Bagaimana penelusuran dan penyidikan yang dilakukan kepolisian untuk klarifikasi kajian tindak pidana korupsi di wilayah Polres Nias Selatan. Peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan pelaksanaan tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara. Sebelum berlakunya undang-undang ini, undang-undang yang mengatur tentang Kepolisian adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Oleh karena itu, undang-undang ini diharapkan dapat meneguhkan karakter Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam dokumen Tri Brata dan Catur Prasatya sebagai sumber nilai kode etik kepolisian yang bersumber dari falsafah Pancasila. Undang-undang ini didasarkan pada paradigma baru, sehingga diharapkan dapat lebih memperkuat kedudukan dan peran serta pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai bagian integral dari reformasi menyeluruh seluruh tatanan kehidupan masyarakat. bangsa dan negara. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kepolisian Negara adalah aparat penegak hukum negara yang tugas pokoknya melakukan pemeliharaan.
Sesuai dengan Pasal 1 angka 2 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia”. Berdasarkan undang-undang no. 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia Pasal 30 ayat (4) huruf a menyatakan.
Tugas Dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia
2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu: Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diuraikan di atas sesuai dengan fungsi kepolisian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat untuk memelihara keamanan dalam negeri.” VI/MPR/2000 memberikan perubahan yang signifikan terhadap keberadaan Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan tetap menekankan perbedaan antara peran polisi dan militer, serta adanya pemisahan yang tegas antara keberadaan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), sehingga tidak ada lagi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ( ABRI) hadir sebagai wadah integrasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Tentara Nasional Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam pertahanan negara” sedangkan “Polri merupakan alat negara yang berperan dalam menjaga keamanan”. Terdapat perbedaan peran yang sangat mendasar antara TNI dengan TNI. Tentara Nasional (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Tentara Nasional Indonesia (TNI) berperan “bela negara”, sedangkan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berperan “menjaga keamanan”. Pasal 6 ayat (1) menyebutkan peranan sentral Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu “Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang mempunyai peranan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan”. dan mengabdi pada masyarakat".
Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik mengenai partisipasi dalam penyelenggaraan negara dan tidak melakukan kegiatan politik praktis serta tidak menggunakan hak untuk memilih dan memilih. Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat mempunyai tugas perlindungan, pengayoman, pelayanan masyarakat, dan penegakan hukum.” 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan kelanjutan dan amanat dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ketetapan MPR RI No.
VI/MPR/2000 tentang pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya pasal 3 ayat (2), yang menyatakan “Hal-hal yang berkaitan dengan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Negara Republik Indonesia secara lengkap dan rinci diatur lebih lanjut tersendiri dalam peraturan perundang-undangan.” 2 Tahun 2002 merupakan undang-undang yang secara khusus mengatur tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia secara kelembagaan, meliputi: keberadaan, fungsi, tugas dan wewenang serta bantuan, hubungan dan kerjasama kepolisian. 89 Tahun 2000 dirumuskan pada bagian 1, yang isi Undang-undang tersebut yaitu “Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah lembaga pemerintah yang tugas pokoknya menegakkan hukum, ketertiban umum, dan memelihara keamanan dalam negeri”.
Perpres terkait semakin memperkuat kedudukan Polri sebagai lembaga pemerintah, yang dapat diartikan sebagai lembaga eksekutif maupun sebagai undang-undang pelaksana.15.
Proses Pelaksanaan Penyelidikan Dan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Proses penyelidikan dan penyidikan adalah hal yang sangat penting dalam
Penyidikan dan penyidikan dimulai setelah diketahui atau patut diduga terjadinya tindak pidana korupsi berdasarkan laporan, pengaduan, dan keterangan masyarakat. Tindakan ini dilakukan untuk meminta keterangan dan alat bukti untuk menentukan apakah suatu peristiwa yang dilaporkan merupakan tindak pidana korupsi atau bukan. Proses penyidikan tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku yaitu UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana khusus, sehingga penyidikan tindak pidana korupsi di Indonesia mempunyai kekhasan atau ciri tersendiri dibandingkan dengan tindak pidana pada umumnya. Dalam hal penyidikan dilakukan oleh penyidik kepolisian, maka tata cara penanganan perkaranya sama dengan tata cara penanganan tindak pidana pada umumnya, yaitu berkas hasil penyidikan diserahkan kepada penuntut umum untuk penuntutan. Kantor sesuai dengan yurisdiksinya. Apabila Jaksa Penuntut Umum menilai berkas perkara tersebut memenuhi syarat formil dan materiil, maka berkas tersebut akan dilimpahkan ke pengadilan pidana tindak pidana korupsi.
Langkah-langkah penyidikan tindak pidana korupsi oleh penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia tersebut di atas akan diuraikan sebagai berikut. Persiapan penyidikan tindak pidana korupsi memerlukan langkah-langkah persiapan yang dilakukan sebagai berikut. Dalam penyidikan tindak pidana korupsi, PSDP tidak hanya diberitahukan kepada Kejaksaan, namun juga diberikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kegiatan penyidikan mempunyai implikasi hukum, sehingga setiap tindakan penyidik harus berdasarkan hukum dan oleh karena itu harus didukung oleh tata kelola penyidikan yang baik. Petugas administrasi penyidikan ini dapat dilakukan oleh penyidik yang tergabung dalam tim penyidik untuk melaksanakan tugas administrasi penyidikan, atau membentuk kelompok tersendiri (di luar tim penyidik), misalnya tenaga tata usaha atau administrasi untuk mengurus keseluruhan penyidikan. proses atau aktivitas. Aparat kepolisian yang menjalankan tugas administratif penyidikan akan sangat membantu proses penyidikan, mulai dari pengurusan somasi, surat, penyitaan, penahanan, pembuatan berita acara dan lain sebagainya yang akan membantu kelancaran penyidikan, keabsahan penyidikan. dan pengajuan hasil penyidikan.
Salah satu langkah penting yang harus dilakukan peneliti sebelum melakukan suatu penelitian adalah menyusun rencana penelitian atau biasa disebut Ren-dik.
Tinjauan Umum Mengenai Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi
Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.43 Sanksi hukum yang dapat dijatuhkan kepada pelaku korupsi berupa pidana penjara dan denda (diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9 Pasal, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12.A, Pasal 12.B dan Pasal 12.C UU No.
Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Korupsi
Memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pejabat atau penyelenggara pemerintahan dengan maksud untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam kapasitasnya. Memberikan sesuatu kepada pejabat atau penyelenggara pemerintahan karena atau berkaitan dengan tugas yang dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. Bagi Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Negeri Sipil yang menerima hadiah atau janji, apabila diketahui atau patut diduganya di dalamnya terdapat hadiah atau janji.
Bagi pegawai negeri atau pengurus yang menerima hadiah atau janji, apabila diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau wewenang yang berkaitan dengan jabatannya, atau ada dalam pikiran orang yang memberi hadiah atau janji tersebut. janji, terkait dengan posisinya. Pegawai negeri atau orang yang bukan pegawai negeri yang ditugaskan untuk melaksanakan suatu fungsi publik, untuk tetap atau untuk sementara waktu dengan sengaja merampas uang atau surat berharga yang dipegangnya karena uang/surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam hal tersebut. pelaksanaan tindakan ini. Pegawai negeri sipil atau orang yang bukan pegawai negeri sipil yang ditugaskan tetap atau sementara pada suatu jabatan publik dengan sengaja memalsukan buku atau daftar yang khusus untuk keperluan pengawasan administrasi.
Pegawai Negeri Sipil atau orang lain selain Pegawai Negeri Sipil, yang diangkat untuk menjalankan suatu jabatan umum baik tetap maupun sementara, dengan sengaja mengambil alih, memusnahkan, atau menjadikan tidak layak pakai barang, karya, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau dibuktikan di hadapan pejabat yang berwenang, yang dikendalikan karena posisinya. Pegawai Negeri Sipil atau orang lain selain Pegawai Negeri Sipil diangkat untuk melaksanakan suatu tugas umum secara terus-menerus atau untuk sementara dengan sengaja membiarkan orang lain mengambil, menghancurkan, merusak atau membuat tidak dapat dipakai lagi barang, akta, surat-surat atau daftar itu. Pegawai Negeri Sipil atau orang lain selain Pegawai Negeri Sipil diangkat untuk melaksanakan suatu tugas umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja membantu orang lain untuk menghilangkan, menghancurkan, merusak atau membuat tidak dapat digunakan lagi barang, akta, surat-surat atau daftar tersebut.
Pejabat atau pejabat pemerintah dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara tidak sah atau. Pegawai atau pejabat yang dalam melaksanakan tugasnya meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang, ternyata mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui tidak ada utangnya. Pejabat atau pengurus pemerintah, baik langsung maupun tidak langsung, dengan sengaja ikut serta dalam pengontrakan atau penyewaan, dan pada saat perbuatan itu dilakukan, seluruh atau sebagian di antara mereka ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Setiap kepuasan pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap apabila berkaitan dengan jabatannya dan bertentangan dengan kewajiban pekerjaannya.45.
Ruang Lingkup Penelitian
Lokasi Penelitian
Jenis Penelitian
Metode Pendekatan Masalah
Pendekatan perundang-undangan (statutory Approach) merupakan pendekatan berbasis masalah yang dilakukan dengan mengkaji seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan hukum.48 Dalam pendekatan perundang-undangan ini, penulis mengkaji peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembahasannya, yaitu. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang, UU No. 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 1999 tentang Pejabat Publik yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pendekatan kasus (Case Approach) dilakukan dengan mencari fakta dan data secara langsung melalui wawancara dengan pihak Polres Nias Selatan.
Sumber Bahan Hukum
Metode Penelitian
Data kepustakaan diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi dan hasil penelitian. Data lapangan yang diperlukan sebagai data pendukung diperoleh melalui informasi dan pernyataan dari responden yang ditentukan secara purposive sampling (ditentukan oleh peneliti berdasarkan keinginannya) dan/atau random sampling (ditentukan oleh peneliti secara acak) 51 Penulis menggunakan metode pengumpulan data primer dan sekunder yaitu dengan melakukan wawancara langsung dengan narasumber di lokasi penelitian.
Analisis Bahan Hukum