• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis(1). Kesehatan mental yang baik adalah kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar. Penyakit mental dapat menyebabkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dapat merusak interaksi atau hubungan dengan orang lain, namun juga dapat menurunkan prestasi di sekolah dan produktivitas kerja. oleh sebab itu, sudah saatnya kita menjalankan pola hidup sehat(2).

Bullying (dikenal sebagai “penindasan/risak” dalam Bahasa Indonesia) merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, bertujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus(3). Bullying dapat diartikan sebagian perilaku agresif yang terjadi dikalangan anak terutama usia sekolah dan melibatkan ketidak seimbangan kekuatan berpotensi untuk dilakukan secara berulang ulang.

Bullying adalah bentuk agresifitas yang dilakukan

(2)

2

oleh satu individu maupun secara kelompok terhadap individu atau kelompok lain dengan tujuan mendominasi, menyakiti, atau mengasingkan pihak lain(4).

Masa remaja merupakan tahap perkembangan manusia di mana seorang individu mengalami peralihan dari anak-anak menuju dewasa.

Menurut WHO remaja adalah mereka yang berusia antara 10-19 tahun(2). Remaja adalah individu yang sedang berada pada masa perkembangan transisi antara anak-anak menuju masa dewasa yang mencangkup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional(5).

Data jumlah remaja di dunia diperkirakan sekitar 1.2 miliar atau 18% dari semua penduduk di Dunia dan menurut Sensus Penduduk di Indonesia pada tahun 2010 jumlah kelompok usia 10-19 tahun sebanyak 43.5 juta atau sekitar 18% dari semua penduduk di Indonesia(6). Menurut Departemen Kesehatan (Depkes) Republik Indonesia tahun 2006, data remaja (umur 10-19 tahun) berjumlah 43 juta jiwa atau 19,61% dari jumlah penduduk. Pada tahun 2008, jumlah remaja di Indonesia diperikirakan mencapai 62 juta jiwa. Hasil Proyeksi Penduduk menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia remaja ini akan mengalami peningkatan hingga tahun 2030 (7).

Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stres, dan harapan-harapan baru yang dialami remaja membuat mereka mudah mengalami gangguan(8). Gangguan itu berupa gangguan pikiran, dan gangguan perasaan seperti stres,

(3)

3

kesedihan, kecemasan, kesepian dan keraguan pada diri remaja. Sehingga membuat mereka mengambil risiko dengan melakukan kenakalan maupun kekerasan yang menjadi salah satu penyebab remaja rentan dengan Bullying.

Bullying merupakan fenomena di seluruh dunia yang telah berlangsung lama dan tak ada habisnya. Bullying didefinisikan sebagai perilaku agresif yang di sengaja terhadap adanya ketidakseimbangan kekuasaan atau perasaan yang dirasakan, dan dilakukan berulang yang dapat menyebabkan distres fisik, psikologis, sosial, atau pendidikan(9). Kekuasaan merupakan aspek utama dibandingkan aspek kemampuan dengan tujuan menyakiti korbannya secara mental atau secara fisik, yang dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Sedangkan menurut (10) Bullying adalah suatu tindakan negatif berulang yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bermaksud untuk menyebabkan ketidaksenangan atau menyakiti orang lain.

Bullying dapat terjadi di mana saja, dapat terjadi di sekolah, dirumah (keluarga), lingkungan rumah, ataupun lingkungan kerja(11). Pada tahun 2016 United Nations Children’s Fund melakukan riset pada 100.000 di 18 negara terkait Bullying. Hasilnya 67% dari mereka mengatakan penah mengalami Bullying, 25% mengatakan dibully, karena penampilan fisiknya, 25% karena jenis kelamin, dan 25% karena etnis atau negara asal mereka(12). Berdasarkan data UNICEF pada tahun 2016, sebanyak 41 hingga 50 persen

(4)

4

remaja di Indonesia dalam rentang usia 13 sampai 15 tahun atau sedang berada di SMP pernah mengalami tindakan Bullying.

Badan statistic Amerika Serikat terkait Bullying menunjukkan bahwa 28% siswa kelas 6 hingga 12 mengaku pernah dibully, 30% remaja mengaku melakukan Bullying terhadap orang lain, 70% mengaku pernah melihat Bullying di sekolah dan 70% staf sekolah juga mengaku pernah melihat Bullying(13). Di Indonesia sendiri kasus Bullying di sekolah menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), tercatat sebanyak 26 ribu pengaduan terkait Bullying dari tahun 2011 sampai September 2017(14). Menurut data dari KPAI 2018, pengaduan yang diterima KPAI didominasi oleh kekerasan fisik dan korban Bullying yang angkanya mencapai 72%. Sedangkan kekerasan psikis sebanyak 9%, kekerasan financial atau pemalakan/pemerasan 4% dan kekerasan seksual 2%. Data dari Kementerian Sosial hingga Juni 2017 telah menerima laporan sebanyak 117 kasus Bullying dan sebanyak 84% anak usia 12 tahun hingga 17 tahun pernah menjadi korban Bullying(14).

Bullying di sekolah dapat menyebabkan dampak yang sangat serius, bagi korban dapat menimbulkan dampak seperti perasaan tidak aman, takut pergi ke sekolah, takut terisolasi, harga diri rendah, atau bahkan dapat menjadi stress dan dapat berakhir dengan bunuh diri bagi korban.

Sedangkan bagi pelaku menyebabkan dampak seperti gangguan emosional dan perilaku(15). Bullying juga bisa mengakibatkan pengaruh jangka pendek

(5)

5

dan jangka panjang pada korbannya. Dalam jangka pendek, mereka bisa menjadi tertekan, kehilangan minat untuk membuat tugas sekolah atau tidak ingin pergi sekolah. Adapun pengaruh jangka panjang dari Bullying tersebut mereka jadi lebih tertekan dan memiliki harga diri rendah(16).

Pada tiga dekade terakhir, ditemukan bahwa Bullying telah menjadi ancaman serius terhadap perkembangan anak dan penyebab potensial kekerasan dalam sekolah(17). Bullying merupakan salah satu permasalahan yang menjadi perhatian global. Bullying adalah salah satu dari masalah- masalah yang dijumpai oleh remaja, orang tua, guru dan kepala sekolah.

Fenomena seputar perilaku Bullying atau disebut dengan mobbing sudah terjadi sejak tahun 1960 akhir atau sekitar awal permulaan tahun 1970 di Sweden (18).

Banyak tindakan bullying yang terjadi ini di pengaruhi faktor-faktor yang ada. Dalam penelitian Olweus yang paling banyak mendapat perlakuan penindasan ini adalah individu yang berasal dari negara atau budaya yang berbeda dengan lingkungannya(19).

Bullying terdiri dari serangan verbal (mis. Pemanggilan nama, mengancam), perilaku fisik (mis. memukul, menendang, merusak barang korban), dan agresi relasional / sosial (misalnya pengucilan sosial, penyebaran berita bohong tentang korban) (20) hingga bentuk serangan terbaru melalui jejaring sosial yang menggunakan internet (cyberBullying)

(21).

(6)

6

Secara garis besar faktor yang mempengaruhi perilaku bullying menurut Tumon (22) yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, faktor teman sebaya. Menurut Usman (23) beberapa faktor yang menjadi pemicu perilaku bullying pada remaja seperti jenis kelamin, tipe kepribadian anak, kepercayaan diri, iklim sekolah serta peranan kelompok/ teman sebaya.

Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima kawan sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya mereka akan senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehan oleh kawan-kawan sebayanya.(24) kelompok teman sebaya untuk melakukan hal yang negatif masih ada, tetapi terkadang masih remaja yang mau mengikuti aturan kelompok, masih ada remaja yang canggung jika harus bekerja sama dengan teman sebaya yang kurang akrab dengannya, situasi yang kurang tepat untuk menentukan permainan yang hendak dilakukan bersama temannya, perbedaan ego, dll.(25)

Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang paling berperan penting dalam pembentukan karakter anak. Di karenakan bahwa, keluarga adalah lingkungan yang pertama di temui anak yang baru lahir. Lingkungan yang kondusif akan mampu membuat anak tidak melakukan tingkah kekerasan. Lingkungan keluarganya yang sering betengkar, menggunakan kekerasan dalam melakukan pemecahan masalah(26). Bentuk pola asuh yang diterapkan orang tua akan membentuk karakter anak yang akan terbawa saat anak berada diluar rumah bahkan sampai anak tumbuh dewasa(27).

(7)

7

Bullying dapat berkembang pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan masukan negatif pada siswanya, misalnya berupa hukuman yang bersifat tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah(28). Dalam International Journal of Special Education (29) menyatakan bahwa beberapa dampak yang muncul terkait perilaku Bullying dilihat dalam lingkungan sekolah seperti terjadinya penurunan nilai yang signifikan, ketakutan, ansietas, depresi, menghindari lingkungan sosial, melarikan diri bahkan timbulnya keinginan bunuh diri.

Faktor yang menyebabkan bullying yaitu faktor eksternal atau lingkungan, antara lain kurangnya pengawasan dari orang tua, pola asuh orang tua, perilaku agresif dari rumah, mengadopsi hukuman fisik yang didapatkan dari orang tua, memiliki teman yang sering melakukan tindak kekerasan terhadap anak lain, sebagai wujud balas dendam. Dan faktor internal dari dalam individu sendiri(30).

Upaya pemerintah dalam menanggulangi kasus Bullying pemerintah sudah menerbitkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan pertama atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Perlindungan anak (PPPA) juga sudah berkoordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan agar hukuman pelaku kekerasan terhadap anak bisa diberikan seberat-beratnya. Hukuman berat berat itu sesuai tindakan pelaku, sehingga diharapkan menimbulkan efek jera bagi pelaku kekerasan(25).

(8)

8

Dengan masalah-masalah terkait dengan bullying diatas tentunya sangat mengkhawatirkan karena dampak dari perilaku bullying ini berisiko besar mempengaruhi masalah kesehatan jiwa korban. Maka dari itu peneliti perlu untuk menggambarkan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian bullying pada remaja awal. meliputi faktor internal remaja, keluarga, lingkungan sekolah dan teman sebaya untuk dicari hubungannya.

B. Identifikasi Masalah

Pokok masalah merebaknya kejadian Bullying dibeberapa sekolah yang perlu mendapat perhatian dan pencegahan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan kejadian Bullying pada remaja awal”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Bullying pada remaja awal dari perspektif pelaku.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian bullying pada remaja mencakup faktor internal, keluarga, teman sebaya dan lingkungan sekolah.

b. Mengetahui hubungan faktor internal remaja dengan kejadian Bullying pada remaja awal

c. Mengetahui hubungan keluarga dengan kejadian Bullying pada remaja awal

(9)

9

d. Mengetahui hubungan peran sekolah dengan kejadian Bullying pada remaja

e. Mengetahui hubungan teman sebaya dengan kejadian Bullying pada remaja awal

f. Mengetahui hubungan pernah mengalami bullying dengan kejadian Bullying pada remaja awal

D. Manfaat Penelitian

1. Pendidikan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi pelaksanaan pendidikan kesehatan yang akan datang, serta dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Bullying pada remaja awal.

2. Bagi Remaja dan Sekolah

Penelitian ini dapat memberikan informasi pada remaja dan sekolah mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Bullying, dan apa saja yang menjadi penyebab siswa dibully sehingga dapat mengurangi kejadian Bullying yang ada, serta sekolah diharapkan dapat mengambil langkah yang tepat untuk penanganannya.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam konteks keilmuan dan metodologi penelitian yang benar, serta memberikan pengalaman yang berharga sebagai peneliti pemula. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk penelitian yang akan datang.

(10)

10 E. Ruang Lingkup

Penelitian ini menggunakan metode systematic review. Dengan menganalisis Variabel x dari kejadian bullying pada remaja awal. Artikel yang dipilih meliputi artikel dengan lokasi penelitian di Indonesia dan Luar Negeri, dengan rentang waktu penelitian tahun 2010 sampai tahun 2020.

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Bullying Pada Remaja Smk Negeri 1 Manado.. Tipe Pola Asuh Orang Tua Yang Berhubungan Dengan Perilaku Bullying Di Sma

permisif orang tua dengan intensi merokok pada remaja awal”. Adapun alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a). Skala persepsi pola asuh permisif orang tua

Kedua, faktor yang berasal dari luar diri anak (eksternal), seperti adanya perlakuan orang tua yang kurang tepat (terlalu otoriter atau terlalu memanjakannya),

Pemantauan lokasi anak oleh orang tua merupakan hal yang sangat penting karena lingkungan dan kurangnya pengawasan dari orang tua merupakan faktor timbulnya

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk lebih lanjut mengenai hubungan pola asuh orang tua, riwayat pemberian ASI eklusif, dan pengetahuan orang tua tentang gizi

khususnya yang berkaitan dengan penerapan pola asuh orang tua dalam perkembangan perilaku sosial di sekolah khususya tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap

Berdasarkan uraian di atas, diasumsikan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri adalah kecenderungan pola asuh yang diterapkan orang tua, dan pola

Salah satu faktor yang ikut andil dalam perkembangan mental emosional anak antara lain yaitu pola asuh orang tua, kehadiran orang tua dalam keseharian akan menimbulkan kedekatan dan