• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi penjelasan mengenai kajian pustaka dari beberapa referensi seperti buku, jurnal, dan paper yang diperlukan sebagai penunjang pada penyelesaian penelitian tugas akhir.

2.1 Gula Darah

Gula darah atau biasa disebut glukosa adalah senyawa karbohidrat yang digunakan untuk menghasilkan energi. Glukosa pada tubuh akan digunakan sebagai energi atau dapat disimpan dalam sel-sel hati maupun otot sebagai glikogen untuk digunakan di lain waktu. Gula darah biasanya diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein makanan hasil dari pemecahan zat tepung yang dimakan seperti nasi, ubi, jagung, kentang, roti, dan sebagainya (Djojodibroto, 2003).

Kelainan pada jumlah darah dalam tubuh terdiri dari hiperglikemia dan hipoglikemia. Hipoglikemia adalah kondisi saat kadar gula darah berada di bawah normal (< 70 mg/dL) akibat ketidakseimbangan makanan yang dimakan. Kelainan ini ditandai dengan pusing, pandangan kabur, lesu, dan berkeringat. Hiperglikemia adalah kondisi saat kadar gula darah dalam darah melonjak tinggi (≥ 200 mg/dL) dan akhirnya menjadi penyakit yang disebut Diabetes Melitus (DM). DM merupakan penyakit yang terjadi akibat tingginya kadar gula darah karena sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Gejala utama yang dirasakan oleh pasien DM adalah turunnya berat badan, sering buang air kecil, luka yang sulit sembuh, dan sering merasa lapar dan haus (Soelistijo et al., 2019).

Pengukuran gula darah menjadi salah satu metode untuk mengetahui kadar gula darah dalam tubuh. Kadar gula darah berdasarkan kondisi terbagi menjadi 3 yaitu normal, prediabetes, dan diabetes. Menurut para ahli, pengukuran dapat dilakukan pada seseorang dengan 2 metode yaitu saat sedang berpuasa (8 jam tidak mendapat asupan) dan 2 jam setelah makan. Akan tetapi, kadar gula darah setiap metode berbeda saat dilakukan diagnosis dengan melihat 3 kondisi yang telah disebutkan. Berikut adalah tabel 2.1 yang menggambarkan kadar gula darah

(2)

8 berdasarkan metode dan kondisi untuk melakukan diagnosis (Soelistijo et al., 2019).

Tabel 2.1 Kadar Gula Darah untuk Diagnosis

Kadar Gula Darah (Kondisi)

Metode

Gula darah puasa (mg/dL) Gula darah 2 jam setelah makan (mg/dL)

Diabetes ≥ 126 ≥ 200

Pre-Diabetes 100-125 140 – 199

Normal 70-99 70 -139

*)Soelistijo et al., 2019

2.2 Spektroskopi

Spektroskopi atau reflektansi cahaya adalah studi tentang pengukuran berdasarkan interaksi cahaya yang terpantul atau terhambur dari materi baik padat, cair atau gas sebagai fungsi panjang gelombang. Jika suatu materi disinari, cahaya yang keluar menjauhi materi akan diserap dengan panjang gelombang yang sama atau berbeda. Cahaya yang digunakan untuk reflektansi cahaya yaitu spektrum elektromagnetik. Terdapat beberapa jenis cahaya spektrum berdasarkan panjang gelombang cahayanya. Umumnya, spektrum yang digunakan dalam metode spektroskopi yaitu spektroskopi inframerah. Inframerah dengan panjang gelombang 750 nm – 100k nm (Gauglitz and Vo-Dinh, 2003).

Terdapat 3 jenis inframerah, yaitu near infrared (750 nm – 1500 nm), mid infrared (1500 nm – 10000 nm), dan long infrared (10000 nm – 100k nm). Walau terdapat 3 jenis infrared, tidak semua dapat digunakan dengan alasan keamanan makhluk hidup. Near Infrared merupakan jenis inframerah yang digunakan dalam berbagai teknologi dikarenakan mudah dibuat, cepat, menyediakan teknik pengambilan sampel yang berbeda untuk gas, cairan, dan padatan, dan aman serta tidak melukai fisik apabila kontak langsung dengan makhluk hidup (Gauglitz and Vo-Dinh, 2003). Pada penelitian ini, digunakan metode spektroskopi inframerah untuk mengetahui kadar gula darah yang bersifat cair dengan menggunakan near- infrared.

(3)

9 Gambar 2.1 Jalur cahaya glukosa

Pade pengukuran, akan seperti pada gambar 2.1. Apabila lebih sedikit glukosa maka akan lebih banyak hamburan, lebih panjang jalur dan penyerapan lebih sedikit sehingga cahaya yang diterima lebih banyak. Sebaliknya, lebih banyak glukosa maka lebih sedikit hamburan, lebih banyak penyerapan penyerapan sehingga cahaya yang diterima lebih sedikit (Udara, 2019).

2.3 Near Infrared Sensor

Near infrared (NIR) sensor merupakan salah satu teknik spektroskopi dengan menggunakan wilayah panjang gelombang inframerah pada spektrum elektromagnetik 700 hingga 1500 nm. Cahaya NIR sensor memiliki energi yang kecil saat mengenai bahan dan hanya menembus sekitar satu milimeter permukaan bahan, tergantung dari komposisi bahan tersebut. NIR sensor memiliki sistem.

Informasi NIR diperoleh dari interaksi dekat radiasi inframerah dengan ikatan kimia. (Dryden, 2003).

Ukuran dan suhu partikel yang bervariasi akan mempengaruhi penyebaran radiasi inframerah pada saat melewati sampel. Partikel berukuran besar akan menyerap banyak sinar radiasi sehingga tidak dapat menyebarkan radiasi inframerah saat dipantulkan oleh sampel. Sebaliknya pada partikel berukuran kecil akan menyerap sedikit sinar radiasi sehingga dapat menyebarkan radiasi inframerah lebih banyak. Makin banyak radiasi yang diserap dapat memberikan nilai absorban yang tinggi dan efeknya besar pada panjang gelombang yang diserap lebih kuat.

Pada dunia medis, penyerapan radiasi tergantung pada oksigen darah dan/atau gula

(4)

10 darah. Semakin tinggi gula darah, semakin kental dan padat darah sehingga penyerapan radiasi inframerah semakin besar (Dryden, 2003)

2.4 Photodiode

Sensor cahaya adalah sebuah komponen elektronika yang fungsinya untuk mengubah besaran optik (cahaya) menjadi listrik. Berdasarkan perubahan listrik yang dihasilkan, sensor cahaya dibagi menjadi dua jenis, yaitu fotovoltaik dan fotokonduktif. Photodiode merupakan salah satu sensor cahaya fotokonduktif.

Sensor ini dapat merespon stimulus berupa cahaya tampak dan tidak tampak, serta dapat mengubah intensitas cahaya yang terdeteksi menjadi arus (Setyaningsih and Prastiyanto, 2017).

Photodiode adalah jenis dioda yang resistansinya berubah apabila saat terkena sinar cahaya. Intensitas cahaya yang diterima akan mempengaruhi resistansi dari photodiode, semakin banyak intensitas cahaya yang diterima maka semakin kecil resistansi dari photodiode. Sebaliknya, jika semakin sedikit intensitas cahaya yang diterima, maka semakin besar nilai resistansinya. Sensor photodioda akan mengubah besaran cahaya yang diterima menjadi perubahan konduktansi (kemampuan suatu benda menghantarkan arus listrik dari suatu bahan) (Setyaningsih and Prastiyanto, 2017).

2.5 TCRT5000 (Kombinasi NIR Sensor dan Photodiode)

TCRT5000 merupakan komponen elektronika yang memuat pemancar dan detektor inframerah (infrared) dalam satu komponen. Konstruksi komponen ini diatur sedemikian yang memuat emitter (pemancar) dan receiver (penerima) berada pada arah yang sama. Oleh sebab itu, komponen ini mampu mendeteksi keberadaan objek yang mendekat dengan cara mendeteksi pantulan sinar merah yang terpancarkan dan memantul pada permukaan objek tersebut (Wibowo, Hunaini and Effendy, 2018). Pemancar pada TCRT5000 adalah near infrared sensor dengan menggunakan cahaya inframerah yang memiliki panjang gelombang 950 nm. Pada sisi penerima terdapat photodiode untuk mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. Keluaran sensor ini dapat didefinisikan menjadi dua jenis, tegangan analog DC dan keluaran sinyal digital. Apabila sensor dapat mendeteksi kerapatan cahaya

(5)

11 dengan baik maka tegangan keluaran bernilai tinggi begitupun sebaliknya (Wibowo, Hunaini and Effendy, 2018).

Gambar 2.2 Tampilan sensor TCRT5000

2.6 Non-Inverter Amplifier

Non-inverting amplifier atau penguat tak membalik adalah rangkaian penguat yang memiliki polaritas keluaran yang sama dengan polaritas masukannya. Penguat ini mempunyai masukan yang dibuat terhubung melalui input non-inverting.

Rangkaian penguat ini dibangun menggunakan penguat operasional dan berfungsi untuk menghasilkan tegangan keluaran sefasa yang lebih besar dari masukan.

Berikut adalah gambar 2.3 yang merupakan rangkaian dasar dari non-inverting amplifier (Malvino, 1994).

Gambar 2.3 Rangkain Non-Inverting Amplifier

(6)

12 Adapun persamaan 2.1 adalah tegangan keluaran dari penguat non-inverting sesuai rangkaian dasar

Vout = (1 +R2

R1)Vin 2.1

Jika penguatan merupakan perbandingan antara tegangan keluaran dan masukan, maka persamaan yang dapat diperoleh adalah

Gain = 1 + R2

R1 2.2

2.7 Mikrokontroler NodeMCU V3 ESP8266

NodeMCU (multipoint control unit) adalah platform dan kit pengembangan open source IoT (Internet of Thing) yang menggunakan bahasa pemrograman Lua untuk membantu pembuatan prototype produk IoT. NodeMCU V3 dilengkapi dengan modul WiFi ESP8266 dan chip programmer CH340 yang dapat diprogram menggunakan software arduino IDE. Pengembangan kit ini didasarkan pada modul ESP8266, yang mengintegrasikan GPIO (General Purpose Input-Output), PWM (Pulse Width Modulation), IIC (Inter Integrated Circuit), 1-Wire dan ADC (Analog to Digital Converter) semuanya dalam satu papan (board). Pada gambar 2.3 diperlihatkan skema NodeMCU V3 ESP8266 (Hermawan and Abdurrohman, 2020)

Gambar 2.4 Skema NodeMCU V3 ESP8266

(7)

13 2.8 ADC

Analog to Digital Converter (ADC) merupakan pengubah nilai suatu masukan analog menjadi sinyal digital (angka). ADC digunakan karena sebagian besar data/sinyal yang dihasilkan oleh sensor merupakan besaran analog. Konversi data pada ADC merupakan suatu metode pengolahan data analog, sehingga dapat dimodifikasi, dimanipulasi dan diubah karakteristiknya. ADC banyak digunakan sebagai komunikasi digital, pengatur proses industri dan rangkaian pengukuran/

pengujian. Seperti diketahui, komputer hanya dapat membaca sinyal diskrit/biner, dan di dunia nyata segala sesuatunya secara fisis merupakan kuantitas analog (suhu, tekanan kecepatan, kelembapan, dll). Kuantitas analog ini diubah menjadi besaran listrik (nilai tegangan atau arus yang setara) menggunakan transduser sebelum masuk rangkaian ADC untuk diubah menjadi sinyal digital. Sinyal digital inilah yang akan dibaca dan diproses oleh komputer Memahami resolusi ADC sangat penting untuk menentukan ketelitian hasil konversi. Resolusi ADC dinyatakan dalam bit dan sebagai output data digital serta mendefinisikan sinyal input dalam nilai diskrit (2n -1). Jika resolusi sebanding dengan 2n (n adalah jumlah bit output digital) semakin besar jumlah bit, semakin baik resolusinya (Assa’idah and Adnan, 2009). Persamaan ADC dinyatakan sebagai berikut

Vin = 𝐴𝐷𝐶

1024× 𝑉𝑟𝑒𝑓 2.3

Pada mikrokontroler, dikarenakan angka pertama adalah 0. Sehingga apabila ingin menghitung nilai ADC, maka dengan rumus

ADC = 𝑉𝑖𝑛

𝑉𝑟𝑒𝑓× 1023 2.4

2.9 Analisis Regresi dan Korelasi

Analisis regresi yang dibahas adalah analisis regresi linear sederhana (simple linear regression analysis). Sederhana di dalam analisis ini hanya melibatkan dua buah variabel, yaitu variabel yang satu merupakan variabel mempengaruhi (independent variable) dan variable yang lain merupakan variabel dipengaruhi (dependent variable). Sedangkan maksud dari linear merupakan asumsi yang digunakan bahwa hubungan antara dua variabel yang dianalisis menunjukkan hubungan linear. Analisis regresi berfungsi menentukan persamaan regresi yang

(8)

14 baik untuk menaksir nilai variabel dependen. Bentuk persamaan 2.3 merupakan persamaan dasar untuk menentukan koefisien regresi (NURYADI et al., 2017):

y = a + bx 2.5

Nilai konstanta (a) dan koefisien regresi (b) pada persamaan regresi dapat dihitung dengan menggunakan formula 2.4 dan 2.5:

𝑏 = 𝑛 ∑ 𝑥𝑦−(∑ 𝑥)(∑ 𝑦)

𝑛 ∑ 𝑥2−(∑ 𝑥)2 2.6

𝑎 = 𝑛 ∑ 𝑦−(∑ 𝑥)𝑏

𝑛 2.7

Persamaan regresi yang diperoleh merupakan persamaan yang menunjukkan hubungan fungsional antara variabel dependen (y) dengan variabel independen (x).

Selanjutnya, untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua buah variabel digunakan ukuran koefisien korelasi (r). Besarnya koefisien korelasi (r) antara dua buah variabel adalah nol sampai dengan ± 1. Apabila dua buah variabel mempunyai nilai r = 0, berarti antara variabel tersebut tidak ada hubungan. Sedangkan apabila dua buah variabel mempunyai nilai r = ± 1, maka dua buah variabel tersebut mempunyai hubungan yang sempurna. Persamaan untuk mencari koefisien korelasi adalah sebagai berikut (NURYADI et al., 2017):

𝑟𝑥𝑦 = 𝑛 ∑ 𝑥𝑦−(∑ 𝑥)(∑ 𝑦)

√[𝑛 ∑ 𝑥2−(∑ 𝑥)2][𝑛 ∑ 𝑦2−(∑ 𝑦)2] 2.8 Pada persamaan 2.6, dapat juga diperoleh koefisien determinasi dengan mengkuadratkan hubungan korelasi (R2 =r2). Koefisien determinasi (R2) merupakan alat untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol atau satu. Nilai determinasi yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas.

Sebaliknya, jika nilai yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel-variabel dependen (NURYADI et al., 2017).

2.10 Sensitivitas, Spesifisitas, dan Akurasi

Hasil pengolahan data membutuhkan klasifikasi untuk menggambarkan seberapa akurat data yang dimiliki. Terdapat 3 kategori klasifikasi alat yang akan dibuat yaitu sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi dalam melakukan analisis data

(9)

15 untuk mengetahui tingkat keandalan dari sebuah sistem. Sensitivitas adalah kemampuan mendeteksi dengan benar saat terdapat objek di seluruh percobaan dan data bernilai benar adanya. Spesifisitas adalah kemampuan mendeteksi dengan benar saat tidak terdapat objek di seluruh percobaan dan data bernilai salah benar adanya. Sedangkan akurasi adalah ukuran keberhasilan keseluruhan sistem dalam mengklasifikasi secara benar yang artinya saat terdapat objek sensor mendeteksi secara benar dan saat tidak ada objek sensor tidak mendeteksi. Berikut persamaan dari setiap parameter tersebut,

Sensitivitas = 𝑇𝑃 𝑇𝑃 + 𝐹𝑁

2.9

Spesifisitas = 𝑇𝑁 𝑇𝑁 + 𝐹𝑃

2.10

Akurasi = 𝑇𝑃 + 𝑇𝑁 𝑇𝑃 + 𝐹𝑃 + 𝑇𝑁 + 𝐹𝑁

2.11

dimana TP (True Positive) merupakan data positif yang terdeteksi benar.

FN (False Negative) merupakan data negatif yang terdeteksi sebagai data positif.

TN (True Negative) merupakan data negatif yang terdeteksi benar. FP (False Positive) merupakan data negatif namun terdeteksi sebagai data positif (Hardiyanto and Anggun Sartika, 2018).

2.11 Cloud Computing System

Cloud computing merupakan paradigma baru dimana pengguna dapat dengan mudah mengakses sistem komputasi berperforma tinggi dan dapat mengkonfigurasinya secara spesifik. Selain itu, komputasi awan juga dapat dikatakan sebagai media yang dinamis, berbasis layanan on-demand, dengan platform dan media penyimpanan, serta pengelolaan dan penggunaannya dapat diandalkan, ter virtualisasi, dan dapat diskalakan. Oleh karena itu, ini dianggap sebagai sistem komputasi terdistribusi. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa komputasi awan bukanlah teknologi baru, tetapi kombinasi komputasi grid dan sistem terdistribusi, tetapi menambahkan beberapa ide baru, sehingga memberikan operasi dan layanan tingkat tinggi kepada pengguna (Rumetna, 2018).

(10)

16 Terdapat dua kategori peran dari para penyedia jasa cloud computing atau cloud computing provider, yaitu infrastructure provider dan service provider. Pihak yang mengelola berbagai macam platform cloud beserta sumber dayanya tergolong dalam kategori infrastructure provider. Sedangkan, pihak yang menyewakan berbagai macam platform cloud dan sumber dayanya tergolong dalam service provider. Banyak layanan yang disediakan oleh cloud computing, diantaranya hardware, infrastruktur, platform, dan aplikasi. Adapun manfaat dari layanan yang diberikan yaitu biaya komputasi dapat dikurangi (Rumetna, 2018).

Adapun layanan yang disebutkan di atas terbagi menjadi tiga kategori utama yaitu Software as a Service (SaaS), Platform as a Service (PaaS), dan Infrastructure as a Service (IaaS) (Sulistyo and Agustina, 2013). Pada penelitian ini, digunakan PaaS dikarenakan PaaS merupakan layanan yang menyediakan modul-modul siap pakai yang dapat digunakan untuk pengujian, pengembangan, pengiriman dan pengelolaan aplikasi perangkat lunak yang tentu saja hanya bisa berjalan diatas platform tersebut. Layanan ini biasa untuk membuat aplikasi web atau seluler tanpa khawatir pengaturan infrastruktur yang mendasari penyimpanan, basis data, server, dan jaringan (Sulistyo and Agustina, 2013).

Selain itu, terdapat empat model penyebaran cloud computing, yaitu Private cloud. Community cloud, Public cloud, dan Hybrid cloud. Kegunaan model penyebaran tergantung dari kebutuhan pengguna. Untuk penelitian ini, dipilih community cloud yang eksklusif dibangun dan digunakan secara bersama oleh beberapa orang atau community dan mendukung komunitas tertentu yang telah berbagi fokus perhatian (concerns) (Sulistyo and Agustina, 2013). Komunitas yang dituju ialah para tenaga kerja rumah sakit untuk melihat riwayat pasien.

Pengelolaan Web Cloud Computing dapat dilakukan dengan dengan membuat desain dan memilih platform yang tepat untuk menjadi pengelolaan data yang diinginkan. Berikut adalah beberapa hal yang sering digunakan dan akan digunakan pada penelitian ini.

2.11.1 PHP: Hypertext Preprocessor

PHP adalah salah satu bahasa pemrograman berbasis web yang ditulis untuk pengembang web. PHP dikembangkan pertama kali oleh Rasmus Lerdorf, seorang pengembang perangkat lunak dan anggota tim Apache, dan dirilis pada akhir tahun

(11)

17 1994. Beberapa keunggulan PHP sebagai bahasa pemrograman berbasis web adalah gratis, berlisensi GNU General Public Licence (GPL), performanya handal, mendukung basis data, memiliki pustaka bawaan, serta mudah dipelajari (Solichin, 2016).

PHP memungkinkan pegembang perangkat lunak untuk membuat website yang dinamis dan mudah diperbaharui setiap saat dari browser. PHP bekerja dalam sebuah dokumen HTML (Hypertext Markup Language) untuk dapat menghasilkan isi dari sebuah halaman web sesuai permintaan. PHP menjadikan sebuah aplikasi berbasis website tidak hanya sekedar sekumpulan halaman statik yang jarang diperbaharui (Mubarak, 2019).

2.11.2 MySQL

MySQL merupakan software RDBMS (Relational Database Management System) yang berfungsi untuk mengelola basis data dengan sangat cepat, dapat menampung data dalam jumlah besar, dapat diakses oleh banyak orang, dan dapat melakukan suatu proses secara sinkron. MySQL adalah platform cloud yang cocok untuk data yang akan disimpan dan menampilkan riwayat data dalam bentuk grafik maupun tabel atau biasa disebut data relasional (Raharjo, 2011).

2.12 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Referensi Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Metode dan Hasil

Dino Sia, 2010

Design of a Near- Infrared Device for the Study of

Glucose Concentration Measurements

Metode: Menggunakan IR LED 1450E (1450 nm) dan IR LED 2050P (2050 nm).

Pengukuran dilakukan tanpa penutup dengan meletakkan 2 LED di atas jari serta gototdioda di bagian bawahnya. Pengujian dilakukan untuk melihat tegangan keluaran dengan konsentrasi gula darah yang

berbeda.

Hasil: Didapatkan hasil bahwa tegangan keluaran pada LED 1450E berada di antara 1616 mV – 1720 mV dan LED 2050P

(12)

18 berada di antara 1548 mV-1563 mV. Ini menunjukkan bahwa pada LED 2050P tidak merespon tegangan keluaran dengan rentang yang besar saat diuji dengan gula darah yang bervariasi dikarenakan absorbansi glukosa pada 2050nm mampu menembus ke bagian lebih dalam jaringan tubuh akibat panjang gelombang terlalu tinggi. Sedangkan pada LED 1450E memberikan respon tegangan keluaran lebih baik dibanding LED 2050P dan memiliki tegangan keluaran yang linear untuk memprediksi konsentrasi gula darah.

Abidin et al, 2013

Initial Quantitative Comparison of 940nm and 950nm Infrared Sensor Performance for Measuring Glucose Non-invasively

Metode: Menggunakan IR 940 nm dan IR 950 nm. Pengukuran dilakukan tanpa penutup dengan meletakkan sensor dan fotodioda bersampingan. Pengujian

dilakukan untuk melihat tegangan keluaran dengan konsentrasi gula darah yang

berbeda.

Hasil: Didapatkan hasil bahwa tegangan keluaran pada sensor 940 nm berada di antara 5,0327 V higga 5,4201 V dan sensor 950 nm berada di antara 5,016 V hingga 5,4633 V. Ini menunjukkan bahwa sensor 950 nm memiliki rentang tegangan yang lebih besar dari 940 nm. Selain itu, baik sensor 940 nm dan 950 nm memiliki tegangan keluaran hampir linear. Akan tetapi, sensor 950 nm terlihat lebih konsisten dibanding sensor 940 nm.

(13)

19 Buda et al,

2014

A Portable Non- Invasive Glucose Monitoring Device

Metode: Menggunakan IR LED 1550E (1550 nm) dan diletakkan di luar box kecil transparan di atas jari serta fototdioda di bagian bawahnya

Hasil: Didapatkan hasil selisih error pada alat adalah 4%-16%, dipengaruhi oleh sensor yang tidak diletakkan di dalam box dan tingginya panjang gelombang sensor.

Prabowo et al, 2016

Sistem

Instrumentasi Alat Ukur Kadar Gula Darah Non- Invasive Berbasiskan Arduino

Metode: Menggunakan IR LED 1600L (1600 nm) dan pengukuran dilakukan dengan meletakkan LED dan fotodioda bersampingan serta dalam keadaan tertutup Hasil: Didapatkan hasil ADC tanpa

koefisien regresi korelasi, mengetahui bahwa saat sensor infrared akan sensitif pada konsentrasi gula darah saat 1600 nm.

Lawand et al, 2015

Design and Development of Infrared LED Based Non Invasive Blood Glucometer

Metode: Menggunakan sensor TCRT5000 (950 nm) dengan low pass filter dan penguat tegangan serta tanpa penutup.

Hasil: Didapatkan hasil pengukuran

memiliki rata-rata persentase error 3,023%.

Sulehu et al, 2018

Program Aplikasi Alat Pengukur Glukosa dalam Darah Non- Invasive Berbasis Desktop

Metode: Menggunakan sensor TCRT5000 (950 nm) tanpa penutup, arduino nano, dan dihubungkan ke software (dibuat dengan Borland Delphi 7) dan database Mysql (dibuat dengan Xampp)

Hasil: Didapatkan hasil pengukuran memiliki rata-rata persentase akurasi gula darah 94.9%, dapat ditampilkan pada aplikasi dan menyimpan biodata pasien ke database aplikasi yang terdapat pada personal komputer.

(14)

20 Udara et

al, 2019

DiabiTech- Non- Invasive Blood Glucose

Monitoring System

Metode: Menggunakan 2 IR LED 940 nm dengan modul pengkodisian sinyal serta menggunakan penutup.

Hasil: Didapatkan hasil pengukuran memiliki rata-rata persentase error 5%.

Suyono et al,2020

Perancangan Alat Pengukur Kadar Gula dalam Darah Menggunakan Teknik Non- Invasive Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno

Metode: Menggunakan IR LED (940 nm) dan box penutup jari dengan tinggi 5 cm antar sensor IR dan fotodioda

Hasil: Didapatkan hasil pengujian ADC dengan nilai R2 = 0,9483 dan memiliki akurasi pengukuran gula darah sebesar 97,86%

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, usaha yang paling mungkin dilakukan adalah usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan terhadap penularan parasit (Prabowo, 2004). Program pencegahan penyakit

1) Keterbukaan, Bebas pengembangan tanpa dikenakan biaya terhadap sistem karena berbasiskan Linux dan open source. Pembuat perangkat menyukai hal ini karena dapat

Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun

Tidak hanya alat ukur, inspector yang menggunakan alat ukur tersebut juga akan di ukur, serta sistem pengukuran yang dilakukan juga ikut diukur, sehingga data yang dikumpulkan

Indikasi Sectio caesarea  Ibu  Uretoplasenta  Janin Sectio caesarea Luka Penyembuhan luka Factor – factor penyembuhan luka Intrinsik Ekstrinsik Gula darah

Pasien DM tipe 2 tidak mampu menggunakan atau menyimpan sebagian besar gula yang diserap dari makanan, sehingga gula tersebut tetap berada dalam darah, dan gula dalam

Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi adalah peningkatan abnormal tekanan darah, baik tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik.. Pada

Glukosa darah Kriteria diagnostic diabetes mellitus menurut PERKENI 2011 adalah apabila kadar glukosa darah sewaktu dan puasa: 1 Kadar gula darah seawktu plasma vena lebih atau sama