Pembangunan Pariwisata Nasional
Pembangunan Kepariwisataan Nasional
Dari pengertian tersebut, maka pembangunan pariwisata nasional merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik, yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang berkaitan dengan segala bentuk kegiatan pariwisata. Pembangunan pariwisata nasional mencakup empat pilar pariwisata, yaitu destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata, industri pariwisata, dan kelembagaan pariwisata.
Tujuan dan Sasaran Pembangunan Kepariwisataan Nasional
Dengan demikian, empat pilar pariwisata merupakan bentuk interaksi antara pemerintah, pemerintah daerah, pengusaha, dan masyarakat berkembang. Mengembangkan kelembagaan pariwisata dan tata kelola pariwisata yang mampu mensinergikan pengembangan destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata, dan industri pariwisata secara profesional, efektif, dan efisien.
Arahan Pembangunan Kepariwisataan Nasional
Sesuai PP Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 tentang Pariwisata Nasional, pengembangan Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) dapat dilakukan dengan cara. Selain itu, menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 tentang Pariwisata Nasional, pengembangan industri pariwisata meliputi.
Landasan Pembangunan Kepariwisataan
Penyelenggaraan Kepariwisataan Indonesia
Wisata desa (rural tour) adalah wisata yang terdiri dari pengalaman pedesaan secara keseluruhan, daya tarik alam, tradisi, unsur-unsur unik yang secara umum dapat menarik minat wisatawan (Antara & Arida (2015). Oleh karena itu, timbul pertanyaan: Bagaimana pola jaringan desa wisata? Industri lurik secara tradisional telah mempengaruhi perkembangan Desa Wisata Tlingsing.
Pengembangan Desa Wisata
Kriteria Desa Wisata
Ketersediaan prasarana, antara lain sarana dan pelayanan transportasi, pasokan listrik, air bersih, saluran air limbah, jaringan telepon dan sebagainya. Memiliki objek-objek menarik berupa alam, seni budaya, legenda, makanan lokal, dan lain sebagainya yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata.
Perkembangan Konsep Desa Wisata
Berdasarkan tinjauan literatur di atas terlihat bahwa harus ada manfaat yang ingin dicapai oleh masyarakat lokal sehingga konsep ekowisata harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Konsep ekowisata berbasis masyarakat sangat cocok dengan pengembangan wisata pedesaan, karena berkaitan dengan kehidupan sosial di pedesaan yang masih sangat erat. Sebab, ekowisata tidak mengeksploitasi alam, melainkan hanya memanfaatkan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik, dan psikologis wisatawan.
Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk pengelolaan ekowisata dan kawasan konservasi dapat memperoleh pemasukan atau pendapatan langsung. Retribusi dan retribusi konservasi dapat digunakan secara langsung untuk mengembangkan, memelihara, dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam. Manfaat ekonomi nyata bagi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat untuk melestarikan kawasan alam. f) Menjaga keharmonisan dengan alam.
Sebisa mungkin menghindari penggunaan minyak, melestarikan flora dan fauna serta menjaga keaslian budaya masyarakat. g) Daya dukung lingkungan hidup. Secara umum daya dukung lingkungan alam lebih rendah dibandingkan dengan daya dukung kawasan buatan.
Pariwisata Pedesaan Berbasis Kerakyatan
Dengan demikian mengarah pada pengembangan desa wisata, desa wisata terpadu dan desa wisata sebagai wujud pembangunan pariwisata berkelanjutan yang mempunyai pasar tersendiri (Adhisakti, 2000). Wisata perdesaan adalah kawasan pedesaan yang menawarkan suasana umum yang mencerminkan keaslian pedesaan, baik dari segi kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, kebiasaan sehari-hari, arsitektur bangunan dan struktur tata ruang khas desa atau kegiatan ekonomi yang unik dan menarik serta terdapat merupakan potensi pengembangan berbagai komponen pariwisata (atraksi, akomodasi, makanan, minuman, dan lain-lain). Komponen utama wisata pedesaan adalah keaslian, keunikan, cita rasa daerah, dan kebanggaan daerah yang berupa gaya hidup dan kualitas hidup masyarakat.
Dengan demikian, desa wisata dapat mengembangkan jati diri dan ciri khas daerah sesuai dengan kaidah dan tata cara adat setempat, yaitu dengan mengembangkan kualitas produk wisata desa, mengembangkan sumber daya manusia menjadi pengusaha wisata desa, membentuk kelompok usaha lokal dan. Keberhasilan wisata pedesaan sangat dipengaruhi oleh intensitas kegiatan, lokasi, pengelolaan dan dukungan masyarakat setempat serta harus sesuai dengan keinginan masyarakat setempat (Lane, 1994). Wisata pedesaan harus sesuai dengan keinginan masyarakat lokal dan tidak direncanakan secara sepihak, mendapat dukungan dari masyarakat lokal, bukan individu atau kelompok tertentu.
Dari sudut pandang kehidupan masyarakat, wisata pedesaan adalah suatu bentuk wisata dengan obyek dan daya tarik berupa kehidupan desa yang mempunyai keistimewaan pada masyarakatnya, panorama alam dan budayanya, sehingga mempunyai kemampuan untuk menjadi komoditas bagi wisatawan. untuk menjadi. , khususnya wisatawan mancanegara. Nampaknya hal terpenting dalam pengembangan wisata perdesaan adalah mengantisipasi wisata konvensional yang cenderung menimbulkan konflik antar sumber daya, masyarakat, dan wisatawan.
Pengertian Pengembangan Desa Wisata
Bentuk pengembangan wisata masyarakat dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu; (1) swadaya (seluruhnya berasal dari masyarakat); (2) kemitraan (melalui pengusaha besar/kecil atau sistem ayah angkat); Untuk mewujudkan pariwisata masyarakat yang berkelanjutan dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan sistem yang lengkap dan terpadu yang bersifat interdisipliner, partisipatif dan holistik antar komponen terkait.
Prinsip Pengembangan Desa Wisata
Tujuan Pengembangan Desa Wisata
Pendekatan Pengembangan Desa Wisata
- Penggalian Potensi Pariwisata
Dalam Antara & Arida (2015) disebutkan bahwa daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang ada pada suatu daerah tujuan wisata yang menjadi daya tarik sehingga masyarakat mau mengunjungi tempat tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Pasal 10 Tahun 2009 menjelaskan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang mempunyai keunikan, kemudahan, dan nilai berupa keanekaragaman hasil alam, budaya, dan hasil buatan yang dijadikan sasaran atau dikunjungi oleh wisatawan. Yoeti menyatakan dalam bukunya “Pengantar Ilmu Pariwisata” tahun 1985 bahwa daya tarik wisata atau “daya tarik wisata”, istilah yang lebih umum digunakan, adalah segala sesuatu yang menarik orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu.
1994) dalam bukunya “The Science of Tourism” pada tahun 1994 mendefinisikan daya tarik wisata sebagai segala sesuatu yang menarik dan layak untuk dikunjungi dan dilihat. Daya tarik wisata adalah suatu struktur dan fasilitas sejenis yang dapat menarik wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu kawasan atau tempat tertentu. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa daya tarik wisata (DTW) adalah segala sesuatu yang mempunyai suatu daya tarik wisata atau daerah tujuan wisata yang mempunyai ciri-ciri yang mampu menarik simpati wisatawan untuk mengunjungi objek wisata tersebut.
Daya tarik wisata budaya yaitu pola dan perilaku pemikiran manusia sehari-hari, misalnya adat istiadat. Tempat wisata minat khusus, seperti: berburu, mendaki gunung, gua, industri dan kerajinan, tempat komersial,.
Komponen Produk Wisata
Banyak daerah di Indonesia yang memiliki keindahan alam dan budaya yang layak untuk dijual kepada wisatawan, namun belum memiliki aksesibilitas yang baik sehingga ketika diperkenalkan dan dijual tidak banyak wisatawan yang tertarik untuk mengunjunginya. Perlu diketahui juga bahwa akses jalan yang baik saja tidak cukup tanpa tersedianya fasilitas transportasi. Amenitas adalah segala fasilitas penunjang yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berada di tempat tujuan.
Fasilitas berkaitan dengan tersedianya sarana akomodasi untuk bermalam serta restoran atau warung makan dan minum di desa wisata. Destinasi wisata alam dan warisan sejarah harus berada agak jauh dari fasilitas komersial, seperti hotel, restoran, dan tempat istirahat. Hal ini penting karena meskipun desa wisata sudah memiliki daya tarik, aksesibilitas, dan fasilitas yang baik, namun jika tidak ada orang atau organisasi yang mengatur dan mengelolanya maka pasti akan terbengkalai di kemudian hari.
Pengelolaan desa wisata agar dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak terkait seperti pemerintah, masyarakat lokal, wisatawan, lingkungan hidup dan pemangku kepentingan lainnya. Masyarakat desa atau pemerintah atau pemangku kepentingan pariwisata hendaknya mempertimbangkan empat komponen “A” yang dijelaskan di atas untuk mengembangkan suatu destinasi wisata menjadi desa wisata yang menarik.
Wawasan Ekobudaya dalam Pengembangan Pariwisata
Sedangkan ecoculture merupakan integrasi organisme dan lingkungannya dengan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa konsep ecoculture dalam pengembangan pariwisata tidak lepas dari keterlibatan masyarakat. Berdasarkan tujuan tersebut, konsep ecoculture dapat mengubah kebiasaan dan perilaku masyarakat yang tadinya acuh terhadap potensi wisata di sekitarnya menjadi peduli dan sadar mengembangkan potensi wisata di sekitarnya. Sektor pariwisata dapat memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat, selain itu pariwisata dapat menciptakan berbagai manfaat sosial dan budaya, serta pariwisata dapat membantu mencapai perubahan lingkungan (Inskeep, 1991).
Berdasarkan literatur tersebut diketahui bahwa pemahaman ekokultural terhadap pengembangan pariwisata berperan dalam menarik destinasi wisata.
Peran Infrastruktur dalam Pengembangan Pariwisata
Kepuasan wisatawan tidak hanya didapat dari pemandangan yang dilihatnya saja, namun juga dari fasilitas wisata yang dimiliki objek wisata tersebut (Binarwan, 2007). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Nasional, pembangunan pariwisata nasional harus memperhatikan beberapa hal, salah satunya infrastruktur pariwisata yang meliputi ketersediaan jaringan listrik dan penerangan, air bersih. jaringan, jaringan telekomunikasi dan sistem pembuangan air limbah. Menurut Suwantoro (2004), unsur pokok yang perlu mendapat perhatian untuk menunjang pengembangan pariwisata di kawasan tujuan wisata meliputi perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pengembangan yang meliputi 5 unsur yaitu objek dan daya tarik wisata, prasarana wisata, sarana wisata, pengelolaan/prasarana dan masyarakat/lingkungan.
Menurut Suwantoro (2004), prasarana wisata atau prasarana wisata merupakan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang mutlak diperlukan oleh wisatawan dalam perjalanannya menuju daerah tujuan wisata seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan dan lain sebagainya. Sumber listrik dan energi serta jaringan distribusi merupakan bagian penting dalam penyediaan fasilitas wisata yang memadai. Jalur transportasi dan sistem terminal yang memadai dan lancar akan memudahkan wisatawan dalam mengunjungi tempat wisata.
Suatu sistem komunikasi yang memudahkan wisatawan mendapatkan informasi serta mampu mengirimkan informasi dengan cepat dan akurat. Keamanan di terminal, dalam perjalanan dan di tempat wisata serta pusat perbelanjaan akan meningkatkan daya tarik suatu objek wisata atau kawasan tujuan wisata.
Implementasi Ekonomi Kreatif dalam Pengembangan Pariwisata
Setiap proses pembuatan tenun handloom, mulai dari pengadaan bahan baku hingga pemasaran, serta seluruh komponen kegiatan industri kreatif pembuatan tenun handloom lurik, mendukung keberlangsungan industri tradisional lurik di Desa Tlingsing, sehingga dapat mendukung berkembangnya industri lurik tradisional di Desa Tlingsing. Desa Wisata Tlingsing. Pola jaringan industri Lurik tradisional yang terbentuk berdasarkan simpul-simpul kegiatan industri akan mempengaruhi keberlanjutan. Dimana para perajin yang bergerak di industri lurik tradisional di Desa Tlingsing ini juga merupakan pengelola Desa Wisata Tlingsing.
Maka dalam pernyataan tersebut dikatakan bahwa Desa Tlingsing yang merupakan industri tradisional Lurik mempengaruhi munculnya jasa penunjang di Desa Wisata Tlingsing. Namun seluruh indikator perkembangan desa wisata Tlingsing di atas dipengaruhi oleh pola jaringan industri lurik tradisional yang ada di desa Tlingsing, mulai dari pengaruh kuat hingga pengaruh lemah. Salah satu kawasan industri alat tenun sabuk terbesar di Kabupaten Klaten berada di Desa Tlingsing, Kecamatan Cawas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketersediaan infrastruktur di Desa Tlingsing untuk memenuhi kebutuhan kawasan industri lurik. Dari uraian tersebut diketahui bahwa Desa Tlingsing merupakan desa wisata yang berbasis industri kecil rumah tangga. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa di kawasan industri tenun lurik Desa Tlingsing terdapat jaringan jalan, jaringan air bersih,.
Dari sini diketahui bahwa infrastruktur yang ada di Tlingsing Landsby dapat memenuhi kebutuhan industri lurik, karena sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.