Kematangan emosi merupakan salah satu tugas perkembangan yang dapat dicapai pada kelompok usia remaja, termasuk remaja yang sudah menikah. Kematangan emosi pada wanita yang menikah di usia dini juga membantu mereka menyesuaikan diri dengan kehidupan berumah tangga. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Kristi (2007), remaja putri yang dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan berumah tangga dapat memiliki kematangan emosi.
Penelitian lainnya Annisa dan Handayani (2012), tentang hubungan harga diri dengan kematangan emosi dan penyesuaian diri. Penelitian lain dilakukan oleh Asmidyanti (2014) mengenai kematangan emosi pada remaja putri yang menikah dini di Kulon Prog yang bertujuan untuk mendeskripsikan kematangan emosi ditinjau dari pengendalian emosi, penggunaan fungsi krisis mental, pemahaman diri, serta peran dan interaksi. suami, mertua, dan teman. Dari latar belakang permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran kematangan emosi pada remaja putri yang menikah dini.
Maka atas dasar inilah penulis tertarik untuk meneliti “Kematangan Emosi Remaja Putri yang Menikah Dini” Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahannya adalah bagaimana menggambarkan kematangan emosi remaja putri yang menikah dini di Desa Lolofitu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran kematangan emosi remaja putri yang menikah dini di Desa Lolofitu.
Khususnya mahasiswa Universitas HKBP Nommensen Medan, agar mahasiswa mengetahui apa saja yang mempengaruhi kematangan emosi remaja putri yang menikah dini.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi
Dapat mengendalikan emosinya dengan baik dan dapat mengendalikan ekspresi emosinya meskipun sedang marah dan tidak menunjukkan kemarahannya.
Aspek-Aspek Kematangan Emosi
Individu yang matang mampu mempersepsikan kebutuhan individu lain dan menjadi individu dewasa yang mampu menunjukkan ungkapan rasa cintanya kepada individu lain. Kematangan emosi dapat dinilai dari aspek-aspek yang meliputi kemandirian, kemampuan menerima kenyataan, kemampuan beradaptasi, kemampuan menyikapi perasaan orang lain secara tepat, rasa aman atau seimbang, kemampuan berempati, dan kemampuan mengendalikan amarah. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kedewasaan adalah kemandirian, kemampuan menerima kenyataan, kemampuan beradaptasi, kemampuan menyikapi perasaan orang lain secara tepat, perasaan aman atau seimbang, meliputi kemampuan berempati, dan kemampuan mengendalikan amarah.
Defenisi Kematangan Emosi
Definisi Pernikahan Dini
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kedewasaan meliputi kemandirian, kemampuan menerima kenyataan, kemampuan beradaptasi, kemampuan menyikapi perasaan orang lain secara tepat, perasaan aman atau seimbang, kemampuan berempati, dan kemampuan untuk mengendalikan amarah. materi) belum dikatakan maksimal (Dlori, 2005). Remaja yang menikah dini dianggap belum memenuhi persiapan fisik, persiapan mental, dan persiapan materi yang diperlukan untuk melangsungkan pernikahan. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh remaja di bawah umur 18 tahun tanpa persiapan yang cukup baik lahir, batin, dan materil.
Faktor-faktor Penyebab Pernikahan Dini
Permasalahan dalam pernikahan sangatlah kompleks, melibatkan permasalahan internal dan eksternal keluarga, sehingga pernikahan memerlukan persiapan lahir dan batin. Berdasarkan penjelasan penyebab terjadinya pernikahan dini di atas maka dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya pernikahan dini antara lain adalah konstruksi budaya, kehamilan yang tidak diinginkan, perjodohan orang tua, faktor rendahnya pendidikan remaja putri, faktor rendahnya mobilitas remaja putri, termasuk intensitas sosial dan pengalaman kerja.
Dampak Pernikahan Dini
Orang tua atau keluarga biasanya turut andil dalam keseharian pasangan remaja yang menikah dini. Remaja putri yang melakukan pernikahan dini karena perjodohan biasanya merasa terkejut secara psikologis, marah, malu, menyangkal, takut dan cemas. Indaswari (Hasyim, 1999), menyebutkan dampak pernikahan dini adalah: (1) pertengkaran dan perselisihan yang disebabkan oleh perasaan tidak stabil satu sama lain; (2) berujung pada perceraian, meski akhirnya menikah lagi; (3) berkaitan erat dengan masalah kesehatan seksual dan reproduksi remaja; (4) telah menghilangkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini mempunyai makna yaitu pernikahan dini merupakan suatu pilihan yang sulit bagi remaja putri sehingga menimbulkan pertengkaran dan perceraian. Selain itu, dampak pernikahan dini terhadap remaja dapat memunculkan kelompok pengangguran baru, menurunkan tingkat kesehatan ibu dan anak, serta menghilangkan peluang remaja untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Kematangan Emosi Pada Remaja Putri yang Melakukan Pernikahan Dini
Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah dini. Hasil survei menunjukkan bahwa untuk setiap kelompok kepuasan perkawinan, terdapat lima persamaan antar kelompok dan delapan perbedaan yang menjadi ciri khas masing-masing kelompok. Dalam penelitian ini, remaja putri yang menikah dini mampu mengendalikan emosi, menggunakan fungsi mental kritis, dan memahami diri sendiri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kematangan emosi ditinjau dari pengendalian emosi, penggunaan fungsi mental kritis, pemahaman diri serta peran dan interaksi suami, mertua. Menurut Walgito (2002), salah satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan perkawinan adalah kematangan emosi antara suami dan istri. Temuan Berdasarkan penelitian ini, pernikahan dini di kalangan remaja putri mempunyai dampak yang berbeda-beda terhadap kematangan emosi, ada pula yang mungkin mengalami hal serupa.
Kepada peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai kematangan emosi remaja putri yang memasuki pernikahan dini, terima kasih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris hubungan antara konsep diri dengan kematangan emosi dan penyesuaian diri pada istri yang tinggal bersama keluarga suami dan mengenal ui. Penelitian dilakukan pada remaja akhir dengan jumlah subjek 121 orang, terdiri dari 72 remaja perempuan dan 49 remaja laki-laki.
Kelompok Studi Enright dan Pembangunan Manusia. hubungan yang signifikan antara kematangan dan kecenderungan emosi. berbeda dan bervariasi, untuk memperkaya hasil penelitian selanjutnya. Selain itu, topik dalam penelitian juga perlu divariasikan untuk mengembangkan pengetahuan tentang kematangan emosi dan sikap memaafkan. Suatu masalah juga bisa muncul karena terpengaruh oleh. kematangan emosi dan efikasi diri. secara tidak langsung berkaitan dengan keputusan untuk melakukan sesuatu.
Konsep diri berprestasi merupakan gambaran remaja. kemajuan dan keberhasilan yang ingin dicapai, bagus. Penelitian ini merupakan skala pengambilan keputusan, skala kematangan emosi,. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada anak perempuan yang belum menikah, perempuan yang sudah menikah juga tidak mendukung untuk hamil.
METODE PENELITIAN
- Pendekatan Penelitian
- Unit Analisis
- Subjek Penelitian
- Teknik Pengumpulan Data
- Wawancara Mendalam (In-depth Interview)
- Observasi (Pengamatan)
- Pedoman wawancara
- Alat
- Teknik Pengorganisasian Dan Analisis Data 1. Teknik Pengorganisasian
Unit analisis dalam penelitian ini adalah gambaran kematangan emosi pada remaja putri yang menikah dini, sedangkan subunit analisisnya adalah aspek dan faktor kematangan emosi. Dalam menentukan topik penelitian ini, peneliti menggunakan wawasan Moleong (2011) yang menyatakan bahwa jumlah sampel dalam penelitian kualitatif tidak harus mewakili atau mewakili kelompok. Topik-topik ini dipilih untuk mengetahui kematangan emosi remaja putri yang menikah di usia muda.
Subyek penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah remaja putri yang menikah dini. Penelitian ini mengungkap kematangan emosi remaja putri, khususnya remaja putri yang menikah dini. Secara khusus, subjek penelitian ini adalah remaja putri yang telah memasuki pernikahan dini pada usia 12 hingga 17 tahun. Penelitian ini memerlukan informan dengan tujuan agar peneliti dapat memperoleh informasi yang lebih tepat atau mendalam tentang subjek yang akan diteliti sesuai kebutuhan.
Dalam penelitian ini dilakukan wawancara terhadap dua remaja putri yang menikah dini untuk mengetahui kematangan emosi remaja putri. Hal ini bertujuan untuk mengungkap peran lingkungan dalam mempengaruhi kematangan emosi remaja putri pada pernikahan dini. Dalam melakukan observasi tersebut dilakukan pendekatan pendahuluan dengan subjek yaitu remaja putri, sehingga terjalin bonding antara peneliti dengan remaja putri, sehingga dapat menunjang terciptanya keterbukaan remaja putri terhadap peneliti.
Observasi dalam penelitian ini berkaitan dengan kematangan emosi dan interaksi remaja putri dengan lingkungannya. Pengamatan ini dilakukan di tempat tinggal remaja putri dan tempat remaja putri melakukan aktivitas sehari-hari. Selain itu juga dilakukan observasi pada saat wawancara untuk memperjelas kebenaran data wawancara yang diperoleh mengenai kondisi remaja putri yang diamati.
Pedoman wawancara ini dimaksudkan agar wawancara tidak menyimpang dari tujuan peneliti. Panduan ini juga dapat mempermudah dalam tahap analisis data dan mengungkap lebih dalam aspek dan faktor kematangan emosi pada remaja putri yang menikah di usia dini. dengan peran orang tua dan teman mempengaruhi terbentuknya kematangan emosi pada remaja putri yang menikah dini. Teknik pengorganisasian data atau pengelolaan data adalah teknik dalam penelitian kualitatif yang dilakukan setelah mengumpulkan data lapangan dan membagi data menjadi dua yaitu data lapangan (data mentah) dan data jadi Satoridan Komariah, (2010). Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat berupa uraian singkat, grafik, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.