• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB 1"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

Adanya satwa liar yang diperdagangkan disebabkan oleh selera konsumen terhadap kepuasan yang tinggi (Kumparan, 2020). Selain itu, memelihara hewan liar sebagai hewan peliharaan merupakan gagasan yang semakin dinormalisasi dalam lingkungan keluarga saat ini (Vail, 2018). Kepemilikan hewan liar sebagai hewan peliharaan juga banyak muncul di media sosial, salah satunya YouTube.

Konten hewan liar sebagai hewan peliharaan kini menjadi sangat viral dan kerap menempati posisi populer di YouTube. Konten semacam ini dibawakan oleh berbagai tokoh ternama yang memamerkan hewan peliharaannya. Popularitas pembuat konten satwa liar dikhawatirkan dapat mempengaruhi sikap masyarakat terhadap kepemilikan satwa liar sebagai hewan peliharaan.

Konten pembuat satwa liar di YouTube semakin memprihatinkan karena dapat memengaruhi sikap penonton terhadap kepemilikan satwa liar. Terlebih lagi, eksploitasi terhadap satwa liar di media sosial saat ini sangat marak di media. Konten satwa liar sebagai hewan peliharaan menjadi sangat populer akhir-akhir ini, dengan banyaknya pembuat konten yang memamerkan hewan peliharaan satwa liar mereka.

Banyak orang menganggap memelihara hewan liar sebagai hewan peliharaan menyenangkan dan menarik.

Gambar 1. 1 Event Summer in Jungle Pesona Square
Gambar 1. 1 Event Summer in Jungle Pesona Square

Signifikansi Praktik

Signifikansi Sosial

Kerangka Teori 1. State of The Art

Paradigma Penelitian

Penelitian “Pengaruh Intensitas Menonton Konten Kreator Satwa Liar di YouTube dan Tingkat Pengetahuan Terhadap Sikap Masyarakat Terhadap Kepemilikan Satwa Liar Sebagai Hewan Peliharaan” menggunakan paradigma positivisme. Paradigma ini digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat antar variabel, dimana satu variabel diharapkan menyebabkan, mempengaruhi atau mendorong sifat tertentu dari variabel lain (Baxter dan Babbie, 2004:53). Dengan demikian, penelitian mengenai pengaruh intensitas menonton konten kreator tentang satwa liar dan tingkat pengetahuan tentang sikap masyarakat terhadap kepemilikan satwa liar sebagai hewan peliharaan menggunakan paradigma penelitian positivisme, karena penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang berakar pada paradigma positivis dan melibatkan serangkaian variabel yang digunakan untuk menentukan hubungan sebab akibat antara intensitas menonton konten yang menciptakan satwa liar dan tingkat pengetahuan tentang satwa liar dalam kaitannya dengan sikap masyarakat terhadap kepemilikan satwa liar sebagai hewan peliharaan.

Definisi Variabel

Pada hakikatnya satwa liar bukanlah jenis satwa yang boleh dipelihara di rumah karena satwa liar mempunyai naluri untuk bertahan hidup di alam (Winarno & Harianto, 2018:1). Hewan liar mempunyai preferensi habitat yang berbeda-beda dan membangun kelompok atau komunitas di setiap jenis ekosistem yang ada di Bumi. Namun saat ini, jumlah satwa liar telah menurun drastis dan salah satu indikator penurunan tersebut adalah perburuan liar dan perdagangan ilegal (Briggs, 2020).

Hewan liar yang dijual di pasar seringkali dimiliki dan dipelihara secara individu oleh beberapa orang. Memelihara satwa liar sebagai hewan peliharaan akan berdampak pada satwa liar tersebut dan hal ini juga secara langsung maupun tidak langsung melanggar poin Lima Kebebasan yaitu kebebasan atau kehidupan yang layak bagi satwa (Webster, 2016: 2). Satwa liar sebagai salah satu aspek biotik berinteraksi dengan aspek biotik dan abiotik lain yang ada di dalam hutan, sehingga satwa liar mempunyai peranan penting bagi keberlangsungan ekosistem hutan (Suryo berbahaya bagi kelangsungan hidup satwa tersebut.

Pada dasarnya ada lima hal yang menjadi aturan dan prinsip kesejahteraan hewan (Webster, 2016: 2), yaitu hewan bebas dari rasa lapar dan haus, hewan liar juga harus bebas dari rasa sakit, cedera, penyakit dan kondisi stres, hewan bebas dari kekerasan. dan pelecehan, hewan dapat dengan bebas melakukan perilaku alaminya, dan hewan bebas dari perlakuan kasar seperti ditangkap, disembelih atau dibunuh dan mempraktikkan pengobatan komparatif. Apabila salah satu dari kesejahteraan hewan tersebut tidak terpenuhi maka akan berdampak buruk bagi satwa liar itu sendiri. Sikap mengenai kepemilikan satwa liar sebagai hewan peliharaan dalam hal ini adalah perasaan atau emosi yang dialami oleh penikmatnya, antara lain perasaan senang, tidak senang, setuju atau tidak setuju dengan satwa liar yang dipelihara secara individu di rumah.

Hewan liar pada dasarnya adalah hewan yang seharusnya hidup di alam liar, namun saat ini hewan liar sebagai hewan peliharaan dan tinggal di rumah adalah hal yang banyak dilakukan. Hewan liar ini sebagian besar dipelihara sejak kecil agar dapat bersosialisasi dengan manusia (Cormier, .2019). Hal ini kemudian menimbulkan anggapan bahwa hewan liar dapat berperilaku jinak dan dapat hidup berdampingan dengan manusia (Kondisi Vail Wild semakin berbahaya bagi hewan.

Hal ini kemudian membuat sebagian masyarakat berpendapat bahwa memelihara satwa liar di rumah boleh-boleh saja, asal satwa tersebut mendapat perhatian dan terpenuhi kebutuhan dasarnya (Contina dkk. Satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang. Merawat satwa liar mempunyai sensasi dan pengalaman baru sehingga terkesan lebih unik dibandingkan dengan pemeliharaan hewan peliharaan lainnya.

Teori

  • Pengaruh Intensitas Menonton Konten Kreator Satwa Liar di YouTube terhadap Sikap Masyarakat pada Kepemilikan Satwa Liar
  • Pengaruh Tingkat Pengetahuan Masyarakat Mengenai Satwa Liar terhadap Sikap Masyarakat pada Kepemilikan Satwa Liar sebagai

Teori ini menjelaskan hakikat dan implikasi media sosial, dimana perkembangan media sosial yang sangat pesat menciptakan keunikan dan kualitas serta karakteristik yang berbeda pada setiap platform. Dengan demikian, kerangka teori teori framing media sosial menjelaskan bahwa media sosial memberikan wawasan baru tentang bagaimana media sosial dapat mempengaruhi efek kognitif, emosional, dan perilaku orang-orang dalam organisasi. Prinsip dasar penelitian ini adalah pengguna media sosial YouTube memperoleh emosi atau perasaan tertentu setelah menerima informasi yang diberikan oleh pembuat konten atau influencer media sosial, antara lain perasaan senang, sedih, kecewa, atau cemas, yang dapat mempengaruhi sikap khalayak.

Pembuat konten yang mengunggah konten hiburan bertema satwa liar sebagai hewan peliharaan dan ditonton secara intens oleh penonton mampu menyampaikan emosi tertentu kepada penontonnya yang juga dapat membentuk sikap penonton terhadap kepemilikan hewan liar sebagai hewan peliharaan. Pengaruh tingkat pengetahuan masyarakat terhadap satwa liar terhadap sikap masyarakat tentang kepemilikan satwa liar sebagai sikap masyarakat terhadap kepemilikan satwa liar sebagai hewan peliharaan. Satwa liar merupakan salah satu komponen hayati yang mempunyai peranan sangat penting bagi ekosistem di alam.

Namun saat ini satwa liar dijadikan sebagai hewan peliharaan dan masyarakat sering menganggap bahwa fenomena tersebut adalah fenomena biasa. Pengaruh Tingkat Pengetahuan Tentang Satwa Liar Terhadap Sikap Memelihara Satwa Liar Menggunakan Teori Respon Kognitif. Teori respon kognitif merupakan suatu pemikiran yang muncul dalam diri penerima pesan ketika ia membaca, melihat atau mendengar komunikasi.

Secara umum diterima bahwa kognisi yang berkaitan dengan objek sikap merupakan bagian penting dalam struktur sikap terhadap objek tersebut. Kognisi yang dimiliki seseorang timbul dari pembelajaran melalui media komunikasi publik atau melalui komunikasi tatap muka. Respon kognitif berasumsi bahwa perubahan sikap dapat dicapai dengan mengadaptasi dan mempelajari kognisi yang relevan dengan sikap penerimanya (Greenwald, 1968: 149).

Satwa liar sebagai hewan peliharaan masih tersebar luas di Indonesia, terutama berkat kemajuan teknologi yang memungkinkan banyak konten bertema ini muncul di internet, khususnya di YouTube. Pengetahuan tentang satwa liar dapat diperoleh ketika seseorang mempersepsikan sesuatu atau suatu benda melalui panca inderanya, misalnya dengan membaca informasi tentang satwa liar, melihat satwa liar atau mendengar tentang satwa liar. Ketika seseorang memiliki pengolahan informasi tentang satwa liar, diyakini akan terjadi fase perubahan sikap, dimana masyarakat tidak lagi memiliki sikap positif terhadap kepemilikan satwa liar sebagai hewan peliharaan.

Hipotesis

Definisi Konseptual

Intensitas Menonton Konten Kreator satwa Liar di YouTube

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Mengenai Satwa Liar

Sikap masyarakat pada Kepemilikan Satwa Liar sebagai Peliharaan Sikap merupakan evaluasi individu terhadap sikap masyarakat mengenai

Definisi Operasional

Intensitas Menonton Konten Kreator Satwa Liar di YouTube

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Mengenai Satwa Liar

Sikap Masyarakat pada Kepemilikan Satwa Liar sebagai Peliharaan Sikap masyarakat pada kepemilikan satwa liar sebagai peliharaan diukur

Responden setuju bahwa satwa liar dapat dipelihara di rumah karena kondisi alam yang semakin memburuk. Responden sepakat bahwa satwa liar boleh dipelihara di rumah asalkan diberi perhatian dan kebutuhan pokoknya terpenuhi. Responden sepakat bahwa kemampuan memelihara satwa liar dinilai lebih unik dibandingkan memelihara satwa peliharaan lainnya.

  • Populasi
  • Sampling
    • Teknik Sampling
    • Sample Size
  • Jenis dan Sumber Data
  • Alat dan Teknik Pengumpulan Data
  • Teknik Pengolahan Data
  • Teknik Analisis Data

Populasi penelitian “Pengaruh Intensitas Menonton Konten Kreator Satwa Liar dan Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Satwa Liar Terhadap Sikap Masyarakat Terhadap Kepemilikan Satwa Liar Sebagai Hewan Peliharaan” adalah masyarakat Indonesia yang aktif menggunakan YouTube dan pernah menonton konten kreator satwa liar di YouTube, berjenis kelamin laki-laki. dan wanita dan berusia 16-64 tahun. Masyarakat Indonesia terpilih karena mayoritas penonton konten kreator satwa liar ini berasal dari Indonesia. Kategori 16-64 tahun dipilih karena kelompok usia tersebut merupakan rata-rata usia pengguna YouTube di Indonesia.

Teknik yang digunakan adalah convenience sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan kebetulan, artinya sampel bergantung pada partisipan yang ada yang bertemu dengan peneliti secara kebetulan. Sampel ini hanya dibenarkan jika orang yang kebetulan tersebut memenuhi karakteristik yang akan diselidiki (Baxter dan Babbie). Aturan Jempol Roscoe menyatakan bahwa dalam penelitian, ukuran sampel layak jika jumlahnya antara 30 dan 500. sampel (Sekaran & Bougie, 2016: 264)).

Dalam penelitian ini jumlah sampel sebanyak 100 responden yang ditentukan berdasarkan kriteria yang ada pada populasi dan dijangkau melalui media sosial.

Gambar

Gambar 1. 1 Event Summer in Jungle Pesona Square
Gambar 1. 1 Channel YouTube Alshad Ahmad  Sumber: Home Channel YouTube Alshad Ahmad
Gambar 1. 2 Channel YouTube deHakims  Sumber: Home Channel YouTube deHakims
Gambar 1. 3 Geometri Pengaruh antar Variabel

Referensi

Dokumen terkait

1.Kearifan lokal dalam berburu masyarakat desa Pape antara lain: larangan membunuh satwa liar dalam hutan tanpa ada tujuan yang jelas, serta Kebiasaan masyarakat desa Pape

Based on the research findings, the researcher found the results as follows; 1 there are two kinds of learning objectives, namely general learning objectives and specific learning