• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I (Metodologi Penelitian Albar)

N/A
N/A
B16. M.Najemi Albar

Academic year: 2024

Membagikan " BAB I (Metodologi Penelitian Albar)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Merokok merupakan salah satu ancaman kesehatan masyarakat terbesar di dunia. Pada tahun 2021, WHO menyatakan bahwa epidemik tembakau telah membunuh sekitar 8 juta orang setiap tahun. Lebih dari 7 juta kematian diakibatkan oleh perilaku merokok, sementara 1,2 juta kematian diakibatkan oleh paparan asap rokok orang lain (secondhand smoke) yang disebabkan karena penyakit kardiovaskular dan gangguan pernapasan. Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi perokok terbesar di dunia. Data World Health Organization (WHO) Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia sebagai pengonsumsi rokok tertinggi dengan jumlah perokok aktif mencapai 65,2 juta jiwa. Terdiri dari 52,9% laki-laki dewasa, dan 12,3% perempuan dewasa (WHO, 2018). Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2022 jumlah perokok di Provinsi Kalimantan Selatan yang berusia >15 tahun sebesar 21,89%. Beberapa tahun terakhir, rokok elektronik beredar pesat sebagai alternatif penggunaan rokok dengan tujuan menghindari dampak bahaya penggunaan rokok konvensional (Ramadhanti, 2020). Sejak kemunculan rokok elektronik, daya tarik dan popularitas rokok elektrik meningkat secara signifikan terutama pada kalangan remaja yang belum pernah merokok dan perokok dewasa yang mencari pengganti tembakau (Besaratinia & Tommasi, 2020). Survei oleh the National

(2)

Youth Tobacco mengungkapkan peningkatan penggunaan rokok elektrik terjadi pada tahun 2011 – 2013 pada remaja tanpa riwayat merokok sebelumnya (Fan et al., 2020). Data terkait studi penggunaan rokok di Indonesia menunjukan angka 2.1% responden menggunakan rokok elektronik dengan usia 25 – 45 tahun sebesar 47% (Elsa & Nadjib, 2019). Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) menunjukan penggunaan rokok elektrik di Indonesia sebanyak 4.419.622 orang.

Merokok membahayakan hampir semua organ tubuh karena mengandung berbagai bahan kimia berbahaya yang dapat merangsang proses peradangan.

Hingga saat ini, WHO terus mendorong masyarakat berhenti merokok untuk mengurangi bahaya tembakau dengan berbagai metode, salah satunya adalah menggunakan nicotine replacement therapy (terapi pengganti nikotin). Nicotine replacement therapy (NRT) adalah metode yang menggunakan suatu media untuk memberikan nikotin yang diperlukan oleh perokok tanpa pembakaran tembakau yang merugikan. Electronic cigarette (rokok elektronik) atau e- cigarette merupakan salah satu NRT yang menggunakan listrik dari tenaga baterai untuk memberikan nikotin dalam bentuk uap dan oleh WHO disebut sebagai Electronic Nicotine Delivery System. Electronic cigarette dirancang untuk memberikan nikotin tanpa pembakaran tembakau dengan tetap memberikan sensasi merokok pada penggunanya. Asap pada rokok mengandung lebih dari 5000 bahan kimiawi yaitu seperti bahan aromatik, nitrat heterosiklik, fenol, nitrosamin dan aldehida. Paparan asap rokok meningkatkan stres oksidatif

(3)

yang dapat menyebabkan peradangan pembuluh darah. Dalam kondisi ini dapat meningkatkan konsentrasi IL-6 dan sekaligus menurunkan IL-10 karena keduanya memiliki fungsi yang berlawanan. Ketika terjadi penurunan konsentrasi IL-10 dan peningkatan IL-6 maka berpotensi dapat menimbulkan reaksi inflamasi yang berlebihan dan penghancuran jaringan (Rahfiludin dan Ginandjar, 2014). Metabolit asap rokok dalam darah dapat menyebabkan kerusakan endotel. Sitokin inflamasi seperti tumor necrosis factor α (TNF-α) dapat merangsang ekspresi gen endotel, sehingga mendorong terjadinya aterosklerosis. Merokok juga dapat mengganggu produksi NO (nitric oxide) dari endothelium, sehingga dapat menyebabkan aterosklerosis. Pada awal aterogenesis, sel-sel endotel mengekspresikan VCAM-1 (vascular cell adhesionmmolecule 1) dan sebagai hasilnya berikatan dengan leukosit, monosit, dan limfosit T. Monosit bermigrasi ke endometrium dan berdiferensiasi menjadi makrofag yang memfagosit LDL teroksidasi. Makrofag ini juga memproduksi interleukin-1 (IL-1) dan TNF-α. Melalui proses stimulasi IL-1, IL-6, dan TNF-α ini akan menyebabkan sel hepatosit menerima sinyal dan melalui transkripsi kode DNA untuk sintesis CRP.

Untuk mendeteksi adanya peradangan atau inflamasi dapat dilakukan dengan penanda inflamasi seperti C-Reactive Protein (Putra, 2016). C-reactive protein (CRP) merupakan penanda inflamasi dan salah satu protein fase akut yang disintesis di hati untuk memantau secara non-spesifik penyakit lokal maupun sistemik (Sipatuhar, 2020). Gambaran utama dari inflamasi kerusakan

(4)

jaringan adalah peningkatan kadar protein fase akut misalnya C-Reactive Protein.

Kerusakan jaringan akan direspon tubuh dengan sekresi C-Reactive Protein, semakin lama merokok (dihitung dari usia petama kali merokok), maka kadar C- Reactive Protein dalam darah semakin tinggi.

Menurut penelitian oleh Hendrika N.C. Dewi, Michaela E. Paruntu &

Murniati Tiho pada tahun 2015 di Desa Kolombo, Kota Belitung, Sulawasi Utara, didapat hasil bahwa dari 28 perokok aktif didapatkan sampel berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 25 orang dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 3 orang.

Berdasarkan hasil interpretasi kadar CRP, terdapat 23 orang (82%) dengan hasil normal (negative dan lima orang (18%) memiliki hasil positif. Pada penelitian oleh Trimika Handra Sari pada tahun 2022, tentang kadar CRP pada perokok aktif dan perokok pasif di Wilayah Kecamatan Poasia Kota Kendari didapat hasil perokok aktif ditemukan 4 sampel positif (20%) dan 16 sampel negatif (80%). Pada perokok pasif tidak ditemukan hasil positif. Adapun penelitian pada tahun 2022 oleh Ayu Prastyaningrum, didapat hasil bahwa dari 15 perokok elektrik didapat perokok elektrik memiliki rerata kadar CRP sebesar 3,206±4,290 mg/L.

Berdasarkan observasi peneliti terhadap karyawan Vape Store di beberapa Vape Store di wilayah banjarbaru. Diketahui bahwa mereka bekerja selama rata-

(5)

raya 10 jam per hari, yang mana ditempat kerja mereka tentunya juga merokok dan terpapar asap rokok.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalah “Bagaimana Gambaran Kadar C-reactive protein (CRP) Serum pada Karyawan Vape Store di Wilayah Kota Banjarbaru Tahun 2024”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

a. Untuk mengetahui gambaran kadar C-reactive protein (CRP) serum pada karyawan Vape Store di wilayah Kota Banjarbaru Tahun 2024.

2. Tujuan Khusus

b. Untuk melakukan interpretasi hasil pemeriksaan C-reactive protein (CRP) serum pada karyawan Vape Store di wilayah Kota Banjarbaru Tahun 2024.

D. Manfaat

1. Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti sebagai pengetahuan tentang gambaran kadar C-reactive protein (CRP) serum pada karyawan Vape Store di wilayah Kota Banjarbaru Tahun 2024.

2. Manfaat Bagi Institusi

(6)

Memberikan karya tulis ilmiah untuk almamater berdasarkan hasil penelitian dan menjadi referensi pembelajaran bagi kalangan mahasiswa yang akan melakukan penelitian terutama dibidang Immunoserologi.

3. Manfaat Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk masyarakat tentang pemeriksaan kadar CRP yang digunakan sebagai penanda adanya inflamasi pada perokok elektrik. Masyarakat juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran para perokok akan pentingnya menerapkan pola hidup sehat dengan mengurangi atau tidak merokok dan dapat menghindari paparan dari asap rokok.

E. Keaslian Penelitian

Untuk menentukan keaslian penelitian peneliti dan berdasarkan pengetahuan peneliti sebagai penulis penelitian dengan judul “Gambaran Kadar C-reactive protein (CRP) Serum pada Karyawan Vape Store di Wilayah Kota Banjarbaru Tahun 2024”, menurut peneliti tidak ada penelitian yang memiliki judul yang sama dengan penelitian saya, tapi ada penelitian serupa dalam beberapa hal dengan penelitian yg ditulis oleh peneliti, seperti:

1. Gambaran kadar C-reactive protein (CRP) serum pada perokok aktif usia >40 tahun, oleh Hendrika N.C. Dewi, Michaela E. Paruntu

& Murniati Tiho pada tahun 2015. Penelitian ini memiliki kesamaan variabel

(7)

terkait berupa kadar CRP, tetapi ada perbedaan pada subjek penelitian dan perbedaan pada variabel bebas berupa rokok yang digunakan.

2. Gambaran Kadar C-Reactive Protein (CRP) Pada Perokok Aktif Dan Perokok Pasif di Wilayah Kecamatan Poasia Kota Kendari, oleh Trimika Handra Sari pada tahun 2022. Pada penelitian ini memiliki kesamaan variable terkait berupa kadar CRP dan perbedaan pada subjek penelitian berupa perokok aktif dan perokok pasif, serta variable bebas berupa rokok yang digunakan berupa rokok tembakau.

3. Perbandingan Kadar High Sensitivity C-reactive protein (Hs- Crp) Pada Perokok Tembakau dan Perokok Elektrik di Rt.05 Rw.09 Kelurahan Pedurungan Tengah Kota Semarang, oleh oleh Ayu Prastyaningrum pada tahun 2022. Pada penelitian ini variabel terkait memiliki perbedaan yakni kadar hs-CRP dan terdapat kesamaan pada variable bebas yaitu rokok elektrik.

Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa penelitian yang akan diteliti memiliki beberapa kesamaan, namun tetap berbeda dengan penelitian sebelumnya. Dengan demikian, maka topik penelitian yang peneliti lakukan ini benar-benar asli.

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian di atas maka peneliti akan melakukan peneletian tentang hubungan ketebalan lemak trisep s (KLT) dengan kadar high sensitivity c-reactive protein (hs-CRP)

Setelah menentukan perusahaan dan divisi apakah yang akan di teliti, proses selanjutnya adalah peneliti menentukan topik yang hendak diteliti oleh peneliti. Peneliti

dalam penelitian ini berupa lembar observasi anak, daftar foto-foto kegiatan anak. Alasan peneliti menggunakan dokumentasi adalah untuk memberikan gambaran secara

Variabel penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu variabel independent (Variabel bebas) dan variabel dependent (Variabel terikat). Peneliti telah menentukan strategi

Peneliti telah menentukan metode yang digunakan adalah metode Analisis Wacana, menurut Pawito dalam bukunya berjudul Penelitian Komunikasi Kualitatif, analisis

Penelitian deskriptif ini digunakan untuk mendapatkan gambaran tingkat literasi keuangan pribadi di kalangan mahasiswa dan faktor-faktor yang menentukan tingkat

Dari uraian di atas maka peneliti akan melakukan peneletian tentang hubungan ketebalan lemak triseps (KLT) dengan kadar high sensitivity c-reactive protein (hs-CRP)

C-reactive protein menjadi penanda inflamasi yang umum digunakan pada praktik klinis, muncul pada awal infeksi dan disintesis di hati.11 Kadar CRP dapat menentukan derajat infeksi; pada