• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - SIAKAD STIKes DHB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - SIAKAD STIKes DHB"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau serta menjamin ketersediaan, pemerataan serta keterjangkauan perbekalan kesehatan, termasuk obat- obatan. Pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau dan tenaga kesehatan yang berkompeten adalah komponen yang dibutuhkan dalam sistem pelayanan kesehatan, tapi obat lebih penting dengan alasan obat menyelamatkan kehidupan dan meningkatkan derajat kesehatan.1

Di Indonesia masih banyak fasilitas kesehatan yang mengalami masalah kekosongan obat seperti penelitian di RSU Haji Surabaya ditemukan kejadian kekosongan persediaan obat sebesar 54% dan obat mati 39%.5 Indonesian Corruption Watch (ICW) menemukan 85 kasus kekosongan obat di empat kota, yakni Banda Aceh, Medan, Serang dan Blitar. ICW melakukan pemantauan sejak Juli hingga Desember 2018 dengan jumlah 100 pasien di setiap kota. Peneliti ICW Dewi Anggreini

(2)

mengatakan kekosongan obat di sejumlah RSUD dan rumah sakit swasta menyebabkan pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terutama penerima bantuan iuran (PBI) harus mengeluarkan uang untuk mendapatkan obat dari tempat lain.

Dari temuan tersebut, ICW menyebut ada potensi kecurangan dalam proses penyediaan obat. Salah satu potensi kecurangan itu, lanjut Dewi, terdapat dalam proses perencanaan pengadaan obat. Selain dalam perencanaan, Dewi mengatakan potensi kecurangan terjadi dalam pengadaan obat.

Obat merupakan komponen penting dari suatu pelayanan kesehatan.

Ketersediaan obat pada unit Pelayanan Kesehatan sangat mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan, karena itu perlu adanya pengelolaan obat yang baik yang bertujuan menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan obat yang efisien, efektif dan rasional.3 Menurut Inggrid (2015) Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan pada tingkat kota mempunyai peranan penting untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, khususnya dibidang pelayanan kefarmasian di kota.4 Unsur pokok dalam menunjang pelayanan tersebut adalah terjaminnya ketersediaan obat di setiap lini pelayanan kesehatan sektor publik di wilayah kerjanya.

Secara nasional biaya obat sebesar 40%-50% dari jumlah operasional pelayanan kesehatan. Di negara maju, biaya obat berkisar 10-15% dari anggaran kesehatan (Satibi, 2017). Sementara di beberapa negara berkembang, belanja obat di rumah sakit dapat menyerap sekitar 40-50%

(3)

dari biaya keseluruhan rumah sakit. belanja obat yang demikian besar tentunya harus dikelola dengan efektif dan efisien, mengingat dana kebutuhan obat di rumah sakit tidak selalu sesuai dengan kebutuhan (Mondeong, 2012). Mengingat begitu pentingnya dana dan kedudukan obat bagi rumah sakit, manajemen obat di rumah sakit sangat penting untuk dilakukan, agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pasien dan rumah sakit..

Manajemen obat di rumah sakit merupakan salah satu unsur penting dalam fungsi manajerial rumah sakit secara keseluruhan karena ketidakefisienan akan memberikan dampak negatif terhadap rumah sakit, baik secara medis maupun secara ekonomis. Proses kegiatan manajemen obat meliputi, perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan dan anggaran rumah sakit (Satibi, 2017).

Perencanaan dan pengadaan obat merupakan satu tahap awal yang penting dalam menentukan keberhasilan tahap selanjutnya, sebab tahap perencanaan berguna untuk menyesuaikan antara kebutuhan pengadaan dengan dana yang tersedia untuk menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit (Krisnangtyas et al., 2013).

Perencanaan dan pengadaan obat yang baik memiliki peran yang sangat penting untuk menentukan stok obat yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dengan mutu terjamin serta dapat diperoleh pada saat yang diperlukan. Apabila perencanaaan dan pengadaan obat dikelola dengan sistem yang kurang baik, akan menyebakan terjadinya penumpukan obat dan kekosongan stok obat.

(4)

Menurut Arnawilis salah satu faktor penting dalam perencanaan obat adalah pemakaian obat pada periode sebelumnya. Besarnya stok akhir obat menjadi dasar pengadaan obat karena dari stok akhir tidak saja diketahui jumlah dan jenis obat yang diperlukan, tetapi juga diketahui percepatan pergerakan obat, sehingga kita dapat menentukan obat-obat yang bergerak cepat (laku keras) agar dapat disediakan lebih banyak.3

Ketidakmampuan merencanakan kebutuhan obat dengan baik, akan berpengaruh pada persediaan obat. Rumahsakit akan mengalami persediaan obat yang berlebih (over stock) ataupun masalah kekosongan obat (stock out). Kelebihan dan kekosongan obat tersebut dikarenakan jumlah permintaan dan persediaan yang tidak seimbang akibat dari kurang tepatnya dalam penentuan jumlah persediaan. Kekosongan obat atau kelebihan stok obat merupakan dampak yang ditimbulkan karena adanya ketidaktepatan dalam perencanaan penyediaan obat.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Ulfah Mahdiani, dkk ( 2018 ) yang menyatakan bahwa ketidak sesuaian jumlah item dalam perencanaan dan item yang digunakan karena perencanaan yang kurang baik pada tahun sebelumnya yang jauh melebihi penggunaan sehingga terjadi penumpukan obat di dalam gudang. Penelitian lain yaitu Gregorius Nesi, dkk. ( 2018 ) menyatakan pihak rumah sakit sering melakukan pengabaian sisa persediaan, sehingga akan berpengaruh pada pemasukan barang di kemudian hari.

(5)

B. Rumusan Masalah

Kekosongan obat merupakan dampak yang ditimbulkan karena adanya ketidaktepatan dalam perencanaan penyediaan obat. Perencanaan dan pengadaan obat merupakan satu tahap awal yang penting dalam menentukan keberhasilan tahap selanjutnya, berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana proses pengelolaan obat tahap perencanaan dan pengadaan di rumah sakit.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengkaji jurnal-jurnal mengenai pengelolaan obat pada tahap perencanaan dan pengadaan di rumahsakit akibat kekosongan obat, untuk membentuk kerangka teori

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengkaji tahap perencanaan persediaan obat akibat kekosongan obat di rumahsakit

b. Untuk mengkaji tahap pengadaan persediaan obat akibat kekosongan obat di rumah sakit

c. Untuk membentuk kerangka teoritis dari kajian jurnal - jurnal D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukan untuk mengetahui lebih jelas tentang pengelolaan obat tahap perencanaan dan pengadaan obat di rumah sakit.

(6)

2. Bagi STIKes Dharma Husada bandung

Hasil penelitian ini dapat memberikan penambahan wawasan khususnya mengenai pengelolaan obat tahap perencanaan dan pengadaan obat di rumahsakit.

3. Bagi Peneliti selanjutnya

Dengan penelitian ini bisa dijadikan referensi untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengelolaan obat tahap perencanaan dan pengadaan obat di rumah sakit

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari kajian literature ini adalah untuk mengetahui kajian permasalahan dalam pengelolaan obat yang dapat dilihat dari tahap perencanaan dan pengadaan obat di rumah sakit. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode literatur review dengan tipe literatur Narative review. Narative review dipilih karena menyajikan perspektif yang luas tentang suatu subjek, pengembangan dan manajemennya.

Pada literatur review ini terdapat 10 jurnal yang akan dianalisis dan dilakukan evaluasi untuk pengembangan teori. Dari 10 jurnal tersebut terdiri dari 6 jurnal Nasional dan 4 jurnal Internasional. Jurnal yang diambil harus terakreditasi dan terbukti keabsahannya.

(7)

Referensi

Dokumen terkait

SPONSORED BY: DODGE TRUCK Annual and Life Dues for 1993 The National FFA Alumni Council recommends to the 1992 convention delegates that life membership dues be increased to $150.00