5
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Material Komposit
Komposit merupakan bahan struktural yang mempunyai dua atau lebih gabungan komponen material yang digabungkan pada tingkat makroskopis dan tidak larut dalam satu sama lainnya. Satu komponen material biasanya disebut sebagai material penguat dan yang ada pada bagian dalamnya ia melekat yang biasa juga disebut matriks. Material penguat biasanya diklasifikasikan dalam bentuk serat, partikel, atau serpihan, bahan penguat dianggap memiliki peranan yang penting karena digunakan sebagai penopang bahan utama pembuatan material komposit. Bahan untuk matriks umumnya kontinu. Penggabungan antara material penguat dan matriks akan menciptakan material baru dengan sifat mekanik yang bisa dibilang lebih baik atau bisa disesuaikan dengan kebutuhannya masing masing.
Contoh sistem komposit termasuk beton bertulang dengan baja dan epoksi yang diperkuat menggunakan serat grafit, dll. Karakteristik mekanik dari struktur komposit lebih kompleks daripada struktur logam. Tidak seperti logam, bahan komposit bukan isotropik, artinya sifatnya tidak sama di semua arah. Material komposit sendiri memiliki beberapa jenis berdasarkan bahan penguatnya terdapat komposit dengan bahan penguat sintetis. Adapula yang berupa dari hasil rekayasa buatan manusia dengan bahan natural yang biasanya ditemukan dari alam tidak dengan proses pencampuran kimiawi(Kaw,2006).
2.1.1 Jenis Jenis Komposit
Material komposit memiliki jenis jenis yang diklasifikasi berdasarkan bahan pengikat atau matriksnya sebagai berikut:
a) Komposit serat (fibrous composites)
Komposit serat adalah komposit yang terdiri dari matriks yang diperkuat oleh serat pendek (terputus-putus) atau panjang (berkelanjutan). Serat umumnya anisotropik dan contohnya termasuk karbon dan aramida. Contoh matriks adalah resin seperti epoksi, logam seperti aluminium, dan keramik seperti kalsium-alumino silikat. Komposit serat berkelanjutan ditekankan
6 dalam buku ini dan dibahas lebih lanjut. Jenis-jenis matriks: polimer, logam, keramik, dan karbon. Unit mendasar dari komposit serat matriks kontinu adalah serat searah atau serat tenun. Ditumpuk di atas satu sama lain di berbagai sudut untuk membentuk laminasi multidirectional (Kaw,2006).
b) Komposit partikel (particulate composites)
Komposit partikulat adalah jenis komposit yang menggunakan bahan seperti serbuk/partikel sebagai penguatnya dan terdiseminasi secara merata didalam matriksnya. Biasanya komposit partikel terdiri dari partikel yang direndam dalam matriks seperti paduan dan keramik. Mereka biasanya isotropik karena partikel ditambahkan secara acak. Komposit partikulat memiliki keuntungan seperti peningkatan kekuatan, peningkatan suhu operasi, ketahanan oksidasi, dll. Contoh-contoh umum termasuk penggunaan partikel aluminium dalam karet; partikel silikon karbida dalam aluminium; dan kerikil, pasir, dan semen untuk membuat beton(Kaw,2006).
c) Komposit Lamina (laminated composite)
Komposit lamina adalah jenis komposit yang memliki dua atau lebih lapisan yang digabungkan menjadi satu dan pada setiap lapisan memiliki sifat karakteristik sendiri. Dalam penyusunan komposit lamina dapat dilakukan orientasinya searah dan juga dapat melintang dengan lapisan sebelumnya (Sumarauw,2017).
2.1.2 Matriks
Salah satu bagian yang juga memiliki peranan penting dalam pembuatan suatu material komposit adalah matriks. Secara umum, fase matriks komposit berserat biasanya dapat berupa logam, polimer, atau keramik. Logam serta polimer digunakan sebagai bahan matriks karena beberapa daktilitas sangat diperlukan.
Komponen penguat biasanya ditambahkan untuk meningkatkan daya ketangguhan dari efek retak yang terjadi. Pembahasan terkait ini berfokus pada matriks polimer dan matriks logam. Untuk komposit yang diperkuat oleh serat, fase matriks itu sendiri mempunyai beberapa fungsi. Yang pertama, mengikat serat bersama-sama
7 dan bertindak sebagai media dimana tegangan yang diinginkan secara eksternal didistribusikan atau ditransmisikan ke serat namun hanya sebagian kecil dari beban yang diterapkan yang ditopang oleh fase matriks(Callister,2014).
Selanjutnya, bahan matriks harus ulet. Selain itu, modulus elastisitas serat harus jauh lebih tinggi daripada matriks. Fungsi kedua dari matriks adalah untuk melindungi serat individu dari kerusakan permukaan sebagai akibat dari abrasi mekanik atau reaksi kimia dengan lingkungan. Interaksi tersebut dapat menyebabkan cacat permukaan yang mampu membentuk retakan, yang dapat menyebabkan kegagalan pada tingkat tegangan tarik rendah. Pada akhirnya, matriks memisahkan serat, berdasarkan kelembutan dan plastisitas relatifnya, mencegah penyebaran retakan getas dari serat ke serat, yang dapat menyebabkan kegagalan katastropik; dengan kata lain, fase matriks berfungsi sebagai penghambat perambatan retak. Meskipun beberapa serat individu gagal, fraktur komposit total tidak akan terjadi sampai sejumlah besar serat yang berdekatan gagal dan membentuk sekelompok ukuran kritis. Sangat penting bahwa kekuatan ikatan perekat antara serat dan matriks tinggi untuk meminimalkan penarikan serat.
Kekuatan ikatan merupakan pertimbangan penting dalam pemilihan kombinasi matriks-serat. Kekuatan utama dari komposit sangat tergantung pada besarnya ikatan ini. Ikatan yang dimaksud adalah ikatan yang memadai sangat penting untuk memaksimalkan transmitansi tegangan dari matriks lemah ke serat yang kuat(Callister,2014).
Adapun matriks yang digunakan dalam penelitian ini adalah resin poliester.
Poliester merupakan resin thermoset yang berbentuk cairan dengan viskositas yang relatif rendah. Dengan melakukan penambahan katalis resin poliester mengeras menggunakan suhu kamar. Resin poliester juga banyak mengandung monomer stiren sehingga suhu deformasi termal lebih rendah dari pada resin thermoset lainnya dan ketahanan panas jangka panjang adalah kira-kira 110-140oC. Namun untuk ketahanan dingin resin ini dapat dikatakan relatif baik (Bifel dkk,2015)
2.2 Nipah (Nypa Fruticans)
Nipah atau (Nypa Fruticans) merupakan tumbuhan anggota suku Palmae yang tumbuh disepanjang sungai yang dipengaruhi oleh pasang dan surut air laut.
8 Tumbuhan ini termasuk ke dalam jenis yang berkelompok dan seringkali membuat komunitas murni yang luas di sepanjang sungai dekat muara hingga sungai dengan air payau. Tumbuhan nipah berasal dari sebagian wilayah Asia dan juga Australia.
Luas areal pertanaman nipah sendiri di Indonesia diperkirakan sekitar 700000 ha.
Di Indonesia sendiri nipah memiliki berbagai sebutan atau nama lokal seperti buyuk pada wilayah (Sunda, Jawa, Bali), bhunyok (Madura), bobo (Manado, Ternate, Tidore) (Heriyanto et al., 2011)
Nipah sendiri merupakan tanaman palem yang tidak memiliki batang.
Tumbuhan ini berakar serabut panjang dan panjangnya dapat mencapai belasan meter. Batangnya menjalar di tanah dan membentuk rimpang yang terendam oleh lumpur dan hanya daunnya saja yang muncul diatas tanah sehingga tanaman ini memang terlihat seperti tidak memiliki batang. Memiliki daun yang mirip seperti jenis tanaman palem lainnya dan panjang tangkai daun sekitar 1-1,5 m, mempunyai anak daun sekitar 25-100 helai dengan ujung lancip berwarna kuning saat muda dan hijau saat tua. Memiliki bunga dengan panjang tangkai mencapai 100-170 cm.
Tanaman nipah mempunyai buah yang memiliki bentuk bulat telur dan gepeng.
Akan tetapi tanaman nipah sendiri bagian pohon yang dapat dimanfaatkan produksi utama biasanya terdapat pada getah yang diambil dari batang pohonnya.
Gambar 2.1 Tanaman nipah (Nypa Fruticans)
9
2.3 Perlakuan Alkalisasi
Sebelum serat diproses menjadi produk material komposit dilakukan perlakuan alkalisasi. Alkalisasi merupakan cara dalam meningkatkan ikatan antarmuka serat dengan matriks, dimana berguna dalam pengurangan kapasitas air pada serat itu sendiri dan memodifikasi permukaan serat agar dapat meningkatkan sifat mekanik dari material komposit. Perlakuan alkalisasi memungkinkan ikatan antar muka serat dan matriks menjadi lebih kuat (Bakri dkk., 2012).
Perlakuan alkali akan menghilangkan sifat serat alam yang hidrofilik (zat yang dapat dilarutkan dalam air) menjadi hidrofobik (zat yang tidak dapat dilarutkan dalam air namun dapat larut dengan minyak). Perlakuan ini menghilangkan sejumlah lignin (zat seperti lilin) dan hemiselulosa pada serat.
Ikatan serat dengan resin bisa menjadi tidak sempurna akibat terhalang lapisan yang menyerupai lilin pada permukaan serat (Taufik, 2017). Salah satu cara untuk menghasilkan serat yang berkualitas tinggi dengan cara melakukan alkalisasi pada serat alam, alkalisasi pada serat merupakan metode perendaman serat ke dalam basa alkali. Proses alkalisasi merupakan proses untuk menghilangkan komponen penyusun serat yang kurang efektif dalam menentukan kekuatan interface yaitu hemiselulosa, lignin atau pektin (Maryanti,2011).
2.4 Metode Pembuatan Komposit Hand lay-up
Dalam pembuatan produk komposit diperlukan metode pembuatannya agar prosesnya dapat berjalan dengan lancar, dan salah satu metodenya adalah metode cetakan terbuka dengan proses sederhana yaitu metode hand lay-up. Adapun metode ini dilakukan dengan cara menuangkan resin secara manual ke dalam cetakan serat, setelah itu diberikan tekanan sembari meratakan bahan komposit seperti yang terlihat pada gambar 2.2. Metode ini secara langsung resin akan berkontak langsung dengan udara dan dilakukan pada suhu kamar. Metode ini terbilang mudah untuk digunakan dan juga dapat dipakai untuk pembuatan produk komposit yang besar dan mempunyai volume yang rendah. Jenis metode ini lebih sering digunakan bersamaan dengan pada saat penggunaan resin polyester dan epoksi (Sumarauw,2017).
10 Gambar 2.2 Metode hand lay-up
(Gibson,1994)
Untuk mendukung metode hand lay-up agar sempurna pada hasil akhirnya adalah dengan cara menggunakan metode vacuum bag, metode vakum ini berfungsi sebagai penghilang udara yang terperangkap pada saat proses pencetakan, proses ini menggunakan pompa vakum untuk menghisap udara yang terperangkap tersebut, pada saat proses pompa vakum menghisap saat itu juga proses udara di luar penutup plastik akan memampat ke arah dalam. Metode ini memberikan penguatan konsentrasi yang lebih tinggi (Sumarauw,2017).
Setelah metode vacuum bag, adapula metode pressure bag yang memiliki kegunaan hampir sama namun metode kali ini menggunakan udara atau uap bertekanan yang dimasukkan melalui wadah elastis. Wadah ini akan berkontak pada komposit yang akan diberikan tekanan (Sumarauw,2017).
2.5 Pengujian Tarik
Salah satu tes tegangan regangan mekanik yang paling umum dilakukan dalam tes adalah tegangan tarik. Seperti yang akan dilihat, uji tegangan dapat digunakan untuk memastikan beberapa sifat mekanik bahan yang penting dalam desain. Spesimen mengalami deformasi, biasanya patah dengan beban tarik yang meningkat secara uniaksial di sepanjang sumbu panjang spesimen. Spesimen tarik standar ditunjukkan pada gambar 2.3. Biasanya, penampang berbentuk lingkaran, namun spesimen persegi panjang juga digunakan. Konfigurasi spesimen dogbone ini dipilih sehingga, selama pengujian terjadi deformasi terbatas pada daerah pusat
11 sempit (yang mempunyai penampang melintang yang seragam sepanjang panjangnya) dan juga untuk mengurangi kemungkinan patah pada ujung spesimen.
Gambar 2.3 Spesimen uji tarik (Callister,2010)
Kemampuan material dalam menahan beban dengan pemberian tarik pada beban tertentu disebut kekuatan tarik. Mengetahui kekuatan tarik didapati dari nilai tegangan regangan serta modulus elastisitas dari hasil pengujian. Proses pengujian dengan memberikan beban pada kedua ujung spesimen uji yang secara perlahan ditingkatkan pembebanannya sampai spesimen patah atau putus. Hasil yang didapati pada pengujian ini yaitu kekuatan tarik maksimum, kekuatan luluh, beban maksimal yang diterima bahan, modulus elastisitas, tegangan, regangan, dan pertambahan panjang spesimen serta untuk mengetahui sifat ulet dan getas dari bahan. Nilai kekuatan tarik maksimum yang didapat akan menunjukan kemampuan maksimum dari material dalam menerima beban tarik sedangkan kemampuan material melakukan deformasi plastis disebut kekuatan luluh. Bahan atau material elastis jika ditarik oleh suatu gaya, maka akan terjadi pertambahan panjang sampai panjangnya sebanding dengan gaya yang bekerja pada setiap satuan panjang benda.
Hal tersebut karena gaya yang bekerja sebanding dengan panjang benda dan berbanding terbalik dengan luas penampang akibat dari besarnya gaya yang bekerja dibagi dengan luas penampang. (Callister, 2010)
12
Gambar 2.4 Diagram uji tarik (Callister,2010)
Setelah dilakukan pengujian maka akan dapat kurva tegangan regangan yang menunjukan tegangan tarik maksimum hingga spesimen patah atau putus seperti pada gambar 2.4. Material akan melihatkan kemampuannya dalam menahan beban pada pengujian tarik sebelum mengalami perubahan bentuk. Kondisi ini pada gaya tarik bahan akan bekerja secara maksimum, gaya maksimum yang dapat ditahan oleh bahan sebelum mengalami perubahan bentuk pada penampangnya hal ini disebut tegangan tarik maksimum. Adapun persamaan yang digunakan untuk mendapatkan nilai pada hasil pengujian tarik adalah sebagai berikut:
(Surdia, 1995) Persamaan diatas digunakan untuk mencari nilai tegangan dimana F adalah beban atau gaya yang diberikan dan A merupakan luas penampang awal ketika belum ada gaya apapun yang diberikan pada spesimen.
(Surdia, 1995) Menggunakan persamaan diatas dapat diketahui nilai regangan pada spesimen dimana 𝜀 adalah perpanjangan tarik, ∆𝑙 adalah pertambahan panjang dan L adalah
𝜎 = 𝑃 𝐴
(2.1)
𝜀 =∆𝑙 𝐿
(2.2)
Daerah elastis
Daerah plastis
Daerah necking
Tegangan patah Tegangan Tarik Maksismum
13 panjang awal spesimen. Hubungan antara tegangan dan regangan dapat dirumuskan sebagai berikut:
(Surdia, 1995) Dimana E merupakan modulus elastisitas, 𝜎 adalah tegangan dan 𝜀 adalah regangan. Pengujian tarik memiliki standar sebagai acuan pembentukan spesimen uji seperti gambar 2.5, pada penelitian ini menggunakan ASTM D638 sebagai standar pengujian, dan berikut adalah tabel ukuran dimensi spesimen uji tarik menurut ASTM D638.
Tabel 2.1 Dimensi spesimen uji tarik (ASTM D638)
Dimension
7 (0.28) or under
Over 7 to 14
(0.28 to 0.55)
4 (0.16)
Or under
Tolerances
Type I Type II Type III Type IVB
Type VCD
W 13
(0.50) 6 (0.25) 19 (0.75) 6 (0.25) 3.18 (0.125)
+ 0.5 (+0.02)B,C
L 57
(2.25)
57
(2.25) 57 (2.25) 33 (1.30)
9.53 (0.375)
+ 0.5 (+0.02)C
WO 19
(0.75)
19
(0.75) 29 (1.13) 19
(0.75) … + 6.4 (+
0.25)
WO … … … … 9.53
(0.375)
+ 3.18 (+
0.125) 𝐸 =𝜎
𝜀 (2.3)
14 Dimension
7 (0.28) or under
Over 7 to 14
(0.28 to 0.55)
4 (0.16)
Or under
Tolerances
Type I Type II Type III Type IVB
Type VCD
LO 165
(6.5)
183
(7.2) 246 (9.7) 115 (4.5)
63.5 (2.5)
no max (no max)
G 50
(2.00)
50
(2.00) 50 (2.00) … 7.62
(0.300)
+ 0.25 (+
0.010)C
G … … … 25
(1.00) … + 0.13 (+
0.005)
D 115
(4.5)
135
(5.3) 115 (4.5) 65 (2.5)
25.4
(1.0) + 5 (+ 0.2)
R 76
(3.00)
76
(3.00) 76 (3.00) 14 (0.56)
12.7 (0.5)
+ 1 (+
0.04)C
RO … … … 25
(1.00) … + 1 (+
0.04)
Gambar 2.5 Spesimen benda uji tarik (ASTM D638)
15
2.6 Pengujian Bending (Flexural Test)
Selain uji tarik adapun cara lain untuk mengetahui sifat mekanik material yaitu dengan cari uji bending. Kemampuan suatu bahan untuk menerima pembebanan seperti tegangan lengkung, lentur (defleksi sudut yang dibentuk akibat lenturan) dan elastisitas dapat diketahui memakai pengujian bending. Bahan akan diberikan perlakuan seperti penekanan pada sisi bagian atas spesimen dan mengalami proses tarik pada sisi bagian bawah spesimen hingga perlahan mengalami patah karena tidak mampu menahan tegangan. Pengujian bending memiliki 2 metode pengujian yaitu three point bending dan four point bending.
Metode pengujian three point bending menggunakan 2 titik pada bagian bawah yang digunakan sebagai tumpuan dan 1 titik pada bagian atas yang digunakan sebagai pembebanan, seperti yang terlihat pada Gambar 2.6. Metode pengujian four point bending menggunakan 2 titik pada bagian bawah yang digunakan sebagai tumpuan dan 2 titik pada bagian atas yang digunakan sebagai pembebanan, seperti yang terlihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.6 Pengujian bending metode three point bending (Hartanto,2009)
Gambar 2.7 Pengujian bending metode four point bending (Zainuri,2011)
16 Secara bertahap material yang diuji akan mengalami perubahan bentuk dari elastis menjadi plastis sampai mengalami kerusakan atau patah. Proses pembebanan dalam pengujian bending, terdapat dua gaya yang bekerja dengan jarak (L/2) serta bekerja bersama-sama dengan arah yang berbeda. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai kekuatan bending, yang didapat menggunakan persamaan berikut:
(ASTM D790, 2001)
(ASTM D790, 2001) Dimana 𝜎𝑓 merupakan tegangan bending (MPa), P adalah gaya pembebanan (N), L adalah jarak antar tumpuan (mm) serta b adalah lebar spesimen (mm), d adalah tebal spesimen (mm), dan D adalah defleksi maksimum (mm). Persamaan 2.4 digunakan jika perbandingan L/2 ≤ 16, dimana L adalah support span. Persamaan 2.5 digunakan jika perbandingan nilai L/d ≥ 16. Perbandingan nilai regangan bending dapat diketahui dari persamaan berikut:
(ASTM D790, 2001) Dimana 𝜀𝑏 adalah regangan, D adalah defleksi maksimum (mm), L adalah panjang span, serta d adalah tebal.
2.7 Komposisi Matriks
Suatu komposisi matriks sangat diperlukan agar dapat mempermudah pada saat proses pembuatan suatu material komposit. Perbandingan antara matriks dan fiber juga perlu diperhatikan maka dari itu diperlukan perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut:
A. Massa Jenis Serat (𝜌) 𝑆𝑝𝑒𝑐𝑖𝑓𝑖𝑐 𝐺𝑟𝑎𝑣𝑖𝑡𝑦 = 𝜌𝑧𝑎𝑡
𝜌𝐻2𝑂 (2.7)
𝜎𝑓 = 3𝑃𝐿 2𝑏𝑑2
(2.4)
𝜎𝑓 = (3𝑃𝐿
2𝑏𝑑2) [1 + 6 (𝐷 𝐿)
2
− 4 (𝑑 𝑙) (𝐷
𝐿)] (2.5)
𝜀𝑏 = 6𝐷𝑑 𝐿2
(2.6)
17 (Pritchard, 2011) B. Volume Cetakan/komposit (vc)
vc = a × 𝑏 × 𝑐 (2.8)
C. Massa Jenis Komposit
𝜌𝑐 = 𝜌𝑓V𝑓+ 𝜌mV𝑚 (2.9) D. Fraksi Massa Serat dan Resin
Fraksi Massa Serat (W𝑓) W𝑓 = 𝜌𝑓
𝜌𝑐V𝑓 (2.10)
Fraksi Massa Matriks (W𝑚) W𝑚= 𝜌𝑚
𝜌𝑐 V𝑚 (2.11)
E. Volume dan Massa Serat dan Matriks Perhitungan volume serat
v𝑓 = V𝑓v𝑐 (2.12)
Perhitungan massa serat
W𝑓 = 𝜌𝑓v𝑓 (2.13)
Perhitungan volume matriks
v𝑚 = 𝑉𝑚v𝑐 (2.14)
Perhitungan massa matriks
W𝑚= 𝜌𝑚v𝑚 (2.15)
(Kaw, 2006)
2.8 Penelitian Terdahulu
Rangkuman hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Abstraksi Penelitian Terdahulu No Nama dan Tahun
Publikasi Hasil
1
Rafael Damian Neno Bifel, R. Erich
U. K. Maliwemu,
Judul dan Metode: Pengaruh Perlakuan Alkali Serat Sabut Kelapa Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Polyester
18 No Nama dan Tahun
Publikasi Hasil
Dominggus G.H.
Adoe, 2015.
Hasil: Kekuatan tarik optimal tertinggi diperoleh pada spesimen komposit dengan kombinasi faktor perlakuan alkali selama 2 jam dengan nilai 21,075 MPa,
2 Kunarto, Indra Sumargianto. 2016.
Judul dan Metode: Serat Tebu (Bagasse) Sebagai Bahan Pengisi Pada Komposit Dengan Matriks Resin Poliester Terhadap Kekuatan Tarik dengan Standar ASTM D638
Hasil: Nilai rata-rata tertinggi terjadi pada komposit dengan fraksi volume 85% matriks : 15%
serat yaitu 3,35 MPa. Nilai rata-rata terendah terjadi pada komposit dengan fraksi volume 95%
matriks : 5% serat yaitu sebesar 2,54 MPa.
Kekuatan tarik mengalami kenaikan terhadap peningkatan fraksi volume serat.
3
Arisontae M.
Mengga, Yeremias M. Pell, Jahirwan
Ut. Jasron. 2015.
Judul dan Metode: Pengaruh Panjang Serat dan Fraksi Volume Terhadap Sifat Tarik Komposit Widuri Poliester dengan Standar ASTM D638
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan tarik tertinggi sebesar 16.78 MPa diperoleh pada panjang serat 7 mm dengan fraksi volume 30%, sedangkan kekuatan terendah sebesar 12.41 MPa diperoleh pada panjang serat 3 mm dengan fraksi volume 20%.
4
Riyan Effendy, Sumarji, Yuni Hermawan. 2018
Judul dan Metode: Analisis Variasi Panjang Serat dan Fraksi Volume Terhadap Sifat Mekanik
19 No Nama dan Tahun
Publikasi Hasil
Material Komposit Polyester Yang Diperkuat Serat Daun Lidah Mertua
Hasil; Hasilnya menunjukkan bahwa nilai optimal kekuatan tarik terjadi pada variasi panjang serat 50 mm dan variasi fraksi volume 15% sebesar 1,18 N/mm2.
5
Sari, Nasmi Herlina, IGNK Yudhyadi, Emmy Dyah S. 2013.
Judul dan Metode: Karakteristik Bending Kayu Komposit Polyester Diperkuat Serat Pandan Wangi dengan Filler Serbuk Gergaji Kayu
Hasil: Hasil penelitian menyebutkan bahwa semakin panjang serat yang digunakan maka kekuatan bending akan meningkat. Dengan hasil rata-rata kekuatan bending tertinggi pada panjang serat 50 mm sebesar 93,33 MPa.
6
Astika, I Made, I Putu Lokantara, I
Made Gatot Karohika. 2013.
Judul dan Metode: Sifat Mekanis Komposit Polyester dengan Penguat Serat Sabut Kelapa.
Hasil: Hasil penelitian menyebutkan bahwa semakin besar fraksi volume dan panjang serat dalam komposit makan kekuatan tarik, impact, dan bending semakin tinggi.
20 Tabel 2.3 Matriks Perbandingan Penelitian Terdahulu
No Nama dan Tahun
Publikasi Fiber Resin Alkali Waktu
Perendaman
Perbandingan Fraksi Serat
dan Resin Rafael Damian
Neno Bifel, R.
Erich U. K.
Maliwemu, Dominggus G.H.
Adoe, 2015.
Serat
kelapa Poliester NaOH (5%)
2 jam 4 jam 6 jam 8 jam
40% : 60%
2
Kunarto, Indra Sumargianto.
2016.
Serat Tebu Poliester NaOH
(5%) 2 jam
5% : 95%
10% : 90%
15% : 85%
3
Arisontae M.
Mengga, Yeremias M. Pell,
Jahirwan Ut.
Jasron. 2015.
Serat Widuri (3 mm, 5
mm & 7 mm)
Poliester NaOH
(5%) 2 jam
20% : 80%
30% : 70%
40% : 60%
4
Riyan Effendy, Sumarji, Yuni Hermawan. 2018
Serat Daun Lidah Mertua (10 mm, 30 mm, 50
mm)
Polyester NaOH
(1%) 3 jam
5% : 95%
10% : 90%
15% : 85%
20% : 80%
5
Sari, Nasmi Herlina, IGNK Yudhyadi, Emmy
Dyah S. 2013.
Serat Pandan
Wangi (15 mm, 20 mm, 25
mm, 50 mm, 100
mm )
Polyester - - 20% : 80%
30% : 70%
6
Astika, I Made, I Putu Lokantara, I
Made Gatot Karohika. 2013.
Serat Sabut Kelapa (5 mm, 10
mm, 15 mm)
Polyester NaOH
(5%) -
20% : 80%
25% : 75%
30% : 70%