• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. PENYAJIAN DATA DENGAN TABEL

N/A
N/A
slayer

Academic year: 2023

Membagikan "BAB 3. PENYAJIAN DATA DENGAN TABEL"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

3.1. Pendahuluan

3.1.1. Deskripsi Singkat

Seringkali, data yang kita kumpulkan memiliki ukuran yang sangat besar. Agar data tersebut dapat memberikan informasi yang berguna, maka data tersebut harus disajikan dengan cara-cara tertentu yang lebih ringkas. Banyak cara yang dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan menyajikan kembali data tersebut dalam bentuk tabel.

Pada Bab III ini akan dibahas beberapa metode penyajian data dengan tabel yang sesuai dengan berbagai tipe data. Beberapa jenis tabel yang akan dibahas adalah tabel umum dan tabel ringkasan, tabel kontingensi dan tabel sebaran frekuensi.

3.1.2. Manfaat dan Relevansi

Penyajian data dengan tabel adalah cara yang sangat efektif dalam menyajikan data, terutama data yang berukuran sangat besar. Dengan cara ini, data dapat disajikan dengan cara yang lebih ringkas dan lebih informatif dibandingkan jika data tersebut disajikan secara keseluruhan.

Pembahasan mengenai penyajian data dengan tabel ini sangat terkait erat dengan penyajian data dengan grafik dan ukuran-ukuran deskriptif data yang akan dipelajari pada bab-bab berikutnya.

3.1.3. Kompetensi

Setelah membaca bab ini, mahasiswa diharapkan dapat : 1. menyajikan data dalam bentuk tabel referensi dan ringkasan

3. PENYAJIAN DATA DENGAN TABEL

(2)

3.2. Uraian Materi

Seringkali data yang dihadapi adalah data yang berukuran besar. Agar data terse- but memberikan informasi yang berguna, maka data tersebut harus disajikan kembali de- ngan cara yang ringkas, kompak dan menarik. Sejumlah informasi yang terkandung dalam data akan diperoleh jika data tersebut disajikan dalam bentuk tabel ataupun gambar.

3.2.3. Tabel Referensi dan Tabel Ringkasan

Anto Dajan (1993) membedakan tabel statistik menjadi dua jenis, yakni tabel referensi (reference table) dan tabel ikhtisar(summary table). Tabel referensi berfungsi sebagai ”gudang keterangan” karena tabel ini memberi keterangan-keterangan yang terperinci dan disusun khusus untuk kepentingan referensi. Tabel-tabel yang terdapat dalam laporan sensus umumnya merupakan tabel yang memberikan keterangan- keterangan secara umum bagi kepentingan referensi. Tabel-tabel yang demikian itu bersifat sangat umum karena angka-angka yang tertera di dalamnya dapat digunakan dalam berbagai macam cara. Oleh karena itu, tabel referensi ini seringkali dinamakan tabel umum (general table). Karena fungsinya sebagai gudang keterangan, dalam penyajiannya tabel referensi ini disusun sedemikian rupa sehingga tidak memberi tekanan pada satu bagian tabel tertentu. Pada Tabel 3.1. berikut ini disajikan salah satu contoh dari tabel referensi.

Tabel 3.1. Profil Mahasiswa Baru Jurusan Matematika Tahun Ajaran 2011/2012 Berdasarkan Propinsi Asal

Propinsi Asal Banyak mahasiswa (orang)

NAD 0

Sumatera Utara 3

Sumatera Barat 38

Riau 1

Jambi 1

Bengkulu 1

Sumatera Selatan 0

Lampung 1

DKI Jakarta 2

Propinsi lain 1

Total 48

(3)

Tabel iktisar dinamakan juga tabel naskah (text table). Tabel iktisar umumnya berbentuk singkat, sederhana dan mudah dimengerti. Tabel ini berfungsi untuk memberikan gambaran yang sistematis mengenai peristiwa-peristiwa yang merupakan hasil penelitian atau observasi. Tabel ini seringkali diperoleh dari tabel referensi atau dibentuk dari beberapa tabel ikhtisar lainnya. Tabel 3.2. berikut ini merupakan salah satu contoh dari tabel ikhtisar yang isinya menggambarkan perbandingan profil mahasiswa baru Jurusan Matematika berdasarkan propinsi asalnya pada tahun ajaran 2010/11, 2011/12 dan 2012/13. Perbandingan semacam itu dilakukan dengan menyajikan angka- angka yang akan diperbandingkan dalam posisi sejajar.

Tabel 3.2 Perbandingan Profil Mahasiswa Baru Jurusan Matematika Tahun Ajaran 2009/10-2010/11 Berdasarkan Propinsi Asal

Asal Mahasiswa Banyak mahasiswa (orang)

Th 2010/11 Th 2011/12 Th 2013/14

NAD 0 1 0

Sumatera Utara 3 0 2

Sumatera Barat 38 38 33

Riau 1 1 1

Jambi 1 0 1

Bengkulu 1 2 0

Sumatera Selatan 0 0 1

Lampung 1 0 0

DKI Jakarta 2 2 4

Propinsi lain 1 0 0

Total 48 44 42

Untuk data yang berskala nominal atau ordinal, tabel dapat dibentuk dengan terlebih dahulu menghitung frekuensi dari setiap kategori yang diwakili oleh setiap nilai.

Tabel kemudian dibentuk dengan dua kolom, yaitu kolom kategori dan kolom frekuensi.

Sebagai contoh, misalkan dilakukan pencatatan kelulusan siswa SMA A. Dari 100 orang siswa, diperoleh data :

0 0 0 1 0 1 1 1 ……… 1 (0 = tidak lulus, 1 = lulus)

Diperoleh : 30 orang yang tidak lulus dan 70 orang yang lulus. Dalam bentuk tabel, data tersebut dapat disajikan dalam bentuk :

(4)

Tabel 3.3. Profil Kelulusan Siswa SMA A Kategori Frekuensi

Lulus 30

Tidak lulus 70

T o t a l 100

Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menyusun baris-baris keterangan dalam suatu tabel, baik tabel referensi ataupun tabal iktisar. Terdapat beberapa cara yang biasa digunakan. Bila terdapat kelas-kelas yang lazim digunakan, maka biasanya penyusunan dilakukan berdasarkan kelas-kelas tersebut. Namun bila tidak terdapat kelas-kelas yang lazim digunakan, seringkali penyusunan baris-baris dilakukan secara alfabetis. Atau bila baris-baris keterangan terkait dapat diklasifikasikan berdasarkan geografis, maka tentulah cara penyusunan secara geografis lebih tepat digunakan. Bila data dapat diklasifikasikan secara kronologis, maka umumnya baris- baris tabel juga disusun berdasarkan urutan kronologis peristiwanya, seperti pada tabel yang isinya melukiskan jumlah penduduk Indonesia dari tahun 1980 – 2007. Pada beberapa tabel, penyusunan baris-barisnya dilakukan menurut besaran angka-angkanya, dimulai dari nilai yang terbesar sampai yang terkecil atau sebaliknya.

3.2.2. Tabel Kontingensi

Seringkali untuk suatu objek pengamatan, kita mengamati 2 karakteristik yang sama-sama berskala ordinal atau nominal. Sebagai teladan, misalkan dicatat tempat ting- gal (Dengan Orangtua/Saudara, Kost, Asrama) dan prestasi akademis mahasiswa (Biasa, Memuaskan dan Dengan Pujian). Data seperti itu dapat disajikan dalam suatu tabel yang dinamakan tabel kontingensi. Terdapat tabel kontingensi dua arah yang dibentuk dari dua peubah dan tabel kontingensi multi arah yang dibentuk dari tiga peubah atau lebih.

Suatu tabel kontingensi disusun dalam baris dan kolom. Karakteristik pertama (dalam contoh ini adalah tempat tinggal) ditampilkan dalam kolom dan karakteristik yang kedua (dalam contoh ini adalah prestasi akademis) dinyatakan dalam baris atau sebaliknya. Pada pertemuan suatu baris dan kolom (sel) dicantumkan banyaknya objek pengamatan yang memiliki karakteristik yang diwakili oleh kolom dan baris tersebut.

Sebagai contoh, misalkan diperoleh data sebagai berikut

(5)

Mahasiswa Tempat tinggal Prestasi Akademis

1 orangtua Biasa

2 kost Biasa

3 kost Memuaskan

: : :

4 asrama Dengan pujian

Dari data tersebut dapat disusun tabel klasifikasi dua arah sbb : Tabel 3.4. Tabel Kontingensi Dua Arah Tempat

tinggal

Prestasi akademis

Total Biasa Memuaskan Dengan

Pujian

Ortu/sdr 5 30 10 45

Kost 6 22 7 35

Asrama 4 11 5 20

Total 15 63 22

Contoh 3.1. Suatu penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan kesukaan seseorang akan warna-warna primer (merah, kuning, biru).

Dari 20 orang diperoleh hasil sebagai berikut :

Orang ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Jenis kelamin L P L P L P L P P L L P L P L

Warna favorit K K B K K B B M B M M B B B B

Orang ke 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Jenis kelamin L P P L P L P L P L P L P P L

Warna favorit B K M M B K K B M M K K M M B

Keterangan : L = Laki-laki, P = Perempuan, M = Merah, K = Kuning, B = Biru

Untuk menganalisis data tersebut, peneliti harus meringkas data itu ke dalam suatu tabel kontingensi. Untuk data tersebut, dapat dibentuk tabel kontingensi sebagai berikut.

Tabel 3.5. Tabel Kontingensi Hubungan Jenis Kelamin dan Kesukaan Warna

Jenis Kelamin Warna Favorit

Total

Biru Kuning Merah

Laki-laki 7 4 4 15

Perempuan 5 5 5 15

Total 12 9 9 30

(6)

3.2.3. Tabel Sebaran Frekuensi

Berikut disajikan data nilai akhir Statistika Elementer dari 82 orang mahasiswa Jurusan Matematika tahun ajaran 2011/2012.

Tabel 3.6. Nilai Statistika Elementer Mahasiswa Jurusan Matematika TA 2011/2012

21.25 40.71 39.15 72.44 85.54 47.24 81.40 89.75 37.48 70.24 51.23 95.59 86.50 61.44 90.44 48.98 67.59 65.19 36.66 76.58 78.21 78.91 68.41 52.77 44.18 62.53 55.00 41.51 89.28 74.14 78.09 54.01 44.34 57.99 86.26 76.88 87.17 77.14 68.67 85.00 43.69 40.00 26.69 76.50 72.18 91.28 72.63 83.74 59.21 68.86 38.85 72.89 73.99 45.66 71.62 90.14 71.59 71.54 50.00 59.44 38.49 94.62 90.85 83.88 78.30 56.38 91.99 68.51 86.33 83.45 65.00 76.32 53.36 76.28 83.83 64.25 67.92 90.87 62.72 84.22 77.74

60.86

Data dalam bentuk seperti tabel di atas, secara langsung tidak terlalu bermanfaat dalam menggambarkan peristiwa-peristiwa yang bersifat kuantitatif. Belum terlalu banyak informasi yang dapat kita ambil hanya dengan memperhatikan data tersebut.

Secara sepintas, masih sangat sukar bagi pembaca untuk mengetahui berapa orang mahasiswa yang lulus dalam mata kuliah ini (memiliki nilai akhir lebih dari 50.00) atau berapa nilai akhir yang berhasil diraih oleh sebahagian besar mahasiswa.

Untuk data numerik berukuran besar semacam ini, cara paling sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun data tersebut secara terurut, sehingga diperoleh tabel berikut ini.

Tabel 3.7. Nilai (Terurut) Statistika Elementer Mahasiswa Jurusan Matematika TA 2011/2012

21.25 44.18 56.38 65.19 71.62 76.58 83.74 89.28 26.69 44.34 57.99 67.59 72.18 76.88 83.83 89.75 36.66 45.66 59.21 67.92 72.44 77.14 83.88 90.14 37.48 47.24 59.44 68.41 72.63 77.74 84.22 90.44 38.49 48.98 60.86 68.51 72.89 78.09 85.00 90.85 38.85 50.00 61.44 68.67 73.99 78.21 85.54 90.87 39.15 51.23 62.53 68.86 74.14 78.30 86.26 91.28 40.00 52.77 62.72 70.24 76.28 78.91 86.33 91.99 40.71 53.36 64.25 71.54 76.32 81.40 86.50 94.62 41.51 54.01 65.00 71.59 76.50 83.45 87.17 95.59 43.69 55.00

(7)

Dari penyajian semacam ini, kita telah dapat mengetahui bahwa nilai statististika elementer terendah adalah 21.25 dan nilai tertingginya adalah 95.59, sehingga diperoleh nilai wilayahnya sebesar 95.59 – 21.25 = 74.34. Namun demikian, cara penyajian semacam ini masih belum cukup memuaskan, karena kita tidak dapat dengan segera mengetahui bagaimana penyebaran data. Dengan penyajian semacam ini, kita masih tidak dapat mengetahui dengan segera berapa banyak mahasiswa yang memiliki nilai di atas 50.00. Dapat dibayangkan betapa sukarnya mendapatkan informasi dari suatu data yang berukuran sangat besar, bila data hanya disajikan dengan cara ini.

Cara yang paling tepat digunakan untuk data numerik yang berukuran besar adalah dengan terlebih dahulu mengelompokkan data tersebut ke dalam beberapa kelas dan menyajikan data tersebut dalam suatu tabel dua kolom yang berisikan frekuensi data yang masuk ke dalam kelas-kelas yang dibentuk. Tabel yang demikian dinamakan sebagai tabel frekuensi. Untuk data pada Tabel 2.6, dapat dibentuk tabel sebaran frekuensi sebagai berikut.

Tabel 3.8. Sebaran Frekuensi Nilai Statistika Elementer Mahasiswa Jurusan Matematika TA 2011/2012

Selang nilai Banyak mahasiswa

20.00 - 24.99 1

25.00 - 29.99 1

30.00 - 34.99 0

35.00 - 39.99 5

40.00 - 44.99 6

45.00 - 49.99 3

50.00 - 54.99 5

55.00 - 59.99 5

60.00 - 64.99 5

65.00 - 69.99 8

70.00 - 74.99 10

75.00 - 79.99 11

80.00 - 84.99 6

85.00 - 89.99 8

90.00 - 94.99 7

95.00 - 99.99 1

Total 82

(8)

Dengan penyajian seperti ini, data dikelompokkan ke dalam 16 kelompok.

Kelompok pertama adalah kelompok nilai 20.00 – 24.99. Banyaknya mahasiswa yang nilainya berada dalam selang ini adalah 1 orang mahasiswa. Kelompok kedua adalah kelompok nilai 25.00 – 29.99 dengan 1 orang mahasiswa, dan kelompok terakhir adalah kelompok nilai 95.00 – 99.99 dengan frekuensi 1 orang mahasiswa.

Dengan penyajian seperti ini, kita dapat mengetahui dengan lebih mudah bahwa terdapat 66 mahasiswa yang memperoleh nilai di atas 50.00. Kita juga dapat mengetahui bahwa paling banyak siswa memperoleh nilai di antara 75.00 – 79.99. Secara umum, dapat dikatakan bahwa dengan penyajian seperti ini, kita dapat dengan lebih mudah mengetahui sebaran data jika dibandingkan dengan dua cara terdahulu (dari data mentah dan dari data terurut).

Namun demikian, penyajian data dalam bentuk tabel sebaran frekuensi ini memiliki konsekuensi logis berupa hilangnya sebahagian informasi yang tekandung dalam data. Dengan mengelompokkan data ke dalam kelas-kelas, kita hanya dapat mengetahui bahwa terdapat 11 nilai yang masuk ke dalam selang nilai 75.00 – 79.99.

Kita tidak dapat mengetahui dengan pasti berapa mahasiswa yang memperoleh nilai tepat 78.00. Dengan mengelompokkan data ke dalam kelas-kelas, maka semua nilai yang berada dalam selang 75.00 – 79.99 akan dianggap sama, tidak ada perbedaan antara nilai 75.00 dengan 79.98 yang terdapat dalam selang tersebut.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah kita dapat mengatakan bahwa penyajian seperti ini merugikan? Bilai kita menganggap hal tersebut sebagai suatu kerugian, seharusnya kita merasa puas dengan kenyataan bahwa kerugian akibat hilangnya sebahagian informasi jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh dari manfaat sebaran frekuensi itu sendiri.

3.2.3.1. Komponen-komponen Tabel Sebaran Frekuensi

Terdapat beberapa komponen dalam suatu tabel frekuensi. Untuk menjelaskannya, perhatikan sebaran frekuensi berikut ini.

(9)

Tabel 3.9. Sebaran Frekuensi Lengkap Nilai Statistika Elementer Mahasiswa Jurusan Matematika Tahun 2007/2008

Batas kelas Tepi kelas

Titik Tengah

Kelas Frekuensi Persentase 20.00 – 24.99 19.995 - 24.995 22.495 1 1.22 25.00 – 29.99 24.995 - 29.995 27.495 1 1.22 30.00 – 34.99 29.995 - 34.995 32.495 0 0.00 35.00 – 39.99 34.995 - 39.995 37.495 5 6.10 40.00 – 44.99 39.995 - 44.995 42.495 6 7.32 45.00 – 49.99 44.995 - 49.995 47.495 3 3.66 50.00 – 54.99 49.995 - 54.995 52.495 5 6.10 55.00 – 59.99 54.995 - 59.995 57.495 5 6.10 60.00 – 64.99 59.995 - 64.995 62.495 5 6.10 65.00 – 69.99 64.995 - 69.995 67.495 8 9.76 70.00 – 74.99 69.995 - 74.995 72.495 10 12.20 75.00 – 79.99 74.995 - 79.995 77.495 11 13.41 80.00 – 84.99 79.995 - 84.995 82.495 6 7.32 85.00 – 89.99 84.995 - 89.995 87.495 8 9.76 90.00 – 94.99 89.995 - 94.995 92.495 7 8.54 95.00 – 99.99 94.995 - 99.995 97.495 1 1.22

Total 82 100.00

Komponen-komponen dari suatu tabel sebaran frekuensi adalah sebagai berikut.

1. Interval kelas, yaitu 20.00 – 24.99, …, 95 – 99.99. Interval ini dibatasi oleh dua nilai yang disebut batas atas kelas (upper class limit) dan batas bawah kelas (lower class limit). Batas atas dan batas bawah dari kelas yang pertama (kelas 20.00-24.99) masing-masing adalah 20.00 dan 24.99. Kedua nilai batas inilah yang akan digunakan sebagai pedoman untuk memasukkan suatu pengamatan ke dalam suatu kelas.

2. Tepi kelas. Dalam contoh ini, nilai statistika elementer dicatat sampai dua angka di belakang koma. Karena itu, semua nilai yang terletak di antara 19.995 dan 20.005 akan tercatat sebagai 20.00. Dengan cara yang sama, semua nilai yang teletak antara 24.985 dan 24.995 akan tercatat sebagai 24.99. Dengan demikian, kelas pertama dengan interval kelas 20.00 – 24.99 sesungguhnya mengandung semua nilai antara 19.995 dan 24.995. Nilai-nilai inilah sebenarnya yang merupakan batas sesungguhnya dari kelas yang pertama. Nilai-nilai ini dinamakan tepi kelas (Class boundaries). Nilai 19.995 dinamakan tepi bawah kelas (lower class boundary) dan 24.995 dinamakan tepi atas kelas (upper class

(10)

3. Lebar kelas (c) adalah selisih antara tepi atas dan tepi bawah kelas. Lebar kelas ini juga dapat dicari dengan mencari selisih antara batas atas suatu kelas dengan batas atas kelas sebelumnya. Pada contoh ini, lebar kelas adalah :

c = 19.995 – 24.995 = 5

Lebar kelas dalam suatu tabel sebaran frekuensi tidak harus sama. Namun pada kebanyakan kasus, kelas dengan lebar yang sama lebih diinginkan.

4. Titik tengah kelas (m) adalah titik tengah antara batas bawah dan batas atas suatu kelas atau titik tengah antara kedua tepinya. Titik tengah kelas dapat diperoleh dari rata-rata hitung batas bawah dan batas atas kelas. Untuk contoh ini, titik tengah kelas pertama dapat dihitung dari :

495 . 2 22

99 . 24 00 . 20

1   

m

Titik tengah kelas lainnya dapat dilihat pada tabel.

5. Frekuensi kelas yaitu banyaknya objek pengamatan yang masuk ke dalam suatu kelas.

6. Persentase; Seringkali suatu tabel sebaran frekuensi dilengkapi dengan kolom persentase, yang dihitung dengan membagi frekuensi kelas dengan total banyaknya data.

3.2.3.2. Pembentukan Tabel Sebaran Frekuensi

Secara umum pembentukan tabel sebaran frekuensi ini dilakukan dalam 3 tahapan utama. Tahap pertama adalah penentuan banyak kelas, tahap kedua adalah penentuan kelas dan tahap terakhir adalah penghitungan frekuensi kelas. Masing-masing tahap akan dijelaskan sebagai berikut

1. Menentukan banyak kelas.

Pada dasarnya, banyak kelas ini dapat ditentukan semau kita, tapi harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan praktis dari pengolah data. Mengenai hal ini metode statistik tidak pernah memberikan suatu aturan penentuan banyak kelas yang mutlak harus diikuti. Bahkan, bila sudah terdapat pengelompokan yang lazim dilakukan (seperti pengelompokan usia), maka kita dapat langsung mengelompokkan data berdasarkan pengelompokan yang lazim tersebut.

(11)

Penentuan banyaknya kelas ini biasanya didasarkan pada banyaknya data. Yang pasti, kita tentu menginginkan banyak kelas yang jauh lebih sedikit daripada banyaknya data. Misalnya, bila 82 nilai pada Tabel 2.6 dikelompokkan ke dalam 90 kelas atau 82 kelas, jelas hal ini tidak praktis dan janggal, karena akan terdapat banyak kelas yang frekuensinya nol. Pengelompokan data ke dalam kelas-kelas dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang sederhana, jelas dan sistematis mengenai peristiwa yang dinyatakan dalam angka-angka. Bila banyak kelas yang sama atau tidak terlalu jauh berbeda dengan banyak data, maka maka sudah tentu manfaat yang akan diperoleh dengan adanya pengelompokan ini tidak akan didapatkan.

Sebaliknya, kita juga tidak menginginkan kelas yang terlalu sedikit. Bila jumlah kelas terlalu sedikit, maka kelas menjadi semakin lebar. Dengan kelas yang semakin lebar, akan semakin banyak informasi yang hilang yang mungkin dapat diperoleh dari data. Sebagai ilustrasi, misalkan pada contoh sebelumnya, hanya terbentuk dua kelas saja, yakni kelas 0 – 49.99 dan. Dengan membentuk kelas 50.00 – 99.99, berarti kita menganggap bahwa nilai 50.00 memberikan informasi yang sama dengan nilai 99.99.

Biasanya banyak kelas berkisar antara 5 – 20 kelas. Menurut Anto Dajan, untuk data berukuran 100, banyak kelas berkisar antara 5 – 10. Suatu aturan yang dapat juga digunakan untuk menentukan banyaknya kelas adalah aturan Sturges, dimana banyak kelas k dapat ditentukan dengan rumus :

n k13.322log

dengan k adalah banyak kelas dan n adalah banyak data.

Penggunaan aturan Sturges ini sebenarnya memiliki banyak kelemahan bila digunakan sebagai pedoman mutlak penentuan banyak kelas. Penggunaan rumus ini untuk data yang terlalu banyak atau terlalu sedikit akan memberikan hasil yang menyesatkan. Selain itu, penggunaan rumus ini seringkali menghasilkan banyak kelompok yang malah menyulitkan pada proses pembentukan kelas selanjutnya.

2. Pembentukan Kelas

Untuk membentuk kelas, terlebih dahulu harus ditentukan wilayah data berdasarkan data tertinggi dengan data terendah. Untuk alasan kepraktisan, biasanya

(12)

dibulatkan ke atas dengan data terendah yang telah dibulatkan ke bawah. Sebagai contoh, bila data tertinggi adalah 79 dan data terendah adalah 2, maka wilayah data adalah 80 – 0 = 80. Diharapkan, dengan pembulatan ini, nilai-nilai yang akan dihasilkan pada tahap selanjutnya menjadi lebih praktis sehingga langkah pembentukan tabel frekuensi dapat dilakukan dengan lebih mudah.

Selanjutnya, berdasarkan wilayah kelas dan banyak kelas yang telah ditentukan, ditentukan lebar kelas. Penentuan lebar kelas ditentukan dengan rumus :

k Wilayah c

Selanjutnya, tentukan batas bawah kelas yang pertama. Sebagai batas kelas yang pertama, kita dapat mengambil data yang terendah. Dengan alasan kepraktisan, seringkali yang diambil sebagai batas bawah kelas yang pertama adalah data terendah yang telah dibulatkan ke suatu nilai tertentu. Dengan menambahkan batas kelas yang pertama dengan lebar kelas, maka akan didapatkan batas bawah kelas kedua. Dengan yang ketiga, demikian seterusnya sampai didapatkan batas bawah seluruh kelas. Setelah batas bawah semua kelas didapatkan, dengan mudah akan didapatkan batas-batas atas seluruh kelas. Satu hal yang perlu diingat di sini adalah jangan sampai ada batas kelas yang berulang sehingga akan menimbulkan keraguan dalam menempatkan data ke dalam kelas-kelas. Selain itu, harus diingat juga agar jangan sampai ada data yang tidak dapat dimasukan ke kelas manapun.

3. Penentuan frekuensi dari masing-masing kelas.

Setelah terbentuk kelas, tahap selanjutnya adalah memasukkan data ke dalam kelas-kelas yang sesuai. Memasukkan data ke dalam kelas dapat dilakukan dari data mentah dan tidak perlu dari data yang terurut. Tahap terakhir adalah menghitung frekuensi data yang masuk ke dalam setiap kelas.

Contoh 3.1: Bentuk tabel sebaran frekuensi bagi data pada Tabel 3.6. dengan menggunakan langkah-langkah yang sudah dijelaskan di atas.

(13)

Ide pembentukan kelas seperti dilakukan pada Tabel 3.8. didasarkan pada pedoman penentuan nilai huruf yang ditetapkan Universitas Andalas. Kita akan mencobakan menentukan pembentukan tabel sebaran frekuensi dengan cara yang lain.

Langkah pertama dalam pembentukan kelas adalah menentukan banyaknya kelas.

Bila digunakan aturan Sturges dalam menentukan banyaknya kelas, maka akan diperoleh:

kelas 7 35 . 7

82 log 322 . 3 1

log 322 . 3 1

n

k

Jadi dengan menggunakan aturan ini, maka banyaknya kelas yang akan dibentuk pada tabel sebaran frekuensi adalah 7 kelas.

Selanjutnya akan ditentukan wilayah data. Dari data diketahui bahwa nilai terkecil adalah 21.25 dan nilai tertinggi adalah 95.59, sehingga diperoleh wilayah data 95.59 – 21.25 = 74.34. Namun untuk alasan kemudahan, biasanya wilayah dihitung berdasarkan data terendah yang telah dibulatkan ke bawah dan nilai tertinggi yang telah dibulatkan ke atas. Dengan membulatkan nilai 21.25 ke 20 dan nilai 95.59 ke 100, akan diperoleh wilayah 100 – 20 = 80. Bila nilai ini yang akan digunakan untuk menentukan lebar kelas, maka akan diperoleh :

42 . 7 11 80 

k Wilayah c

Dengan lebar kelas 11.42 akan dihasilkan kelas-kelas dengan batas kelas yang sulit diingat, yang pada akhirnya akan menyulitkan kita untuk memasukkan angka-angka data ke dalam kelas yang bersangkutan. Dalam kasus ini terlihat bahwa penggunaan rumus Sturges tidak praktis digunakan sebagain pedoman penentuan banyak kelas.

Bila banyaknya kelas ditetapkan sebesar 8 (nilai ini tidak berbeda jauh dengan banyaknya kelas dengan rumus Sturges), maka akan diperoleh kelas dengan lebar :

00 . 8 10 80 

k Wilayah c

Kelas selebar 10 ini lebih praktis dibanding dengan kelas yang dihasilkan sebelumnya.

Tahap berikutnya adalah penentuan kelas. Karena nilai terendah data adalah 21.25, untuk kemudahan kita dapat menetapkan nilai 20 (merupakan pembulatan ke

(14)

bawah kelas kedua, ketiga dan seterusnya sampai kelas terakhir. Diperoleh batas-batas kelas 30.00, 40.00, ..., 90.00. Selanjutnya dengan mudah kita akan dapatkan batas atas dari masing-masing kelas, berturut-turut 29.99, 39.99, ..., 99.99.

Tabel 3.10. Sebaran Frekuensi Nilai Statistika Elementer Mahasiswa Jurusan Matematika Tahun 2011/2012 (versi 2)

Selang nilai

Banyak mahasiswa

20.00 - 29.99 2

30.00 - 39.99 5

40.00 – 44.99 9

50.00 – 54.99 10

60.00 – 64.99 13

70.00 – 74.99 21

80.00 – 84.99 14

90.00 – 94.99 8

Total 82

Tahap terakhir dari pembentukan tabel sebaran frekuensi ini adalah penghitungan banyaknya data yang masuk dalam kelas-kelas yang telah terbentuk. Secara lengkap, diperoleh tabel sebaran frekuensi seperti Tabel 3.10.

3.2.3.3.Tabel Sebaran Frekuensi Kumulatif

Dalam banyak keadaan, kita mungkin tidak terlalu tertarik untuk mengetahui ba- nyaknya data yang masuk dalam suatu kelas tertentu, tetapi lebih tertarik pada banyaknya data yang jatuh di bawah atau di atas suatu nilai tertentu. Untuk tujuan seperti itu, maka tabel sebaran frekuensi yang telah terbentuk sebelumnya harus diubah menjadi tabel lain yang dinamakan tabel sebaran frekuensi kumulatif. Tabel ini memungkinkan kita membaca dengan cepat banyaknya data yang jatuh di bawah atau di atas nilai tertentu.

Seperti halnya tabel sebaran frekuensi biasa, tabel frekuensi kumulatif juga disajikan dalam dua kolom, kolom interval kelas dan kolom frekuensi kelas. Bedanya adalah dalam menentukan interval kelas. Pada tabel sebaran frekuensi kumulatif, kelas dinyatakan dalam selang ”kurang dari” suatu nilai tertentu. Nilai yang dijadikan batas bagi suatu selang adalah tepi bawah dari setiap kelas. Jadi bila pada Tabel 3.10 tepi bawah kelas pertamanya adalah 19.995, maka pada tabel sebaran kumulatif kurang dari, selang pertamanya adalah ”kurang dari 19.995”. Dengan cara yang sama, dapat

(15)

ditentukan selang-selang berikutnya, yaitu ”kurang dari 29.995”, ”kurang dari 39.995” ...

”Kurang dari 89.995” ditambah satu selang berikutnya, yaitu selang ”kurang dari 99.995”. Secara lengkap, tabel sebaran frekuensi kumulatif kurang dari bagi data pada Tabel 3.6 adalah sebagai berikut.

Tabel 3.11. Sebaran Frekuensi ”Kurang Dari” Nilai Statistika Elementer Mahasiswa Jurusan Matematika Tahun 2011/2012 (versi 2)

Selang nilai Banyak mahasiswa

Kurang dari 19.995 0

Kurang dari 29.995 2

Kurang dari 39.995 7

Kurang dari 44.995 16

Kurang dari 54.995 26

Kurang dari 64.995 39

Kurang dari 74.995 60

Kurang dari 84.995 74

Kurang dari 94.995 82

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa tidak ada mahasiswa yang memiliki nilai kurang dari 19.995. BanyaknyaDiketahui juga bahwa terdapat 7 mahasiswa yang memiliki nilai kurang dari 39,995 yang merupakan penjumlahan dari banyaknya mahasiswa yang nilainya berada dalam selang 20.00 – 29.99 dan selang 30.00 – 39.99.

3.3. Penutup 3.3.1. Rangkuman

Data yang berukuran sangat besar harus disajikan kembali dengan suatu cara yang lebih sederhana dan lebih informatif. Salah satunya dengan menggunakan tabel.

Terdapat berbagai jenis tabel yang dapat dibuat bagi suatu data.

Tabel referensi adalah tabel yang berfungsi sebagai gudang data. Pada tabel ini tidak dilakukan penekanan terhadap satu bagian tabel tertentu. Tabel iktisar umumnya berbentuk singkat, sederhana dan mudah dimengerti. Tabel ini berfungsi untuk memberikan gambaran yang sistematis mengenai peristiwa-peristiwa yang merupakan hasil penelitian atau observasi. Tabel ini seringkali diperoleh dari tabel referensi atau dibentuk dari beberapa tabel ikhtisar lainnya.

(16)

berukuran sangat besar. Tabel ini dibentuk dengan terlebih dahulu mengelompokkan data ke dalam kelas-kelas. Diharapkan dengan pengelompokan ini, akan diperoleh gambaran mengenai sebaran data. Sebagai alternatif bagi tabel sebaran frekuensi, dapat digunakan sebaran frekuensi kumulatif. Tabel ini memungkinkan kita membaca dengan cepat banyanya data yang berada di bawah atau di bawah nilai tertentu.

3.3.2. Test Formatif

1. Menjelang pemilihan walikota dan wakil walikota suatu kota, suatu lembaga penelitian melakukan polling kepada penduduk kota tersebut mengenai pasangan yang akan mereka pilih. Dari 1000 orang yang ditanya, 231 orang menyatakan akan memilih pasangan “Tangguh”, 103 memilih pasangan “Hebat”, 431 memilih pasangan “Jago” dan sisanya memilih pasangan “Bagus”. Buatlah tabel untuk menggambarkan pilihan dari 1000 orang responden tersebut.

2. Agar selalu berada dalam kondisi baik, sebuah mobil harus diservis (dirawat) secara rutin. Waktu bukan merupakan patokan kapan suatu mobil harus diservis ulang.

Biasanya yang menjadi patokan adalah jarak yang telah ditempuh mobil tersebut setelah servis terakhir. Oleh karena itu, jarak antara dua servis yang berurutan dapat berbeda dari satu mobil dengan mobil yang lain. Data berikut adalah jarak antar 2 waktu servis (dalam hari) dari 60 mobil di suatu bengkel mobil.

29 35 61 43 39 57 48 42 53 52

47 47 53 60 54 37 46 71 42 59

65 59 43 46 48 49 44 35 47 56

54 59 49 46 51 54 57 71 47 62

60 50 69 32 64 42 60 72 36 55

41 61 73 54 54 62 78 53 64 66

Buatlah tabel sebaran frekuensi untuk data tersebut.

2. Berdasarkan tabel berikut ini, buatlah tabel sebaran frekuensi ”kurang dari” bagi data daya tahan lampu hemat energi merek tertentu.

(17)

Daya Tahan (hari) Banyak lampu

1 – 20 1

21 – 40 2

41 – 60 7

61 – 80 16

81 – 100 26

101 – 120 60

121 – 140 40

141 – 160 35

161 – 180 13

3.3.3. Umpan Balik

Cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Test Formatif yang terdapat di akhir bab ini.

Soal 1. Total nilai 30.

Soal 2. Total nilai 40. Jawaban untuk soal ini tidak unik. Untuk menilai jawaban anda, sesuaikan langkah-langkah yang anda lakukan dengan langkah-langkah pembentukan tabel sebaran frekuensi yang telah dijelaskan. Akan lebih baik jika anda meminta mahasiswa lain menilai tabel sebaran frekuensi yang telah anda buat.

Soal 3. Total nilai 30

Tingkat penguasaan anda terhadap materi diukur dengan rumus :

100

Nilai Total Penguasaan

Tk

Arti tingkat penguasaan yang Anda capai : 90% - 100 % : Baik sekali 80% - 89% : Baik 60% - 79% : Cukup 0% - 59% : Kurang

3.3.4. Tindak Lanjut

Bila tingkat penguasaan anda mencapai 80% ke atas, Anda dapat melanjutkan ke bab berikutnya. Namun bila tingkat penguasaan Anda di bawah 80%, Anda harus mengulang materi ini, terutama bagian yang belum Anda kuasai.

(18)

3.3.5. Kunci Jawaban Test Formatif

1. Pasangan calon Banyak pemilih

Bagus 235

Hebat 103

Jago 431

Tangguh 231

4. Tabel frekuensi yang dapat dibuat tidak unik. Jawaban saudara dapat berbeda dengan jawaban mahasiswa lain.

3. Daya Tahan (hari) Banyak lampu

Kurang dari 0.5 0

Kurang dari 20.5 1

Kurang dari 40.5 3

Kurang dari 60.5 10

Kurang dari 80.5 26

Kurang dari 100.5 52 Kurang dari 120.5 112 Kurang dari 140.5 152 Kurang dari 160.5 187 Kurang dari 180.5 200

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini : Tabel 3 Uji Normalitas Penurunan TFU pada Responden yang Senam Nifas dan Tidak Senam Nifas Sumber: Data

Sifat atau tipe dari masing-masing kriteria dalam penelitian ini disajikan dalam tabel 3 Tabel 3 Tabel Utility Kriteria Kode Krieria Tipe kriteria C1 Umur Tanaman Benefit C2 Tinggi