• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah generasi masa depan suatu bangsa. Pembentukan generasi masa depan bangsa yang kuat, cerdas, kreatif, dan produktif merupakan tanggungjawab semua pihak. Anak-anak sangat rentan terhadap berbagai penyakit karena anak sangat suka bermain di dalam maupun di luar rumah sehingga perlu memperhatikan lingkungan disekitar anak. Penyakit yang sering terjadi pada anak yaitu penyakit pada saluran pernapasan. Salah satu penyakit saluran pernapasan adalah Bronkopneumonia. (Behrman, 2011).

Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus yang masuk ke saluran pernapasan sehingga terjadi peradangan di bronkus dan alveolus. Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian Bronkopneumonia terbagi menjadi dua kelompok yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah, staus imunisasi, pemberian ASI, dan pemberian Vitamin A. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, kelembaban, penggunaan obat nyamuk, dan asap rokok (Yunika, 2013).

Bronkopneumonia sering terjadi pada anak usia dibawah 3 tahun karena belum terbentuk secara optimal proses kekebalan tubuh, imunitas anak yang belum baik, lumen saluran napas yang masih sempit. Oleh sebab itu kejadian Bronkopneumonia pada bayi dan balita akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang dewasa ( Misnadiarly,2011). Menurut hasil penelitian Nurul Indah Sari pada tahun 2016 tentang hubungan usia terhadap kejadian

(2)

Bronkopneumonia pada balita didapatkan data bahwa kasus kejadian Bronkopnemonia pada balita terjadi pada usia 2-3 tahun yang berjumlah 165 orang (51.9%). Hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0.047 maka dapat disimpulkan ada hubungan umur terhadap kejadian ISPA dengan nilai OR = 1.389 artinya balita yang berumur 2-3 Tahun mempunyai peluang 1.389 kali untuk mengalami ISPA dibandingkan dengan balita yang berumur 1 Tahun dan 4-5 Tahun (An-Nada, 2017).

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk terjadinya ISPA. Pneumonia pada anak balita sering disebabkan virus pernapasan dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 Tahun. Kejadian ISPA pada bayi dan balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih besar dan buruk, disebabkan karena ISPA pada bayi dan balita umumnya merupakan kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara alamiah. Selain itu imunitas anak belum baik dan lumen saluran napasnya masih sempit. Oleh sebab itu kejadian ISPA pada bayi dan anak balita akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang dewasa. (Misnadiarly, 2011).

WHO (World Health Organization) menyatakan sekitar 6 juta anak balita meninggal dunia setiap tahunnya, 16% dari jumlah tersebut disebabkan oleh penyakit Bronkopneumonia sebagai pembunuh nomor 1 di dunia. Prevelence tahun 2015 terdapat kurang lebih 14 % dari 147.000 anak di bawah usia 5 tahun di Indonesia meninggal karena Bronkopneumonia. Statistik tersebut, dapat diartikan sebanyak 2-3 anak di bawah usia 5 tahun meninggal karena

(3)

Bronkopneumonia setiap jamnya. Hal tersebut menyebabkan Bronkopneumonia sebagai penyebab kematian utama bagi anak di bawah usia 5 tahun di Indonesia (Kaswandani 2015).

Berdasarkan laporan UNICEF per 2015 lalu, Indonesia bahkan termasuk dalam 10 negara dengan tingkat kematian balita akibat Bronkopneumonia tertinggi. Dalam data tersebut, disebutkan bahwa pada 2015 Indonesia memiliki angka kematian 147 ribu balita. Posisi pertama negara yang paling tinggi angka kematian balita akibat pneumonia adalah India. Berdasarkan hasil Riskedas 2013 Insiden terjadinya Bronkopneumonia di Jawa Barat tahun 2013 adalah 1,9 % (Nasional 1,8 %) dan prevalensi Bronkhopneumonia 4.9

% (Nasional 4.5 %). Faktor resiko yang berkontribusi terhadap insiden Bronkopneumonia tersebut antara lain gizi kurang, ASI eksklusif rendah, polusi udara dalam ruangan, kepadatan, cakupan imunisasi campak rendah dan BBLR. (Riskesdas,2013).

Didapatkan bahwa Bronkopneumonia menjadi lima penyakit terbesar di Ruang Sakura RSUD Kota Bandung. Angka kejadian Bronkopneumonia setiap bulannya meningkat, pada bulan Oktober angka kejadian Bronkopneumonia sebanyak 30 kasus, sedangkan pada bulan Februari meningkat menjadi 43 kasus. Jumlah total angka kejadian Bronkopenumonia dari bulan Oktober 2018 sampai bulan Februari 2019 sebanyak 134 kasus.

Dampak dari penyakit Bronkhopneumonia ini dapat menghambat pemenuhan kebutuhan dasar manusia pada anak meliputi kebutuhan oksigenasi yang terhambat akibat terjadinya akumulasi sekret yang kemudian

(4)

mengakibatkan obstruksi jalan napas yang dapat meningkatkan frekuensi nafas, kebutuhan cairan dan elektrolit yang terhambat akibat respon terhadap proses inflamasi pada saluran pernapasan yang meningkatkan suhu tubuh (Hipertermi) sehingga tubuh mengalami kekurangan cairan melalui evaporasi yang meningkat yang kemudian mengakibatkan defisit volume cairan tubuh, kebutuhan nutrisi yang terhambat akibat respon gastrointestinal terhadap reaksi peradangan pada saluran napas terjadi mual dan anoreksia, menyebabkan intake nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehingga terjadi ketidakseimbangan antara intake nutrisi dengan peningkatan kebutuhan metabolisme, kebutuhan akifitas terhambat akibat perfusi jaringan menurun terjadi akibat peningkatan metabolisme anaerob, produksi ATP menurun yang mengakibatkan klemahan fisik sehingga terjadi keterbatasan dalam beraktifitas, dan yang terakhir adaah pertumbuhan dan perkembangan anak yang akan terhambat akibat intake nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang merupakan faktor penyebab terjadinya penurunan status gizi, dan penurunan imunitas yang mengakibatkan anak menjadi rentn terhadap infeksi.

Peran perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan diharapkan dapat memberikan pelayanan secara komprehensif yang meliputi aspek bio-psiko- sosial-spiritual anak sehingga kebutuhan kesehatan anak dapat terpenuhi, kemudian usaha promotif yaitu dengan selalu menjaga kebersihan baik fisik maupun lingkungan, upaya preventif dilakukan dengan cara memberikan obat sesuai dengan indikasi yang dianjurkan oleh dokter, dan upaya kuratif perawat dalam memulihkan kondisi klien dengan menganjurkan orang tua

(5)

klien untuk membawa ke Rumah Sakit. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan klien. Dengan hal ini penulis termotivasi untuk menyusun karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada An.B (16 Bulan) Dengan Gangguan Sistem Pernapasan : Bronchopneumonia di Ruang Sakura Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bandung “.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana melakukan Asuhan Keperawatan Pada An.B (16 Bulan) Dengan Gangguan Sistem Pernapasan : Bronkopneumonia di Ruang Sakura RSUD Kota Bandung ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Melakukan asuhan keperawatan pada An.B usia 16 bulan dengan gangguan sistem pernapasan akibat bronkopneumonia di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bandung.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengkajian pada An.B usia 16 bulan dengan gangguan sistem pernapasan akibat bronkopneumonia.

b. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada An.B usia 16 bulan dengan gangguan sistem pernapasan akibat bronkopneumonia.

c. Mengidentifikasi intervensi keperawatan pada An.B usia 16 bulan dengan gangguan sistem pernapasan akibat bronkopneumonia.

(6)

d. Mengidentifikasi implementasi keperawatan pada An.B usia 16 bulan dengan gangguan sistem pernapasan akibat bronkopneumonia.

e. Mengidentifikasi evaluasi pada An.B usia 16 bulan dengan gangguan sistem pernapasan akibat bronkopneumonia.

D. Manfaat Penelitian

Karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi : 1. Bagi Pemengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan dalam pemenuhan asuhan keperawatan pada pasien Bronkopneumonia.

2. Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Bronkopneumonia.

Referensi

Dokumen terkait

Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan elektrolit baik didalam lumen usus bagian oral

Obstruksi usus atau Ileus menurut Sjamsuhidajat (1997) adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan elektrolit baik

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan

Penyakit obstruksi saluran nafas kronis yang ditandai dengan sumbatan jalan nafas, infeksi saluran nafas, dan beberapa perubahan patologis lain yang menyebabkan pasien

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbat mukus,edema dan inflamasi dinding bronkus.obstruksi bertambah berat selama

Faktor pencetus serangan asma PPOK Inflamasi Sputum kental di saluran nafas Batuk Ketidakefektifan bersihan jalan napas Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Data Subyektif :

Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka..

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan