• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 DASAR TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB 2 DASAR TEORI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2 DASAR TEORI

2.1 Geologi dan Stratigrafi Daerah Penelitian

Stratigrafi pada daerah penelitian tersusun atas batuan Paleozoikum, Mesozoikum, Kenozoikum dan Kwarter. Batuan Paleozoikum dan Mesozoikum merupakan batuan metamorfosa seperti sekis, pilit, marmer, gneiss, dan kwarsit, maupun batuan beku seperti granit atau diorite, serta batuan sedimen seperti batu pasir, batu lanau, batu lempung, batu gamping yang telah mengalami diagenesis atau metamorfosis. Batuan Kenozoikum (Tersier) antara lain terdiri dari beberapa formasi yang berupa batuan sedimen seperti batu pasir, batu lanau, batu lempung, batubara dan batu gamping serta batuan volkan atau batuan beil seperti granit, rhyolite, trachit, diorite dan andesit (LP2KD Prov.Kaltara; 2016). Batuan sedimen tersier terbentuk dalam suatu cekungan yang dikenal sebagai Cekungan Tarakan

Gambar 2. 1 Peta Geologi Daerah Penelitian

(2)

5 dan termasuk salah satu cekungan penghasil minyak dan gas di Kalimatan Utara (Amanda,2018).

Dari sudut geologi, Provinsi Kalimantan Utara berada pada dua cekungan sedimen tersier utama yang berpengaruh besar terhadap pembentukkan sumber daya mineral. Kedua cekungan tersebut adalah cekungan Nunukan dan juga cekungan Tarakan (Willy,dkk; 2019). Kabupaten Nunukan terdiri dari 19 kecamatan dan 8 kelurahan salah satunya adalah Kecamatan Krayan, kecamatan ini terletak di bagian Barat Nunukan dan berbatasan langsung dengan Sarawak Malaysia. Wilayah Kecamatan Krayan memiliki luas sebesar 1,837,54 𝑘𝑚2 (Setya,dkk;2016). Pada daerah Krayan terdiri dari satuan batuan yang berumur pra- tersier yang terdiri dari dua formasi yaitu Formasi Lurah, Formasi Longbawan dan batuan berumur kuarter yaitu endapan alluvium. Untuk satuan morfologi pada daerah ini dibagi menjadi 2 yaitu: satuan morfologi dataran tinggi yang terdapat pada daerah lembah dengan litologi penyusunnya adalah endapan alluvium berupa pasir, lempung dan lumpur serta satuan morfologi perbukitan yang umumnya terdapat pada lembah dengan stratigrafinya sesuai dengan lembar geologi yaitu Formasi Longbawan dan Formasi Lurah.

Berdasarkan Gambar 2.1 ada tiga formasi penyusun struktur bawah permukaan pada daerah Krayan. Berdasarkan umur batuan yang pertama ada Formasi Lurah Kelompok Embaluh berisi batu pasir abu-abu kehijauan, felsparan dan mikan, berbutir halus sampai sedang, tebal lapisan beberapa desimeter sampai meter, bagian atasnya ditempati batu gamping, batu lanau dan argilit umur diduga kapus akhir sampai paleosen. Lingkungan sedimentasinya tepi benua, marginal flysch. Untuk formasi kedua yaitu ada Formasi Longbawan Kelompok Embaluh berisi argilit jingga, hijau atau kelabu muda, berlapisan baik, mudah hancur bersisipan batu pasir, felsparan dan arkosa kelabu, kaya akan bahan organik, mikaan, tebal lapisan dan beberapa desimeter sampai beberapa meter. Formasi tersebut mengandung evaporit air garam dan lapisan batubara dengan tebal sekitar 0,5-1,5 meter. Umur diduga paleosen lingkungan pengendapannya fluviatile sampai lagun. Formasi yang terakhir adalah Alluvium yang berisi lumpur, lanau, pasir, kerikil dan kerakal (Asri, 2017).

(3)

6 2.2 Prinsip Dasar Metode Resistivitas

Hukum fisika yang mendasari penyelidikan bawah permukaan dengan menggunakan metode geolistrik adalah hukum Ohm. Geourge Simon Ohm 1827 menyatakan bahwa besarnya arus listrik I (Ampere,A) yang mengalir pada sebuah konduktor sebanding dengan beda potensial V (Volt) yang terjadi. Hubungan linier keduanya dinyatakan dalam persamaan;

V=I.R ………(2.1) dengan R adalah hambatan dari konduktor yang dinyatakan dalam Ohm.

Jika meninjau sebuah silinder konduktor yang bersifat homogen yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 maka besar nilai R sebanding dengan panjang silinder L dengan satuan meter (m) dan berbanding terbalik dengan luas penampang silinder A dengan satuan meter persegi 𝑚2 yang dapat dinyatakan dalam persamaan 2.2

𝑅 = 𝜌𝐿

𝐴 ………..(2.2)

dengan ρ merupakan resistivitas dari konduktor yang dinyatakan dengan satuan ohm meter (Ωm). Jika nilai hambatan R pada persamaan 2.2 disubsitusi ke dalam persamaan 2.1 maka akan didapatkan hubungan:

𝑉 𝐿 = 𝜌𝐼

𝐴 ………(2.3)

Rasio 𝑉

𝐿 menyatakan besarnya medan listrik 𝐸⃗⃗, dan rasio 𝐼

𝐴 merupakan besarnya rapat arus 𝐽⃗. Persamaan 2.3 dapat ditulis kembali menjadi:

𝐸⃗⃗ = 𝜌𝐽⃗ …….……….…(2.4) Persamaan 2.4 merupakan hukum Ohm yang berlaku dalam medium homogen, yang menghubungkan antara rapat arus 𝐽⃗ (A/𝑚2) dengan medan listrik 𝐸⃗⃗ (V/m).

Gambar 2. 2 Penjalaran arus pada silinder konduktor

(4)

7 2.3 Aliran Listrik di dalam Bumi

1. Elektroda Arus tunggal di dalam bumi

Saat arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi, maka penjalaran arus kontinu ke segala arah seperti gambar yang ditunjukan pada Gambar 2.3. Pada titik P dengan jarak r dari titik pusat arus, kerapatan arus bisa diselesaikan dengan (E.Mark,2013):

𝐽⃗ = 𝐼

4𝜋𝑟2𝑟̂ ………..(2.5) 4𝜋𝑟̂2 adalah luas permukaan bola jari-jari r.

Dari persamaan yang sudah didapatkan pada persamaan 2.4 maka dapat di rumuskan medan listrik 𝐸⃗⃗ di permukaan dengan:

𝐸⃗⃗ = 𝜌 𝐼

4𝜋𝑟2𝑟̂ ……….(2.6) Persamaan medan listrik yang terdapat pada persamaan 2.6 dapat dijadikan sebagai rujukan dalam melakukan perhitungan resistivitas bawah permukaan, tetapi yang diukur saat di lapangan adalah beda potensial V dan kuat arus I. Beda potensial dapat didefinisikan sebagai usaha yang dilakukan oleh medan listrik 𝐸⃗⃗ untuk memindahkan suatu muatan uji dari titik tak hingga menuju titik P. Kerja

Gambar 2. 3 Penjalaran arus di dalam bumi (E.Mark, 2012)

(5)

8 didefinisikan sebagai product dari usaha dan jarak sehingga besarnya beda potensial V pada titik P dinyatakan dalam:

𝑉 = ∫ 𝐸⃗⃗.𝑑𝑟̂⃗ ………..(2.7)

𝑉 = ∫ 𝐸 𝑑𝑟̂

𝑟

𝑉 = ∫ 𝐼𝜌 4𝜋𝑟̂2 𝑑𝑟̂

𝑟

𝑉 = 𝐼𝜌

4𝜋𝑟 ……….(2.8)

2. Elektroda Arus tunggal di permukaan bumi

Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan mengenai aliran arus listrik di dalam bumi adalah dengan bumi dianggap homogen isotropis. Pada Gambar 2.4 saat elektroda arus tunggal yang diinjeksikan ke permukaan bumi yang homogen, maka akan terjadi aliran arus yang menyebar ke segala arah di dalam tanah dan memiliki garis potensial yang berbentuk setengah bola dengan dengan jari-jari r dan luas permukaan setengah bola 2𝜋𝑟̂2 (Hurun, 2016).

dengan merujuk pada persamaan 2.4 dan 2.7 maka akan didapatkan potensial di titik P yang berjarak r dari sumber arus 𝑟̂𝑝:

𝑉𝑃 = 𝐼𝜌

2𝜋𝑟𝑃 ……….(2.9) Gambar 2. 4 Penjalaran arus tunggal dibawah permukaan

(6)

9 3. Dua elektroda Arus di permukaan bumi

Jika terdapat dua elektroda yaitu elektroda arus dan potensial seperti Gambar 2.5 yang mengalirkan arus ke permukaan bumi, maka dapat digambarkan sebagai (E.Mark,2013):

Untuk mendapatkan beda potensial ∆𝑉 pada dua buah elektroda, maka persamaan 2.9 dapat diubah menjadi:

∆𝑉 = 𝑉𝑃− 𝑉𝑄= 𝐼𝜌

2𝜋[1

𝑟𝑃1

𝑟𝑄] ………(2.10) dengan, 𝑉𝑃 adalah potensial pada titik P, 𝑉𝑄 adalah potensial pada titik Q, 𝑟̂𝑃 adalah jarak dari sumber arus menuju elektroda potensial P, dan 𝑟̂𝑄 adalah jarak dari sumber arus menuju elektroda potensial Q.

4.Resitivitas Semu

Resistivitas semu 𝜌𝑎 adalah resistivitas dari suatu medium fiktif homogen yang ekuivalen dengan medium berlapis yang ditinjau (Afrari, 2016). Persamaan 2.10 diturunkan dengan menggunakan asumsi bahwa bumi memiliki nilai resistivitas 𝜌 yang sama. Pada nyatanya, resistivitas yang berada di bumi itu heterogen, sehingga dari persamaan 2.10 maka dapat merumuskan resistivitas semu 𝜌𝑎 (E.Mark, 2013):

𝜌𝑎 = 2𝜋𝑉𝑃𝑄

𝐼 [1

𝑟𝑝 1

𝑟𝑄]−1 = 𝑘𝑍 ……….(2.11) Dilihat dari persamaan di atas, maka resistivitas semu dapat ditulis sebagai hasil dari impedansi bumi yang terukur dengan 𝑍 = 𝑉

𝐼 sehingga dapat disederhanakan;

𝜌𝑎 = 𝐾∆𝑉

𝐼 ………(2.12)

dengan nilai K adalah

Gambar 2. 5 Penjalaran arus dengan dua elektroda dibawah permukaan

(7)

10 𝐾 = 2𝜋 [1

𝑟𝑃1

𝑟𝑄]

−1

………..(2.13) K adalah faktor geometri yang besarnya ditentukan dari susunan elektroda arus dan potensial.

2.4 Konfigurasi Wenner

Konfigurasi Wenner dikembangkan pertama kali oleh Wenner pada tahun 1915 di Amerika dengan memasang empat elektroda yang diletakkan dalam satu garis dan simetris terhadap titik tengah (Hakim, 2016). Konfigurasi ini merupakan konfigurasi dengan susunan jarak antar spasi sama panjang. Gambar 2.6 merupakan rangkaian elektroda pada konfigurasi wenner;

r adalah jarak antar elektroda, dengan a adalah spasinya. Jarak antar elektroda untuk r1 = r4 dan r2 = r3 sehingga bisa diuraikan dengan;

𝑟̂1 = 𝑎 𝑟̂2 = 2𝑎 𝑟̂3 = 2𝑎

𝑟̂4 = 𝑎………...(2.14)

Dari persamaan 2.13 yang sudah didapatkan sebelumnya, maka faktor geometri K dapat dituliskan sebagai:

Gambar 2. 6 Rangkaian elektroda konfigurasi Wenner

(8)

11 𝐾 = 2𝜋

(𝑟11𝑟21𝑟31+𝑟41)………(2.15) Untuk mendapatkan nilai faktor geometri pada konfigurasi wenner, persamaan 2.14 disubsitusikan ke dalam persamaan 2.15 sehingga menjadi:

𝐾 = 2𝜋

(1 𝑎1

2𝑎1 2𝑎+1

𝑎)……….(2.16)

𝐾 = 2𝜋 (2

𝑎 − 2 2𝑎) 𝐾 = 2𝜋2𝑎²

(2)2𝑎 − 2(𝑎)

𝐾 = 2𝜋2𝑎² 4𝑎 − 2𝑎 𝐾 = 2𝜋2𝑎²

2𝑎

𝐾 = 2𝜋𝑎……….(2.17)

Sedangkan untuk mendapatkan nilai resistivitas semu 𝜌𝑎 berdasarkan persamaan (2.12), maka didapatkan:

𝜌a = 2𝜋𝑎(∆𝑉

𝐼 ) ……….(2.18)

Konfigurasi ini menggunakan metode mapping, konfigurasi ini bertujuan mempelajari variasi resistivitas lapisan bawah permukaan secara horizontal (Sanggra,2015). Selain itu menurut Agussalim (2015) konfigurasi ini dapat mendeteksi ketidakhomogenan lokal dari daerah yang akan diteliti karena sifat bahwa pembesaran jarak elektroda arus diikuti pula oleh pembesaran jarak elektroda potensialnya.

2.5 Sifat-sifat kelistrikan batuan

Setiap batuan memiliki jenis kandungan mineral serta sifat kelistrikan yang berbeda-beda. Sifat kelistrikan batuan merupakan karakteristik dari batuan dalam menghantarkan arus listrik. Sifat konduktivitas listrik pada batuan di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kadar garam, jumlah air, dan bagaimana air menyalurkan ke dalam batuan. Aliran arus listrik ke dalam batuan dapat dibagi menjadi beberapa

(9)

12 macam, yaitu konduksi secara elektronik, secara elektrolitik dan dielektrik.

Konduksi ini dapat terjadi jika batuan ataupun mineral memiliki banyak elektron bebas. Selain itu hal tersebut dapat dipengaruhi oleh sifat ataupun karakteristik dari batuan yang dilewatinya. Salah satunya yaitu resistivitas (tahanan jenis). Pengertian dari resistivitas adalah suatu kemampuan material dalam menghantarkan arus listrik. Resistivitas batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis mineral penyusun batuan, densitas dan juga porositas batuan (Hurun, 2016). Pada konduksi secara elektrolitik, secara umum batuan adalah konduktor yang buruk dan mempunyai resistivitas yang sangat tinggi. Pada nyatanya batuan memiliki sifat porositas dan mempunyai pori-pori, di dalam pori-pori tersebut terisi fluida terutama air (Kaharuddin, 2016). Konduksi yang terjadi secara dielektrik pada batuan umumnya batuan tersebut memiliki elektron bebas yang sangat sedikit hingga tidak ada sama sekali. Karena adanya pengaruh medan listrik dari luar maka elektron yang berada di dalam bahan akan berpindah dan berkumpul sehingga akan terjadi polarisasi (Rahmawati, 2009).

Setiap batuan dan mineral memiliki karakteristik kelistrikan yang berbeda- beda. Salah satu dari sifat kelistrikan batuan adalah resistivitas. Tabel 2.1 adalah tabel resistivitas batuan dan mineral (Telford, 1990):

Tabel 2.1 Tabel Resistivitas Batuan

Material Resistivitas (Ωm)

Pasir 1-1000

Lempung 1-100

Batu Pasir 1 − 6,4 𝑥 108

Batu bara 0,6 − 1 𝑥 105

Kerikil 100-600

Batu Gamping 50 − 107

2.6 Pemodelan Inversi 2D

Proses inversi merupakan proses pengolahan data lapangan yang melibatkan teknik penyelesaian matematika dan statistik untuk mendapatkan informasi

(10)

13 mengenai distribusi sifat fisis bawah permukaan (Ferakhenki,dkk; 2018). Program yang digunakan dalam penentuan model resistivitas 2D bawah permukaan adalah Res2Dinv. Program Res2Dinv adalah program yang dilengkapi dengan metode iteratif smoothness-constrained dan least-squares untuk melakukan pemodelan inversi untuk menghasilkan sebuah gambaran formasi lapisan batuan 2D dan nilai resistivitas (𝜌) tiap lapisan berdasarkan dengan data resistivitas semu

(𝜌

𝑎

)

batuan

(Dengen, 2012). Model yang sudah diperoleh dari program tersebut akan memiliki nilai Residual Error atau Root Mean Squared Error (RMSE). Nilai RMSE berfungsi untuk melihat tingkat perbedaan dari pengukuran nilai resistivitas material terhadap nilai resistivitas material yang sebenarnya. Semakin besar nilai RMSE maka model yang didapatkan dari proses inversi akan semakin halus (Grandis, 2009).

2.7 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 adalah penelitian terdahulu yang telah dilakukan:

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

No

Nama dan

Tahun Publikasi Hasil

1. Hidayat,dkk;

2009

Sedimentologi dan stratigrafi endapan alluvium bawah permukaan di wilayah pesisir tenggara Cirebon berumur Holosen. Fasies endapan Holosen dibedakan menjadi endapan-endapan laut lepas pantai, laut dekat pantai, pasir pantai, rawa, alur sungai dan limpah banjir.

2. Sanggra;

2015

Lapisan yang mengandung air tanah berada pada kedalaman 1,35 sampai 1,99 meter dengan resistivitas 0,5551-2,73 Ohm meter. Selain itu terdapat lapisan yang berupa pasir yang bercampur dengan lempung dan alluvium.

(11)

14 3. Junara,dkk;

2018

Lapisan A diduga batuan dengan ukuran butir lempung-lanau mengandung material organik yang memiliki rentang nilai tahanan jenis 2-20 Ohm meter dengan variasi ketebalan sekitar 1-7 meter. Lapisan B diduga batuan dengan ukuran butir pasir dengan sisipan lempung dan lanau yang memiliki rentang nilai tahanan jenis 10-90 Ohm meter dengan ketebalan 5-20 meter dan lapisan C diduga batu lempung dengan sisipan pasir yang memiliki nilai 2-6000 Ohm meter dengan kedalaman 10-20 meter.

Referensi

Dokumen terkait

Although much research has been done on the relationship between the transportation industry, accumulation manufacturing, services industry and the impact of such accumulation on the