipertensi dengan menurunkan tekanan darah sampai normal untuk mencegah risiko penurunan fungsi ginjal
b. Pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia c. Penghentian merokok
d. Pengendalian berat badan.
e. Banyak minum air putih agar urine tidak pekat dan mampu menampung/
melarutkan semua garam agar tidak terjadi pembentukan batu.
f. Konsumsi sedikit garam, makin tinggi konsuumsi garam, makin tinggi ekskresi kalsium dalam air kemih yang dapat mempermudah
terbentuknya kristalisasi.
g. Mengurangi makanan yang mengandung protein tinggi dan kolestrol tinggi
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan skunder berupa penatalaksanaan konservatif terdiri atas pengobatan penyakit-penyakit komorbid (penyakit penyerta) untuk menghambat progresifitas, mempertahankan nilai prognostik yang lebih baik dan menurunkan mortalitas. Pengobatan Konservatif Pengobatan konservatif bertujuan untuk memanfaatkan faal ginjal yang masih ada, menghilangkan berbagai faktor pemberat, dan memperlambat
progresivitas gagal Universitas Sumatera Utara ginjal sedini mungkin.
Pengobatan konservatif penyakit Gagal ginjal Kronik (GGK) terdiri dari : a. Deteksi dini dan terapi penyakit primer Identifikasi (deteksi dini) dan segera memperbaiki (terapi) penyakit primer atau faktor-faktor yang dapat memperburuk faal ginjal sangat penting untuk memperlambat laju
progresivitas gagal ginjal menjadi gagal ginjal terminal. (Lumenta, 1992) b. Pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan cairan
(i). Protein Diet
protein yang tepat akan memperlambat terjadinya keracunan ureum. Pembatasan protein dimulai pada saat permulaan terjadinya penyakit ginjal dengan masukan protein sebesar 0,5-0,6 g/kg BB/hari, dengan nilai biologik yang tinggi.33 Pembatasan protein dalam makanan pasien GGK dapat mengurangi gejala anoreksia, mual, dan muntah, dan apabila diberikan secara dini dapat menghambat progresifitas penyakit.
(ii). Kalium
Tindakan utama untuk mencegah terjadinya hiperkalemia adalah membatasi pemasukan kalium dalam makanan.20 Kalium sering meningkat pada akibat ekskresi kalium melalui urin berkurang.
Hiperkalemia dapat menimbulkan kegawatan jantung dan kematian mendadak.4 Maka dihindari konsumsi makanan atau obat yang
tinggi Universitas Sumatera Utara kadar kaliumnya seperti
ekspektoran alium sitrat, sup, kurma, pisang, dan sari buah murni.
(iii).Natrium
Pengaturan diet natrium penting pada penderita gagal ginjal.
Jumlah natrium yang dianjurkan adalah 40 sampai 90 mEq/hari (1 sampai 2 gr natrium).Asupan natrium maksimum harus ditentukan secara tersendiri untuk tiap penderita agar hidrasi yang baik dapat tetap dipertahankan. Asupan natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru-paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
(iv). Cairan Asupan
cairan yang diminum penderita GGK harus diawasi dengan seksama. Asupan cairan yang terlalu bebas mengakibatkan beban sirkulasi menjadi berlebihan, edema dan intoksitasi air.
Sedangkan asupan yang terlalu sedikit mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi ginjal.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier yaitu upaya mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat atau kematian, tidak hanya ditujukan kepada rehabilitasi medik tetapi juga menyangkut rehabilitasi jiwa.Pencegahan ini dilakukan pada pasien GGK yang telah atau sedang menjalani tindakan pengobatan atau terapi pengganti berupa:
a. Mengurangi stress, menguatkan system pendukung social atau keluarga untuk mengurangi pengaruh tekanan psikis pada penyakit GGK.
b. Meningkatakan aktivitas sesuai toleransi, hindari imobilisasi Karena hal tersebut dapat meningkatkan demineralisasi tulang. Dan untuk
membantu meyakinkan tingkat aktivitas yang aman, perlu dilakukan pengkajian gaya berjalan pasien, rentang gerak dan kekuatan otot.
c. Meningkatkan kepatuhan terhadap program terapeutik.
d. Mematuhi program diet yang dianjurkan untuk mempertahankan keadaan gizi yang optimal agar kualitas hidup dan rehabilitasi dapat dicapai.
2.10 Hasil-hasil penelitian tentang penatalaksanaan kasus GGK
Masalah yang mengakibatkan kegagalan pada terapi hemodialisa adalah masalah kepatuhan pasien, secara umum kepatuhan (Adherence) didefenisikan sebagai tingkat perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan atau melaksanakan perubahan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (Pane et al., 2023)
Masalah ketidapatuhan dalam pembatasan cairan dan diet paling banyak ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani tindakan hemodialisis. Pembatasan cairan pada pasien gagal ginjal sangatlah penting dilaksanakan karena asupan cairan yang berlebih akan berdampak pada
penumpukan cairan dalam tubuh sehingga akan menimbulkan edema di sekitar tubuh seperti muka, tangan, dan kaki serta dapat masuk ke dalam paru-paru dan akan menyebabkan pasien mengalami sesak nafas. Upaya yang dilakukan oleh pasien gagal ginjal kronik agar tindakan hemodialisis dapat berhasil adalah dengan mengontrol diet dan pembatasan asupan cairan karena kedua faktor ini sangat berperan penting dalam menentukan tingkat kesejahteraan dan kesehatan bagi pasien hemodialisis (Susti, 2012).
Hasil observasi yang dilakukan penulis pada pasien gagal ginjal kronik di unit hemodialisa rumah sakit Harapan Pematang Siantar, sebelum dilakukan tindakan hemodialisa ditemukan peningkatan berat badan pasien dalam waktu 2 hari sebanyak 32 orang. Kesuksesan hemodialisa tergantung pada kepatuhan pasien. Pada populasi pasien hemodialisa, prevalensi.
Ketidakpatuhan cairan antara 10% sampai 60%, ketidakpatuhan diet 2% sampai 57%, waktu dialisis terhambat 19%, ketidakpatuhan obat 9%, pasien hemodialisa mengalami kesulitan lebih tinggi dalam pengelolaan kontrol pembatasan asupan cairan (Melianna & Wiarsih, 2019). Kepatuhan terapi pada penderita hemodialisa merupakan hal paling penting untuk menjadi perhatian, karena apabila pasien tidak patuh akan terjadi penumpukan zat-zat berbahaya dari tubuh hasil
metabolisme dalam darah. Sehingga pasien akan merasakan kesakitan pada bagian seluruh tubuh dan apabila dibiarkan dapat mengakibatkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepatuhan pembatasan cairan pasien gagal ginjal kronik di unit hemodialisa rumah sakit Harapan Pematang Siantar Tahun 2023.
Distribusi Frekuensi dan Persentase Kepatuhan Pembatasan Cairan Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Harapan Pematang Siantar Tahun 2023 (N=48)
NO KEPATUHAN PASIEN FREKUENSI PRESENTASE
1 Tidak Patuh 10 20.8
2 Patuh 38 79.2
Total 48 100
Berdasarkan hasil tabel diperoleh bahwa mayoritas responden patuh terhadap pembatasan cairan selama menjalani hemodialisa yaitu sebanyak 38 responden (79.2%) dan yang tidak patuh sebanyak 10 responden (20.8%) (Pane et al., 2023) 2.11 Peran dan fungsi perawat serta fungsi advokasi pada Kasus GGK
a. Peran utama
Perawat tidak hanya sekedar peran perawat sebagai perawat, artinya perawat juga mempunyai tanggung jawab untuk memberikan perhatian, semangat dan kasih sayang kepada kliennya, untuk memenuhi kebutuhan dasar kebutuhan, untuk selalu mengingatkan mereka tentang rejimen untuk menjaga kepatuhan pada pasien hemodialisis. Perawat sebagai pendidik Perawat mengajarkan pengetahuan tentang pentingnya kepatuhan dalam pemberian pengobatan agar apabila pasien setuju tidak menimbulkan efek samping hemodialisis yang tidak tepat, baik akut maupun kronis, yang dapat mempengaruhi kesehatannya, seperti gatal-gatal di sekujur tubuh.., sesak napas, mual dan muntah yang disebabkan oleh penumpukan zat beracun di dalam darah yang tidak dapat disaring oleh ginjal karena ginjal tidak mampu lagi menjalankan fungsi normalnya. Apabila pasien
hemodialisis tidak mendapat peran perawat yang baik, maka hal ini akan mempengaruhi perilaku penyesuaian diri terhadap pengobatan
hemodialisis dan dapat mempengaruhi kesejahteraan fisik dan psikologis pasien, serta evaluasi kepuasan pasien terhadap pengobatan, dan anggota keluarganya. kinerja perawat di ruangan dan perawat tentu saja tergolong kurang memadai. mampu melaksanakan tugas yang seharusnya menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
a. Sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver) Perawat bertugas memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan pendekatan pemecahan masalah yang sesuai dengan kondisi kliennya sesuai metode dan proses keperawatan
b. Sebagai advokat pasien (client advocate) Perawat adalah orang yang dapat dipercaya seperti orang tua, tokoh masyarakat, atau rohaniawan guna memenuhi kebutuhan/membantu mengatasi masalah klien atau pasiennya
c. Sebagai pendidik (educator) Perawat berupaya memberikan pendidikan dan pelatihan kepada klien dan keluarganya dalam mengatasi masalah kesehatan dalam ranah keperawatan
d. Sebagai konsultan (consultan) Perawat bertugas membimbing kliennya sehingga permasalahannya dapat terselesaikan dengan baik atau dapat menghindari perilaku yang maladaptif
e. Sebagai peneliti (researcher) Perawat diharapkan mampu melakukan penelitian baik secara mandiri atau kolaborasi seperti mengidentifikasi masalah penelitian, menetapkan prinsip dan metode penelitian, serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan keperawatan.
b. Fungsi advokasi pada Kasus GGK
a. Advokasi berfungsi untuk pemberian informasi mengenai penyakit ginjal, pengelolaan penyakit ginjal kronik sebelum dialisis dimulai (termasuk terapi farmakologis dan intervensi diet) serta pilihan terapi pengganti ginjal.
b. Mempromosikan Hak Pasien :
c. Advokasi membantu memastikan bahwa hak-hak pasien dihormati dan dihormati, termasuk hak untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang kondisi mereka, hak untuk memilih pilihan perawatan yang mereka anggap penting, dan hak untuk
mendapatkan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka d. Mendukung Akses Perawatan :
e. Advokasi juga berperan dalam memastikan bahwa pasien mendapatkan akses terhadap perawatan yang mereka butuhkan, termasuk akses terhadap terapi, perawatan untuk mengelola gejala, dan perawatan yang mendukung kualitas hidup pasien.
f. Meningkatkan Kualitas Perawatan : Dengan advokasi, profesional kesehatan dapat berinteraksi dengan pasien dan keluarganya untuk meningkatkan pemahaman tentang perawatan gagal ginjal kronis, memfasilitasi penggunaan teknologi perawatan terbaru, dan memastikan bahwa perawatan yang diberikan sesuai dengan standar yang terbaik.
g. Pengembangan Kebijakan dan Perlindungan Pasien :
Advokasi juga dapat membantu dalam pengembangan kebijakan dan perlindungan pasien, termasuk menekankan pentingnya perawatan gagal ginjal kronis dalam sistem kesehatan dan upaya untuk mengurangi kesenjangan akses terhadap perawatan ini.
h. Pendidikan dan Pemahaman :
Advokasi membantu dalam pendidikan dan pemahaman pasien dan keluarganya tentang gagal ginjal kronik, termasuk pentingnya perawatan yang tepat dan pemeliharaan kondisi, serta pentingnya komunikasi antara pasien, keluarga, dan profesional kesehatan.
Advokasi dalam kasus gagal ginjal kronik bukan hanya tentang memastikan bahwa pasien mendapatkan perawatan yang mereka perlukan, tetapi juga tentang memastikan bahwa perawatan tersebut memberikan hasil yang memuaskan dan membantu pasien untuk menjalani kualitas hidup yang lebih baik.
2.12 Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gagal GinjalKronik
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal ginjal kronik menurut Prabowo (2014) dan Le Mone & Burke (2016)
1. Anamnesa a. Biodata
1. Identitas Klien
2. Identitas Penanggung Jawab 2. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urin output yang menurun dari oliguria- anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi- ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, diaforesis, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus, mengeluh cepat lelah
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan anoreksia, mual, kenaikan berat badan, atau edema,
penurunan output urin, perubahan pola napas, perubahan fisiologis kulit dan bau urea pada napas.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji riwayat penyakit terdahulu seperti penyakit ISK, payah jantung, penggunaan obat-obat berlebihan, diabetes melitus, hipertensi atau batu saluran kemih, Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif, gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter.
6. Genogram
7. Riwayat Psikososial
Riwayat psikososial Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jka klien memiliki koping adaptif yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa.
8. Keadaan Umum dan Pemeriksaan Fisik
a. Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV sering didapatkan RR meningkat (Tachypneu),
hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi b. Aktiiftas/ Istrahat
Gejala:
- Kelelahan ekstrem, kelemahan malaise
- Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen) Tanda:
- Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak c. Sirkulasi
Gejala:
- Riwayat hipertensi lama atau berat - Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda:
- Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak tangan
- Disritmia jantung
- Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik - Friction rub perikardial
- Pucat pada kulit
- Kecenderungan perdarahan d. Integritas ego
Gejala:
- Faktor stress contoh finansial, hubungan dengan orang lain - Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan Tanda:
- Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian
e. Eliminasi
Gejala:
- Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) - Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda:
- Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan
- Oliguria, dapat menjadi anuria f. Makanan/cairan
Gejala:
- Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi) - Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (pernafasan amonia) Tanda:
- Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir) - Perubahan turgor kuit/kelembaban
- Edema (umum, tergantung)
- Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
- Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
g. Neurosensori Gejala:
- Sakit kepala, penglihatan kabur
- Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada telapak kaki
- Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitas bawah (neuropati perifer)
Tanda:
- Gangguan status mental, contohnya penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma
- Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang - Rambut tipis, uku rapuh dan tipis h. Nyeri/kenyamanan
Gejala:
- Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki
Tanda:
- Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah i. Pernapasan
Gejala:
- nafas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa Sputum
Tanda:
- takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul
- Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
j. Keamanan Gejala:
- kulit gatal, ada/berulangnya infeksi Tanda:
- pruritus
- Demam (sepsis, dehidrasi) k. Seksualitas
Gejala
- Penurunan libido, amenorea, infertilitas l. Interaksi sosial
Gejala:
- Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran dalam keluarga
m. Penyuluhan
- Riwayat DM keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria
- Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan - Penggunaan antibiotik nrlefrotoksik saat ini/ berulang
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 626-628)
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronis menurut Doenges (2012), dan Smeltzer dan Bare (2012) adalah:
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat, mual, muntah, anoreksia, pembatasan diet dan penurunan membrane mukosa mulut.
c. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi toksik, kalsifikasi jaringan lunak.
d. Perubahan proses fikir berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti akumulasi toksin (urea, amonia).
e. Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit, gangguan status metabolik.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis, oksigennasi jaringan yang tidak adekuat.
g. Kurang pengetahuan tentang pencegahan dan perawatan penyakit gagal ginjal kronis berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah interpretasi informasi dan kurangnya informasi.
h. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi paru i. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
j. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem-sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H20
k. Perubahan pola napas berhubungan dengan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik
l. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronis menurun Doenges (2012), dan Smeltzer dan Bare (2012) adalah:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
a. Menunjukkan perubahan-perubahan berat badan yang lambat.
b. Mempertahankan pembatasan diet dan cairan.
c. Menunjukkan turgor kulit normal tanpa edema.
d. Menunjukkan tanda-tanda vital normal.
e. Menunjukkan tidak adanya distensi vena leher
f. Melaporkan adanya kemudahan dalam bernafas atau tidak terjadi nafas pendek.
g. Melakukan hygiene oral dengan sering.
h. Melaporkan penurunan rasa haus.
i. Melaporkan berkurangnya kekeringan pada membrane mukosa mulut
Intervensi:
a. Kaji status cairan
a. Timbang berat badan harian.
b. Keseimbangan masukan dan haluaran.
c. Turgor kulit dan adanya edema.
d. Distensi vena leher.
e. Tekanan darah, denyut dan irama nadi. Rasional: Pengkajian merupakan dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
b.Batasi masukan cairan
Rasional :Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urine dan respons terhadap terapi.
c. Identifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan, oral dan intravena.
2) Makanan
Rasional :Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.
d. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.
Rasional :Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan.
e. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
Rasional :Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet
f. Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan sering.
Rasional :Hygiene oral mengurangi kekeringan membran mukosa mulut.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat, mual, muntah, anoreksia, pembatasan diet dan penurunan membrane mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat Kriteria hasil :
a. Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis tinggi.
b. Memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam pembatasan diet.
c. Mematuhi medikasi sesuai jadwal untuk mengatasi anoreksia dan tidak menimbulkan rasa kenyang.
d. Menjelaskan dengan kata-kata sendiri rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan kadar kreatinin dan urea.
e. Mengkonsulkan daftar makanan yang dapat diterima.
f. Melaporkan peningkatan nafsu makan.
g. Menunjukkan tidak adanya perlambatan atau penurunan berat badanyang cepat.
h. Menunjukkan turgor kulit yang normal tanpa edema, kadar albumin plasma dapat diterim
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi 1) perubahan berat badan 2) pengukuran antropometrik.
3) nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN, kreatinin, protein, transferin dan kadar besi).
Rasional :Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
b. Kaji pola diet dan nutrisi pasien:
1) riwayat diet.
2) makanan kesukaan 3) hitung kalori.
Rasional :Pola diet sekarang dan dahulu dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu.
c. Kaji faktor-faktor yang dapat merubah masukan nutrisi:
1) Anoreksia, mual dan muntah.
2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
3) Depresi
4) Kurang memahami diet
Rasional :Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
d. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional : Mendorong peningkatan masukan diet.
e. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi: telur, produk susu, daging.
Rasional: Protein lengkap diberikan untuk mencapai
keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
b. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium, diantara waktu makan.
Rasional: Mengurangi makanan dan protein yang dibatasi dan menyediakan kalori untuk energi, membagi protein untuk pertumbuhan dan penyembuhan jaringan.
c. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan sebelum makan.
Rasional :Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan rasa kenyang.
d. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
Rasional :Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet, urea, kadar kreatinin dengan penyakit renal.
e. Sediakan jadwal makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjurkan untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium atau kalium.
Rasional: Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan keluarga yang dapat digunakan di rumah.
f. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
Rasional :Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam menimbulkan anoreksia.
g. Timbang berat badan harian.
Rasional: Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
h. Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat 1) Pembentukan edema
2) Penyembuhan yang lambat 3) Penurunan kadar albumin.
Rasional :Masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan penurunan albumin dan protein lain, pembentukan edema dan perlambatan penyembuhan 3. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia), akumulasi toksik (urea), kalsifikasi jaringan lunak (deposit Ca+ fosfat).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan curah jantung dapat dipertahankan.
Kriteria Hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal: tekanan darah: 90/60- 130/90 mmHg, nadi 60-80 x/menit, kuat, teratur.
b. Akral hangat
c. Capillary refill kurang dari 3 detik
d. Nilai laboratorium dalam batas normal (kalium 3,5-5,1 mmol/L, urea15-39 mg/dl)
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer atau kongesti vaskuler dan keluhan dispnea, awasi
tekanan darah, perhatikan postural misalnya: duduk, berbaring dan berdiri.
Rasional :Mengkaji adanya takikardi, takipnea, dispnea, gemerisik, mengi, dan edema
b. Evaluasi bunyi jantung akan terjadi friction rub, tekanan darah, nadiperifer, pengisisan kapiler, kongesti vaskuler, suhu tubuh dan mental.
Rasional : Mengkaji adanya kedaruratan medik.
c. Kaji tingkat aktivitas dan respon terhadap aktivitas.
Rasional :Ketidakseimbangan dapat mengangu kondisi dan fungsi jantung.
d. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium yaitu kalium.
Rasional : Menurunkan tahanan vaskuler sistemik
4. Perubahan proses fikir berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti akumulasi toksin (urea, amonia)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat mempertahankan tingkat mental atau terjadi peningkatan tingkat mental.
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi disorientasi terhadap orang, tempat dan waktu.
b. Tidak mengalami gangguan kemampuan dalam mengambi keputusan.
c. Tidak terjadi perubahan perilaku misalnya peka, menarik diri, depresi ataupun psikosis.
d. Tidak terjadi gangguan lapang perhatian misalnya, penurunan kemampuan untuk mengemukakan pendapat.
e. Nilai laboratorium dalam batas normal (ureum) 15-39 mg/dl, kreatinin 0,6-1,3 mg/dl). I
intervensi:
a. Kaji luasnya gangguan kemampuan berfikir, memori dan orientasi serta perhatikan lapang pandang.
Rasional:
Memberikan perbandingan untuk mengevaluasi perkembangan atau perbaikan gangguan.
b. Pastikan dari orang terdekat tingkat mental klien biasa.
Rasional :
Beberapa perbaikan dalam mental, mungkin diharapkan dengan perbaikan kadar urea, kreatinin, elektrolit dan pH serum yang lebih normal.
c. Berikan orang terdekat informasi tentang status klien.
Rasional :
Dapat membantu menurunkan kekacauan dan meningkatkan kemungkinan komunikasi dapat dipahami.
d. Komunikasikan informasi dengan kalimat pendek dan sederhana.
Rasional :
Perbaikan peningkatan atau keseimbangan dapat mempengaruhi kognitif atau mental.
e. Tingkatkan istirahat adekuat dan tidak mengganggu periode tidur.
Rasional :
Gangguan tidur dapat menganggu kemampuan kognitif lebih lanjut.
f. Awasi pemeriksaan labolatorium misalnya urea dan kreatinin.
Rasional:
Perbaikan hipoksia dapat mempengaruhi kognitif.
g. Berikan tambahan O2 sesuai indikasi.
Rasional :
Perbaikan hipoksia dapat mempengaruhi kognitif.
5. Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit (edema, dehidrasi), gangguan status metabolic, sirkulasi (anemia dengan iskemia jaringan), neuropati perifer.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi integritas kulit.
Kriteria Hasil :
a. Klien menunjukkan perilaku atau tehnik untuk mencegah kerusakan atau cidera kulit.
b. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
c. Tidak terjadi edema
d. Gejala neuropati perifer berkurang Intervensi :
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor dan perhatikan adanya kemerahan, ekimosis, purpura.
Rasional :
Mengetahui adanya sirkulasi atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus atau infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.
Rasional :
Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada ingkat seluler.
c. Inspeksi area tubuh terhadap edema.
Rasional :
Jaringan edema lebih cenderung rusak atau robek.
d. Ubah posisi dengan sering menggerakkan klien dengan perlahan, beri bantalan pada tonjolan tulang.
Rasional :
Menurunkan tekanan pada edema, meningkatkan peninggian aliran balik statis vena sebagai pembentukan edema.
e. Pertahankan linen kering, dan selidiki keluhan gatal.
Rasional :
Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit.
f. Pertahankan kuku pendek.
Rasional :
Menurunkan resiko cedera dermal.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis.
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu.
b. Berpartisipasi dalam program pengobatan.
c. Menunjukkan ekspresi rileks dan tidak cemas.
Intervensi :
a. Kaji faktor yang menyebabkan keletihan : 1) Anemia
2) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit 3) Retensi produk sampah
4) Depresi Rasional :
Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan.
b. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.
Rasional :
Meningkatkan aktivitas ringan atau sedang dan memperbaiki harga diri.
c.Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
Rasional :
Mendorong latitan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
d. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialysis.
Rasional :Dianjurkan setelah dialysis, yang bagi banyak pasien sangat melelahkan.
7. Kurang pengetahuan tentang pencegahan dan perawatan penyakit gagal ginjal kronis berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah interpretasi informasi dan kurangnya informasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menyatakan pemahaman tentang kondisi atau proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu.
b. Berpartisipasi dalam program pengobatan.
c. Menunjukkan ekspresi rileks dan tidak cemas.
Intervensi:
a. Diskusikan tentang manifestasi klinik yang mungkin muncul pada klien dan cara perawatannya.
b. Rasional :Mengurangi kecemasan klien dan membeikan pemahaman dalam perawatannya.
c. Kaji ulang tentang tindakan untuk mencegah perdarahan dan informasikan pada klien misalnya penggunaan sikat gigi yang halus, memakai alas kaki atau sandal jika berjalan-jalan,
menghindari konstipasi, olah raga atau aktivitas yang berlebihan.
Rasional :
Menurunkan resiko cedera sehubungan dengan perubahan faktor pembekuan atau penurunan jumlah trombosit.
d. Kaji ulang pembatasan diet, termasuk fosfat (contoh : produk susu, unggas, jagung, kacang) dan magnesium (contoh : produk gandum, polong-polongan).
Rasional :
Pembatasan fosfat merangsang kelenjar paratiroid untuk pergeseran kalsium dari tulang (osteodistrofi ginjal) dan akumulasi magnesium dapat mengganggu fungsi neurologis dan mental.
e. Diskusikan tentang terapi pengobatan yang diberikan.
Rasional :
Memberikan pemahaman tentang fungsi obat dan memotivasi klien untuk menggunakannya.
f. Identifikasi keadaan yang memerlukan evaluasi medik segera.
Rasional :
Memberi penanganan segera tentang kondisi-kondisi yang memerlukan penanganan medik.
8. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukkan pola napas efektif.
Kriteria hasil :
a. Pertukaran gas dalam rentang normal, tidak ada tanda sianosis maupun dispnea.
b. Bunyi napas tidak mengalami penurunan.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal (RR 16-24x/menit).
Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan klien, catat kecepatan, adanya gerak otot dada, dispnea, sianosis, dan perubahan tanda vital.
Rasional :Distress pernapasan dan perubahan tada vital dapat terjadi sebagai akibat dari patofisiologi dan nyeri.
b. Catat pengembangan dada dan posisi trakea.
Rasional :
Pengembangan dada atau ekspansi paru dapat menurun apabila terjadi ansietas atau edema pulmonal.
c. Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk atau napas dalam.
Rasional :
Tekanan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif dan dapat mengurangi trauma.
d. Pertahankan posisi nyaman misalnya posisi semi fowler.
Rasional :
Meningkatkan ekspansi paru.
e. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (elektrolit).
Rasional :
Untuk mengetahui elektrolit sebagai indikator keadaan status cairan.
f. Kolaborasikan pemeriksaan GDA dan foto thoraks.
Rasional :
Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi serta evaluasi dari implementasi, juga adanya kerusakan pada paru.
g. Kolaborasikan pemberian oksigen pada ahli medis.
Rasional :
Menghilangkan distress respirasi dan sianosis
9. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil:
Mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi jantung dan paru Rasional :
Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur 2) Kaji adanya hipertensi
Rasional:
Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin- angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
3) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
Rasional:
HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
4) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas Rasional:
Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
10. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan:
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
1. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari,
keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
2. Batasi masukan cairan
3. .R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan 5. R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan
6. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
7. R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output 11. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah Tujuan:
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil:
menunjukan BB stabil Intervensi:
1) Awasi konsumsi makanan / cairan R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi 2) Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
3) Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan 4) Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek social 5) Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan 12. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:
kompensasi melalui alkalosis respiratorik Tujuan:
Pola nafas kembali normal / stabil Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles R: Menyatakan adanya pengumpulan secret
2) Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan saluran udara dan memperlancar aliran 3) Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas 4) Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
D. Implementasi Keperawatan
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat, mual, muntah, anoreksia, pembatasan diet dan penurunan membrane mukosa mulut
Implementasi :
a) Memantau asupan makanan klien dan menanyakan adanya mual atau muntah
b) Klien didorong untuk makan sedikit tapi sering, sesuai kebutuhan kalori yang sudah ditetapkan
c) Klien dianjurkan untuk melakukan perawatan mulut dan keluarga ikut membantu klien
d) Klien diberikan terapi vitamin B, 3x sehari dan asam folat 1x sehari.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis, oksigenasi jaringan yang tidak adekuat.
Implementasi :
a) Mengkaji faktor yang menyebabkan kelemahan klien
b) Menganjurkan klien untuk melakukan aktivitas perawatan diri yang ditingkatkan secara bertahap sesuai kemampuan
c) Klien diajarkan untuk melakukan aktivitas yang diselingi dengan istirahat
c. Risiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit, gangguan status metabolik
Implementasi :
a) Menginspeksi kulit klien, memantau kulit terhadap warna, turgor, eritema, ekimosis, purpura, dan vaskularisasi
b) Memantau asupan cairan klien
c) Klien dianjurkan untuk miring kiri, berbaring telentang dan miring kanan setiap 2 jam.
d) Selalu mengganti linen tempat tidur klien
E. Evaluasi Keperawatan
Menurut Wong,dkk (2009: 1202) mengatakan bahwa keefektifan keperawatan ditentukan oleh pengkajian ulang dan evaluasi asuhan secara kontinu berdasarkan pedoman observasi yaitu :
1. Observasi dan wawancara keluarga mengenai kepatuhan mereka pada program medis dan diet
2. Pantau tanda vital, pengukuran pertumbuhan, laporan laboratorium, perilaku, penampilan
3. Observasi dan wawancara anak dan keluarga mengenai perasaan mereka, kekhawatiran, dan rasa takut; observasi reaksi terhadap terapi dan prognosis
BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN
Pelaksanaan proses pengkajian terutama untuk merumuskan diagnosa keperwatan diperlukan kecermatan, ketelitian, kepekaan dalam menggali data
subyektif dan obyektif yang ada sehingga diperoleh data yang valid dan dapat dianalisa menjadi masalah yang benar-benar terjadi pada klien.
Pada penderita Gagal Ginjal Kronik terdapat gejala-gejala yang timbul seperti terjadi hipertensi, edema pitting/edema periorbital, pasien mengalami sesak nafas, pasien mengalami anoreksia, mual, muntah, terdapat
cardiomegali, abdomen distended, acites, oliguria, serta pada hasil
laboratorium hasil BUN dan kreatinin meningkat, serta terjadi penurunan Hb dan albumin serta kadar eletrolit dan natrium menurun sehingga memerlukan perawatan yang optimal.
Dalam diagnosa keperawatan dibuat sesuai dengan urutan prioritas masalah yaitu mengancam jiwa, mengganggu fungsi kesehatan. Perencanaan juga disesuaikan dengan fasilitas yang ada serta melibatkan keikut sertaan klien dan keluarga dalam mengatasi masalah.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah perlu adanya kerjasama dengan klien, keluarga, perawat, dokter dan ahli gizi.
Penulis melakukan pendekatan pada klien dan keluarga dengan memberikan penjelasan-penjelasan, motivasi dan saran serta dukungan moril pada klien.
Penilaian hasil akhir asuhan keperawatan berdasarkan adanya perubahan tingkah laku dan perbaikan keadaan sesuai dengan tujuan dan kritera hasil seperti yang telah dibuat sebelunmnya. Keberhasilan ini tergantung pada partisipasi klien dan keluarganya dalam pengobatan dan perawatan yang diberikan serta adanya kerjasama yang baik dengan tim kesehatan lain.
DAFTAR PUSTAKA
Bangsa, U. K., & Cairan, P. (2023). EDUKASI PENGETAHUAN PEMBATASAN CAIRAN. 3(2), 61–68.
Dafriani, P., Marlinda, R., & Dewi, R. I. S. (2022). Edukasi Perawatan Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Rsup Dr. M. Djamil Padang. Abdimas Galuh, 4(1), 168. https://doi.org/10.25157/ag.v4i1.6961 Djamaludin, D., Zainaro, M. A., Isnainy, U. C. A. S., Rahma, R. P., Agustina, R.,
Liasari, D. E., & Lensi, Y. (2022). Penyuluhan kesehatan tentang dukungan keluarga dan diit pasien dengan gangguan ginjal kronik. JOURNAL OF Public Health Concerns, 2(3), 117–124.
https://doi.org/10.56922/phc.v2i3.201
Health, M., Journal, S., & Issn, E.-. (2023). 1 *, 2 1-2. 3, 1683–1698.
Keperawatan, A., Pasien, P., Gagal, D., & Kronik, G. (2018). Karya tulis ilmiah.
Pane, J. P., Tampubolon, L. F., & Simanjuntak, T. T. (2023). KEPATUHAN CAIRAN PASIEN GAGAL GINJAL DI RUMAH SAKIT HARAPAN SIANTAR TAHUN 2023 KRONIK. 4, 5348–5355.
Pustaka, T. (2018). Indikasi dan Persiapan Hemodialis Pada Penyakit Ginjal