1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara menengah dengan penduduk cukup banyak yaitu sebesar 252 juta jiwa, 50% yang di antaranya merupakan usia produktif, sehingga ini menjadikan Indonesia pasar yang paling potensial di Asia Tenggara (Roisah & Iskandar, 2013). Jumlah rumah tangga di Indonesia dengan anggaran belanja tahunan berkisar US$ 5.000-US$ 15.000 diperkirakan meluas dari 36%
pada saat ini menjadi 58% pada 2020. Lebih dari 60 juta penduduk berpenghasilan rendah diproyeksikan bergabung dengan kelas menengah di dekade mendatang, dan mendorong permintaan konsumen semakin kuat (Yuliana & Aminah, 2016). Total pasar industri consumer goods di Indonesia pada 2030 diperkirakan US$ 810 miliar.
Hal ini menjadi tidak mengherankan bila belanja konsumen di Indonesia tumbuh rata-rata per tahun sekitar 11,8% periode 2012-2015. Pada 2015, belanja konsumen untuk makanan diperkirakan Rp 1.930 triliun, sementara produk di luar makanan sebesar Rp 4.369 triliun (D. Alamsyah, 2016)
Pertumbuhan jumlah gerai tersebut tentu saja diikuti dengan pertumbuhan penjualan. Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia antara 10%–15 % per tahun. Sektor ritel di Jawa Barat pada tahun 2016 ini diproyeksikan tumbuh lebih baik di kisaran 12%-- 14% setelah pada 2015 landai dengan pertumbuhan hanya satu digit (Sunawarman, Rohendi, & Sofyan, 2018). Pasar Indonesia memang besar, makanya diincar oleh
asing. Selain itu, pihaknya mengharapkan agar pemerintah daerah yang menerapkan moratorium perizinan bagi minimarket, bisa membuka kembali perizinan baru. Bagaimana pun kehadiran ritel di daerah berkontribusi terhadap perputaran ekonomi di daerah dan penyerapan tenaga kerja lokal (Sidik, 2016).
Pertumbuhan ritel yang semakin meningkat membuat persaingan juga semakin meningkat, sehingga diperlukan implementasi tentang strategi baru dalam bisnis ritel. Dalam bisnis ritel, image peritel bergantung pada atribut fungsional ritel tersebut, dan sudah menjadi strategi yang umum, sehingga dibutuhkan strategi baru yang berbeda. Banyak perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya tidak lagi terproyeksi pada profit saja, tetapi mulai berkomitmen untuk melestarikan lingkungan yang dapat meningkatkan image perusahaan mereka. Produk ramah lingkungan merupakan produk yang dibuat untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan yang berkelanjutan, sebagai bentuk inovasi, meskipun memerlukan waktu yang cukup lama untuk disosialisasikan manfaatnya dan diadopsi masyarakat luas. Sebagian besar konsumen hanya menginginkan suatu produk yang sesuai dengan kebutuhannya akan tetapi tidak memikirkan bagaimana dampaknya bagi lingkungan hidup. konsumen tidak bersedia membayar lebih mahal untuk produk-produk yang bersifat ramah lingkungan. Oleh karena itu pertumbuhan produk ramah lingkungan dirasa lambat (Ratnawati & Putranti, 2016).
Produk ramah lingkungan salah satu contohnya adalah makanan diantaranya beras organik, sayuran organik, Buah dan lain-lain. Semua produk makanan ramah lingkungan di Indonesia didominasi dijualnya hanya di ritel tidak dipasarkan dipasar tradisional sehingga target penelitian hanya pada konsumen ritel (D. P. Alamsyah, Trijumansyah, & Hariyanto, 2017). Di kota Bandung sendiri
terdapat beberapa ritel yang menyajikan produk ramah lingkungan lebih lanjut disampaikan pada tabel dibawah ini.
Tabel I.1
Data Ritel Produk Ramah Lingkungan No Toko Modern
1. Yomart 2. Borma 3. Giant 4. Superindo 5. Carrefour 6. Lotte 7 Transmart 8. Hypermart
Sumber : Data Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bandung
Pada Tabel I.1 di atas disampaikan terdapat beberapa ritel yang menjual produk organik. Produk-produk organik hanya dijual di pasar modern (ritel) karena produk organik/ konvensional.
Bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan hidup juga ditunjukkan dengan melakukan praktik pemasaran hijau (green marketing). Pemasaran hijau harus dilihat dalam konteks yang lebih luas. Pemasaran produk ramah lingkungan harganya lebih mahal dari pada produk hijau tidak hanya sekedar menawarkan produk yang ramah lingkungan kepada konsumen namun juga mencakup kepada bagaimana proses produksi dan distribusi produksi tersebut. Logikanya produk yang hijau dibuat berdasarkan proses produksi yang hijau juga. Oleh karena itu,
pemasaran hijau sangat perlu dilakukan oleh perusahaan yang memproduksi barang dengan menggunakan bahan baku yang berkaitan dengan lingkungan hidup (Situmorang, 2012). Dengan melakukan praktik-praktik hijau terhadap lingkungan sehingga menumbuhkan keinginan dari diri masyarakat untuk terus memperhatikan lingkungannya sehingga menumbuhkan minat beli masyarakat terhadap produk yang ramah terhadap lingkungannya. Sikap terhadap suatu produk ramah lingkungan, yakni bagaimana cara konsumen mengenali produk kemudian konsumen menilai apakah produk tersebut baik dikonsumsi atau tidak, dalam hal kesehatan maupun untuk di lingkungan sekitar.
Minat beli produk ramah lingkungan merupakan keinginan yang timbul ketika konsumen merasa tertarik dan ingin membeli produk yang dilihatnya (Herdiana & Alamsyah, 2017). Aktivitas konsumen yang membeli produk ramah lingkungan diistilahkan sebagai green purchase, dimana konsumen bersedia membayar lebih mahal untuk memperoleh produk yang ramah lingkungan karena memper-timbangkan permasalahan lingkungan terhadap produk yang akan digunakan. Minat terhadap suatu produk sangat bervariasi pada tiap-tiap individu (Utami et al., 2014). “Purchase intention is interpreted as a desire to buy, which is part of the process of moving towards the actions of purchases made by a consumer.
Before purchasing, consumers begin to gatherproduct information based on personal experience and the external environment” (Wulandari, 2015). Niat membeli diartikan sebagai keinginan untuk membeli, yang merupakan bagian dari proses bergerak menuju tindakan pembelian yang dilakukan oleh konsumen.
Sebelum membeli, konsumen mulai mengumpulkan informasi produk berdasarkan pengalaman pribadi dan lingkungan eksternal. Orientasi seseorang terhadap alam,
kolektivisme, pengaruh ekologi, dan pengetahuan tentang ekologi lingkungan berpengaruh terhadap sikap untuk melakukan minat pembelian produk ramah lingkungan (Utami et al., 2014). Hal ini dapat dimaknai sebagai sebuah kemungkinan yang akan dilakukan konsumen atas sebuah produk yang ditawarkan perusahaan. Dengan meningkatnya niat beli konsumen terhadap produk ramah lingkungan maka akan mendorong konsumen untuk ingin lebih mengetahui bagaimana membiasakan atau menerapkan penggunaan produk yang ramah terhadap lingkungan. Maka dibutuhkan penguasaaan wawasan dan pengetahuan konsumen terhadap lingkungannya masing masing agar tumbuh kesadaran untuk lebih mengenal produk ramah lingkungan. Konsumen yang berwawasan lingkungan cenderung melakukan kepedulian lingkungan yang kuat, dan konsumen lebih memilih produk-produk yang ramah lingkungan dibandingkan produk yang lain.
Pengetahuan tentang Lingkungan mengacu pada “pengetahuan dan kesadaran tentang masalah lingkungan dan mungkin solusi yang untuk masalah- masalah” (Taufique, Siwar, Chamhuri, & Sarah, 2016). “Suggested that environmental knowledge is related to an understanding and concern regarding natural environments, and encourages an individual’s stronger responsibility for environmental protection” (Cheng & Wu, 2015). Pengetahuan lingkungan terkait dengan pemahaman dan kepedulian mengenai lingkungan alam, dan mendorong tanggung jawab individu yang lebih kuat untuk perlindungan lingkungan.
Pengetahuan Lingkungan merupakan informasi tentang kegiatan yang berhubungan dengan pemanfaatan, pemeliharaan, baik lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial. Mereka semakin tercerdaskan melalui informasi yang
didapatkan dari berbagai pemberitaan mengenai isu lingkungan mulai dari koran, majalah, televisi, radio, intenet dan lainnya. Semakin tinggi tingkat pengetahuan konsumen terhadap produk ramah lingkungan maka mereka dapat menyesuaikan mana produk yang harus dikonsumsi dalam kehidupan sehari hari agar membantu meningkatkan kesehatan dan kepedulian terhadap lingkungannya. Setiap pengetahuan lingkungan yang dimiliki konsumen mencerminkan perilaku pembeliannya.
Perilaku konsumen juga dapat dipengaruhi keinginan masing-masing dari konsumen. Sebagian dari konsumen memiliki pengetahuan yang berbeda beda terhadap lingkungan dan produk ramah lingkungan. Pengaruh gender juga sangat kuat dalam memilih produk ramah lingkungan. Gender merupakan pandangan masyarakat tentang perbedaan peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil kontraksi sosial. Perbedaan gender merupakan karakteristik demografi yang menarik untuk diteliti berkaitan dengan isu-isu lingkungan, karena perbedaan peran, keterampilan, dan sikap yang mengarah permasalahan ekologikal. Pada konsumen hijau Indonesia, menyatakan baik konsumen laki-laki maupun perempuan memiliki kesamaan dalam minat pembelian produk hijau, kecuali pada konsumen yang berorientasi pada nilai individualistik berpengaruh pada keinginan untuk membayar pangan organik dengan harga premium (Utami et al., 2014).
Hasil penelitian Alamsyah (2018) menemukan bahwa Penjualan produk makanan organik masih rendah di provinsi Jawa Barat terutama dikota Bandung hal ini disinyalir Pengetahuan tentang Lingkungan terhadap produk organik masih rendah sehingga Niat Beli konsumen terhadap produk organik/ramah lingkungan
juga rendah.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengetahuan Tentang Lingkungan dan Niat Beli Konsumen pada Produk Ramah Lingkungan di Ritel Swalayan Kota Bandung”.
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Dari segi Pengetahuan Tentang Lingkungan masih banyak kalangan masyarakat yang kurang memiliki pengetahuan luas tentang apa itu produk ramah lingkungan dan pengaruhnya terhadap lingkungan dan bagaimana menjaga kelestarian lingkungan dengan adanya produk yang ramah terhadap lingkungan.
2. Masih rendahnya Niat Beli terhadap produk ramah lingkungan.
1.2.2 Rumusan Masalah
Berdasarakan latar belakang masalah di atas maka dapat dibuat gambaran mengenai permasalahan yang akan dihadapi. Dalam penelitian ini masalah yang dapat dihadapi dapat diidentifikasi yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran Pengetahuan Tentang Lingkungan pada Produk Ramah Lingkungan di Ritel Swalayan Kota Bandung.
2. Bagaimana gambaran Niat Beli Konsumen pada Produk Ramah Lingkungan di Ritel Swalayan Kota Bandung.
3. Bagaimana Pengaruh Pengetahuan Tentang Lingkungan terhadap Niat Beli Konsumen pada Produk Ramah Lingkungan di Ritel Swalayan Kota Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Penulis bermaksud mengadakan penelitian ini adalah untuk mendapatkan dan memperoleh data dan informasi yang dapat memberikan gambaran tentang PengaruhPengetahuan Tentang Lingkungan terhadap Niat Beli Konsumen pada Produk Ramah Lingkungan di Ritel Swalayan Kota Bandung.
1.3.2 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui gambaran Pengetahuan Tentang Lingkungan pada Produk Ramah Lingkungan di Ritel Swalayan Kota Bandung.
2. Untuk mengetahui gambaran Niat Beli Konsumen pada Produk Ramah Lingkungan di Ritel Swalayan Kota Bandung.
3. Untuk mengetahui Pengaruh Pengetahuan Tentang Lingkungan terhadap Niat Beli Konsumen pada Produk Ramah Lingkungan di Ritel Swalayan Kota Bandung.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis
1. Menambah wawasan baru bagi pembaca mengenai Pengetahuan Tentang Lingkungan dan Niat Beli Konsumen pada Produk Ramah Lingkungan di Ritel Swalayan Kota Bandung.
2.
Memberikan informasi bagi peneliti selanjutnya mengenai Pengetahuan Tentang Lingkungan dan Niat Beli Konsumen pada Produk Ramah Lingkungan di Ritel Swalayan Kota Bandung.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dalam bidang usaha yang terkait agar dapat memperhatikan produknya agar ramah terhadap lingkungan dan kepedulian konsumen dengan mengkonsumsi produk- produk yang ramah dengan lingkungan sekitarnya.