PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perwujudan keadilan sosial di bidang pertanahan dapat dilihat pada prinsip prinsip dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya disebut UUPA yakni prinsip negara menguasai, prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah masyarakat hukum adat, asas fungsi sosial semua hak atas tanah, prinsip landreform, dan prinsip nasionalitas. Prinsip dasar ini kemudian dijabarkan dalam berbagai produk berupa peraturan perundang-undangan dan kebijakan lainnya.1
Tanah dan bangunan merupakan benda-benda yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, tanah dan bangunan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia (kebutuhan papan) yang mempengaruhi eksistensi tiap- tiap individu karena setiap manusia membutuhkan tempat untuk menetap. Hak- hak atas tanah mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan manusia ini, makin maju masyarakat, makin padat penduduknya, akan menambah lagi pentingnya kedudukan hak-hak atas tanah itu.
Kebutuhan akan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan akan semakin meningkat karena itu perlu diciptakan suatu kepastian hukum bagi setiap pemegang hak atas tanah maupun bagi masyarakat umum, melalui suatu proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik mengenai data
1Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan, Antara Regulasi dan Implementasi, Jakarta, kompas, 2006, hlm. 42
1
fisik maupun data yuridis, dan kegiatan semacam ini dikenal dengan sebutan pendaftaran tanah.
Pendaftaran tanah Pasal 19 UUPA, untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah, diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia, menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pendaftaran tersebut dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA, meliputi:
1. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;
2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Pendaftaran tanah yang diatur dalam Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997, A.P. Parlindungan mengatakan bahwa:2
1. Dengan diterbitkannya sertipikat Hak Atas Tanah maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum;
2. Di zaman informasi ini maka Kantor Pertanahan sebagai kantor di garis depan haruslah memelihara dengan baik setiap informasi yang diperlukan untuk suatu bidang tanah, baik untuk pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan pembangunan negara dan juga bagi masyarakat sendiri.
Informasi itu penting untuk dapat memutuskan sesuatu yang diperlukan dimana terlibat tanah, yaitu data fisik dan yuridisnya, termasuk untuk satuan rumah susun, informasi tersebut bersifat terbuka untuk umum artinya dapat diberikan informasi apa saja yang diperlukan atas sebidang tanah/bangunan yang ada;
3. Sehingga untuk itu perlulah tertib administrasi pertanahan dijadikan hal yang wajar.
Kasus sengketa di Kabupaten Jombang terjadi karena banyak bidang- bidang tanah yang dikuasai sejak berlakunya UUPA tahun 1960, sampai sekarang belum didaftarkan haknya, yang akhirnya terjadi sengketa. Kasus sengketa antara
2Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 165
pihak penyewa dalam hal ini Kepolisian Resort Jombang dan pihak pemilik tanah yang bernama Sukartiko Tandyadjaja, menyangkut sengketa tanah yang berdiri bangunan Poliklinik/BKIA, beralamat di jalan Kyai Haji Wackhid Hasyim, Desa Kepanjen, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Propinsi Jawa Timur adalah Eigendom Verponding Nomor 4888, yang telah dilakukan pendaftaran konversi dan kemudian tanggal 5 September 1970 diterbitkan surat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor19/Kepanjen tercatat atas nama Tan King Tik atau disebut juga Sukartiko Tandyajaja seluas 1072 m2 (seribu tujuh puluh dua meter persegi), Surat Ukur (SU) tanggal 15 Pebruari 1898, Nomor 26 terletak di Desa Kepanjen, Kecamatan Jombang, Kabupaten jombang, Propinsi Jawa Timur. Terjadinya kasus tersebut karena sebelum dilakukan pendaftaran Konversi dan diterbitkan Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 19/Kepanjen, terdapat bangunan milik saudara Tan King Tik atau disebut juga Sukartiko Tandyajaja, yang dipergunakan sebagai Asrama Polisi Kepolisian Resort Jombang, dengan menyewa dari pemiliknya Saudara Tan King Tik atau disebut juga Sukartiko Tandyajaja, sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Polisi Inspeksi/Kota Besar Surabaya tanggal 9 Mei 1959 No. Pol 083/BP/Org.
Hak Guna Bangunan Nomor 19/Kepanjen tercatat atas nama Tan King Tik atau disebut juga Sukartiko Tandyajaja tersebut, merupakan obyek Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 dan karena itu berakhir haknya sejak tanggal 23 September 1980.
Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat Jawa Timur cq Kepala Direktorat Agraria tanggal 5 april 1988, Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor
426/Kepanjen, tercatat atas nama Tan King Tik atau disebut juga Sukartiko Tandyajaja, seluas 1.020 m2 (seribu dua puluh meter persegi), Gambar Situasi tanggal 5 April 1988, Nomor 868, yang merupakan pembaharuan dan Hak Guna Bangunan Nomor 19/Kepanjen.
Pembaharuan Hak Guna Bangunan Nomor 19/Kepanjen tersebut, tidak terdapat keberatan dari Kepolisian, sebagaimana Surat Kepala Kepolisian Resort Jombang, tanggal 28 Maret No.Pol B/531/III/1988/Polres. Bahwa dengan demikian, tanah dan bangunan dimaksud adalah milik Tan King Tik atau disebut juga Sukartiko Tandyajaja, berdasarkan Bekas Hak Guna Bangunan, Nomor 426/Kepanjen jo. Bekas Hak Guna Bangunan, Nomor 19/Kepanjen, yang secara fisik dipergunakan oleh Kepolisian Resort Jombang yang disewa dari Tan King Tik atau disebut juga Sukartiko Tandyajaja, sesuai dengan surat Kepala Kepolisian Resort Jombang tanggal 28 Maret 1988 No.Pol: B/531/III/1988 Polres jo. Keputusan Kepala Polisi Inspeksi/Kota Besar Surabaya tanggal 9 Mei 1959 No.Pol.083/BP/Org.
Kasus sengketa tersebut diatas berawal dari perjanjian sewa menyewa antara, Pihak Kepolisian Resort Jombang dengan Pemegang Hak atas tanah Negara bekas Eigendom Verponding Nomor 4888, yang beralamat jalan Kyai Haji Wackhid Hasyim, Desa Kepanjen, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Propinsi Jawa Timur, tanah tersebut telah disewa Institusi Kepolisian Resort Jombang, sesuai dengan Surat Keputusan tertanggal 9 (Sembilan) Mei 1959 No.
083/3P/Org, hingga saat ini belum berakhir. Kantor Pertanahan Jombang mewajibkan pemilik mengajukan permohonan perpanjangan Hak Guna Bangunan
Nomor 426, akan tetapi oleh Kepala Kepolisian Resort Jombang telah diajukan pemblokiran atas tanah tersebut dengan alasan tanah dan bangunan Poliklinik/BKIA telah dikuasai dan dimiliki oleh Kepolisian Resort Jombang selama dari 20 tahun berturut-turut.
Hak Guna Bangunan dirumuskan sebagai hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bersangkutan karena tujuan pemberian hak tersebut adalah untuk dibangunnya bangunan diatas tanah yang bersangkutan oleh penerima hak.3
Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan dengan izin pejabat yang berwenang persetujuan pemilik tanah, sedangkan untuk badan-badan hukum yang bersifat publik non komersial dapat dialihkan dan bila dimohonkan pembaharuan harus dikembalikan kepada negara, untuk selanjutnya negara dapat memberikan kepada pihak lain.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, Pasal 36 UUPA disebutkan bahwa
“yang dapat mempunyai Hak Guna Bangunan ialah Warga Negara Indonesia, Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia”, yang berarti telah jelas pihak-pihak yang dapat menguasai bidang tanah dengan status Hak Guna Bangunan.
Realita tersebut diatas menimbulkan implikasi yuridis, salah satu implikasi yuridis tersebut adalah terhadap status hukum terhadap tanah tersebut berada dalam penguasaan (Kepolisian Resort) Jombang, sedangkan Pihak Pemilik Tanah
3Sahnan, Hukum Agraria Indonesia, Cet.1, Malang, Setara Press, 2016, hlm. 87
Negara Bekas Eigendom Verponding Nomor 4888 juga bermaksud untuk mensertipikatkan tanah tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah penyewa dapat melakukan permohonan Hak Pakai dari Tanah Negara Bekas Eigendom Verponding?
2. Apakah permohonan perpanjangan Hak Guna Bangunan dapat diberikan kepada pemegang Hak Atas Tanah Negara Bekas Eigendom Verponding?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis tata cara penyewa memperoleh Hak Pakai, yang berasal dari Tanah Negara Bekas Eigendom Verponding.
2. Menganalisis perpanjangan Hak Guna Bangunan kepada pemegang Hak Atas Tanah Negara Bekas Eigendom Verponding.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis
Memberikan informasi dan manfaat bagi masyarakat pada khususnya mengenai tanah Eigendom Verponding.
1.4.2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai pedoman dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat, khususnya masyarakat Kabupaten
Jombang, agar dapat memahami dan mengerti dengan jelas mengenai perolehan Hak Guna Bangunan, yang berasal dari Tanah Negara Bekas Eigendom Verponding.
1.5. Tinjauan Pustaka
1.5.1. Tinjauan Tentang Tanah
Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, yang meliputi permukaan bumi yang berada dibawah air, termasuk air laut.4 Secara umum tanah dapat dibedakan menjadi 2 (dua) :
1. Tanah Hak adalah tanah yang telah dipunyai oleh perorangan atau badan hukum dengan suatu hak atas tanah menurut UUPA keberadaannya telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain Peraturan Pemerintah No 40/1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.5
2. Tanah Negara adalah Tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Langsung dikuasai, artinya, tidak ada pihak lain diatas tanah itu. Tanah itu juga disebut tanah negara bebas. 6 Menurut UUPA semua tanah dikawasan Republik Indonesia dikuasai oleh negara.
Tanah Negara dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu;7
4 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Cet. 7, Jakarta, Djambatan, 1997, hlm. 17
5Maria S.W Sumardjono, Tanah Dalam Prespektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Jakarta, Kompas, 2008, hlm. 7
6Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara, Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria, Yogyakarta, Citra Media, 2007, hlm 38
7Ibid., hlm. 38
a. Tanah Negara Bebas adalah tanah negara yang langsung dibawah penguasaan negara, diatas tanah tersebut tidak ada satupun hak yang dipunyai oleh pihak lain selain Negara. Tanah Negara bebas bisa langsung dimohon oleh kita kepada Negara/Pemerintah dengan melalui suatu prosedur yang lebih pendek daripada prosedur terhadap Tanah Negara tidak bebas.
b. Tanah Negara tidak bebas adalah Tanah Negara belum diatasnya sudah ditumpangi oleh suatu hak oleh pihak lain misalnya:
“Tanah Negara yang di atasnya ada Hak Pengelolaan yang dipunyai oleh: Pemerintah Daerah/Kota, Perum Perumnas, Pertamina, Bulog, Badan Otoritas khusus dan badan-badan
pemerintah lainnya yang keseluruhan modal/sahamnya dipunyai oleh pemerintah dan/ atau pemerintah daerah.”
Yang dimaksud dengan Tanah Negara adalah sama dengan tanah yang langsung dikuasai oleh Negara. Jadi Tanah Negara adalah semua tanah yang
“belum dihaki” dengan hak-hak perorangan oleh UUPA. Tanah yang sudah dimiliki oleh suatu badan/instansi Pemerintah, adalah tanah negara pula, tetapi sudah diberikan dan melekat hak atas sesuai ketentuan yang berlaku (Hak Pakai dan Hak Pengelolaan).8
Pemerintah dalam memberikan penguasaan atas suatu tanah biasanya juga memberikan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan). Jika seseorang atau
8John Salindeho, Masalah Tanah dalam Perkembangan, Jakarta, Sinar Grafika, 1993, hlm. 171
badan tidak mendapatkan ijin maka, tidak dapat mendirikan bangunan di atas tanah tersebut.
Tanah Negara yang dapat dimintakan menjadi Tanah Hak dapat berupa:9
a. Tanah Negara yang masih kosong atau murni, Tanah Negara yang dikuasai secara langsung dan belum dibebani hak suatu apapun.
b. Tanah Negara yang berasal dari Konversi Hak Barat yang telah berakhir waktunya.
c. Tanah Hak yang statusnya ditingkatkan.
d. Tanah Hak yang statusnya diturunkan dengan pelepasan hak.
1.5.2. Eigendom Verponding
Eigendom Verponding sebenarnya tidak terdapat pada literatur hukum agraria, yang ada hanyalah istilah “Eigendom”, Verponding artinya pajak atas harta tetap, namun dikalangan masyarakat sering kali penyebutan Eigendom dengan istilah “Eigendom Verponding”.
Surat Verponding adalah surat petuk pajak tanah yang status tanahnya sebagai tanah Hak Barat dan tanah milik adat. Verponding adalah beban atas tanah berupa pajak terhadap tanah atas semua barang tetap yang dihaki dengan Hak Barat. Tanah yang dihaki dengan recht van postal dan erfpacht disamping dipungut beban atas tanahnya berdasarkan atas Hak Milik, juga dibebani sebagai
9Supriadi, op. cit., hlm. 58
domein, yaitu uang pengakuan terhadap pemerintah disebut rekognisi buat recht van opstal dan uang canon buat erfpacht.10
Hak Eigendom adalah hak terhadap suatu benda (tanah) untuk mengeyam kenikmatan secara bebas (genot) dan menguasai atau menggunakan secara tidak terbatas. Pembatasan untuk Hak Eigendom adalah tidak boleh dipergunakan yang bertentangan dengan Undang-undang atau peraturan umum tidak boleh
menganggu hak masyarakat lain.11
Hak Eigendom sebagai hak individu yang tertinggi, sekaligus juga merupakan hak penguasaan atas tanah tertinggi dalam Hukum Barat
“Eigendom is het recht om van een zaak het vrij genot te hebben en daarover op de volstrekste wijze te beschikken, mits men er geen gebruik van make, strijdende tegen de wetten of de openbare verordeningen, daargesteld door de zoodanige macht, die daartoe de bevoegdheid heft, en mits men aan de rechten van anderen geen hinder tobrengt; alles behoudens de onteigening ten algemeence nutte tegen behoorlijke schadeloosstelling, ingevolge de wettelijke bepalingen.”
Dalam terjemahan bahasa Indonesia
”Hak Eigendom adalah hak untuk dengan leluasa menikmati kegunaan sesuatu benda dan untuk berbuat bebas terhadap benda yang bersangkutan dengan kekuasaan yang sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang ditetapkan oleh Penguasa yang berwenang dan tidak mengganggu pihak lain, semua itu terkecuali pencabutan hak untuk kepentingan umum, dengan pemberian ganti kerugian yang layak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”12
Hak Eigendom dapat dicabut untuk kepentingan umum dengan ganti rugi yang layak berdasarkan ketentuan yang sah. Hak Eigendom sangat individualistis
10Imam Soetiknjo, Proses Terjadinya UUPA, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1987, hlm. 62
11Muchtar Wahid, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, Cet.1, Jakarta, Penerbit Republika, 2008, hlm. 18
12Boedi Harsono, Sejarah …op.cit., hlm. 59
dan bersifat liberal serta mengandung kebebasan yang sangat luas, terutama jika dibanding dengan tanah milik menurut hukum adat yang mengandung fungsi sosial.
Sebelum UUPA diberlakukan, Hak Milik (khususnya yang tunduk pada hukum barat) penyebutannya lebih sering menggunakan bahasa Belanda yang berarti Eigendom atau Hak Milik. Hal ini sesuai dengan dasar hukum pengaturannya yang bersumber dari hukum Belanda perdata (Burgerlijk Wetboek (BW) voor Indonesie). Dengan berlakunya asas Domein Verklaring melalui Agrarische Besluit 1870.
R.M. Sudikno Mertokusumo (1988:2.20-2.21) berpendapat, dalam prakteknya domein verklaring mempunyai dua fungsi, yaitu:
1. Sebagai landasan hukum bagi pemerintah Kolonial untuk dapat memberikan tanah dengan hak barat seperti yang diatur di dalam KUHP Perdata yaitu:
Hak Eigendom, Hak Erfpacht, Hak Opstal.
2. Untuk keperluan pembuktian yaitu: apabila negara berperkara, maka negara tidak perlu melakukan pembuktian Hak Eigendomnya atas tanah yang diperkarakannya, akan tetapi yang wajib untuk membuktikan haknya adalah pihak lain.13
1.5.3. Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan bangunan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dalam jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang dengan waktu 20
13Sahnan, Hukum Agraria Indonesia, Cet.1, Malang, Setara Press, 2016, hlm. 18
tahun lagi, dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain, dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.14
Hak Guna Bangunan dirumuskan sebagai hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bersangkutan, karena tujuan pemberian hak tersebut adalah untuk dibangunnya bangunan di atas tanah yang bersangkutan oleh penerima hak.15
Hak Guna Bangunan yang diberikan di atas negara dan tanah Hak Pengelolaan memiliki jangka waktu hingga maksimum lima puluh (50) tahun, terhitung dengan perpanjangannya, sedangkan Hak Guna Bangunan yang diberikan atas tanah Hak Milik hanya berjangka waktu selama-lamanya tiga puluh (30) tahun saja. Perpanjangan pemberi Hak Guna Bangunan yang diberikan di atas Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolahan, hanya dapat diberikan jika:
1. Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut;
2. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
3. Pemegang Hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19; dan
4. Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.16
14Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan,Seri Hukum Pertanahan I Pemberian Hak atas Tanah Negara dan Seri Hukum Pertanahan II, Sertipikat dan Permasalahannya, Jakarta, Prestasi Pustaka, 2002, hlm. 31
15Boedi Harsono,Sejarah …,op.cit., hlm. 261
16Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Hak-hak Atas Tanah, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2003, hlm. 203
Sehubungan dengan perpanjangan Hak Guna Bangunan tersebut, maka hal ini berkaitan pula dengan kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan atas pemberian Hak Atas Tanah Bangunan tersebut yaitu:
1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan tata cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;
2. Menggunakan tanah sesuai peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;
3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;
4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu dihapus;
5. Menyerahkan Sertipikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Pertanahan.17
Hak Guna Bangunan ini terjadi sejak keputusan pemberian hak tersebut didaftarkan oleh pemohon kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah.18
1.5.4. Hak Pakai
Hak Pakai, yang merupakan hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah milik orang lain atau yang dikuasai langsung oleh Negara, yang bukan sewa-menyewa atau pengelolahan tanah, yang dapat diberikan untuk suatu jangka waktu tertentu kepada warga negara Indonesia tunggal, Badan Hukum
17Supriadi, op.cit., hlm. 116
18Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-hak Atas Tanah, Cet. 2, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2005, hlm. 107
Indonesia (yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia), orang asing yang berkedudukan di Indonesia, serta badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.19
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengelolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA.20
1.5.5. Hak Sewa Untuk Bangunan
Hak Sewa Untuk Bangunan adalah hak yang dimiliki seseorang atau Badan Hukum untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah Hak Milik orang lain dengan membayar sejumlah uang sewa tertentu dan dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh pemilik tanah dengan pemegang Hak Sewa Untuk Bangunan.21
Menurut Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, Hak Sewa Bangunan adalah sebagai berikut:
1. Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa;
19Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, op.cit., hlm. 26 20Urip Santoso, Hukum … op.cit., hlm. 114
21Ibid., hlm. 125
2. Pembayaran uang sewa dapat dilakukan;
3. Satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;
4. Sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan;
5. Perjanjian sewa tanah tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.22
1.6. Orisinalitas Penelitian
Sebagai bahan perbandingan untuk menilai orisinalitas penelitian ini, penulis mencari referensi-referensi penelitian dalam bentuk tesis ataupun karya ilmiah lainnya di berbagai Universitas penyelenggara Program Studi Magister Kenotariatan yang membahas tentang Tanah Negara bekas Eigendom Verponding.
Sebelum menguraikan garis besar substansi berbagai penelitian tersebut, berikut ini dikemukakan pendapat Estelle Phillips mengenai ukuran orisinalitas penelitian yang meliputi:23
a. Saying something nobody has said before;
b. Carrying out empirical work that hasn’t been done made before;
c. Making a synthesis that hasn’t been made before;
d. Using already know material but with a new interpretation;
e. Trying out something in this country that has previously only been done in other countries;
f. Taking a particular technique and applying it in a new area;
g. Bringing new evidence to bear on an old issue;
h. Being cross-diciplinary and using different methodologies;
i. Taking someone alse’s ideas and reinterpreting them in a way no one elsehas;
j. Looking at areas that people in your discipline haven’t looked at before;
k. Adding to knowledge in a way that hasn’t previously been done before;
22Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, op.cit., hlm. 247
23Estelle Phillips, Researching and Writing in Law, Lawbook, Sidney, 2002, hal. 164, dalam Rusdianto S, “Prinsip Kesatuan Hukum Nasional Dalam Pembentukan Produk Hukum Pemerintah Daerah Otonomi Khusus atau Sementara”, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya, 2016.
l. Looking at existing knowledge and testing it;
m. Playing with words. Putting thing together in ways that other haven’t.
Pendapat Estelle Phillips tersebut diterjemahkan bebas sebagai berikut:
a. Mengemukakan sesuatu yang belum pernah dikemukakan sebelumnya;
b. Menyelesaikan pekerjaan empiris yang belum terselesaikan sebelumnya;
c. Membuat sintesa yang tidak pernah dibuat sebelumnya;
d. Menggunakan materi yang sama namun dengan pendekatan lain;
e. Mencoba sesuatu di negara-negaranya terhadap sesuatu yang telah diterapkan di negara lain;
f. Mengambil teknik tertentu dan menerapkannya di bidang baru;
g. Menggunakan bukti baru untuk menyelesaikan masalah lama;
h. Menjadi ilmu interdisipliner dan menggunakan metodologi yang berbeda dengan metodologi sebelumnya;
i. Mengambil gagasan orang lain dan menafsirkan kembali dengan cara yang berbeda;
j. Menunjukkan sesuatu yang baru dari disiplin ilmu si peneliti yang belum pernah ditunjukkan oleh peneliti sebelumnya;
k. Menambah pengetahuan yang belum pernah dilakukan sebelumnya;
l. Melihat pengetahuan yang ada saat ini dan mengujinya;
m. Menjelaskan/meguraikan kata-kata. Kata-kata yang diuraikan tersebut kemudian disusun dengan cara lain yang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Berdasarkan penjelasan mengenai ukuran orisinalitas penelitian, maka peneliti akan menguraikan secara garis besar beberapa penelitian yang membahas mengenai Tanah Negara bekas Eigendom Verponding sehingga dapat menggambarkan orisinalitas dan perbedaan dari penelitian tersebut antara lain:
1. Tesis yang ditulis oleh Hendro,24 dari Universitas Indonesia, dengan judul
“Kekuatan Pembuktian Tanah Eigendom Verponding menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun Tentang Pendaftaran Tanah (Analisis Yuridis terhadap putusan peninjauan kembali Nomor 588 PK./PDT/2002)”. Tesis ini mengkaji dan menganalisis mengenai kekuatan tanah Eigendom Verponding
24
Hendro, Kekuatan Pembuktian Tanah Eigendom Verponding menurut peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Analisis Yuridis terhadap putusan peninjauan kembali Nomor 588 PK./PDT/2002), Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Indonesia, 2009.
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Bahwa Hak-hak tanah barat Hak Eigendom berubah menjadi Hak Milik berdasarkan UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Pasal II konversi dijelaskan bahwa, kekuatan tanah Eigendom Verponding berdasarkan peraturan pemerintah nomor 1997 tentang pendaftaran tanah merupakan suatu bukti tertulis, yang kuat karena berdasarkan pasal 24 ayat (1). Berbeda dengan tesis penulis yang akan mengkaji permohonan perpanjangan Hak Guna Bangunan dapat diberikan kepada pemegang Hak Atas Negara Bekas Eigendom Verponding. Apabila dikaitkan dengan parameter orisinalitas penelitian seperti yang telah disebutkan Estelle Phillips diatas maka penelitian ini
“mengemukakan sesuatu yang belum pernah dikemukakan sebelumnya”.
2. Tesis yang ditulis oleh Edwin25 dari Universitas Airlangga, yang berjudul
“Eigendom Sebagai Alat Bukti Yang Kuat Dalam Pembuktian Kepemilikan Tanah Pada Hukum Tanah Indonesia”. Tesis ini membahas mengenai keberlakuan tanah-tanah dengan Hak eigendom/tanah partikelir pada masa sekarang, Hak Eigendom masih memiliki posisi yang sangat kuat dan sangat diakui dalam peraturan yang masih berlaku sampai saat ini, dengan catatan bahwa untuk Hak Eigendom tersebut, juga harus mengikuti ketentuan- ketentuan yang berlaku dalam peraturan-peraturan ketentuan konversi.
Berbeda dengan tesis ini penulis akan membahas tentang permohonan Hak Pakai oleh Penyewa Tanah Negara Atas Negara Bekas Eigendom Verponding. Apabila dikaitkan dengan parameter orisinalitas penelitian
25
Edwin, Eigendom Sebagai Alat Bukti Yang Kuat Dalam Pembuktian Kepemilikan Tanah Pada Hukum Tanah Indonesia, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Airlangga, 2012.
seperti yang telah disebutkan oleh Estelle Phillips diatas maka penelitian ini
“mengemukakan sesuatu yang belum pernah dikemukakan sebelumnya”.
3. Penelitian dalam bentuk Tesis yang ditulis oleh Ekky Tri Hastaryo,26 dari Universitas Narotama, yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah Terlantar”, mengkaji dan menganalisis, mengenai karateristik tanah terlantar harus ada pemilik atau pemegang Hak Atas Tanah (subyek), harus ada tanah hak yang tidak terpelihara dengan baik sehingga kualitas kesuburan tanahnya menurun, harus dalam jangka waktu tertentu.
Berbeda dengan tesis ini penulis akan membahas tentang tentang Tanah Negara Bekas Eigendom Verponding. Apabila dikaitkan dengan parameter orisinalitas penelitian seperti yang telah disebutkan oleh Estelle Phillips diatas maka penelitian ini “mengemukakan sesuatu yang belum pernah dikemukakan sebelumnya”.
Tabel Perbandingan Orisinalitas
No Judul Penulis dan Tahun Rumusan Perbedaan
Penelitian Afiliasi Jenis Masalah Instansi Penelitian
1 Kekuatan Hendro 2009 1. Bagaimana 1. Apakah
Pembuktian Magister Tesis kekuatan penyewa
Tanah Kenotariatan, tanah dapat
Eigendom Fakultas eigendom melakukan
Verponding Hukum verponding permohonan
menurut Universitas berdasarkan Hak Pakai
Peraturan Indonesia Peraturan dari Tanah
Pemerintah Depok Pemerintah Negara
Nomor 24 Nomor 24 Bekas
Tahun 1997 Tahun 1997 Eigendom
tentang Tentang Verponding?
Pendaftaran Pendaftaran
26Ekky Tri Hastaryo, Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah Terlantar, Tesis, Program Studi Magister Narotama, 2012.
Tanah Tanah? 2. Apakah
(Analisis permohonan
Yuridis 2. Bagaimana perpanjangan
terhadap status tanah Hak Guna
putusan eks Bangunan
peninjauan eigendom dapat
kembali verponding diberikan
Nomor 588 jika tanah kepada
PK./PDT/ tersebut telah pemegang
(2002) disertipikat Hak Atas
oleh pihak Negara
lain? Bekas
Eigendom 3. Apakah Verponding?
putusan Peninjauan Kembali Nomor
588.PK/Pdt/
2002 sudah sesuai
dengan peraturan yang berlaku?
2 Eigendom EDWIN 2012 1. Bagaimana 1. Apakah Sebagai Alat Magister Tesis keberlakuan penyewa Bukti Yang Kenotariatan, tanah-tanah dapat
Kuat Dalam Fakultas dengan Hak melakukan
Pembuktian Hukum eigendom/ permohonan
Kepemilikan Universitas tanah Hak Pakai
Tanah Pada Airlangga partikelir dari Tanah
Hukum Surabaya pada masa Negara
Tanah sekarang ini? Bekas
Indonesia Eigendom
2. Bagaimana - Verponding?
kah Radio
Republik 2. Apakah Indonesia permohonan (RRI) dan perpanjangan Penggarap Hak Guna dalam hal ini Bangunan bisa sampai dapat memperoleh diberikan kepemilikan kepada
atas tanah pemegang tersebut Hak Atas sedangkan Negara
pada Bekas
kenyataannya Eigendom
tanah Verponding?
tersebut
terdapat alas Hak yaitu eigendom?
3. Bagaimana- kah
penyelesaian atas kasus penyerobotan atas tanah eigendom tersebut jika dikaitkan dengan peraturan- peraturan tanah di Indonesia, dengan meninjau pada Putusan Mahkamah Agung No. 588
PK/Pdt/2002
3 Perlindungan EKKY TRI 2012 1. Apakah 1. Apakah Hukum Bagi HASTARYO Tesis karateristik penyewa
Pemegang Magister tanah dapat
Hak Atas Kenotariatan, terlantar? melakukan
Tanah Fakultas permohonan
Terlantar Hukum 2. Apakah Hak Pakai
Universitas Perlindungan dari Tanah
Narotama Hukum bagi Negara
Surabaya pihak yang Bekas
menguasai Eigendom
dan Verponding?
mengelola tanah
terlantar? 2. Apakah permohonan perpanjangan Hak Guna Bangunan dapat diberikan kepada pemegang Hak Atas Negara Bekas
Eigendom Verponding?
1.7. Metode Penelitian 1.7.1. Tipe Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif adalah suatu penelitian yang mengkaji peraturan-peraturan hukum tentang petunjuk
pelaksanaan terhadap pendaftaran tanah. Hal ini erat kaitannya terhadap Hak Atas Tanah dari Tanah Negara Bekas Eigendom Verponding.
1.7.2. Pendekatan Masalah (Approach)
Penelitian ini peneliti menggunakan dua metode pendekatan masalah yaitu:
1. Statute Approach (Pendekatan Perundang-undangan) yaitu pendekatan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan penelitian perundang-undangan dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 27 Dilakukan dengan mendasarkan
27Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm. 93
pengaturan batas minimum dan batas maksimum dalam dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Conseptual Approach (Pendekatan Konseptual) yaitu pendekatan yang beranjak dari pandangan dan doktrin-doktrin yang ada dalam ilmu hukum. Penelitian akan menemukan ide yang melahirkan pengertian- pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu hukum.28
1.7.3. Sumber Bahan Hukum
1. Bahan hukum primer bersifat autorifatif artinya mempunyai otoritas, dimana bahan hukum primer berupa perundang-undangan, peraturan menteri keuangan dan putusan-putusan Hakim.
2. Bahan hukum sekunder meliputi bahan-bahan yang mendukung bahan hukum primer seperti hasil penelitian hukum, buku-buku teks bidang hukum, kamus hukum, artikel dalam berbagai majalah, jurnal-jurnal ilmiah hukum, tesis-tesis hukum mengenai Hak Atas Tanah dari Tanah Negara Bekas Eigendom Verponding, begitu juga dengan disertasi-disertasi yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
1.7.4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
Prosedur pengumpulan bahan hukum, dilakukan melalui studi pustaka, yang diawali dengan melakukan inventarisasi bahan hukum, mengklasifikasi bahan hukum, dan membaca secara sistematis terhadap bahan hukum yang
28Ibid., hlm. 95
tersedia, yang digunakan sebagai pedoman untuk menjawab rumusan masalah yang ada.
Penulis menggunakan metode interprestasi, yaitu metode penelitian yang diawali dari statemen-statemen yang ada dalam masalah-masalah tersebut di interprestasikan atau ditafsirkan melalui penafsiran secara bahasa, undang-undang atau secara sistematis tentang masalah yang akan dibahas, yaitu Perolehan Hak Guna Bangunan yang diperoleh dari penegasan konversi. Penalaran intesprestasi ini dilandasi pemikiran yang melihat konsep hukum dari sudut pandang normatif.
1.7.5. Analisis Bahan Hukum
Analisis terhadap bahan hukum dilakukan secara diskriptif. Analisa bahan hukum tersebut didasarkan pada prinsip konsistensi antara asas-asas hukum yang baku yang berkaitan dengan permasalahan yang teliti dan dilihat kemungkinan adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan dan asas.
1.8. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penyusunan proposal ini terdiri dari 4 (empat) bab yang terdiri dari 2 (dua) bab masalah yang diteliti, sedangkan 2 (dua) bab yang lain merupakan bab pendahuluan dan penutup. Secara keseluruhan bab-bab dalam rencana tesis ini tersusun dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I, merupakan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, orisinalitas penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian yang terdiri dari tipe penelitian, pendekatan
masalah, sumber bahan hukum, prosedur pengumpulan dan analisis bahan hukum dan sistematika penulisan.
Bab II, merupakan pembahasan mengenai pembahasan dari permasalahan pertama dalam penelitian itu yaitu Permohonan Hak Pakai Yang Dilakukan Penyewa Dari Tanah Negara Bekas Eigendom Verponding.
Bab III, merupakan pembahasan dari Permohonan Perpanjangan Hak Guna Bangunan Atas Tanah Negara Bekas Eigendom Verponding.
Bab IV, merupakan bab penutup berisi tentang kesimpulan dan saran-saran sesuai dengan permasalahan yang ada.