• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 FIX REVISI 080525

N/A
N/A
Shayna Alyssa

Academic year: 2025

Membagikan "BAB 1 FIX REVISI 080525"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Industri garmen merupakan salah satu sektor strategis dalam perekonomian nasional, terutama di Indonesia yang dikenal sebagai salah satu negara eksportir produk tekstil dan pakaian jadi. Sektor ini memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan ekspor non-migas. Menurut data Kementerian Perindustrian (2023), industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menyerap lebih dari 3 juta tenaga kerja dan menempati posisi penting dalam rantai pasok global.

Namun, di balik potensi besar tersebut, industri garmen juga dihadapkan pada tantangan operasional yang cukup kompleks, terutama yang berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia.

Karakteristik kerja di perusahaan garmen yang identik dengan target produksi tinggi, tekanan waktu, dan lingkungan kerja padat sering kali menyebabkan ketidakseimbangan dalam peran dan beban kerja karyawan. Para karyawan di bagian produksi, khususnya operator mesin jahit atau bagian quality control, sering kali mengalami konflik peran, misalnya ketika mereka dituntut untuk memenuhi target produksi sambil harus menjaga kualitas hasil kerja. Di sisi lain, beban kerja yang tinggi juga menjadi isu penting, terutama ketika volume pesanan meningkat dalam waktu singkat, seperti saat peak season ekspor.

(2)

Kondisi tersebut dapat memicu kelelahan emosional (emotional exhaustion) yang ditandai dengan perasaan lelah secara mental, kehilangan motivasi, dan penurunan komitmen terhadap pekerjaan. Emotional exhaustion merupakan gejala awal dari burnout yang dalam jangka panjang dapat berdampak buruk terhadap kinerja karyawan. Menurut Maslach & Leiter (2021), kelelahan emosional menjadi indikator utama menurunnya efektivitas kerja, produktivitas, dan kepuasan kerja karyawan.

Dengan memperhatikan pentingnya manajemen sumber daya manusia yang efektif di industri garmen, serta tingginya risiko tekanan kerja, maka penelitian ini berfokus pada pengaruh konflik peran dan beban kerja terhadap kinerja karyawan dengan emotional exhaustion sebagai variabel mediasi. Penelitian ini dilakukan di salah satu perusahaan garmen untuk memberikan gambaran empiris mengenai kondisi aktual di lapangan, serta memberikan masukan bagi manajemen dalam mengelola tekanan kerja yang dihadapi karyawan.

Dalam era persaingan bisnis yang semakin dinamis, sumber daya manusia menjadi elemen utama dalam menentukan keberhasilan organisasi. Kinerja karyawan tidak hanya dipengaruhi oleh kompetensi teknis, tetapi juga oleh faktor-faktor psikologis seperti beban kerja, konflik peran, dan kelelahan emosional (Sari &

Sunuharyo, 2021).

Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, kinerja karyawan menjadi faktor kunci yang harus diperhatikan oleh manajemen. Kinerja karyawan biasanya dievaluasi melalui berbagai Key Performance Indicators (KPI), seperti jumlah unit yang

(3)

diproduksi per jam, tingkat kesalahan produksi (defect rate), ketepatan waktu penyelesaian pesanan, dan efisiensi kerja secara keseluruhan. Namun, pencapaian KPI yang optimal seringkali terhambat oleh berbagai faktor psikologis dan lingkungan kerja, seperti konflik peran dan beban kerja yang berlebihan.

No Kategori KPI Taget umum

1 Penjualan Total Penjualan

Bulanan

Rp. 30.000.000 – Rp. 100.000.000

2 Pemasaran Digital Website Traffic 10.000 CLICK

3 Keuangan Gross Profit Margin 40%

4. Operasional Waktu Pemrosesan

Order

< 48 jam

5 Layanan Pelanggan Tingkat Kepuasan Pelanggan

(Customer Satisfaction)

4,5/5 lebih

Konflik peran menjadi salah satu permasalahan krusial yang kerap dihadapi oleh karyawan dalam organisasi modern. Robbins dan Judge (2020) menjelaskan bahwa konflik peran terjadi ketika individu mengalami tuntutan kerja yang bertentangan atau ketidakjelasan dalam ekspektasi terhadap perannya. Situasi ini dapat menyebabkan kebingungan, stres, dan ketidakpuasan kerja, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan kinerja. Konflik peran sering muncul dalam struktur

(4)

organisasi yang dinamis dan fleksibel, di mana batasan antar tugas dan tanggung jawab tidak didefinisikan dengan jelas.

Selain konflik peran, beban kerja juga menjadi faktor dominan yang mempengaruhi kesejahteraan karyawan. Menurut Sari dan Sunuharyo (2021), beban kerja yang melebihi kapasitas fisik dan mental individu dapat menyebabkan tekanan psikologis yang berkepanjangan. Karyawan yang mengalami overload tugas cenderung mengalami kelelahan, stres, dan pada akhirnya mengalami penurunan produktivitas.

Dalam industri kreatif, di mana tekanan untuk menghasilkan ide-ide inovatif sangat tinggi, beban kerja yang tidak terkelola dengan baik dapat menjadi penyebab utama burnout.

Emotional exhaustion atau kelelahan emosional merupakan dampak lanjutan dari konflik peran dan beban kerja yang tidak tertangani dengan efektif. Menurut Maslach dan Leiter (2021), emotional exhaustion adalah perasaan kelelahan secara emosional yang timbul akibat tuntutan pekerjaan yang terus-menerus dan intens.

Emotional exhaustion merupakan dimensi utama dari burnout, yang tidak hanya menurunkan motivasi kerja, tetapi juga meningkatkan kemungkinan absensi dan turnover karyawan.

Data global menunjukkan tren peningkatan masalah psikososial di tempat kerja.

Berdasarkan laporan World Health Organization (2023), lebih dari 60% pekerja global mengalami tingkat stres kerja yang tinggi, dan sekitar 40% di antaranya menunjukkan gejala kelelahan emosional yang berdampak langsung terhadap kinerja mereka.

(5)

Sementara itu, data Badan Pusat Statistik Indonesia (2022) mencatat bahwa 53%

karyawan di sektor kreatif melaporkan beban kerja yang melebihi kapasitas normal, dengan 35% di antaranya mengalami ketidakjelasan dalam pembagian tugas.

Fenomena ini juga tercermin di dalam PT. Proyekimagi Indonesia, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri kreatif dan teknologi digital. Berdasarkan survei internal HRD PT. Proyekimagi Indonesia tahun 2024, sebanyak 58% karyawan menyatakan mengalami ketidakjelasan peran dalam pelaksanaan tugas, sedangkan 62%

lainnya melaporkan volume kerja yang melebihi kapasitas normal. Selain itu, terdapat peningkatan sebesar 18% dalam pengajuan cuti sakit yang disebabkan oleh stres kerja dan kelelahan emosional.

Kondisi ini memperlihatkan bahwa pengelolaan peran kerja dan beban tugas menjadi sangat penting dalam menjaga kesehatan psikologis karyawan serta memastikan kinerja tetap optimal. Konflik peran dan beban kerja yang tidak dikelola dengan baik akan memperburuk emotional exhaustion, yang pada akhirnya menyebabkan turunnya produktivitas dan meningkatnya turnover intention (Dewi &

Firmansyah, 2023).

Industri kreatif menuntut tingkat inovasi dan produktivitas yang tinggi. Oleh karena itu, keberhasilan organisasi sangat bergantung pada kemampuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kesejahteraan emosional karyawan.

Perusahaan perlu mengidentifikasi sumber konflik peran dan merancang strategi untuk menyeimbangkan beban kerja, guna mencegah timbulnya burnout. Upaya ini penting

(6)

tidak hanya untuk mempertahankan produktivitas jangka pendek, tetapi juga untuk memastikan keberlanjutan organisasi dalam jangka panjang.

Urgensi penelitian ini semakin menguat dengan adanya perubahan pola kerja akibat perkembangan teknologi digital dan tren kerja jarak jauh (remote working).

Model kerja yang lebih fleksibel sering kali meningkatkan ketidakjelasan peran dan memperbesar peluang terjadinya konflik tugas. Menurut Ghina dan Wibowo (2022), organisasi yang gagal mengadaptasi struktur kerjanya dengan kebutuhan psikologis karyawan akan menghadapi risiko penurunan kinerja kolektif secara signifikan.

Secara teoritis, penelitian ini penting untuk memperkaya literatur mengenai hubungan antara faktor-faktor psikososial dan kinerja karyawan dalam konteks industri kreatif, yang hingga saat ini masih relatif sedikit diteliti di Indonesia. Sementara itu, secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi perusahaan dalam merancang kebijakan pengelolaan sumber daya manusia yang lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan karyawan.

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengembangkan model manajemen stres kerja di era digital. Dengan memahami bagaimana konflik peran dan beban kerja memengaruhi emotional exhaustion dan kinerja karyawan, perusahaan dapat mengembangkan intervensi yang lebih tepat sasaran, seperti pelatihan manajemen stres, perbaikan sistem komunikasi internal, dan penyusunan deskripsi pekerjaan yang lebih jelas.

(7)

Dalam konteks PT. Proyekimagi Indonesia, hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat untuk memperbaiki struktur kerja internal dan mengembangkan budaya organisasi yang lebih sehat. Langkah-langkah konkret seperti pembagian tugas yang lebih adil, sistem monitoring beban kerja, serta program kesejahteraan karyawan berbasis keseimbangan kehidupan kerja (work-life balance) dapat diimplementasikan berdasarkan temuan penelitian.

Secara keseluruhan, penelitian ini memiliki urgensi yang tinggi mengingat pentingnya menjaga keseimbangan psikologis karyawan untuk mendukung kinerja individu dan organisasi. Dalam jangka panjang, pengelolaan faktor-faktor seperti konflik peran dan beban kerja tidak hanya akan meningkatkan produktivitas, tetapi juga membangun loyalitas dan komitmen karyawan terhadap perusahaan.

Berdasarkan latar belakang, data empiris, dan urgensi tersebut, penelitian ini akan difokuskan untuk menganalisis pengaruh konflik peran dan beban kerja terhadap kinerja karyawan, dengan emotional exhaustion sebagai variabel mediasi, pada karyawan PT. Proyekimagi Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam mengembangkan strategi pengelolaan sumber daya manusia yang lebih efektif di era persaingan global saat ini.

1.2 Identifikasi Masalah

Beberapa masalah yang diidentifikasi dalam lingkungan kerja PT. Proyekimagi Indonesia meliputi:

(8)

1. Mengurangi kinerja karyawan dapat berasal dari beberapa tujuan kerja tim, inisiatif kerja yang rendah, dan pengurangan moralitas.

2. Konflik Rolle adalah B. itu mulai terasa oleh banyak karyawan, seperti tanggung jawab perusahaan, konflik dengan harapan manajemen peran yang sebenarnya, dan kurangnya kejelasan tugas.

3. Beban kerja yang tinggi dan tidak seimbang sangat luar biasa baik dalam hal volume tugas dan tenggat waktu yang ketat yang pada akhirnya menyebabkan stress kerja.

4. Munculnya kelelahan emosional yang ditandai oleh karyawan menyajikan gejala kelelahan mental yang dengan cepat terasa lelah, kehilangan motivasi, dan mengurangi produktivitas.

5. Fenomena ini menunjukkan bahwa kelelahan emosional adalah factor. Ini adalah jembatan (mediasi) antara tekanan kerja (seperti peran atau konflik beban kerja) dengan hasil akhir dalam bentuk kinerja yang buruk.

6. Berdasarkan fenomena ini, penelitian harus dilakukan untuk memeriksa sejauh mana perannya bertentangan, bagaimana beban kerja mempengaruhi kinerja karyawan, dan bagaimana peran kelelahan emosional sebagai variabel mediasi dalam hubungan.

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

(9)

1. Bagaimana pengaruh konflik peran terhadap emotional exhaustion pada karyawan PT. Proyekimagi Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh beban kerja terhadap emotional exhaustion pada karyawan PT. Proyekimagi Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh emotional exhaustion terhadap kinerja karyawan?

4. Bagaimana pengaruh langsung konflik peran terhadap kinerja karyawan?

5. Bagaimana pengaruh langsung beban kerja terhadap kinerja karyawan?

6. Bagaimana peran emotional exhaustion dalam memediasi pengaruh konflik peran terhadap kinerja karyawan?

7. Bagaimana peran emotional exhaustion dalam memediasi pengaruh beban kerja terhadap kinerja karyawan?

1.1 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.1.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini perlu memahami bahwa tingkat kompetensi peran dan beban kerja yang dihadapi karyawan dapat memengaruhi kinerja mereka, baik secara langsung maupun melalui dampak kelelahan emosional. Dengan memeriksa hubungan antara variabel – variabel ini, diharapkan perusahaan akan dapat lebih memahamu pentingnya manajemen stress dan peran kerja dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif.

1.1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

(10)

1. Menganalisis dampak konflik peran terhadap kelelahan emosional yang dialami karyawan di PT. Proyekimagi Indonesia.

2. Menganalisis dampak beban kerja terhadap kelelahan emosional yang dialami karyawan di PT. Proyekimagi Indonesia.

3. Menganalisis dampak kelelahan emosional terhadap kinerja karyawan.

4. Menganalisis dampak konflik peran terhadap kinerja karyawan.

5. Menganalisis dampak beban kerja terhadap kinerja karyawan.

6. Menganalisis peran kelelahan emosional sebagai variabel mediasi dalam pengaruh konflik peran terhadap kinerja karyawan.

7. Menganalisis peran kelelahan emosional sebagai variabel mediasi dalam pengaruh beban kerja terhadap kinerja karyawan.

1.1.3 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan kontribusi dalam literature serta pengetahuan di bidang manajemen sumber daya manusia, terutama mengenai pengaruh konflik peran dan beban kerja terhadap kinerja, dengan kelelahan emosional sebagai variabel mediasi.

2. Manfaat praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi manajemen PT. Proyekimagi Indonesia dalam merumuskan strategi manajemen kerja yang lebih efisien, khususnya terkait dengan pembagian peran, pengelolaan beban kerja, serta perhatian terhadap kesejahteraan emosional karyawan.

(11)

3. Manfaat Akademik

Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti berikutnya yang berminat untuk mengkaji topik serupa atau mengembangkan model dengan melibatkan variabel lain, serta sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan sumber daya manusia di berbagai jenis organisasi.

Referensi

Dokumen terkait

yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko Varibael independen : Struktur kepemilikan publik, Tingkat Leverage, Tingkat Profitabilitas, Jenis Industri dan Ukuran

Penelitian yang dilakukan oleh penulis berfokus pada determinan risiko sistematis berupa rasio-rasio keuangan dan melihat pengaruhnya terhadap risiko sistematis yang

Pihak manajemen diharapkan memperhatikan pengelolaan persediaan bahan baku yang dibutuhkan didalam setiap proses produksi dalam jumlah kuantitas tertentu sehingga apabila

Manajemen pada posisi perlu memberikan penjelasan yang lengkap tentang kondisi perusahaan karena perusahan harus menjelaskan faktor yang menyebabkan tingginya

Salah satu industri garmen yang terus berkembang di Indonesia adalah Industri Rajut, dimana Kota Bandung merupakan salah satu kota yang banyak berpartisipasi dalam

Sebagian sebagai akibat dari tekanan dari para pemangku kepentingan, regulator, dan lembaga penegakan, isu-isu yang berkaitan dengan manajemen risiko dan tata kelola yang efektif

Dengan memperhatikan pentingnya pelaksanaan maintenance yang baik pada perusahaan, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang dituangkan dalam tugas akhir yang

Tingkat persaingan yang semakin tinggi dalam industri perbankan juga mengharuskan perusahaan perbankan untuk dapat memperhatikan pentingnya masyarakat bertransaksi, upaya meningkatkan