Analisa Instrumentasi
Chapter · July 2020
CITATIONS
0
READS
19,729
2 authors, including:
Abdul Muqit
Politeknik Negeri Malang 70PUBLICATIONS 59CITATIONS
SEE PROFILE
BAB I
GAS
CHROMATOGRAPHY
Oleh: Sandra Santosa Penerbit: Polinema Press
1.1. Konsep Dasar
Gas chromatography merupakan metode pemisahan yang banyak digunakan pada bidang kimia, lingkungan, biologi dan obat – obatan.
Fungsi utamanya untuk memisahkan berbagai jenis senyawa kimia dan menentukan secara kuantitatif komponen komponennya. Pada pemisahan jenis ini, fasa diam nya adalah padatan atau cairan sedngakan fasa bergaraknya adalah gas yang bergerak melewati sistem. Gas chromatography merupakan pemisahan yang dinamis dimana pemisahan komponen terjadi pada sistem yang heterogen. Gas chromatography banyak digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan jenis produk berdasarkan metode penambahan standar. Gas chromatography merupakan metode yang penting untuk mendeteksi dan menentukan pengotor organik pada larutan.
1.1.1. Prinsip Gas Chromatography
Pemisahan campuran dalam jumlah mikrogram dengan melewatkan sampel yang diuapkan dalam aliran gas melalui kolom yang mengandung fase cair atau padat stasioner; komponen bergerak dengan laju yang berbeda karena perbedaan titik didih, kelarutan atau adsorpsi.
1.1.2. Peralatan dan Instrumentasi
Port injeksi, logam panas, kolom yang terbuat dari kaca atau kisi, detektor dan perekam, supply gas.
1.1.3. Aplikasi Gas Chromatography
Penggunaannya sangat luas, paling banyak digunakan untuk menganalisis bahan organik; tekniknya cepat, sederhana dan bisa menganalisis campuran yang sangat kompleks (hingga lebih dari 100 komponen) dan sampel yang sangat kecil (nanogram); berguna untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Dengan ketepatan mencapai 2-5%.
1.1.4. Kekurangan Gas Chromatography
Sampel harus volatil dan stabil secara termal pada temperature di bawah 400°C; detektor yang paling umum digunakan adalah tidak selektif;
data retensi yang tersedia tidak selalu dapat digunkan untuk analisis kualitatif.
Dinamakan kromatografi gas karena fase gerak yang digunakan adalah gas, terdiri dari kromatografi gas-cair (GLC) dan kromatografi gas- padat (GSC). Untuk GLC fase diamnya adalah cairan dengan titik didih tinggi. Untuk GSC fase diamnya adalah padatan. Sampel harus volatil dan stabil secara termal, dimasukkan ke dalam aliran gas melalui port injeksi yang terletak di bagian atas kolom. Aliran gas yang terus menerus akan menyebabkan hilangnya komponen-komponen dari kolom.
1.2. Komponen dasar gas kromatografi:
Gmbar 1. 1. Skema Gas Chromatography
Gambar 1. 1. Komponen Utama Gas Chromatography.
Skema diagram kromatografi gas yang ditunjukkan pada gambar di atas tersusun atas: kolom pemisah terdiri atas fasa diam, sedangakan pada fasa bergerak terdapat aliran yang melewati kolom. Laju fasa bergerak dikontrol oleh tekanan atau unit aliran. Detector, merupakan instrument yang mampu menghasilkan kromatogram yang ditunjukkan oleh gambar di bawah ini. Kromatogram sendiri merupakan plot yang menghubungkan antara konsentrasi sampel terhadap waktu. Masing – masing puncak kromatografi menunjukkan suatu senyawa kimia yang dipisahkan oleh waktu dan jarak.
Gambar 1. 2. Chromatogram
1.2.1. Gas pembawa dengan pengatur tekanan dan pengontrol aliran Fase gerak atau gas pembawa disuplai pada tekanan 10-40 psi denganm laju aliran 2-50 cm3 min-1. Tekanan gas pembawa dapat dikontrol dengan menggunakan needle-valve atau oleh pengontrol aliran massa.
Dengan menggunakan needle-valve, laju alirannya akan menurun dengan meningkatnya suhu karena peningkatan viskositas gas pembawa. Uap air, hidrokarbon dan kotoran yang terdapat di dalam gas akan mempengaruhi kinerja kolom dan respon detektor, tetapi dapat dihilangkan dengan melewati perangkap yang mengandung adsorben yang sesuai. Gas pembawa yang biasa digunakan adalah nitrogen, helium dan hidrogen.
Pemilihan gas pembawa tergantung pada jenis kolom (dikemas atau kapiler), biaya dan detektor yang digunakan. Helium dan hidrogen adalah gas yang banyak dipakai untuk kolom kapiler karena efisiensi kromatografi mengalami penurunan lebih lambat dengan meningkatnya laju aliran di atas optimal dengan menggunakan gas sehingga pemisahan berlangsung lebih cepat, yang diperlihatkan dengan gambar di bawah ini:
Gambar 1. 3. Effisiensi Sebagai Fubgsi Dari Fase Gerak 1.2.2. Katup injeksi
Untuk memastikan efisiensi berjalan dengan baik, sampel harus dimasukkan ke dalam aliran gas pembawa. Cairan, jika perlu diencerkan terlebih dahulu menggunakan pelarut yang mudah menguap, dan padatan dalam larutan, disuntikkan melalui septum self-sealing silicone-rubber dengan kapasitas 1-10 μl microsyringe. Sampel gas membutuhkan gas- tight syringe atau gas-sampling valved dengan volume yang lebih besar karena gas memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan cairan.
Beberapa teknik yang digunakan untuk menginjeksikan sampel ke dalam kolom kapiler yang umumnya memiliki kapasitas sampel jauh lebih rendah daripada kolom kemas.
• Injeksi split melibatkan splitter aliran masuk yang digabungkan dengan needle valve yang menyebabkan sebagian besar sampel yang disuntikkan dilepaskan ke atmosfer dan memungkinkan sebagian kecil fraksi (2% atau kurang) yang masuk ke kolom (Gambar 4.18 (b)).
Gambar 1. 4.
Rasio split yang biasa digunakan antara 50: 1 dan 500:
Kelemahan dari injeksi split adalah sampel dengan komponen yang dengan titik didih bervariasi cenderung terbagi dengan proporsi yang berbeda; komponen dengan titik didih rendah cenderung lebih banyak memasuki kolom daripada komponen dengan titik didih tinggi. Injeksi split tidak cocok digunkan jika memerlukan sensitivitas yang sangat tinggi karena sebagian besar sampel dibuang ke atmosfer.
• Splitless injection, dalam satu sistem, beberapa microliter sampel yang telah disuntikkan, dikumpulkan dalam perangkap dingin di bagian atas kolom dengan temperature lebih dari 100 ° C di bawah titik didih komponen. Kemudian perangkap dipanaskan untuk mendidihkan komponen sampel secara berurutan. Metode ini hanya cocok jika semua komponen sampel memiliki titik didih relatif tinggi.
• On-column injection, memungkinkan sampel cairan yang sangat kecil yang nantinya dipanaskan untuk menguapkan komponen. Jarum suntik dilengkapi dengan jarum kisi yang sangat halus digunakan bersama dengan katup septumless yang dirancang khusus agar dapat melewati udara yang dididnginkan atau dipanaskan, yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Udara didinginkan hingga mencapai 20°C di bawah titik didih pelarut sampel dilewatkan melalui katup saat sampel disuntikkan, kemudian udara hangat dialirkan untuk menguapkan sampel in situ. Teknik ini digunakan untuk mengurangi risiko penguraian senyawa yang sensitif terhadap panas.
• Injektor otomatis, injektor ini mampu menghilangkan perbedaan yang disebabkan karena analis, meningkatkan reproduktifitas, dapat dikontrol oleh komputer, sehingga sampel yang dianalisis bisa dilakukan tanpa pengawasan.
Sampel padat dapat dimasukkan sebagai larutan atau dalam ampul kaca tertutup yang dihancurkan dalam aliran gas melalui gas-tight plunger.
Hanya padatan yang memiliki tekanan uap yang cukup besar di temperatur kolom yang dapat dikromatografi.
Gambar 1. 5.
1.2.3. Kolom
Kolom merupakan inti dari kromatografi gas tempat proses pemisahan terjadi. Terdiri dari gulungan baja stainless, kaca atau tabung silika leburan (kuarsa) yang memiliki panjang 1 m hingga 100 m dengan diameter internal antara 0,1 mm dan sekitar 3 mm (Principles and Practice of Analytical Chemistry 5th ed - F.W. Fifield).
1. Kolom gas kromatografi
Pemisahan komponen berlangsung dalam kolom tubular baik yang tertutup atau terbuka, di mana gas pembawa mengalir terus menerus.
Kolom pemisahan ditempatkan tepat setelah injeksi port dan slitter sampel.
Kolom pemisahan mengandung fase diam, yang dapat berupa (1) adsorben (GSC) atau (2) cairan yang didistribusikan di atas permukaan partikel berdiameter kecil atau bagian dalam tabung kapiler. Kolom terbuat dari logam (stainless steel, tembaga, atau aluminium), kaca, atau leburan silika.
Keca dan leburan silica semakin sering digunakan saat ini.
Kolom GC dapat dibagi menjadi tiga kategori: (1) kolom kemas, (2) kolom tubular terbuka (kapiler), dan (3) kolom mikro-dikemas. Kolom tubular terbuka dibagi lebih lanjut wall-coated (WCOT) and (b) porous layer (PLOT)
• Kolom kemas. kolom jenis ini jika digunakan untuk pekerjaan analitis memerlukan diameter kolom sebesar 2, 3, atau 4 mm. Jika fase diam adalah cairan, maka ia akan ditahan pada permukaa. Adsoerbent seperti silica gel digunakan untuk memisahkan gas. Sedangakan polimer berpori banyak digunakan untuk analisis tertentu seperti analisis pelarut, asam, dan lalkohol dalam air. Temperature analsisi berkisar anatara suhu 50 samapai 100oC
• Kolom Tubular (Kapiler) Terbuka.tipe jenis ini memiliki banyak kelebihan dianytaranya adalah fleksibel, secara mekanis lebih tahan lama, dan tipe kolom ini yang paling dominan. Polimer berpori adalah polimer ikatan silang yang dihasilkan dari kopolimerisasi antara styrene dan divinylbenzene. Luas permukaan dan ukuran pori dapat divariasi dengan mengubah jumlah divinilbenzena yang ditambahkan ke polimer.
Pemilihan gugus fungsional seperti akrilonitril atau vinil pirolidon berpengaruh terhadap selektivitas polimer. Pada kolom ini puncak yang dihasilkan lebih tajam. Puncak yang lebih tajam menghasilkan pemisahan yang lebih baik dan juga mengirimkan zat terlarut ke detektor pada konsentrasi yang lebih tinggi per unit waktu, sehingga sensitivitas meningkat.
Keuntungan utama jenis kolom ini adalah peningkatan kecepatan analisis. Meskipun efisiensi (pelat per meter) bernilai sama untuk kolom dikemas dan kapiler, kolom kapiler merupakan tabung terbuka. Oleh karena itu, mereka lebih permeable. Pada umumnya, Kolom kapiler memiliki lebih dari 100.000 plat. Karena permeabilitas kolom kapiler yang lebih besar, kurva van Deemter (pengurangan ketinggian) / (kecepatan berkurang) kurva (h/ V) juga lebih datar, yang berarti bahwa kolom dapat dioperasikan pada dua hingga tiga kali laju alir optimal tanpa kehilangan banyak efisiensi. Sehingga, waktu analisis lebih pendek. Bentuk puncak yang dihasilkan lebih baik stabilitas kolom juga meningkat.
2. Fasa diam
Komponen sampel harus dipertahankan oleh fase diam. Waktu retensi yang lebih lama dan lebih selektif, menghasilkan resolusi yang semakin baik. Dalam kromatografi gas, gas pembawa inert tidak berperan dalam selektivitas terlarut. Selektivitas dapat bervariasi dengan mengubah polaritas fase diam atau dengan mengubah suhu kolom. Efisiensi yang lebih tinggi pada kolom tabung terbuka, mampu mengurangi kebutuhan cairan selektif.
3. Fase Cair.
Saat ini, fase cair berikatan (ikatan silang atau ikatan kimia) jauh lebih unggul di mana dapat dibersihkan dengan cara membilas menggunakan pelarut kuat dan dipanaskan pada suhu tinggi. Umur kolom dapat diperpanjang, sampel yang lebih kotor masih diperbolehkan, dan pembersihan sampel dapat dikurangi. Sebagian besar analisis dapat diselesaikan menggunakan kolom dengan ketebalan film standar 0,25 mikrometer untuk 0,25 dan 0,32 mm i.d. kolom. Untuk kolom bore lebar
(megabore) ketebalan lapisan standar adalah 1 atau 1,5 mikrometer tergantung pada fase. Gunakan kolom dengan film tipis untuk zat terlarut yang mendidih pada suhu tinggi (petroleum waxes, gliserida, dan steroid) dan gunakan kolom film tebal untuk zat terlarut yang sangat mudah menguap (gas, pelarut ringan, dan dapat dibersihkan).
4. Temperature Control
Temperatur harus dikontrol, temperatur pada bagan injeksi harus cukup tinggi agar mampu menguapkan sampel, akan tetapi tetap harus diperhatikan agar tidak terjadi deposisi termal atau perubahan susunan molekul. Pada dasranya, kolom akan memisahkan dengan baik jika temperatur di bawah titik didih sampel untuk meningkatkan interaksi anatara fasa diam.
• Operasi Isotermal. Pemilihan suhu kolom perlu diperhatikan. Salah satu solusinya adalah menaikkan suhu kolom sehingga komponen dengan titik didih tinggi akan dielusi lebih cepat dan menghasilkan puncak yang lebih sempit. Solusi lain adalah mengubah tingkat migrasi pita selama pemisahan oleh menggunakan pemrograman suhu.
• Pemrograman suhu. Dalam pemrograman temperatur, sampel disuntikkan ke dalam sistem kromatografi ketika suhu kolom di bawah titik didih terendah dari sampel, biasanya di bawah 90oC. Kemudian suhu kolom dinaikkan pada beberapa tingkat. Pada umumnya, waktu retensi dinaikkan antara suhu 20 hingga 30°C. Suhu kolom akhir harus mendekati titik didih zat terlarut akhir tetapi tidak boleh melebihi batas suhu fase diam. Laju pemanasan 3 hingga 5°C⋅ min − 1 harus hingga mencapai pemisahan optimal.
Keterangan :
T = Temperatur (oK) B dan C = Konstanta
1.3.1 Detector
Setelah pemisahan dalam kolom, komponen sampel memasuki detektor. Detektor harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
• Memiliki Sensitivitas tinggi.
• Tingkat noise rendah (tingkat latar belakang).
• Respons linear terhadap rentang dinamis yang luas.
• Respons yang baik untuk semua komponen organik.
• Ketidakpekaan untuk variasi aliran dan perubahan suhu.
• Stabilitas dan kekasaran.
• Operasi yang mudah dijalankan.
• Identifikasi senyawa positif.
1. Detektor Konduktivitas Termal.
Detektor jenis ini paling banyak digunakan dalam GC sifatnya keras, fleksibel, dan relatif linier pada rentang yang luas. Akan tetapi, jika dibandingkan dengam detector GC jenis lain, detektor ini dianggap kurang sensitive. Selama operasi berlangsung, perbedaan konduktivitas termal antara gas pembawa murni dan gas pembawa komponen tambahan dalam aliran gas (efluen) dari kolom pemisahan perlu diukur. Detektor ini menggunakan filamen yang dipanaskan (seringkali rhenium-tungsten) yang ditempatkan dalam aliran gas. Jumlah panas yang hilang pada filamen tergantung pada konduktivitas termal gas. Ketika zat dicampur dengan gas pembawa, konduktivitas termal mengalami penurunan (kecuali untuk hidrogen dalam helium); dengan demikian, filamen menahan lebih banyak panas, suhu dan hambatan listriknya meningkat. Pemantauan resistensi filamen dengan rangkaian jembatan Wheatstone memberikan cara untuk mendeteksi keberadaan komponen sampel. Sinyal muncul sebagai puncak pada grafik sebagai visualisasi terhadap proses yang berlangsung. Volume detector perlu disesuaikan dengan kolom pemisah.
Dari semua detektor, hanya detektor jrnis ini yang merespons apa pun yang senywa yang dicampur dengan gas pembawa. Efluen dapat dilewatkan melalui detektor konduktivitas termal dan kemudian dilanjutkan ke detektor kedua atau pengumpul fraksi dalam kromatografi gas preparatif.
Linearitas detektor berjalan baik pada kisaran konsentrasi rendah tetapi tidak pada renang yang tinggi. Dalam rentang persen tinggi, kalibrasi banyak titik adalah satu-satunya cara untuk memperoleh pengukuran yang akurat.
Gambar 1. 6. Detektor Konduktivitas Termal 2. Flame-Ionization Detector
Detector jenis ini banyak diagunakan karena memiliki sensitivitas yang tinggi [0,02 coulomn (C) per g hidrokarbon], rentang dinamis linear yang lebar, dan memiliki respon yang baik pada hampir semua senyawa organik. Detektor ini memerlukan penambahan hidrogen ke kolom effluen dan melewati campuran melalui jet. Gas terionisasi (partikel bermuatan dan elektron yang dihasilkan selama pembakaran) akan melewati elektroda silinder. Tegangan diterapkan di jet dan elektroda silinder mengatur arus dalam partikel terionisasi. Electrometer bertugas untuk memonitor arus untuk memperoleh ukuran konsentrasi komponen. Sebuah koil penyala dan sensor nyala ditempatkan di atas jet untuk menyalakan nyala api yang sudah padam. Seluruh unit tertutup dalam cerobong sehingga angin tidak berpengaruh dan dapat dipanaskan untuk menghindari kondensasi tetesan air yang dihasilkan dari proses pembakaran.
Gambar 1. 7. Detektor Nyala Ionisasi
Respons detektor ionisasi nyala sebanding dengan jumlah kelompok
−CH2− yang memasuki nyala api. Respons terhadap karbon yang melekat pada gugus hidroksil dan gugus amina lebih rendah. Tidak ada respons terhadap karbon teroksidasi penuh seperti gugus karbonil atau karboksil (dan analog thio) dan gugus eter. Beberapa senyawa yang mmemberikan sedikit atau tidak ada respon sama sekali dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. 1. Zat Gas Yang Memberikan Sedikit Banyak Untuk Detekotor Ionisasi Nyala
Posisi kolom kapiler dalam detektor juga perlu diperhatikan; kolom harus memanjang hingga beberapa milimeter dari nyala api FID tetapi tidak melebihi nyala api. Selain itu, desain jet juga perlu diperhatikan agar alirannya tidak berbelit-belit dan menyebabkan nyala turbulen. Dalam sebagian besar aplikasi, penambahan gas makeup (hidrogen lebih baik daripada helium) direkomendasikan untuk mengoptimalkan detektor 3. Thermionic Ionization (NP) Detector
Detector jenis ini hanya merespon senyawa yang mengandung nitrogen dan fosfor. Pembuatannya mirip dengan FID, akibatnya, peralatan detektor nitrogen-fosfor (NPD) biasanya dirancang untuk dipasang pada basis detektor tipe FID yang ada. Sumber termionik berbentuk biji atau silinder yang berpusat di atas ujung api. Biji – biji ini terdiri atas senyawa logam alkali. Temperature diset antara 600 dan 800 ° C. Nyala api hidrogen digunakan untuk menekan respons ionisasi dari senyawa yang tidak mengandung nitrogen atau fosfor. Dengan aliran hidrogen yang sangat kecil, detektor mampu merespon nitrogen dan fosfor. Ukuran api dapat diperbesar dan polaritas antara jet dan kolektor dapat diubah. Jika dibandingkan dengan FID, detektor emisi termionik memiliki sensitifitas 50 kali lebih besar untuk nitrogen dan 500 kali lebih sensitif untuk fosfor 4. Electron-Capture Detector
Detector jenis ini banyak diaplikasikan untuk senyawa elektrofilik, seperti senyawa nitrogen, teroksigenasi, dan terhalogenasi. ECD dikenal sebagai elektroda "selektif" yang mampu memberikan respons yang sangat sensitive. Terdiri dari dua elektroda. Pada bagian permukaan terdiri atas satu elektroda yaitu radioisotope yang mengeluarkan elektron dengan energy tinggi saat terjadi peluruhan. Beberapa senyawa yang daapat diukur dengan detector ini diantaranya adalah residu dari pestisida terklorinasi, herbisida, dan hidrokarbon terpoliklorin. Selain itu, steroid, amin, asam amino dapat diubah menjadi turunan perfluoro yang dapat memberikan sinyal ke detector.
Gambar 1. 8. Elektron Detektor 5. Flame Photometric Detector
Detector jenis ini banyak digunakan untuk senyawa fosfor dan sulfur.
Senywa fosfor akan mengeluarkan emsisi berwarna hijaun pada panjang gelombang 510 dan 526 nm karena adana senyawa HPO. Sedaangkan sulfur pada panjang gelombang 394 nm fosfor dan sulfur daapat dideteksi dengan mengggunakan photomultiplier (PM). Respon detector terhadap fosfor linier sedangkan sulfur tergantung dari konsentrasi. Fpd banyak digunakan untuk penentuan residu pestidsida yang mengandung fosfor dan sulfur, juga banyaka digunakan untuk mendeteksi senyawa gas sulfur.
Gambar 1. 9. Penampang Skematis Dari Detektor Nyala Fotometrik
Gas Chromatography 6. Electrolytic Conductivity Detector.
Detektor ini biasa juga disebut detector conductivitas hall. Senayawa organic pada efluen diubah ke karbodioksida pada temperature yang tinggi, dimana heteroatom diubah menjadi molekul anorganik. Ammonia terbentuk dari nitrogen organic, hcl dari klorida organic, dan H2S terbentuk dari senywa sulfur. Pada saat mendeteksi senywa sulfur, senyawa harus diubah menjadi SO2. Detector ini banyak digunakan untuk analisis pestisida, herbisida, dan alkaloid serta bebrapa senyawa farmasi.
7. Chemiluminescence–Redox Detector
Detektor ini didasarkan pada reaksi redoks dan pengukuran chemiluminescence. Detektor ini mampu merespons senyawa seperti amonia, hidrogen sulfida, karbon disulfida, sulfur dioksida, hidrogen peroksida, hidrogen, karbon monoksida, sulfida, dan tiol yang sulit terdeteksi dengan deteksi ionisasi nyala api .