• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2 adalah Tinjauan Pustaka berisi tentang dasar teori dan kajian pustaka dari buku teori dasar atau pun penelitian-penelitian terdahulu. Dijadikan referensi dan acuan dalam melakukan penelitian ini dan teori yang akan digunakan dalam penelitian.

2.1 Chassis

Chassis pada mobil merupakan komponen utama dan sangat penting, dimana chassis ini yang menopang axle, kemudi untuk mengatur arah kendaraan, roda, ban dan rem untuk menghentikan kendaraan saat berjalan. Chassis atau rangka adalah tempat menempelnya semua komponen yang ada pada kendaraan termasuk bodi.

Berdasarkan konstruksi nya tempat menempel bodi pada rangka dibagi ke dalam 2 jenis yaitu konstruksi terpisah dan konstruksi menyatu. Rangka yang disajikan pada mobil harus kokoh, kuat, ringan dan tahan terhadap goncangan yang diterima dari situasi jalan. Syarat utama yang harus terpenuhi adalah material tersebut harus memiliki kekuatan untuk menopang beban dari kendaraan. Chassis juga berfungsi untuk menjaga agar mobil tetap rigid, kaku dan tidak mengalami bending atau deformasi (Isworo dkk, 2019).

Chassis kendaraan umumnya memiliki 4 jenis chassis yang digunakan adalah ladder frame, tubular space frame, monocoque, dan backbone frame. Chassis kendaraan Ladder frame atau yang lebih banyak dikenal dengan Chassis tangga (H), karena bentuknya yang menyerupai tangga dengan dua batangan panjang yang menopang kendaraan dan menyediakan dukungan yang kuat dari berat beban, umumnya digunakan pada mobil yang bermuatan berat. Ladder frame biasanya menggunakan bahan material yang paling umum adalah material dengan bahan baja ringan, dua batang memanjang tersebut merupakan bagian yang utama untuk menahan beban longitudinal akibat percepatan dan pengereman pada Gambar 2.1.

(Adriana dkk, 2017)

(2)

8 Gambar 2.1 Ladder Frame (Laka dkk, 2018)

Monocoque dalam istilah sederhana adalah sistem dimana bagian eksternal mendukung semua beban sistem. Monocoque terdiri dari sel pengemudi, elemen suspensi dan tangki bahan bakar. Mesin dipasang langsung ke bagian belakang unit monocoque dengan komposit atau pelat aluminium. Unit-unit ini, yaitu sasis, mesin, dan gearbox membentuk struktur yang membawa semua beban inersia dan aerodinamik. Dengan ini monocoque adalah struktural penting utama. Salah satu cara termudah untuk menerapkan komposit dalam sasis rangka ruang yang sudah ada adalah dengan mengganti bagian baja dengan panel geser komposit di bagian atas, bawah dan samping seperti pada Gambar 2.2. Konstruksi monocoque komposit full-body adalah proses yang kompleks tetapi menjamin untuk mencapai penghematan berat terbesar dan kekakuan tertinggi (Kamble dkk, 2019).

Gambar 2.2 Chassis Monocoque (Genta dan Morello, 2020)

(3)

9 Tubular space frame adalah salah satu jenis chassis terbaik yang dikenal dengan kekuatan luluh yang bagus, kekakuan torsional, ketahanan beban berat, dan ketahanan terhadap beban impak yang lebih baik. Frame jenis ini juga mudah untuk dirancang namun cukup sulit dalam hal konstruksi nya. Dalam mengaplikasian jenis tubular frame chassis sangat cocok diterapkan pada jenis kendaraan ringan atau mobil balap, contohnya pada mobil balap Formula SAE seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 (Isworo dkk, 2019).

Gambar 2.3 Tubular Space frame (Shantika, 2017)

Backbone chassis adalah chassis dengan struktur depan dan belakangnya yang terhubung dengan sebuah rangka yang melintang di sepanjang mobil.

Backbone chassis memiliki yang struktur kaku dan dapat menahan semua beban.

Beberapa jenis chassis mengintegrasikan jenis backbone ini ke struktur utama seperti mobil Locost. Namun chassis jenis backbone ini terdapat beberapa kelemahan, yaitu lebih berat untuk menghasilkan kekakuan torsional serta tidak adanya perlindungan jika terjadi tabrakan dari samping (side impact) yang ditunjukkan pada Gambar 2.4 (Isworo dkk, 2019).

Gambar 2.4 Backbone Chassis Type (Genta dan Morello, 2020)

(4)

10 Aluminium space frame dibuat untuk memperbaiki jenis chassis baja monocoque yang bertujuan untuk menghasilkan sebuah rangka yang ringan.

Chassis jenis ini dibesarkan dan dibuat pertama kali oleh perusahaan mobil Audi dengan perusahaan pembuatan aluminium Alcoa. Aluminium space frame dibuat untuk menggantikan chassis baja monocoque karena untuk menghasilkan sebuah rangka yang ringan. Aluminium Space frame diklaim 40% lebih ringan dibanding dengan rangka baja monocoque namun 40% lebih kaku (Isworo dkk, 2019).

2.2 Regulasi Shell Eco Marathon (SEM)

SEM memiliki beberapa aturan dalam perancangan chassis untuk kendaraan.

Dalam SEM aturan dalam perancangan dibedakan berdasarkan kategori Urban Concept dan Prototype. Sesuai regulasi SEM perancangan chassis harus melalui persyaratan pengujian beban pada struktur yang dirancang. Perancangan chassis harus dibuktikan dengan analisa terhadap struktur yang dilakukan pengujian beban sesuai Rules Chapter 1 SEM (Shell Eco Marathon, 2020).

Regulasi dalam SEM yang dipengaruhi perancangan chassis kendaraan.

Kendaraan harus terdiri dari tiga roda atau empat roda dengan kategori urban concept dan prototype. Berat minimum pengemudi untuk kategori prototype 50 kg dan untuk kategori urban concept 70 kg jadi standar pengemudi di SEM. Berat pengemudi tidak memenuhi persyaratan berat minimum maka pemberat harus dipasang pada kendaraan. SEM memiliki regulasi yang mengatur desain kendaraan 3A – General (Article 25: Vehicle Design dan Article 26: Chassis/Monocoque Solidity) dan 3B – Prototype Class (Article 39 Dimensions) dengan aturan 3A – General di Article 25 Vehicle Design berikut:

1. Kendaraan prototype harus memiliki tiga atau empat roda yang bersentuhan dengan jalan.

2. Kendaraan prototype harus memiliki zona crumple minimal 100 mm antara bagian depan bodi kendaraan dan kaki pengemudi.

3. Semua kendaraan harus tertutup sepenuhnya. Kendaraan dengan Open top vehicle tidak diperbolehkan. Kendaraan tidak boleh terlihat seperti sepeda, becak, dan kursi roda.

4. Penggunaan asbes dan bahan yang mengandung asbes dilarang.

(5)

11 Pada aturan 3A-General di Article 26: Chassis/Monocoque Solidity mengatur beberapa ketentuan pada SEM berikut:

1. Chassis kendaraan atau monocoque akan melindungi tubuh pengemudi dengan aman, termasuk zona crumple jika terjadi tabrakan dari depan, belakang dan rollover.

2. Chassis kendaraan harus dilengkapi dengan Roll bar dengan jarak efektif roll bar dengan helm pengemudi adalah 50 mm, saat posisi duduk pengemudi normal dengan sabuk pengaman.

3. Roll bar harus lebar bahu pengemudi saat duduk dalam posisi normal.

4. Roll bar harus mampu menahan beban statis 700 N yang ditetapkan dalam arah vertikal, horizontal, atau perpendicular.

Pada aturan 3B – Prototype Class di Article 39: Dimensions mengatur beberapa ketentuan pada SEM berikut:

1. Tinggi maksimum kendaraan harus kurang dari 1000 mm.

2. Track width kendaraan minimal 500 mm diukur antara titik tengah dimana roda terluar ban menyentuh tanah.

3. Rasio tinggi dibagi lebar lintasan harus kurang dari 1.25.

4. Jarak wheelbase kendaraan minimal 1000 mm.

5. Total lebar maksimum kendaraan tidak boleh melebihi 1300 mm.

6. Berat total maksimum tanpa pengemudi adalah 140 kg.

7. Tak satu pun dari dimensi tubuh di atas harus dicapai dengan desain singularitas seperti pelengkap stuck-on atau cut-out.

Pada regulasi SEM telah ditetapkan bentuk kendaraan kategori prototype yang akan ditunjukkan pada Gambar 2.5 adalah contoh dari kendaraan prototype pada SEM ini.

Gambar 2.5 Kendaraan Prototype Class (Shell Eco Marathon, 2020)

(6)

12

2.3 Material Chassis

Material yang paling diinginkan sebuah chassis adalah kekuatan, kekakuan, dan bobot pada material chassis. Karakteristik akan dipengaruhi dari material yang dipilih untuk kebutuhan chassis, sehingga kekerasan material dasar (Modulus Young) tidak dapat berubah signifikan baik setelah diperbaiki struktur secara mekanis atau pun kimiawi (Yusup dan Djafar, 2018).

Material chassis yang akan digunakan pada kendaraan listrik Enggang Evo 4.1 ada tiga jenis material yaitu ASTM A36, AISI 4130 dan Aluminum Alloy 6061- T6. Material ini digunakan karena mempertimbangkan nilai kekuatan, kekakuan, dan keringanan untuk chassis. Spesifikasi pada material yang digunakan pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Spesifikasi Material Mechanical

Properties ASTM A36*) AISI 4130 #) AA 6061-T6 $) Modulus elasticity 2,0 x 105 N/mm² 2,05 x 105 N/mm² 6.89 x 104 N/mm² Shear modulus 79300 N/mm² 80000 N/mm² 26000 N/mm²

Density 7850 kg/m³ 7850 kg/m³ 2700 kg/m³

Yield strength 250 N/mm² 440 N/mm² 276 N/mm² Tensile strength 400 - 550 N/mm² 670 N/mm² 310 N/mm²

Poisson ratio 0,26 0,29 0,33

*)Siswono and Mulyadi, (2019)

#)Mishra dkk, (2017)

$)Ary dkk, (2021)

2.4 Analisis Struktur

Struktur mengacu pada sistem bagian terhubung yang digunakan untuk menopang beban. Contoh penting yang terkait dengan teknik sipil termasuk gedung, jembatan, dan menara serta di cabang teknik lainnya seperti kerangka mobil, kerangka kapal dan pesawat, tank, bejana tekan, dan sistem mekanis. Saat merancang struktur untuk memenuhi fungsi tertentu untuk penggunaan umum, insinyur harus memperhitungkan keselamatan, estetika, dan kemudahan perbaikannya dengan tetap mempertimbangkan kendala ekonomi dan lingkungan.

(7)

13 Desain ini bersifat kreatif dan teknis serta membutuhkan pengetahuan mendasar tentang sifat material dan hukum mekanika yang mengatur efek material. Setelah desain awal dari suatu struktur diusulkan, struktur tersebut kemudian harus dianalisis untuk memastikan bahwa struktur tersebut memiliki kekakuan dan kekuatan yang diperlukan analisis struktur (Hibbeler, 2019).

Dasar menganalisis suatu perhitungan pada struktur rangka atau chassis mencakup beberapa hal yang harus diperhitungkan. Kekuatan dari struktur terhadap faktor luar yaitu gaya, beban, tegangan, defleksi, strain dan kekakuan torsional.

Gaya yang bekerja pada struktur perancangan chassis akibat dari besarnya pembebanan yang diterima oleh struktur chassis (Yusup dan Djafar, 2018).

2.4.1 Beban dan Gaya

Sebuah benda dapat dikenai beban permukaan dan gaya pada benda. Beban permukaan yang bekerja pada area permukaan benda yang kecil diberikan oleh gaya yang di konsentrasi, sedangkan beban terdistribusi bekerja pada area permukaan yang lebih besar dari tubuh. Pembebanan yang bekerja pada struktur yaitu beban terpusat dan beban merata. Beban terpusat merupakan beban kerja pada luas kecil atau biasanya dianggap pada suatu titik yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 (a).

Beban merata adalah beban kerja secara merata pada luas permukaan dari suatu struktur yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 (b) (Hibbeler, 2019).

Gambar 2.6 (a) Beban Terpusat dan (b) Beban Merata (Hibbeler, 2019)

Gaya merupakan interaksi benda yang memiliki massa mengalami perubahan gerak dalam bentuk arah atau konstruksi geometri dan hasil dari beban bekerja pada suatu struktur dengan menggunakan persamaan (Yusup dan Djafar, 2018).

𝐹 = 𝑚 × 𝑎

(2.1)

(a) (b)

(8)

14

2.4.2 Tegangan

Tegangan merupakan reaksi pada suatu struktur mengalami pembebanan, dimana beban yang diberikan akan diteruskan ke semua struktur pada chassis.

Pembebanan pada tegangan di suatu struktur terbagi menjadi dua yaitu tegangan normal dan tegangan geser. Tegangan normal merupakan besar gaya yang diberikan pada struktur baik gaya Tarik maupun tekan per satuan luas penampang. Sedangkan tegangan geser di definisikan sebagai tegangan penampang melintang pada struktur yang menggunakan persamaan (Yusup dan Djafar, 2018).

Menurut buku Hibbeler mencari nilai tegangan pada suatu benda perlu diketahui luas permukaan (A) dari suatu benda yang akan dibebani dengan nilai gaya (F) yang telah ditentukan yang dapat dihitung dengan Persamaan 2.2.

𝜎 =

𝐹

𝐴 (2.2)

2.4.3 Defleksi

Defleksi struktur dapat terjadi dari berbagai sumber, seperti beban, suhu, kesalahan fabrikasi. Dalam desain, defleksi harus di boundary untuk memberikan integritas dan stabilitas, dan mencegah retak nya material rapuh. Defleksi pada titik- titik tertentu dalam suatu struktur harus ditentukan jika seseorang ingin menganalisis struktur yang secara statis tidak dapat ditentukan. Defleksi yang akan dipertimbangkan hanya berlaku untuk struktur yang memiliki respons bahan elastis linier. Dalam kondisi ini, struktur yang dibebani akan kembali ke posisi semula tidak berbentuk setelah beban dilepas. Lendutan suatu struktur disebabkan oleh pembebanan internal seperti gaya normal, gaya geser, atau momen lentur. Untuk balok dan rangka, bagaimana pun, defleksi terbesar paling sering disebabkan oleh tekukan internal, sedangkan gaya aksial internal menyebabkan defleksi pada rangka ditunjukkan pada Gambar 2.7 (Hibbeler, 2019).

(9)

15 Gambar 2.7 Defleksi pada Struktur (Hibbeler, 2019)

2.4.4 Strain

Dalam menggambarkan deformasi pada benda dengan menunjukkan perubahan panjang segmen garis dan perubahan sudut dari benda, sehingga dikembangkan konsep regangan (strain). Kebanyakan desain rekayasa melibatkan aplikasi yang mendapatkan hasil deformasi kecil yang diperbolehkan. Oleh karena itu, mengasumsikan bahwa deformasi yang terjadi di dalam benda sangat kecil.

Misalnya regangan normal yang terjadi di dalam material sangat kecil dibandingkan dengan 1. Jika beban aksial P diberikan pada batang akan mengubah panjang batang awal l0 menjadi panjang l yang dituliskan pada Persamaan 2.3 (Hibbeler, 2019).

𝜖 =

𝑙−𝑙0

𝑙0 (2.3)

Maka, regangan nominal atau rekayasa ditemukan langsung dari pembacaan pengukur regangan atau dengan membagi perubahan panjang pada spesimen, jadi dapat dinyatakan pada Persamaan 2.4.

𝜖 =

𝑋

𝑙0 (2.4)

Peningkatan tegangan akan menyebabkan peningkatan regangan yang proporsional. Fakta ini ditemukan pada tahun 1676 oleh Robert Hooke menggunakan pegas yang dikenal sebagai hukum hooke. Dimana E adalah konstanta proporsionalitas yang disebut modulus elastisitas atau modulus young yang dinyatakan secara matematis pada Persamaan 2.5.

𝜎 = 𝐸𝜖

(2.5)

(10)

16

2.4.5 Kekakuan Torsional

Kekakuan K struktur berhubungan dengan defleksi ∆ yang dihasilkan ketika beban P diterapkan, yaitu 𝑃 = 1 4⁄ 𝐾∆, hanya berlaku untuk struktur dalam rentang elastis. Kekakuan struktur kendaraan memiliki pengaruh penting pada penanganan dan perilaku getaran. Penting untuk memastikan bahwa defleksi akibat beban yang sangat berat dan tidak terlalu besar sehingga mengganggu fungsi kendaraan.

Kekakuan torsi sering dianggap sebagai pertimbangan terpenting dalam konstruksi sasis. Beban torsi mencoba memutar salah satu ujung sasis ke ujung lainnya, Gambar 2.8 yang berdampak negatif pada penanganan mobil. Sasis dapat disederhanakan menjadi model pegas yang menghubungkan unit suspensi depan dan belakang. Kekakuan torsi digunakan untuk menentukan seberapa besar struktur dapat menahan puntiran.

Parameter yang sangat penting pada kendaraan untuk menahan tegangan dan defleksi torsi selama berbelok, menikung saat melayang, dan permukaan jalan yang bergelombang. Memiliki kekakuan torsi yang tinggi merupakan hal yang baik karena memungkinkan untuk mengontrol parameter penanganan dengan menyesuaikan parameter suspensi. Jika mobil cukup kaku di bawah pembebanan torsi maka biasanya akan tahan terhadap tekukan dan tekukan longitudinal atau lateral (Kolhe dan Joijode, 2016).

Gambar 2.8 Ilustrasi Chassis Saat Beban Torsional (Velie, 2017)

(11)

17 Menurut Kolhe dan Joijode dalam mencari nilai kekakuan torsional ada nilai yang harus dicari terlebih dahulu dengan menggunakan beberapa rumus. Gaya torsional merupakan hasil dari jumlah beban kendaraan baik komponen dan beban dari chassis menggunakan Persamaan 2.6.

𝐹 = 𝑚𝑘× 𝑎 (2.6)

Selanjutnya dalam mencari nilai Torsi (T) akibat pembebanan torsional pada chassis Kendaraan menggunakan Persamaan 2.7.

𝑇 = 𝐹 ×1

2𝑡𝑟 (2.7)

Kemudian pada tahap ketiga mencari nilai derajat defleksi (Ɵ), dimana nilai defleksi didapatkan dari hasil simulasi pengujian beban torsional pada chassis.

Dengan menggunakan Persamaan 2.8 akan didapatkan nilai derajat defleksi (Ɵ).

Ɵ = 𝑡𝑎𝑛−1(1 𝑋

⁄ ×𝑡𝑟2 ) (2.8)

Sehingga didapatkan nilai dari Kekakuan Torsional (K) chassis menggunakan persamaan 2.9.

𝐾 =

𝑇

Ɵ (2.9)

Menurut data global yang telah ditetapkan dari beberapa penelitian nilai kekakuan torsional pada chassis harus di atas 1600 ft-lb/deg atau dapat dikonversi menjadi 2169.3 Nm/deg (Kolhe dan Joijode, 2016).

2.5 Faktor Keamanan

Faktor keamanan adalah faktor yang digunakan sebagai jaminan dalam proses perancangan pada suatu desain konstruksi. Pada dasarnya faktor keamanan harus lebih besar dari nilai satu, karena kekuatan tegangan pada material konstruksi yang didesain harus lebih besar dari pada tegangan yang diberikan dan ketahanan material terhadap beban yang diterima konstruksi desain. Sehingga didapatkan jaminan keamanan dengan persamaan 2.10 (Zaki dkk, 2016).

(12)

18 Menurut buku Hibbler dalam memastikan keamanan pada bagian struktural atau mekanis perlu membatasi beban yang diberikan pada bagian tersebut. Salah satu metode untuk menentukan beban yang untuk suatu komponen struktur adalah mencari nilai faktor keamanan (FOS) seperti yang ditunjukkan pada Persamaan 2.10.

𝐹𝑂𝑆 =

𝜎𝑦𝑠

𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛 (2.10)

Faktor keamanan ditentukan dari beberapa parameter. Parameter dari faktor keamanan adalah jenis material, tipe dan mekanisme aplikasi beban, state of stress, dan lain-lain yang tertera pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Faktor Keamanan Dalam Perancangan No Faktor Keamanan

Yang Disarankan Hasil

1. N= 1.25 – 1.50 Data material akurat dan andal, jenis pembebanan yang pasti, metode perhitungan tegangan yang akurat

2. N= 1.50 – 2 Data material yang cukup baik, kondisi lingkungan yang stabil dan beban serta tegangan yang terjadi dapat dihitung dengan baik.

3. N= 2.00 – 2.50 Material rata-rata, komponen dioperasikan pada lingkungan normal, beban dan tegangan dapat dihitung dengan normal.

4. N= 2.50 – 3.00 Untuk material yang datanya kurang baik, atau material getas dengan pembebanan dan lingkungan rata-rata

5 N= 3.00 – 4.00 Untuk material yang belum teruji, dengan pembebanan dan lingkungan rata-rata. Angka ini juga disarankan untuk material yang teruji dengan baik, tetapi kondisi lingkungan dan pembebanan tidak dapat ditentukan dengan pasti.

6 Beban berulang-ulang (bolak-balik): angka-angka yang disarankan di atas dapat digunakan tetapi dengan endurance limit sebagai “significant strength”.

(13)

19 No Faktor Keamanan Yang

Disarankan Hasil

7 Beban impak: angka-angka yang disarankan di atas dapat digunakan tetapi faktor impak harus dimasukkan.

8 Material getas: angka-angka disarankan di atas dikalikan dua untuk material getas, faktor keamanan dihitung terhadap ultimate strength.

*) (Deutschman, 1975)

2.6 Metode Finite element analysis (FEA)

Finite Element Method (FEM), kadang-kadang disebut sebagai Finite element analysis (FEA) adalah metode analisis numerik atau komputasi, tidak mengherankan jika popularitas nya telah memotivasi pengembangan berbagai program elemen hingga, baik yang berorientasi komersial maupun penelitian.

Perangkat lunak komersial biasanya dipasarkan oleh perusahaan swasta dan disertai dengan antarmuka pengguna grafis (GUI) yang sesuai untuk fasilitas pengguna.

FEM untuk desain dan analisis, dalam berbagai disiplin ilmu dan teknik. Beberapa contoh aplikasi ilustratif dari FEM disediakan di bagian ini. Disiplin teknik struktural memiliki 8 Fundamentals of Finite element analysis yang menggunakan metode untuk simulasi struktur sipil dan dirgantara. Contoh khusus yang diberikan di sini adalah simulasi komponen dan sistem bangunan di bawah peristiwa pembebanan yang sangat berat, seperti gempa bumi yang menyebabkan kerusakan struktural dan bahkan keruntuhan (Koutromanos, 2018).

Gambar 2.9 Meshing Domain Tiga Dimensi (Koutromanos, 2018)

(14)

20 FEA adalah salah satu dari banyak Computer Aided Engineering (CAE) yang digunakan dalam proses desain mekanik. Alat CAE lainnya termasuk analisis aliran fluida yang biasa disebut Computation Fluid Dynamics (CFD) dan analisis mekanisme. Tiga alat CAE adalah FEA, CFD, dan analisis gerak terintegrasi dengan Computer Aided Design (CAD), yang merupakan hub untuk semua aplikasi CAE. Geometri dan sifat material dapat ditukarkan antara CAD dan Add-in serta langsung antara Add-in yang berbeda seperti pada Gambar 2.11 (Kurowski, 2017).

Gambar 2.10 Tiga Aplikasi FEA, CFD, dan analisis gerakan Add-in CAD (Kurowski, 2017)

Processing adalah tahap awal, di langkah ini perancang membuat model 3D dari struktur yang akan dianalisis. Permodelan akan masuk proses Meshing, pada proses ini permodelan dibagi-bagi menjadi elemen kecil. Elemen-elemen tersebut kemudian dihubungkan dengan titik node, pada node tertentu disebut sebagai bagian tumpuan (fixture) dan noda lainnya disebut sebagai bagian yang dikenai beban (load). Pada tahap ini juga mendefinisikan sifat material yang dipilih oleh perancang untuk model 3D.

Analysis adalah tahap dimana seluruh data yang telah di masukan pada tahap processing akan digunakan sebagai masukan pada kode finite element untuk membangun dan menyelesaikan dengan menggunakan persamaan matematika yaitu aljabar linear maupun nonlinear.

Post-Processing merupakan tahap terakhir yang menampilkan hasil akhir analisa numerik dengan tampilan data stress, Displacement, dan factor of safety.

Data yang ditampilkan adalah warna degradasi, menggambarkan tingkat tinggi

(15)

21 rendahnya tegangan, displacement, dan factor of safety pada permodelan perancangan yang telah disimulasikan (Yusup dan Djafar, 2018).

2.7 Penelitian Terdahulu

Pelaksanaan penelitian harus dilakukan pengkajian terhadap penelitian terdahulu dengan tujuan untuk mendapatkan referensi yang sesuai dengan yang diteliti. Berdasarkan Taufik Hidayat, Nazaruddin, dan Syafri dengan jurnal yang berjudul Perancangan dan Analisis Statis Chassis Kendaraan Shell Eco Marathon Tipe Urban Concept. Chassis menggunakan jenis ladder frame dengan material Aluminum Alloy 6061 untuk dilakukan analisis statis pada chassis. Pada chassis menggunakan variasi ukuran dimensi 40 x 40 x 2 mm dan 25 x 25 x 3 mm serta dilakukan simulasi statis untuk pengujian beban vertikal dengan asumsi berat pengemudi 70 kg dimana berat badan pengemudi adalah 60 kg yaitu 80% dari berat pengemudi dan untuk berat kaki pengemudi 20% dari berat pengemudi yaitu 10 kg serta berat mesin sebesar 40 kg untuk ketentuan batang tertentu. Maka didapatkan hasil simulasi berupa tegangan maksimum yang terjadi sebesar 19,36 MPa dan Displacement sebesar 3,542 mm serta safety of factor dengan nilai 10,5. Sedangkan untuk analisis perhitungan secara manual diperoleh tegangan maksimum chassis sebesar 18,3 MPa dan defleksi sebesar 3,35 mm. Sehingga Pemilihan aluminum alloy 6010 sebagai material chassis dinyatakan aman karena memiliki safety factor lebih besar dari satu yaitu sebesar 10,5.

Berdasarkan penelitian Muhammad Muttaqin Yusup dan Alfian Djafar yang berjudul Perancangan Rangka Tubular Space frame kendaraan Listrik FSAE-ITK Ditinjau dari Simulasi Finite element analysis (FEA). Pada penelitian ini menggunakan jenis rangka tubular space frame yang berpenampang tubular pipe dan mengacu pada regulasi aturan FSAE 2018 dengan bantuan perangkat lunak yang dapat menganalisis karakter suatu model untuk menggunakan metode simulasi FEA. Pada perancangan rangka memiliki ukuran wheelbase 1600 mm dan track width 1250 mm dengan cockpit opening serta cockpit internal cross section. Pada penelitian ini menggunakan variasi material AISI 4130 dan ASTM A36 dengan ketentuan ukuran diameter pipa dan ketebalan adalah 25,4 mm x 2 mm dan 25,4 mm x 1,8 mm. Pembebanan yang diberikan pada rangka adalah beban vertikal,

(16)

22 torsional, main roll hoop, front roll hoop, side impact, dan front bulkhead untuk mendapatkan nilai berupa tegangan, defleksi, dan faktor keamanan. Maka perancangan rangka telah memenuhi aturan regulasi FSAE 2018, tegangan maksimal pada seluruh pembebanan dengan material AISI 4130 dan ASTM A36 yaitu sebesar 199,4 N/mm2 nilai ini masih di bawah nilai tegangan luluh material AISI 4130 dan ASTM A36, nilai kekakuan torsional pada kedua jenis material adalah 7452,384 Nm/degree yang telah memenuhi batas minimal. Faktor keamanan terkecil dari hasil simulasi pada material AISI 4130 sebesar 2,08 dan material ASTM A36 sebesar 1,254, sehingga perancangan rangka kendaraan listrik FSAE-ITK yang aman menggunakan material AISI 4130.

Menurut Mukunda Dabair dan S. Pavankalyan dalam jurnal yang berjudul Design and Analysis of Truck Chassis. Pada penelitian ini chassis menggunakan jenis ladder frame yang memiliki tiga variasi penampang pada chassis nya yaitu Rectangular Box Section, C-Section, dan I-Section serta menggunakan tiga variasi material yaitu AISI 4130, AISI A304, dan Aluminum Alloy 6061-T6. Penelitian ini menggunakan metode simulasi desain dengan software ANSYS dan CATIA yang bertujuan mendapatkan nilai berupa defleksi, von mises stress, dan max shear stress pada setiap material serta setiap penampang. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah rectangular box section memiliki kekuatan yang tinggi dibandingkan C- section dan I-section, material AISI 4130 menunjukkan deformasi terkecil pada ketiga penampang, rectangular box menunjukkan nilai defleksi 5.01 mm, von mises stress sebesar 73,50 MPa, dan max shear stress sebesar 39,50 MPa, dan untuk penampang melintang terbaik untuk chassis adalah C-section karena memiliki efektivitas ekonomis dan material terbaik diantara ketiganya adalah baja tahan karat AISI A 304 dikarenakan memiliki ketahanan korosi yang tinggi dengan nilai tegangan dan deformasi yang sedikit lebih besar dari baja AISI 4130.

Berdasarkan penelitian Ellianto dan Nurcahyo dengan judul Rancang Bangun dan Simulasi Pembebanan Statis pada Sasis Mobil Hemat Energi Kategori Prototype sesuai dengan regulasi KMHE. Penelitian ini bertujuan untuk merancang sasis dengan metode simulasi pembebanan statis pada sasis agar mengetahui batas aman sasis mobil. Pembebanan stasis menggunakan variasi beban pengemudi dengan nilai 50 kg sampai 90 kg. Pengujian beban statis menggunakan metode FEA

(17)

23 untuk mendapatkan nilai von mises stress, displacement, dan safety factor dengan ukuran dimensi sasis kendaraan dengan panjang 2800 mm, lebar 400 mm, dan tinggi 550 mm. Hasil simulasi yang didapatkan nilai von mises stress yang terbesar pada rangka adalah 52,48 MPa, nilai displacement sebesar 0,477 mm, dan nilai safety factor yang paling kecil dengan nilai 5,24 dan safety factor terbesar adalah 15. Sehingga dapat disimpulkan bahwa desain sasis mobil hemat energi dalam batas aman.

Berdasarkan penelitian Ary, Prabowo, dan Imaduddin yang berjudul Structural Assessment of an Energy-Efficient Urban Vehicle Chassis using Finite element analysis-A Case Study. Rangka yang cenderung menerima beban yang berlebihan akan menyebabkan kejadian yang tidak diinginkan yaitu retak atau kegagalan. Pengaruh variasi ketebalan sasis, material dan pembebanan yang diberikan. Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi ketentuan regulasi KMHE yang serupa dengan SEM dengan permodelan dan analisis numerik menggunakan pendekatan finite element dengan software Autodesk Fusion 360 untuk mendapatkan hasil berupa safety factor, stress, displacement, dan strain untuk aluminum alloy 6061 dan CFRP serta menggunakan ukuran variasi ketebalan yaitu 1,4 mm dan 0,9 mm. Hasil simulasi dengan pemberian beban vertikal sebesar 700 N untuk ketebalan pipa 1,4 mm mendapatkan nilai tegangan maksimum 24,17 MPa, Maksimum strain 0,0005826, displacement 1.001 mm, dan safety factor 11,38 untuk material Aluminum Alloy 6061, sedangkan untuk material CFRP mendapatkan nilai tegangan maksimum 23,1 MPa, strain 0.000304, displacement 0,516 mm, dan safety factor 12,99. Maka dapat disimpulkan sasis ini masih aman dan tidak terjadi kegagalan dikarenakan nilai tegangan maksimum dari kedua jenis material masih di bawah tegangan luluh dan nilai safety factor masih di atas nilai batas suatu perancangan sasis.

Rangkuman hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan ditunjukkan pada Tabel 4.3.

(18)

24 Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu

No

Nama dan Tahun Publikasi

Hasil

1 Hidayat dkk, 2017

Metode : Perancangan dan analisis statis chassis dengan kondisi pembebanan vertikal berdasarkan tegangan prinsipal, Displacement, dan safety of factor menggunakan software Autodesk Inventor.

Hasil : Analisis statis mendapatkan nilai tegangan maksimum 19,4 MPa dan defleksi 3.54 mm dengan safety of factor 10.5 pada material aluminum alloy 6061, maka chassis masih dalam batas yang diizinkan dan dinyatakan aman

2 Yusup dkk, 2018

Metode : Perancangan rangka dengan simulasi Finite element analysis (FEA) dengan parameter tegangan, defleksi, dan faktor keamanan pada variasi pembebanan vertikal, torsional, Main Roll Hoop, Front roll hoop, Side impact, dan Front bulkhead untuk dua jenis material yaitu AISI 4130 dan ASTM A36.

Hasil : Desain rangka telah memenuhi regulasi FSAE 2018 dengan tegangan maksimal pada seluruh pembebanan adalah 199,4 N/mm2 dan masih di bawah nilai tegangan luluh dari material AISI 4130 dan ASTM A36. Dari hasil simulasi didapatkan nilai kekakuan torsional pada rangka sebesar 7452,348 Nm/degree yang telah memenuhi batas minimal, dengan nila faktor keamanan pada material AISI 4130 2,08 dan ASTM A36 1,254, maka nilai tersebut masih dalam batas standar perancangan rangka.

3 Dabair dkk, 2020

Metode : Desain dan analisis chassis truk dengan pembebanan statis pada chassis dengan penampang C, I, dan Hollow Box Section yang dimensi telah di kontrol dengan variasi material AISI 4130, AISI A304 Stainless Steel, dan Aluminum Alloy 6061-T6 berdasarkan von mises stress, max shear stress, dan deformasi menggunakan ANSYS dan CATIA.

Hasil : Chassis dengan bentuk rectangular box section memiliki kekuatan yang tinggi dibandingkan C, I section.

Material AISI 4130 menunjukkan hasil deformasi terkecil, dan rectangular box memiliki nilai defleksi, von mises stress (ekuivalen), max shear stress terkecil yaitu 5,01mm, 73,50 MPa, dan 39,50 MPa.

(19)

25 No

Nama dan Tahun Publikasi

Hasil

4 Ellianto dkk, 2020

Metode : Rancang bangun dan simulasi pembebanan statis pada sasis mobil hemat energi dengan menggunakan metode Finite element analysis (FEA) berdasarkan regulasi KMHE kategori prototipe untuk mendapatkan batas aman sasis.

Variasi beban stasis adalah beban pengemudi pada simulasi untuk mendapatkan nilai berupa von mises strees, displacement, dan safety factor.

Hasil : Perancangan rangka menggunakan software dengan dimensi 2800 mm, lebar 400 mm dan tinggi 550 mm pada material aluminum alloy 6061. Berdasarkan hasil simulasi mendapatkan nilai von mises stress sebesar 52,48 MPa, displacement sebesar 0.477 mm, dan safety factor sebesar 15, maka nilai masih di bawah nilai tegangan luluh material dan di atas nilai batas suatu perancangan safety factor.

Sehingga sasis kendaraan mobil dalam kategori aman.

5 Ary dkk, 2020

Metode : Penilaian struktur Chassis dengan Finite element analysis (FEA) mempertimbangkan beban eksternal dan beban internal menggunakan permodelan dan analisis numerik dengan finite element pada software Autodesk Fusion 360 untuk pemberian beban vertikal dengan variasi beban sebesar 700 N dan 150 N. Nilai variasi material yaitu Aluminum alloy 6061 dan CFRP dengan ketebalan 1,4 mm dan 0,9 mm.

Hasil : Untuk ketebalan pipa 1,4 mm mendapatkan nilai tegangan maksimum 24,17 MPa, Maksimum strain 0,0005826, displacement 1.001 mm, dan safety factor 11,38 pada material Aluminum Alloy 6061. Indikasi Reduksi yang terjadi pada kekuatan dengan penurunan ketebalan material.

Dalam hal beban, dan perubahan distribusi beban, sedangkan perbedaan kekuatan material menyebabkan variasi distribusi gaya.

Referensi

Dokumen terkait

Daya laser 1500W memberikan nilai UY paling tinggi sebesar 1,129 mm dengan kombinasi jalur circumferential , kecepatan scanning 10 mm/s serta tegangan maksimum 414

Dan tegangan maksimum akibat gaya geser dan momen terfaktor tidak boleh melebihi dari: √.. Spasi tulangan pada penampang kritis tidak boleh lebih dari dua kali

Program ini dapat digunakan untuk memperkirakan nilai tegangan, regangan, atau defleksi pada suatu system lapisan perkerasan yang diakibatkan oleh beban statis.. Modulus elastisitas,

Gambar 2.2 Defleksi Akibat Beban Lateral Untuk Pondasi Tiang Pendek Dengan Kondisi Kepala Tiang Bebas Pada Tanah Kohesif.. (Sumber:

Permasalahan: Seberapa besar tegangan regangan maksimum yang dapat diterima kapal pada kondisi hogging dan sagging dengan penambahan panjang untuk kapal Ferry Ro-Ro.

Dengan menggunakan prinsip tegangan efektif, kuat geser maksimum suatu elemen tanah bukan merupakan fungsi dari tegangan normal total yang bekerja pada bidang tersebut

c) tegangan yang terjadi pada beban maksimum pada titik kritis konstruksi badan monorel, untuk tegangan tarik maupun tegangan geser maksimum 75% tegangan mulur

Syarat kinerja batas ultimit berdasar RSNI 03-1726-2012 adalah penentuan simpangan antar lantai tingkat desain ∆ harus dihitung sebagai perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat